Anda di halaman 1dari 19

RESUSITASI JANTUNG DAN PARU

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Resusitasi jantung paru adalah serangkaian usaha penyelamatan hidup pada henti
jantung. Walaupun pendekatan yang dilakukan dapat berbeda-beda, tergantung
penyelamat, korban dan keadaan sekitar, tantangan mendasar tetap ada, yaitu bagaimana
melakukan RJP yang lebih dini, lebih cepat dan lebih efektif. Untuk menjawabnya,
pengenalan akan adanya henti jantung dan tindakan segera yang harus dilakukan menjadi
prioritas dari tulisan ini.
Henti jantung menjadi penyebab utama kematian di beberapa negara. Terjadi baik di
luar rumah sakit maupun di dalam rumah sakit. Diperkirakan sekitar 350.000orang
meninggal per tahunnya akibat henti jantung di Amerika dan Kanada. Perkiraanini tidak
termasuk mereka yang diperkirakan meninggal akibat henti jantung dantidak sempat
diresusitasi. Walaupun usaha untuk melakukan resusitasi tidak selalu berhasil, lebih
banyak nyawa yang hilang akibat tidak dilakukannya resusitasi.
Sebagian besar korban henti jantung adalah orang dewasa, tetapi ribuan bayidan anak
juga mengalaminya setiap tahun. Henti jantung akan tetap menjadi penyebab utama
kematian yang prematur, dan perbaikan kecil dalam usaha penyelamatannya akan
menjadi ribuan nyawa yang dapat diselamatkan setiap tahun.
Bantuan hidup dasar boleh dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang terlatih
dalam bidang kesehatan. Ini bermaksud bahwa RJP boleh dilakukan dan dipelajari dokter,
perawat, para medis dan juga orang awam.
Menurut American Heart Association, rantai kehidupan mempunyaihubungan erat dengan
tindakan resusitasi jantung paru, kerana penderita yangdiberikan RJP, mempunyai
kesempatan yang amat besar untuk dapat hidup kembali.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFINISI
Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah
suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas
atau henti jantung (kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis.
Kematian klinis ditandai dengan hilangnya nadi arteri carotis dan arteri femoralis,
terhentinya denyut jantung dan pembuluh darah atau pernafasan dan terjadinya
penurunan atau kehilangan kesadaran. Kematian biologis dimana kerusakan otak tak
dapat diperbaiki lagi, dapat terjadi dalam 4 menit setelah kematian klinis. Oleh Karena
itu, berhasil atau tidaknya tindakan RJP tergantung cepatnya dilakukan tindakan dan
tepatnya teknik yang dilakukan
II.2. INDIKASI
A. Henti Napas
Henti napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal,misalnya
serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi asap/uap/gas,obstruksi jalan napas
oleh benda asing, tesengat listrik, tersambar petir,serangan infark jantung, radang
epiglotis, tercekik (suffocation), trauma danlain-lainnya
Pada awal henti napas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi, pemberian O2 ke
otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa menit. Kalau henti napas
mendapat pertolongan segera maka pasien akan teselamatkan hidupnya dan sebaliknya
kalau terlambat akan berakibat henti Jantung

B.Henti Jantung

Henti jantung primer (cardiac arrest)


Ialah ketidak sanggupan curah jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan
organ vital lainnya secara mendadak dan dapat balik normal, kalau dilakukan tindakan
yang tepat atau akan menyebabkan kematian atau kerusakan otak. Henti jantung terminal
akibat usia lanjut atau penyakit kronis tentu tidak termasuk henti jantung
Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atautakikardi tanpa
denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel asistol (+10%) dan terakhir oleh
disosiasi elektro-mekanik (+5%). Dua jenis henti jantung yang terakhir lebih sulit
ditanggulangi karena akibat gangguan pacemaker jantung. Fibirilasi ventrikel terjadi
karena koordinasi aktivitas jantung menghilang.Henti jantung ditandai oleh denyut nadi
besar tak teraba (karotis femoralis,radialis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali,
pernapasan berhentiatau satu-satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi terhadap
rangsangcahaya dan pasien tidak sadar Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah
jantung, kadar hemoglobin(Hb), saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi
melebih 3-4 menit pada suhu normal akan menyebabkan kortek serebri rusak
menetap,walaupun setelah itu dapat membuat jantung berdenyut kembali
II.3. FASE RJP
Resusitasi jantung paru dibagi menjadi 3 fase diantaranya
1.FASE I :
Tunjangan Hidup Dasar (Basic Life Support) yaitu prosedur pertolongan darurat
mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas dan henti jantung, dan bagaimana melakukan
RJP secara benar.Terdiri dari :
C (circulation) :mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru.
A (airway) :menjaga jalan nafas tetap terbuka.
B (breathing) :Ventilasi paru dan oksigenisasi yang adekuat.

