Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

LAPORAN PENDAHULUAN KEGAWATDARURATAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktik Early Eksposure IV


Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pengampu :
Nunung Liawati, S.Kep.,Ners.,M.Kep

Disusun Oleh

Ashari Maulana Suryadi

C1AA20009

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

KOTA SUKABUMI

2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................2

LAPORAN PENDAHULUAN RESUSITASI JANTUNG PARU....................3

LAPORAN PENDAHULUAN TRANSPORTASI..........................................11

LAPORAN PENDAHULUAN AIRWAY........................................................14

LAPORAN PENDAHULUAN BREATHING................................................18

LAPORAN PENDAHULUAN CIRCULATION............................................21

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................24
LAPORAN PENDAHULUAN RESUSITASI JANTUNG PARU
A. LATAR BELAKANG

Resusitasi jantung paru (RJP) adalah metode untuk mengembalikan fungsi


pernapasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas dan henti
jantung yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Tindakan RJP ini tidak hanya
berlaku dalam ruangan operasi, tapi dapat juga diluar jika terdapat suatu kejadian
dimana ada seorang pasien atau korban, dalam usaha mempertahankan hidupnya
dalam keadaan mengancam jiwa. Hal ini dikenal dengan Bantuan Hidup Dasar
(BHD) atau Basic Life Support (BLS). Sedangkan bantuan yang dilakukan
dirumah sakit sebagai lanjutan dari BHD disebut Bantuan Hidup Lanjut atau
Advance Cardiac Life Support (ACLS).1 Basic life support atau bantuan hidup
dasar (BHD) adalah pendekatan sistemik untuk penilaian pertama pasien,
mengaktifkan respon gawat darurat. BHD sangat bermanfaat bagi penyelamatan
kehidupan mengingat dengan pemberian sirkulasi dan napas buatan secara
sederhana. BHD memberikan asupan oksigen dan sirkulasi darah ke sistem tubuh
terutama organ yang sangat vital dan sensitif terhadap kekurangan oksigen seperti
otak dan jantung. Berhentinya sirkulasi beberapa detik sampai beberapa menit,
asupan oksigen ke dalam otak terhenti, terjadi hipoksia otak yang yang
mengakibatkan kemampuan koordinasi otak untuk menggerakkan organ otonom
menjadi terganggu, seperti gerakan denyut jantung dan pernapasan.

Resusitasi jantung paru (RJP) yang efektif adalah dengan menggunakan


kompresi dan dilanjutkan dengan ventilasi. Tindakan ini dapat dilakukan oleh
orang awam dan juga orang yang terlatih dalam bidang kesehatan. Keadaan yang
perlu perhatian dan dapat menyebabkan Systemic Cardiopulmonary Arrest (SCA)
adalah seperti kecelakaan, sepsis, kegagalan respiratori, dan banyak lagi. Pada saat
pertama kali menemukan pasien atau korban penilaian dini harus dilakukan. Jika
dalam penilaian ditemukan sumbat jalan nafas, tidak ditemukan adanya nafas dan
tidak ada nadi maka tindakan BHD harus dilakukan dengan segera.

Menurut American Heart Association (AHA), rantai kehidupan mempunyai


hubungan erat dengan resusitasi jantung paru, karena penderita yang diberikan
RJP, mempunyai kesempatan yang besar untuk dapat hidup kembali. RJP yang
digunakan dirujuk kepada pedoman dari AHA yaitu 2010 American Heart
Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular care

B. DEFINISI

Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resusitasi (CPR) adalah


upaya mengembalikan fungsi nafas dan atau sirkulasi yang berhenti oleh berbagai
sebab dan boleh membantu memulihkan kembali kedua-dua fungsi jantung dan
paru ke keadaan normal. Bantuan hidup dasar (BHD) atau basic life support (BLS)
termasuk mengenali jika terjadinya serangan jantung, aktivasi respon sistem gawat
darurat, dan defibrilasi dengan menggunakan defibrillator.

C. TUJUAN

Tujuan Bantuan Hidup Dasar (BHD) ialah oksigenasi darurat yang diberikan
secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan
dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan
kekuatan sendiri secara normal. Hal ini adalah untuk mencegah berhentinya
sirkulasi darah atau berhentinya pernapasan. Resusitasi mencegah terjadinya
berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi yang dapat menyebabkan
kematian selsel akibat dari kekurangan oksigen dan memberikan bantuan eksternal
terhadap sirkulasi melalui kompresi dada (chest compression) dan ventilasi dari
korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas.

D. INDIKASI MELAKUKAN RJP 1. Henti Nafas

Henti nafas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal,
misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam,inhalasi asp/uap/gas,
obstruksi jalan nafas oleh benda asing, tesengat listrik, tersambar petir, serangan
infrak jantung, radang epiglottis, tercekik (suffocation), trauma dan lain-lainnya.
Henti nafas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara
pernafasan dari korban dan ini merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan
Bantuan Hidup Dasar (BHD). Pada awal henti nafas, jantung masih berdenyut dan
nadinya masih teraba, dimana oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk
beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ-
organ vital yang lainnya. Dengan memberikan bantuan resusitasi, ia dapat
membantu menjalankan sirkulasi lebih baik dan mencegah kegagalan perfusi
organ.