2.FASE II :
Tunjangan hidup lanjutan (Advance Life Support);yaitu tunjangan hidup dasar
ditambah dengan :
D (drugs) :Pemberian obat-obatan termasuk cairan.
E (EKG) : Diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin setelah dimulai pijat jantung
luar, untuk mengetahui apakah ada fibrilasi ventrikel, asistole atau
agonal ventricular complexes.
F (fibrillation treatment) :Tindakan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel
3.FASE III :
Tunjangan hidup terus-menerus (Prolonged Life Support).
G (Gauge) :Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring Penderita secara terus
menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya.
H (Head) :Tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf dari kerusakan
lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat dicegah terjadinya kelainan
neurologic yang permanen.
H (Hipotermi) : Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi susunansaraf pusat
yaitu pada suhu antara 30 32C.
H (Humanization) :Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalahmanusia yang
mempunyai

perasaan,

karena

itu

semua

tindakan

hendaknya

berdasarkan

perikemanusiaan.
I (Intensive care) :Perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi :trakheostomi,
pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH, pCO2 bila
diperlukan, dan tunjangan sirkulasi,mengendalikan kejang.

II.4. PEMBAHARUAN PADA BLS GUIDELINES 2010


Terdapat beberapa pembaharuan pada BLS 2010, berbanding dengan 2005. Beberapa
perubahan yang telah dilakukan adalah seperti berikut:
1.Mengenali sudden cardiac arrest (SCA) dari menganalisa respon dan pernafasan. (ie
korban tidak bernafas)
2..Look,listen and feel tidak digunakan dalam algortima BLS
3..Hands-only chest compression CPR digalakkan pada siapa yang tidak terlatih
4.Urutan ABC diubah ke urutan CAB,chest compression sebelum breathing.
5.Health care providers memberi chest compression yang efektif sehinggat terdapat
sirkulasi spontan
6.Lebih terfokus kepada kualiti CPR.
7.Kurangkan penekanan untuk memeriksa nadi untuk health care providers
8.Algoritma BLS yang lebih mudah diperkenalkan
9.Rekomendasi untuk mempunyai pasukan yang serentak mengandali chest compression,
airway management,rescue breathing, rhythm detection danshock.Untuk mengenali
terjadinya SCA (sudden cardiac arrest)
adalah hal yang tidak mudah. Jika terjadi kekeliruan dan keterlambatan untuk
bertindak dan memulaikan RJP, ini akan mengurangi survival rate korban
tersebut.Kompresi dada merupakan antara tindakan yang sangat penting dalam RJP
kerana perfusi tergantung kepada kompresi. Oleh karena itu,kompresi dada merupakan
tindakan yang terpenting jika terdapat korban yang mempunyai SCA.Prinsip utama dalam
resusitasi: memperkuat rantai harapan hidup (chain of survival)
Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasi koordinasi jalur chain of survival.
Jalur ini meliputi:
1.Pengenalan segera akan henti jantung dan aktivasi sistem respons darurat(
emergency response system)
2.RJP dini dengan penekanan pada kompresi dada
3,Defibrilasi Cepat
4.Advance life support yang efektif
5.Post-cardiac arrest care (perawatan pasca henti jantung) yang terintegrasi

Sistem gawat darurat yang secara efektif menerapkan jalur ini dapat meningkatkan
harapan hidup pasien dengan henti jantung VF (ventricle fibrillation) hingga 50%. Pada
sebagian besar sistem gawat darurat angkanya masih lebih rendah, menandakan bahwa
masih ada ruang untuk perbaikan denganevaluasi ulang dari jalur ini.Penyelamat dapat
memiliki berbagai pengalaman, pelatihan dan kemampuan. Begitu pula dengan status
korban dan keadaan sekitar kejadian.Tantangannya adalah bagaimana meningkatkan RJP
yang lebih dini dan lebih efektif bagi setiap korban.
Chain of survival

Kerangka kerja RJP : interaksi antara penyelamat dan korban RJP secara tradisional
menggabungkan antara kompresi dada dan nafas buatan dengan tujuan untuk
meningkatkan sirkulasi dan oksigenasi. Karakteristik penyelamatdan korban dapat
mempengaruhi penerapannya.
Penyelamat
Setiap orang dapat menjadi penyelamat bagi korban henti jantung.Kemampuan RJP dan
penerapannya tergantung dari hasil pelatihan, pengalaman dan kepercayaan diri si
penyelamat.Kompresi dada adalah dasar RJP.
Setiap penyelamat, tanpa memandang hasil pelatihan, harus melakukan kompresi dada
pada semua korban henti jantung.
Karena pentingnya, kompresi dada harus menjadi tindakan RJP yang pertama kali
dilakukan terhadap semua korban tanpa memandang usianya.Penyelamat yang memiliki
kemampuan sebaiknya juga melakukan ventilasi.Beberapa penyelamat yang sangat

terlatih harus saling berkoordinasi danmelakukan kompresi dada serta nafas buatan secara
tim.Terdapat 3 pola strategi RJP yang dapat diterapkan pada penolongsesuai dengan
keadaannya, yaitu: untuk penolong non petugas kesehatan yangtidak terlatih,
mereka dapat melakukan strategi Hands only CPR (hanya kompresi dada).
Kompresi dada sebaiknya dilakukan hingga petugas kesehatan hadir atau alat defibrilasi
otomatis tersedia.Kedua, untuk penolong non petugas kesehatan yang terlatih,
merekadapat melakukan strategi RJP kompresi dada dan dilanjutkan dengan
ventilasidengan perbandingan 30 : 2. RJP sebaiknya dilakukan hingga petugas kesehatan
hadir atau alat defibrilasi otomatis tersedia.
Kedua, untuk penolong non petugas kesehatan yang terlatih, merekadapat melakukan
strategi RJP kompresi dada dan dilanjutkan dengan ventilasidengan perbandingan 30 : 2.
RJP sebaiknya dilakukan hingga petugaskesehatan hadir atau alat defibrilasi otomatis
tersedia
Ketiga, untuk petugas kesehatan, lakukan RJP kompresi dadasebanyak satu siklus
yang dilanjutkan dengan ventilasi dengan perbandingan30 : 2.
Korban
Sebagian besar henti jantung dialami orang dewasa secara tiba-tiba setelah suatu
sebab primer; karenanya sirkulasi yang dihasilkan dari kompresidada menjadi yang
terpenting. Sebaliknya, henti jantung pada anak-anak sebagian besar karena asfiksia yang
memerlukan baik ventilasi dan kompresiuntuk hasil yang optimal. Karenanya, bantuan
nafas lebih penting bagi anak-anak dibandingkan orang dewasa.AHA 2010 dalam
panduannya memberikan 2 jenis algoritma BLS bagikorban dewasa yaitu algoritma
sederhana untuk penolong non petugas kesehatan dan khusus untuk petugas kesehatan.

Simple Algorithma

Ketika menemui korban henti jantung dewasa yang bersifat mendadak,seorang


penolong pertama kali harus mengenali henti jantung itu dari unresponsiveness
dan tidak adanya pernafasan normal.Setelah mengenali, penolong harus segera
Mengaktifkan sistem respons gawat darurat, mengambil defibrilator/AED, jika ada, dan
memulai RJP dengan kompresi dada. Jika AED tidak tersedia, penolong harus memulai
RJP langsung. Jika ada penolong lain, penolong pertama harus memerintahkan dia untuk
mengaktifkan sistem respons gawat darurat dan mengambil AED/defibrilator sambil dia
langsung memulaiRJP.Ketika AED/defibrilator datang, pasang pad jika memungkinkan,
tanpa memotong kompresi dada yang sedang dilakukan, dan nyalakan AED. AED akan
menganalisis ritme dan menunjukkan apakah akan melakukan kejutan(defibrilasi) atau
melanjutkan

RJP.Jika

AED/defibrilator

tidak

tersedia,

lanjutkan

RJP

tanpa

interupsihingga ditangani oleh penolong yang lebih berpengalaman/ahli.