2. Henti Jantung

Henti jantung primer (cardiac arrest) adalah ketidaksanggupan curah jantung


untuk memenuhi kebutuhan oksigen keotak dan organ vital lainnya secara
mendadak dan dapat balik normal, jika dilakukan tindakan yang tepat atau akan
menyebabkan kematian atau kerusakan otak menetap kalau tindakan tidak
adekuat. Henti jantung yang terminal akibat usia lanjut atau penyakit kronis
tertentu tidak termasuk henti jantung atau cardiac arrest. Sebagian besar henti
jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau takikardi tanpa denyut, kemudian
disusun oleh ventrikel asistol dan terakhirnya oleh disosiasi elektro-mekanik. Dua
jenis henti jantung yang berakhir lebihsulit ditanggulangi kerana akibat gangguan
pacemaker jantung. Fibirilasi ventrikel terjadi karena koordinasi aktivitas jantung
menghilang.

Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar yang tidak teraba (karotis,
femoralis, radialis) disertai kebiruan (sianosis), pernafasan berhenti atau gasping,
tidak terdapat dilatasi pupil karena bereaksi terhadap rangsang cahaya dan pasien
tidak sadar. Pengiriman oxygen ke otak tergantung pada curah jantung, kadar
hemoglobin (Hb), saturasi Hb terhadap oxygen dan fungsi pernapasan. Iskemia
melebihi 3-4 menit pada suhu normal akan menyebabkan kortek serebri rusak
menetap, walaupun setelah itu dapat membuat jantung berdenyut kembali.

3. RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

Sebelum melakukan tahapan A (airway) terlebih dahulu dilakukan prosedur


awal pada korban, yaitu memastikan situasi dan keadaan pasien aman atau tidak
dengan memanggil nama atau sebutan Pak!!!, Bu!!!!, Mas!!!, Mbak!!!, dll yang
umum dengan keras disertai menyentuh atau menggoyangkan bahu dengan
mantap, sambil memanggil namanya. Prosedur ini disebut sebagai teknik “touch
and talk”. Hal ini cukup untuk membangunkan orang tidur atau merangsang
seseorang untuk bereaksi. Jika tidak ada respon, kemungkinan pasien tidak sadar.
Terdapat tiga derajat tingkat kesadaran, yaitu, sadar penuh, setengah sadar, dan
tidak sadar. Sadar penuh yang bererti pasien dalam keadaan sadar, berorientasi
baik terhadap diri, waktu dan tempat, setengah sadar yang bererti pasien
mengantuk atau bingung, manakala pasien tidak sadar bererti pasien tidak ada apa-
apa respon.

Jika pasien berespon tinggalkan pada posisi dimana ditemukan dan hindari
kemungkinan resiko cedera lain yang bisa terjadi dan analisa kebutuhan tim gawat
darurat. Jika sendirian, tinggalkan pasien sementara, mencari bantuan. Observasi
dan kaji ulang secara regular. Jika pasien tidak berespon berteriak minta tolong.
Kemudian atur posisi pasien, sebaiknya pasien terlentang pada permukaan keras
dan rata. Jika ditemukan tidak dalam posisi terlentang, terlentangkan pasien
dengan teknik log roll, secara bersamaan kepala, leher dan punggung digulingkan.
Atur posisi untuk penolong. Berlutut sejajar dengan bahu pasien agar secara
efektif dapat memberikan resusitasi jantung paru (RJP).

Terakhirnya, nadi karotis diperiksa. Menurut AHA Guideline 2010 tidak


menekankan pemeriksaan nadi karotis sebagai mekanisme untuk menilai henti
jantung karena penolong sering mengalami kesulitan mendeteksi nadi. Jika dalam
lebih dari 10 detik nadi karotis sulit dideteksi, kompresi dada harus dimulai.
Penolong awam tidak harus memeriksa denyut nadi karotis. Anggap cardiac arrest
jika pasien tiba-tiba tidak sadar, tidak bernapas atau bernapas tapi tidak normal
(hanya gasping).

A (Airway)

Pastikan jalan nafas terbuka dan bersih yang memungkinkan pasien dapat
bernafas.

Pemeriksaan Jalan Nafas

Untuk memastikan jalan nafas bebas dari sumbatan karena benda asing. Bila
sumbatan ada dapat dibersihkan dengan tehnik cross finger ( ibu jari diletakkan
berlawan dengan jari telunjuk pada mulut korban). Cara melakukan tehnik cross
finge adalah pertama sekali silangkan ibu jari dan telunjuk penolong. Kemudian,
letakkan ibu jari pada gigi seri bawah korban dan jari telinjuk pada gigi seri atas.
Lakukan gerakan seperti menggunting untuk membuka mulut korban. Akhirnya,
periksa mulut setelah terbuka apakah ada cairan,benda asing yang menyumbat
jalan nafas.

Membuka Jalan Nafas

Pada korban yang tidak sadar tonus otot menghilang, maka lidah dan epiglotis
akan menutup faring dan laring sehingga menyebabkan sumbatan jalan nafas.
Keadaan ini dapat dibebaskan dengan tengadah kepala topang dahi (Head tild
Chin lift) dan manuver pendorongan mandibula (Jaw thrush manuver). Cara
melakukan teknik Head tilt chin lift (gambar 1a) ialah letakkan tangan pada dahi
korban,kemudian tekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangan
penolong. Letakkan ujung jari tangan lainnya dibawah bagian ujung tulang rahang
korban. Tengadahkan kepala dan tahan serta tekan dahi korban secara bersamaan
sampai kepala pasien/korban pada posisi ekstensi. Manakala, cara untuk
melakukan teknik jaw thrust manuvere (gambar 1b) adalah letakkan kedua siku
penolong sejajar dengan posisi korban. Kemudian, kedua tangan memegang sisi
kepala korban. Penolong memegang kedua sisi rahang dan kedua tangan penolong
menggerakkan rahang keposisi depan secara perlahaan. Akhirnya, pertahankan
posisi mulut korban tetap terbuka. Apabila terdapat benda asing yang
mengobstruksi jalur nafas pasien,ia dikeluarkan. Kemudian cek tanda kehidupan
iaitu respon dan suara napas pasien. Jangan mendongakkan dahi secara berlebihan,
secukupnya untuk membuka jalan napas saja, karena pasien boleh ada cedera
leher.

Menurut AHA Guideline 2010 merekomendasikan untuk gunakan head tilt-chin


lift untuk membuka jalan napas pada pasien tanpa ada trauma kepala dan leher.
Sekitar 0,12-3,7% mengalami cedera spinal dan risiko cedera spinal meningkat
jika pasien mengalami cedera kraniofasial dan/atau GCS. Manakala, gunakan jaw
thrust jika suspek cedera servikal. Pada pasien suspek cedera spinal lebih
diutamakan dilakukan restriksi manual (menempatkan 1 tangan di ditiap sisi
kepala pasien) daripada menggunakan spinal immobilization devices karena dapat
mengganggu jalan napas tapi alat ini bermanfaat mempertahankan kesejajaran
spinal selama transportasi.
B (Breathing)
Breathing terdiri dari 2 tahap yaitu :

Memastikan korban tidak bernafas atau tidak

Dengan cara melihat pergerakan naik turunya dada (look), mendengar bunyi
nafas (listen) dan merasakan hembusan nafas (feel), dengan teknik penolong
mendekatkan telinga diatas mulut dan hidung korban sambil tetap
mempertahankan jalan nafas tetap terbuka. Ini dilakukan tidak lebih dari 10 detik.

Membetikan bantuan nafas

Bantuan nafas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut
ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan). Bantuan nafas diberikan
sebanyak 2 kali, waktu tiap kali hembusan 1,5 – 2 detik.

1. Mulut ke mulut

Merupakan cara yang cepat dan efektif. Pada saat memberikan penolong tarik
nafas dan mulut penolong menutup seluruhnya mulut pasien/korban dan hidung
pasien/korban harus ditutup dengan telunjuk dan ibu jari penolong.Volume udara
yang berlebihan dapat menyebabkan udara masuk ke lambung.

2. Mulut ke hidung

Direkomendasikan bila bantuan dari mulut korban tidak


memungkinkan,misalnya korban mengalami trismus atau luka berat. Penolong
sebaiknya menutup mulut korban pada saat memberikan bantuan nafas.

3. Mulut ke stoma

Dilakukan pada korban yang terpasang trakheostomi atau mengalami


laringotomi.

C (Circulation)

Nilai sirkulasi darah korban dengan menilai denyut arteri besar (arteri karotis,
arteri femorsalis). Berikut merupakan langkah-langkah RJP iaitu :

1. Apabila terdapat denyut nadi maka berikan pernafasan buatan 2 kali


2. Apabila tidak terdapat denyut nadi maka lakukan kompresi dada sebanyak 30
kali.
3. Posisi kompresi dada, dimulai dari melokasi processus xyphoideus dan tarik
garis ke kranial 2 jari diatas processus xyphoideus dan lakukan kompresi
kepada tempat tersebut
4. Kemudain berikan 2 kali nafas buatan dan teruskan kompresi dada sebanyak
30 kali. Ulangi siklus ini sebanyak 5 kali dengan kecepatan kompresi 100 kali
permenit.
5. Kemudian check nadi dan nafas korban apabila : a) Tidak ada nafas dan nadi:
teruskan RJP sampai bantuan datang. b) Terdapat naditetapi tidakan nafas :
mulai lakukan lakukan pernafasan buatan. c) Terdapat nadi dan nafas : korban
membaik.
E. SPESIFIK PENOLONGAN YANG DAPAT MEMBERIKAN RJP
1. Penolong yang tidak terlatih (Untrained lay rescuer)Untuk orang awam yang
tidak berpengalaman hanya kompresi dada yang dilakukan.
2. Penolong yang terlatih (Trained lay rescuer) harus memberikan kompresi dada
untuk pasien yang SCA dan dapat memberikan ventilasi dengan maka
perbandingan 30 : 2
3. Penyedia pelayan kesehatan (Healthcare Provider).