Pengenalan dan aktivasi respons gawat darurat
Seorang korban henti jantung biasanya tidak bereaksi. Tidak bernafas atau bernafas
tetapi tidak normal. Deteksi nadi saja biasanya tidak dapa tdiandalkan, walaupun
dilakukan oleh penolong yang terlatih, dan membutuhkanwaktu tambahan. Karenanya,
penolong harus memulai RJP segera setelahmendapati bahwa korban tidak bereaksi dan
tidak bernafas atau bernafas secaratidak normal (terengah-engah). Petunjuk
look, listen and feel for breathing

tidak lagi direkomendasikan. Petugas evakuasi harus membantu assessment dan memulai
RJP.
Kompresi dada
Memulai dengan segera kompresi dada adalah aspek mendasar dalam resusitasi. RJP
memperbaiki kesempatan korban untuk hidup dengan menyediakan sirkulasi bagi jantung
dan otak. Penolong harus melakukan kompresi dada untuk semua korban henti jantung,
tanpa memandang tingkatkemampuannya, karakteristik korban dan lingkungan sekitar.
Penolong harusfokus pada memberikan RJP yang berkualitas baik:
1.Melakukan kompresi dada dalam kecepatan yang cukup (setidaknya100/menit)
2.Melakukakan kompresi dada pada kedalaman yang cukup (dewasa:setidaknya 2 inchi/5
cm, bayi dan anak-anak: setidaknya sepertigadiameter anteroposterior (AP) dada atau
sekitar 1,5 inchi/4 cm pada bayidan sekitar 2 inchi/5 cm pada anak-anak).
3.Menunggu dada mengembang sempurna setelah setiap kompresi
4.Meminimalisir interupsi selama kompresi
5.Menghindari ventilasi yang berlebihan.Jika ada lebih dari satu penolong, mereka harus
bergantian melakukankompresi setiap 2 menit.
Jalan nafas (airway) dan ventilasi (Membuka jalan nafas dengan head tilt, chin lift
Atau Jaw thrust ) yang diikuti nafas bantuan dapat meningkatkan oksigenasi dan
ventilasi. Tetapi manuver ini dapat menjadi sulit dan mengakibatkan tertundanya
kompresi dada,terutama pada penolong yang sendirian dan tidak terlatih. Karenanya,
penolong yang sendirian dan tidak terlatih hanya melakukan kompresi dada saja tanpa
ventilasi. Ventilasi harus diberikan jika korban cenderung disebabkan oleh asfiksia
(contohnya pada bayi, anak-anak atau korban tenggelam).Begitu alat bantu nafas tersedia,
penolong harus memberikan ventilasidalam kecepatan yang tetap 1 nafas setiap 6-8 detik
(8-10 nafas/menit) dan kompresi dada tetap diberikan tanpa terputus.
Defibrilasi
Kesempatan korban untuk selamat menurun seiring jeda waktu Antara henti jantung
dan defibrilasi. Karenanya defibrilasi tetap menjadi dasar tatalaksana untuk fibrilasi

ventrikel (VF) ventricular fibrillation dan pulseless ventricular tachycardia Strategi


bersama antara masyarakat dan rumah sakitharus ditujukan untuk mengurangi jeda waktu
ini.Satu penentu defibrilasi yang berhasil adalah efektifitas kompresi dada.Defibrilasi
lebih berhasil jika interupsi pada kompresi dada sedikit.
Untuk penolong yang terlatih atau petugas kesehatan Lakukan RJP kompresi dada
sebanyak satu siklus yang dilanjutkan dengan ventilasi dengan perbandingan 30 : 2.
Lakukan hal tersebut hingga advanced airway tersedia, kemudian lakukan kompresi dada
tanpa terputus sebanyak 100 kali/menit dan ventilasi setiap 6-8 detik/kali (8-10
nafas/menit). Untuk
sesuai dengan

petugas kesehatan penting untuk mengadaptasi urutan langkah

penyebab paling mungkin yang terjadi pada saat itu. Contohnya, jika

melihatseseorang yang tiba-tiba jatuh, maka petugas kesehatan dapat berasumsi bahwa
korban mengalami fibrilasi ventrikel, setelah petugas kesehatan mengkonfirmasi bahwa
korban tidak merespon dan tidak bernapas atau hanya sesak terengah-engah,maka petugas
sebaiknya mengaktifasi sistem respon darurat untuk memanggil bantuan, mencari dan
menggunakan AED(Automated External Defibrilator), dan melakukan RJP. Namun jika
petugas menemukan korban tenggelam atau henti nafas maka petugas sebaiknya
melakukan RJP konvensional (A-B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum
mengaktivasi sistem respon darurat. Sama halnya dalam bayi baru lahir,
Penyebab henti jantung kebanyakan adalah pada sistem pernafasan maka RJP
sebaiknya dilakukan dengan siklus A-B-C kecuali terdapat penyebab jantung yang
diketahui.