Resusitasi yang diberikan tergantung kasus yang dihadapi. Jika ada pasien yang
lemas ataupun yang mempunyai obstruksi jalan pernapasan dan mengalami
penurunan kesadaran, CPR juga dapat diberikan dengan kompresi dada sebanyak
30 kali dan diteruskan dengan ventilasi. Jika menemukan pasien yang tidak
responsif atau tidak bernafas, asumsi SCA selalu dilakukan.

F. KESIMPULAN

Resusitasi mengandung arti harfiah “menghidupkan kembali” tentunya


dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode
henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Bantuan Hidup Dasar (BHD)
atau Basic Life Support (BLS) bertujuan dengan cepat mempertahankan pasokan
oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan
lanjutan. Bantuan hidup lanjut dengan pemberian obat-obatan untuk
memperpanjang hidup. Resusitasi dilakukan pada korban infark jantung, serangan
stroke, keracunan obat, tenggelam,inhalasi asp/uap/gas, obstruksi jalan nafas oleh
benda asing, tesengat listrik, tersambar petir, serangan infrak jantung, radang
epiglottis, tercekik (suffocation),yang masih memberikan peluang untuk hidup.
Henti nafas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal,
misalnyaProsedur RJP terbaru adalah kompresi dada 30 kali dengan 2 kali napas
buatan iaitu kecepatan 100 kali permenit. Penanganan dan tindakan cepat pada
resusitasi jantung paru khususnya pada kegawatan kardiovaskuler amat penting
untuk menyelematkan hidup, untuk itu perlu pengetahuan RJP yang tepat dan
benar dalam pelaksanaannya.
LAPORAN PENDAHULUAN TRANSPORTASI
Transportasi

Setelah penderita diletakan diatas tandu (atau Long Spine Board bila diduga patah
tulang belakang) penderita dapat diangkut ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan
dilakukan Survey Primer, Resusitasi jika perlu.

A. Pengangkatan Dan Pemindahan Penderita


1. Pendahuluan

Pengangkatan penderita membutuhkan cara-cara tersendiri. Setiap hari banyak


penderita diangkat dan dipindahkan dan banyak pula petugas paramedik/penolong
yang cedera karena salah mengangkat. Keadaan dan cuaca yang menyertai
penderita beraneka ragam dan tidak ada satu rumus pasti bagaimana mengangkat
dan memindahkan penderita saat mengangkat dan memindahkan penderita.

2. Mekanika tubuh saat pengangkatan

Tulang yang paling kuat ditubuh manusia adalah tulang panjang dan yang paling
kuat diantaranya adalah tulang paha (femur). Otot-otot yang beraksi pada tutlang
tersebut juga paling kuat. Dengan demikian maka pengangkatan harus dilakukan
dengan tenaga terutama pada paha dan bukan dengan membungkuk Angkatlah
dengan paha, bukan dengan punggung

B. Panduan Dalam Mengangkat Penderita


1. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita. Nilai beban yang akan
diangkat secara bersama dan bila merasa tidak mampu jangan dipaksakan
2. Ke-dua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit didepan kaki sedikit
sebelahnya
3. Berjongkok, jangan membungkuk, saat mengangkat
4. Tangan yang memegang menghadap kedepan
5. Tubuh sedekat mungkin ke beban yang harus diangkat. Bila terpaksa jarak
maksimal tangan dengan tubuh kita adalah 50 cm
6. Jangan memutar tubuh saat mengangkat
7. Panduan diatas berlaku juga saat menarik atau mendorong penderita
C. Panduan Untuk Memindahkan Penderita
1. Emergensi
2. Ada Api atau bahaya api atau ledakan
3. Ketidak mampuan menjaga penderita terhadap bahaya lain pada TKP (benda
jatuh dsb)
4. Usaha mencapai penderita lain yang lebih urgent
5. Ingin RJP penderita, yang tidak mungkin dilakukan ditempat tersebut
6. Apapun cara pemindahan penderita, selalu ingat kemungkinan patah tulang
leher bila penderita trauma.
D. Pemindahan Emergensi
1. Tarikan Baju
2. Tarikan Selimut
3. Tarikan Lengan
4. Ekstrikasi Cepat
E. Non Emergensi
1. Pengangkatan dan pemindahan secara langsung oleh 2 atau 3 petugas.
Harus diingat bahwa cara ini tidak boleh dilakukan bila ada kemungkinan
fraktur servikal. Prinsip pengangkatan harus tetap di indahkan
2. Pemindahan dan pengangkatan memakai sprei. Sering dilakukan dirumah
sakit
F. Perlengkapan Untuk Pemindahan Penderita
1. Brankar
2. Splinting (SPALK/BIDAI)

Tujuan

a. Mencegah pergerakan tulang yg patah mengiritasi saraf, menyebabkan nyeri


yang hebat
b. Mencegah kerusakan lanjut dari otot, saraf, pembuluh darah

Kapan menggunakan bidai, tidak ada aturan apapun yang dapat diikuti, apabila
ragu-ragu lebih baik pasang, secara umum pasien trauma lebih baik dilakukan
imobilisasi spinal sebelum dipindahkan.
G. Sistem Rujukan Penderita
Sistem rujukan penderita gawat darurat harus di ciptakan untuk menjamin
bahwa penderita mendapat pertolongan yang lebih baik dari upaya pertolongan
sebelum sesuai masalah yang dialaminya. Sistem rujukan di bagi menjadi :
• Fase pre hospital : dari tempat kejadian ke pasilitas kesehatan
• Fase intra hospital : dari IGD ke CU, ruang bedah Central atau bangsal
perawat  Fase inter hospital : dari satu fasilitas kesehatan ke fasilitas
kesehatn lainnya.
H. Cara Rujukan
Langkah-langkah rujukan adalah :
1. Menentukan kegawt daruratan penderita
• Tingkat kader atau dukun bayi
• Tingkat abdi desa (pukesmas pembatu dan puskesmas)
2. Menentukan tempat rujukan
Prisnsip dalam menentukan tempat rujukan adalh fasilitas pelayanan yang
mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan
tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita. 3. Memberikan
informasi kepada penderita dan keluarga
4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
• Memberitahukan bahwa aka nada pemberita ayng dirujuk
• Meminta petunjuk apa yang harus dilakukan dalam rangka persiapan dan
selama dalam perjalanan ketempat rujukan
• Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong penderita bila
penderta tidak mungkin dikirim.
5. Persiapan penderita
6. Pengiriman penderita
7. Tindakan lanjut penderita :
• Untuk penderita yang telah diekmbalikan
• Harus kunjungan rumah, penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi
tidak melapor
LAPORAN PENDAHULUAN AIRWAY
A. Pengertian
Airway Management ialah memastikan jalan napas tetap terbuka. tindakan
paling penting untuk keberhasilan resusitasi adalah segera melapangkang saluran
pernapasan, dengan tujuan untuk menjamin jalan masuknya dara ke paru secara
normal sehingga menjamin kecukupan oksigen jaringan (American Society Of
Anesthesiologists,2013).
B. Tujuan
• Membebaskan jalan nafas untuk menjamin pertukaran udara secara normal.
• Menjamin kecukupan oksigen dalam tubuh.
• Udara dapat keluar masuk tanpa hambatan.
• Mampu memelihara jalan nafas tetap bebas dan memberikan pernafasan
buatan.
• Mampu mengelola jalan nafas dengan alat bantu dan memberikan pernafasan
buatan dengan alat.
C. Indikasi
• Multi trauma
• Trauma kapitis + penurunan kesadaran
• Jejas dari klavikula ke arah kranial
• Biomekanika trauma mendukung
D. Teknik Menjaga Jalan Nafas
1) Chin Lift
2) Jaw Thrust
3) Oropharyngeal Airway (OPA)
4) Naso-Pharyngeal Airway (NPA)
E. Struktur Anatomi
• Hidung
• Faring
• Laring
• Trachea
F. Suara nafas dan bunyi abnormal Suara
nafas normal :
• Suara trachel : terdengar diatas trachea
• Suara brochial : terdengar diatas menumbrium sternum
• Suara bronkusvesikuler : terdengar disisi kanan atau kiri garis sternum
• Suara vesikular : terdengar diseluruh lobus paru Suara nafas abnormal :
• Wheezing : akibat vasokontriksi bronkus
• Ronchi : akibat ada cairan di saluran nafas
• Gargling : bunyi seperti kumur-kumur karena ada cairan di faring
• Snoring/stridor : sumbatan jalan nafas partial alibat lidah yang menutup
(pangkal lida jatuh kebelakang)
• No sound : korban tidak bernafas, curiga ada sumbatan total jalan nafas atas
akibat benda asing, jika di tiup dada tidak mengembang.
G. Pengkajian Jalan Nafas
1. Look :
Look untuk melihat apakah pasien agitasi/gelisah, mengalami penurunan
kesadaran, atau sianosis. Lihat juga apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan
dan retraksi. Kaji adanya deformitas maksilofasial, trauma leher trakea, dan debris
jalan nafas seperti darah, muntahan, dan gigi yang tanggal.
• Kesadaran; “the talking patient" : pasien yang bisa bicara berarti airway bebas,
namun tetap perlu evaluasi berkala. Penurunan kesadaran memberi kesan
adanya hiperkarbia
• Agitasi memberi kesan adanya hipoksia
• Nafas cuping hidung
• Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya
oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar
mulut
• Adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang merupakan
bukti adanya gangguan airway.
2. Listen :
Dengarkan suara nafas abnormal, seperti:
• Snoring, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
• Gurgling, (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/ benda asing
• Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan napas setinggi
larings (Stridor inspirasi) atau setinggi trakea (stridor ekspirasi)