Pengenalan dini.
Jika melihat seorang yang tiba-tiba jatuh atau tidak responsive maka petugas
kesehatan harus mengamankan tempat kejadian dan memeriksarespon korban. Tepukan
pada pundak dan teriakkan nama korban sembarimelihat apakah korban tidak bernafas
atau terengah-engah. Lihat apakahkorban merespon dengan jawaban, erangan atau
gerakan. Korban yang tidak responsif serta tidak ada nafas atau hanya terengah-engah
maka petugaskesehatan dapat mengasumsi bahwa korban mengalami henti jantung.
Aktivasi sistem darurat
Petugas sebaiknya mengaktivasi sistem respon darurat yang dalam hal ini berarti
menghubungi institusi yang mempunyai fasilitas/layanan gawatdarurat, contohnya
menghubungi rumah sakit, polisi, atau instansi terkait.Hal yang perlu diperhatikan adalah
pada AHA 2010 ini ada dua hal yangtidak dianjurkan setelah memeriksa korban tidak
responsif yaitu :

Memeriksa ada tidaknya nafas pada korban dengan look, feel, listen.Sulitnya
menilai nafas yang adekuat pada korban merupakan alasan dasar hal tersebut tidak
dianjurkan. Nafas yang terengah dapat disalah artikan sebagai nafas yang adekuat oleh
professional maupun bukan. Contohnya pada korban dengan sindroma koroner akut
sering kali terdapat nafasterengah yang dapat disalah artikan sebagai pernafasan yang
adekuat.Maka tidak dianjurkan memeriksa pernafasan dengan look, feel, listendan
direkomendasikan untuk menganggap pernafasan terengah sebagaitidak ada pernafasan.
Memeriksa denyut nadi pasien. Untuk petugas kesehatan, pemeriksaan nadi korban
sebaiknya tidak lebih dari 10 detik jika lebih dari waktu tersebut tidak didapatkan denyut
nadi yang definitive maka petuga ssebaiknya memulai RJP.Kedua hal tersebut tidak lagi
dianjurkan bertujuan untuk meminimalisir waktu untuk memulai RJP

Resusitasi Jantung Paru dini


Seperti yang telah disebutkan, mulai RJP dengan algoritma C-A-B .Lakukan
kompresi dada sebanyak 30 kompresi (sekitar 18 detik). Kriteria penting untuk
mendapatkan kompresi yang berkualitas adalah :Frekuensi kompresi setidaknya 100
kali/menit.Kedalaman kompresi untuk dewasa minimal 2 inchi (5 cm), sedangkan untuk
bayi minimal sepertiga dari diameter anterior-posterior dada atausekitar 1 inchi (4 cm)
dan untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm).Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban
(setengah bawahsternum). Petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri
disamping korban jika korban berada di tempat tidur (bila perlu dengan bantuan ganjalan
kaki untuk mencapai tinggi yang diinginkan sehinggadan papan kayu untuk mendapatkan
kompresi yang efektif selama tidak memakan waktu).
Menunggu recoil dada yang sempurna dalam sela kompresi.
Meminimalisir interupsi dalam sela kompresi.
Menghindari ventilasi berlebihan.Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi
dada bergantian setiap 2 menit