• Hoarseness, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring


• Afoni, pada pasien sadar merupakan petanda buruk, pasien yang
membutuhkan napas pendek untuk bicara menandakan telah terjadi gagal
napas
2. Feel :
• Aliran udara dari mulut/ hidung
• Posisi trakea terutama pada pasien trauma. Palpasi trakea untuk menentukan
apakah terjadi deviasi dari midline.
• Palpasi apakah ada krepitasi
H. Tindakan penguasaan jalan nafas darurat.
Letakkan pasien pada posisi terlentang pada alas keras ubin atau selipkun
papun kalau pasien diatas kasur. Jika tonus otot menghilang, lidah akan
menyumhat faring dan epiglntis akan menyumhar laring. L.idah dan epigintis
penyehah urama tersumbatnya jalan nafas pada pusien tidak sudar. Untuk
menghindari hul ini dilakukan beberapa tindakan. yaitu:
1. Perasat kepala tengadah-dagu diangkat (head til-chin lift manuever) Perasat ini
dilakukan jika tidak ada tranma pada leher. Satu tangan penolong mendorong
dahi kehawah supaya kepala tengadah, tangan lain mendorong dagu dengan
hati-hati tengadah, sehingga hidung menghadap keatas dan epiglotis terbuka.
sniffing position, pusisi hitup.
2. Perasat ckurung rahang bawah (jaw thrust manuever) Pada pasien dengan
trauma leher, rahang bawah diangakat didorang kedepan pada sendinya tanpa
menggerakkan kepala leher. Karena lidah melekat pada rahang hawah, maku
lidah ikut lertarik dan jalan nafus terbuka.
Jika henti jantung terjadi diluar rumah sakit, letakkan pasien dalam posisi
terlentang, lakukan "manmever triple airway" (kepala tengadah, rahang didorong
kodepan, mulut dibuka) dun kalau rongga mulut ada cairan, lendir atau benda
asing lainnya, bersihkan dahulu sebelum metmberikun nafus buatan.
Pasien tidak sadar hendaknya diletakkan horizontal tetapi kalau di perlukan
pembersihan jalan nafas maka pasien dapat diletakkan dengan posisi kepala
dibawah (head down tilt) untuk mengeluarkan benda asing cair oleh gravitasi.
Jangan meletakkan pasien pada posisi telungkup karena muka sukar dicapai,
menyebabkan sumbatan mekanis dan mengurang kekembungan dada. Posisi lurus
terlentang ditopang dianjurkan utnuk pasien koma diawasi yang memerlukan
resusitasi. Peninggian bahu dengan meletakkan bantal atau handuk yang dilipat
dibawahnya mempermudah ekstensi kepala. Akan tetapi jangan sekali-kali
meletakkan bantal dibawah kepala pasienyang tidak sadar (dapat menyebabkan
leher fleksi sehingga menyebabkan sumbatan hipofaring) kecuali pada intubasi
trakea. Pada kasus trauma pertahankanlah kepala-leher-dada pada satu garis lurus.
Ekstensikan kepala sedang, jangan maksimum. Jangan memutar kepala korban
kesamping, jangan memfleksikan kepalanya. Jika korban harus dimiringkan untuk
membersihkan jalan nafasnya, pertahankanlah kepala-leher-dada tetap dalam satu
garis lurus, sementara penolong lain memiringkan korban Posisi mantap
dianjurkan untuk pasien koma bernafas spo.
LAPORAN PENDAHULUAN BREATHING
A. Pengertian
Pernafasan merupakan pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas untuk
pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Breathing
merupakan suatu kesatuan dari proses oksigenasi dan ventilasi, tanpa oksigenasi
yang adequate ventilasi akan terganggu begitu juga bila tanpa ventilasi yang
adequate maka oksigenasi akan menjadi sia-sia.
B. Tujuan
Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan bahkan
untuk menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran karbondioksida.
Mendapatkan oksigenisasi sel yang cukup dengan cara memberikan oksigen dan
ventilasi yang cukup
C. Pengenalan masalah ventilasi
Penentuan adanya jalan nafas yang baik barulah langkah yang pertama yang
penting, langkah kedua adalah memastikan bahwa ventilasi yang cukup. Ventilasi
dapat terganggu karena sumbatan jalan nafas, tetapi juga dapat terganggu oleh
mekanika pernafasan atau depresi Susunan Saraf Pusat (SSP). Bila pernafasan
tidak bertambah baik dengan perbaikan jalan nafas, penyebab lain dari gangguan
ventilasi harus dicari. Trauma langsung ke thoraks dapat menjadi dangkal dan
selanjutnya, hipoksemia. cedera servikal rendah dapat menyebabkan penafasan
diafragma sehingga dibutuhkan bantuan ventilasi. D. Pemeriksaan fisik
breathing ( fungsi pernafasan )
1. Look : perhatikan peranjakan thorax simetris atau tidak. Bila asimetris
pikirkan kelainan intra-torakal atau flail chest. Setiap pernafasan yang sesak
harus dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenisasi.
2. Listen : auskultasi kedua paru. Bising nafas yang berkurang atau menghilang
pada satu atau kedua hemi thorax menunjukkan kelainan intra torakal. Berhati-
hatilah terhadap tachypneu karena mungkin disebabkan hipoksia.
3. Feel : lakukan perkusi, seharusnya sonor dan sama ke-2 lapang paru. Bila
hipersonor berarti ada pneumotoraks, bila pekak ada darah (hematoraks).
E. Pengelolaan
Penilaian patensi jalan nafas serta cukupnya ventilasi harus dilakukan dengan
cepat dan tepat. Bila ditemukan atau dicurigai gangguan jalan nafas atau ventilasi
harus segera diambil tindakan ini memperbaiki oksigenisasi dan mengurangi
resiko penurunan keadaan. Tindakan ini meliputi teknik menjaga jalan nafas, jalan
nafas definitif (termasuk surgical airway) dan cara untuk membantu ventilasi.