Airway dan Breathing


Kriteria penting pada Airway dan Breathing adalah :
A i r w a y.
K o r b a n d e n g a n t i d a k a d a / t i d a k d i c u r g a i c e d e r a t u l a n g b e l a k a n g maka
bebaskan jalan nafas melalui head tilt chin lift. Namun jika korban dicurigai cedera
tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust.
Breathing.
B e r i k a n v e n t i l a s i s e b a n y a k 2 k a l i . P e m b e r i a n v e n t i l a s i d e n g a n jarak 1
detik diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan
volume tidal yang masuk adekuat.Untuk pemberian mulut ke mulut langkahnya sebagai
berikut
: P a s t i k a n h i d u n g k o r b a n t e r p e n c e t r a p a t
Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam)
Buat keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkin
Berikan satu ventilasi tiap satu detik
Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama
satu detik.Jika tidak memungkinkan untuk memberikan pernafasan
melalui mulutkorban dapat dilakukan pernafasan mulut ke hidung
korban. Untuk pemberian melalui bag mask pastikan menggunakan
bag mask dewasa dengan volume 1-2 L agar dapat me mberikan
ventilasi yang memenuhi volume tidal sekitar 600 ml. Setelah
terpasang advance airway maka ventilasi dilakukan dengan frekuensi
6 8 detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit dan kompresi
dada dapat dilakukan tanpa interupsi.Jika pasien mempun yai den yut
nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan
dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan
m e m e r i k s a d e n yu t n a d i k e m b a l i s e t i a p 2 m e n i t . U n t u k s a t u s i k l u s
perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2, setelah terdapat
advance

airway

kompresi

dilakukan

terus

menerus

dengan

kecepatan100 kali/menit dan ventilasi tiap 6-8 detik/kali.RJP terus


dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun,
atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas
kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali
untuk

pemasangan

alat

defirbilasi

otomatis

atau

pemasangan

a d v a n c e a i r w a y.
Alat defibrilasi otomatis
Penggunaanya

sebaikn ya

tersedia/datangke

tempat

segera
kejadian.

dilakukan
Pergunakan

setelah

alat

program/panduan

yang telah ada, kenaliapakah ritme tersebut dapat diterapi kejut atau
tidak, jika iya lakukan terapikejut seban yak 1 kali dan lanjutkan RJP
selama 2 menit dan periksa ritmekembali. Namun jika ritme tidak
dapat

diterapi

kejut

lanjutkan

RJP selama

2menit

dan

periksa

k e m b a l i r i t m e . L a k u k a n t e r u s l a n g k a h t e r s e b u t h i n g g a p e t u g a s AC L S
( A d v a n c e d C a r d i a c L i f e S u p p o r t ) d a t a n g , a t a u k o r b a n m u l a i bergerak
Posisi mantap
Lebih dikenal dengan recovery posisition, dipergunakan pada korban
tidak responsive yang memiliki pernafasan dan sirkulasi yang baik.
Tidak ada posisi baku yang menjadi standar, namun posisi yang
stabil dan hamper lateral menjadi prinsip ditambah menaruh tangan
yang berada lebih bawah kekepala sembari mengarahkan kepala
menuju tangan dan menekuk kedua kakimenunjukan ban yak manfaat.
11 . 5 B A N T U A N H I D U P L A N J U T
Ter d i r i

atas

Bantuan

hidup

dasar

ditambah

langkah-langkah:D

(Drugs): Pemberian obat-obatan.Obat-obat tersebut dibagi menjadi 2


golongan:

1.Penting:
a.adrenalin : Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta,
dosis yang diberikan 0,5 1 mg iv diulang setelh 5 menitsesuai
kebutuhan

dan

yang

perlu

diperhatikan

dapat

meningkatkan

pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel


b.Natrium Bicarbonat: Penting untuk melawan metabolik asidosis,
diberikan iv dengan dosis awal : 1 mEq/kgBB, baik

berupa bolus

ataupun dalam infus setelah selama periode 10menit. Dapat juga


diberikan

intrakardial,

begitu

sirkulasi

spontan

yang

efektif

tercapai, pemberian harus dihentikankarena bisa terjadi metabolik


alkalosis,

takhiaritmia

dan

hiperosmolalitas.