Karena semua tindakan diatas akan menyebabkan gerakan pada leher, harus
diberikan proteksi servikal, terutama bila dicurigai atau diketahui adanya fraktur
servikal.
Pemberian oksigen harus memberikan sebelum dan setelah tindakan mengatasi
masalah airway. Suction selalu harus tersedia, dan sebaiknya dengan ujung
penghisap yang kaku. F. Ventilasi dan oksigenasi
Tujuan utama dari Ventilasi adalah mendapatkan oksigenasi sel dengan cara
memberikan oksigen dan ventilasi yang cukup.
1. Oksigenisasi. Oksigenisasi sebaiknya diberikan melalui suatu masker yang
terpasang baik dengan flow 10-12 liter/menit. Cara memberikan oksigen lain
(nasal kateter, kanul dsb) dapat memperbaiki oksigenisasi. Karena perubahan
kadar oksigen darah dapat berubah cepat, dan tidak mungkin dikenali secara
klinis, maka harus dipertimbangkan pulse oksimeter bila di duga ada masalah
intubasi atau ventilasi. Ini termasuk pada saat transport penderita luka parah.
Nilai normal saturasi O, adalah lebih dari 95%.
2. Ventilasi.Ventilasi yang cukup dapat tercapai dengan teknik mouth to face atau
bag- valve-face-mask. Seringkali hanya satu petugas tersedia, Namun hanya
lebih efektif bila ada petugas kedua yang memegang face mask. Intubasi
mungkin memerlukan beberapakali usaha dan tidak boleh menggangu
oksigenisasi. Dengan demikian lebih baik pada saat mulai intubasi petugas
menarik nafas dalam dan menghentikan usaha pada saat petugas harus
inspirasi. Bila sudah intubasi, ventilasi dapat dibantu dengan bagging, atau
lebih baik memakai respirator. Dokter harus selalu waspada terhadap baro
trauma (akibat positive pressure ventilation) yang dapat mengakibatkan
pneumotorax atau malah tension pneumotorax akibat "bagging" yang terlalu
bersemangat.
3. Tabung Oksigen. Di Indonesia belum ada kesepakatan untuk warna tabung,
tetapi umumnya warna hijau atau metalik berarti tabung mengandung oksigen.
Jangan berikan dari tabung yang berwarna lain.
LAPORAN PENDAHULUAN CIRCULATION
A. Pengertian
Pendarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah yang mungkin
dapat diatasi dengan terapi yang tepat di rumah sakit Pengelolaan siklus adalah
mengenal permasalahan dan mengembalikan fungsi sirkulasi darah. Sistem
sirkulasi adalah sistem yang bertindak sebagai transportasi berbagai zat yang
masuk dan keluar dalam tubuh. Sistem sirkulasi pada manusia berupa sistem
peredaran darah dan sistem limfe. Menurut Ronny, Setiawan, dan Fatimah (2009)
sirkulasi dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1. Sirkulasi Sistemik Sirkulasi sistemik merupakan sirkulasi dari jantung ke
seluruh tubuh dan kembali ke jantung
2. Sirkulasi Paru Sirkulasi paru atau bisa disebut dengan sirkulasi pulmonal
merupakan sirkulasi dari jantung ke paru-paru dan kembali ke jantung
3. Sirkulasi Khusus (Sirkulasi pada Janin, Sirkulasi Kononer Jantung) Sirkulasi
ini terjadi dari jantung utuk otot jantung sendiri
B. Tujuan
Mengembalikan Fungsi sirkulasi darah dan cairan darah.
C. Indikasi
• Syok
• Henti jantung
D. Pengenalan pada Syok
Ada 2 pemeriksaan yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi
mengenai keadaan hemodinamik, yakni keadaan kulit akral dan nadi.
E. Kontrol Pendarahan
Pendarahan dapat secara eksternal(terlihat) dapat dikendalikan dengan
penekanan langsung pada luka dan internal (tidak terlihat) dapat menggunakan
spalk/bidai untuk mengontrol perdarahan dari suatu fraktur pada ekstremitas.
F. Pengkajian
Gangguan sirkulasi yang dikaji dengan meraba arteri besar seperti femoralis
dan karotis perabaan nadi karotis sering digunakan untuk mengakaji secara tepat,
juga melihat gangguan sirkulasi dapat disebabkan oleh syok atau henti jantung
mengakibatkan suplai oksigen jantung terhenti dan menyebabkan kematian
dengan cepat . Henti jantung ditandai dengan:
• Hilangnya kesadaran
• Apneu
• Tidak ada nadi
• Dilatasi pupil
G. Organ yang terlibat dalam sirkulasi
• Jantung
• Paru-paru
• Ginjal
• Pembuluh Darah
H. Jenis-jenis sebab gangguan sirkulasi
• Penimbunan lemak dibawah arteri
• Kerusakan otot jantung
I. Syok pada circulation manajemen
Keadaan diamana tidak cukup atau in adekuat aliran darah ke jantung untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen.
Jenis-jenis syok :
• Syok hipopolemik : pendarahan, luka bakar, dehidrasi
• Syok kardiogenik : infark miokard, gagal jantung kongestif, disaritmia
• Syok obstruktif : tamponade perikardial, emboli pulmonal
• Syok distributif : infeski, sepsis, keracunan
J. Tanda- tanda syok
1. Tanda dini syok :
• Takipneu
• Takikardi
• Akral dingin
• Penurunan CRT
2. Tanda syok lanjutan :
• Penurunan palpasi nadi
• Perubahan neurologi
• Aritmia jantung
• Hipolensi
• Cardiac arrest
K. Tindakan umum pada gangguan sirkulasi
• Pada henti jantung lakukan pijat jantung
• Pada pasien syok tinggikan kedua tungkai lebih tinggi dari jantung
• Bila syok karena pendarahan, lakukan penghentian dengan balit tekan,
tekan nadi dan evakuasi
• Pasang jalur intravena
• Pengguna cairan kristaloid ( awal resusitasi )
DAFTAR PUSTAKA
Anasari, N. M. (2020). PENGARUH PELATIHAN RESUSITASI JANTUNG PARU
(RJP) TERHADAP KETERAMPILAN RJP MENGGUNAKAN I-CARRER
CARDIAC RESUSCITATION MANEKIN PADA PELAKU WISATA DALAM
MENANGANI KASUS TENGGELAM (Doctoral dissertation, Poltekkes
Denpasar Jurusan Keperawatan).