Bila

belum

ada

sirkulasi yang efektif makaulangi lagi pemberian dengan dosis yang


sama
c.Sulfat

Atropin:

Mengurangi

tonus

vagus

memudahkankonduksi

a t r i o v e n t r i k u l e r d a n m e m p e r c e p a t d e n yu t j a n t u n g p a d a k e a d a a n s i n u s
bradikardi. Paling berguna dalammencegah arrest pada keadaan
sinus bradikardi sekunder karena infark miokard, terutama bila ada
h i p o t e n s i . D o s i s y a n g d i a n j u r k a n m g , d i b e r i k a n i v. S e b a g a i b o l u s
dan diulangdalam interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi >
60/menit, dosis total tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok
a t r i o v e n t r i k u l e r d e r a j a t 3 y a n g m e m b u t u h k a n d o s i s l e b i h b e s a r.
d.Lidokain:

Meninggikan

ambang

antiaritmia

dengan

meningkatkan

Lidokain:

cara

Meninggikan

ambang

fibrilasi

dan

ambang

fibrilasi

dan

mempun yai
stimulasi
mempun yai

efek
listrik
efek

antiaritmia dengan cara meningkatkan ambang stimulasi listrik dari


ventrikel selama diastole. Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada
perubahan

bermakna

dari

kontraktilitas

miokard,

tekananarteri

sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini terutamaefektif


menekan

iritabilitas

sehingga

mencegah

kembalin yafibrilasi

ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil, juga efektif mengontrol


denyut ventrikel prematur yang mutlti fokal danepisode takhikardi

ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan ivsebagai bolus, pelan-pelan


dan bisa diulang bila perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu
1-3 mg.menit, biasan ya tidak lebih dari 4 mg.menit, berupa lidocaine
500 ml dextrose 5 %larutan (1 mg/ml)

BAB III
KE S I M P U L A N
Resusitasi

Jantung

Paru

(RJP)

atau

Cardiopulmonary

Resuscitation (CPR)adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu


usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas atau henti jantung
(kematian

klinis)

ke

fungsi

optimal,

guna

mencegah

kematian

biologis
P e r a n R J P i n i s a n g a t l a h b e s a r, s e p e r t i p a d a o r a n g - o r a n g y a n g
mengalamihenti jantung tiba-tiba. Henti jantung menjadi penyebab
u t a m a k e m a t i a n d i b e b e r a p a n e g a r a . Ter j a d i b a i k d i l u a r r u m a h s a k i t
maupun di dalam rumah sakit. Diperkiraknsekitar 350.000 orang
meninggal per tahunnya akibat henti jantung di Amer ika danKanada.
Perkiraan ini tidak termasuk mereka yang diperkirakan meninggal
a k i b a t h e n t i j a n t u n g d a n t i d a k s e m p a t d i r e s u s i t a s i . Wal a u p u n u s a h a
untuk melakukanresusitasi tidak selalu berhasil, lebih banyak nyawa
yang hilang akibat tidak dilakukannya resusitasi
Bantuan hidup dasar boleh dilakukan oleh orang awam dan juga
orang yang terlatih dalam bidang kesihatan. Ini bermaksud bahwa
R J P b o l e h d i l a k u k a n d a n d i p e l a j a r i d o k t e r, p e r a w a t , p a r a m e d i s d a n
juga

orang

awam.Oleh

karena

itu

sangatlah

penting

untuk

mengetahui dan memahami sertamampu melaksanakan bantuan hidup


dasar ini. Pedoman pelaksanaan RJP yangdipakai adalah pedoman
y a n g d i k e l u a r k a n o l e h Am e r i k a n H e a r t As s o s i a t i o n . A m e r i k a n H e a r t
Assosiation merevisi pedoman RJP setiap lima tahun, denganrevisi
t e r b a r u p a d a t a h u n 2 0 1 0 . AH A m e r e v i s i d a r i A- B - C k e C - A - B ,
danmemberikan 2 algoritma bantuan hidup dasar yakni
Simple.algoritma

untuk

masyarakat

awam

dalam

bentuk

sederhana agar mudah dipahami dan algoritma khusus untuk petugas

kesehatan

RESUSITASI JANTUNG DAN PARU

Oleh:
S M F AN A S T H E S I

D A F TAR P U S TAK A
1.John M. Field,
Part 1: Executive Summar y: 2010 American Heart

Association Guidelines

for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care


. Circulation 2010;122;S640-S656.
2.Sayre MR. et al.
H ig h l i gh t s of t he 2 01 0 Ame r i ca n He a r t As s oc i a t i on G u id e l i ne s fo r C P R a nd
E C C 7 2 7 2 G r e e n v i l l e Av e n u e . D a l l a s , Te x a s 7 5 2 3 1 - 4 5 9 6 . . 9 0 - 1 0 4 3 .

Anda mungkin juga menyukai