Aghasafari, P., George, U., & Pidaparti, R. (2019). A review of inflammatory


mechanism in airway diseases. Inflammation research, 68(1), 59-74.

Agustini, N. L. P. I. B., Suyasa, I. G. P. D., Wulansari, N. T., Dewi, I. G. A. P. A.,


& Rismawan, M. (2018). Penyuluhan dan pelatihan bantuan hidup dasar.
Paradharma (Jurnal Aplikasi IPTEK), 1(2).

Del Negro, C. A., Funk, G. D., & Feldman, J. L. (2018). Breathing matters.
Nature Reviews Neuroscience, 19(6), 351-367.

Ganthikumar, K. (2016). Indikasi dan keterampilan resusitasi jantung paru (rjp).


Intisari Sains Medis, 6(1), 58-64.

Irfani, Q. I. (2019). Bantuan hidup dasar. Cermin Dunia Kedokteran, 46(6), 458-
461.

Putri, R. P., Safitri, F. N., Munir, S., Hermawan, A., & Endiyono, E. (2019).
Pelatihan Bantuan Hidup Dasar Dengan Media Phantom Resusitasi Jantung Paru
(Prejaru) Meningkatkan Pengetahuan Dan Keterampilan Bantuan Hidup Dasar
Pada Orang Awam. Jurnal Gawat Darurat, 1(1), 7-12.

MENGETAHUI,

PEMBIMBING LAHAN, PEMBIMBING AKADEMIK,

Anda mungkin juga menyukai