Anda di halaman 1dari 24

BAB I

(PENDAHULUAN)

A. Latar Belakang

Henti jantung adalah penyebab utama kematian di dunia. Di Eropa terjadi


70.000 kasus pertahunnya, dan di Indonesia penyumbang dalam terjadinya kejadian
henti jantung berasal dari beberapa penyakit, diantaranya adalah penyakit jantung
koroner, berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit jantung koroner di
Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar 883.447 orang,
sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar
2.650.340 orang. Analisis elektrokardioelektrogram menunjukan 40% irama jantung
pada pasien dengan henti jantung di luar rumah sakit menunjukkan pola Ventrikular
Fibrilasi (VF). Angka ventricular fibrilasi (VF) atau ventricular takikardi sebenarnya
mungkin lebih besar pada saat awal terjadi kondisi kolaps, karena pada sebagian besar
kasus yang lain, elektrokardiogram baru berhasil direkam saat irama jantung sudah
assistole .VF ditandai oleh kekacauan, depolarisasi dan repolarisasi otot jantung.
Jantung kehilangan koordinasi fungsi dan kehilangan kemampuan memompa darah
secara efektif. Penderita henti jantung dapat diselamatkan dengan pertolongan cepat
dan efektif saat irama jantung menunjukkan VF, namun irama keberhasilan menurun
saat irama jantung menunjukan assistole.
Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan napas,
membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat
bantu (Alkatiri, 2007). Tujuan bnatuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat
secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan
sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan
kekuatan sendiri secara normal (Latief, 2009).
Tindakan bantuan hidup dasar sangat penting pada pasien trauma terutama
pada pasien dengan henti jantung yang tiga perempat kasusnya terjadi di luar rumah
sakit (Alkatiri, 2007).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian bantuan hidup dasar ?
2. Apa saja konsep dan tujuan dilakukannya BHD?
1
3. Kapan waktu yang tepat pelaksanaan BHD ?
4. Bagaimana rangkaian tata cara pelaksanaan BHD ?
5. Bagaimana rantai hidup pelaksanaan BHD ?
6. Bagaimana langkah- langkah pelaksanaan BHD ?
7. Kapan pelaksanaan resusitasi pada BHD tidak dilakukan ?
8. Bagaimana cara pertolongan BHD dilakukan pada ibu hamil ?
9. Apa saja obat emergency/ resusitasi yang dibutuhkan ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian bantuan hidup dasar
2. Mengetahui konsep dan tujuan dilakukannya BHD
3. Mengetahui waktu yang tepat pelaksanaan BHD
4. Mengetahui rangkaian tata cara pelaksanaan BHD
5. Mengetahui rantai pelaksanaan BHD
6. Mengetahui langkah – langkah pelaksanaan BHD
7. Mengetahui kapan waktu pelaksanaan resusitasi pada BHD tidak dilakukan
8. Mengetahui cara pertolongan BHD pada ibu hamil
9. Mengetahui obat emergency/ resusitasi yang dibutuhkan

2
BAB II

(TINJAUAN PUSTAKA)

A. Pengertian Bantuan Hidup Dasar (BHD)

 Bantuan hidup dasar merupakan usaha yang pertama kali dilakukan untuk
mempertahankan kondisi jiwa seseorang pada saat mengalamai
kegawatdaruratan. (siti rohmah.2012)
 Bantuan hidup dasar adalah usaha untuk mempertahankan kehidupan saat
penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa(rido.2008)
 Bantuan Hidup Dasar atau Basic Life Support (BLS) adalah usaha yang
dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban
mengalami keadaan yang mengancam nyawa.(Deden Eka PB at 1:10:00)
 Keadaan darurat yang mengancam nyawa bisa terjadi sewaktu-waktu dan di
manapun. Kondisi ini memerlukan bantuan hidup dasar. Bantuan hidup dasar
adalah usaha untuk mempertahankan kehidupan saat penderita mengalami
keadaan yang mengancam nyawa.

B. Konsep dan Tujuan Dilakukan BHD

Konsep mengenai rantai keselamatan menyimpulkan langkah vital dalam


keberhasialan resusitasi. Rantai keberhasilan tersebut adalah:
 Pengenalan dini kondisi kegawat-daruratan dan permintaan bantuan,
mengaktifkan emergency medical services (EMS) atau sistem tanggap gawat-
darurat lokal.
 Resusitasi jantung paru dini, dapat melipat gandakan peluang hidup dari VF
pada henti jantung.
 Defibrilasi dini, resusitasi jantung dan defibrilasi dalam 3-5 menit sejak
kolaps, dapat meningkatkan peluang hidup hingga 49-75%. Setiap menit
penundaandari fibrilasi menurunkan penurunan hidup hingga 15%.
 Bantuan hidup Lanjut dini dan perawatan pasca resusitasi menentukan nilai
akhir dan kualitas hidup pasca resusitasi.
Pada sebagian besar komunitas, waktu tanggap sejak Ems diaktifkan hingga
kedatangan sekitar 8 menit atau lebih. Dalam kurun waktu tersebut, kelangsungan
hidup penderita sangat tergantung pada pertolongan pertama untuk mengaktifkan
untai rantai keselamatan. Penderita henti jantung membutuhkan resusitasi jantung
paru dalam rangka memenuhi tujuan dari dilakukannnya bantuan hidup dasar (BHD) :
3
1. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban
yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui Resusitasi Jantung
Paru (RJP).
3. Menyelematkan nyawa korban.
4. Mencegah cacat.
5. Memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan.

C. Waktu Pertolongan BHD

Waktu sangat penting dalam melakukan Bantuan Hidup Dasar. Otak dan
jantung bila tidak mendapat oksigen lebih dari 8-10 menit akan mengalami kematian,
sehingga korban tersebut dapat mati. Dalam istilah kedokteran dikenal 2 istilah untuk
mati yaitu mati klinis dan mati biologis.
Mati klinis memiliki pengertian bahwa pada saat melakukan pemeriksaan
korban, penolong tidak menemukan adanya pernafasan dan denyut nadi yang berarti
sistem pernafasan dan sistem peredaran darah berhenti. Pada beberapa keadaan,
penanganan yang baik masih memberikan kesempatan kedua sistem tersebut fungsi
kembali. Tidak ditemukan adanya pernafasan dan denyut nadi bersifat reversibel, jika
korban punya kesempatan mendapat pertolongan dalam waktu kurang dari 4-6 menit
untuk dilakukan resusitasi yang tepat tanpa kerusakan otak. Kemungkinan kerusakan
yang irreversible terjadi dalam waktu 4-6 menit.
Mati Biologis (kematian semua organ) merupakan proses nekrotisasi semua
jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi nekrotik, biasanya terjadi dalam
waktu 8-10 menit dari henti jantung, dimulai dengan kematian sel otak, bersifat
irreversibel (kecuali berada di suhu yang ekstrim dingin).
Dengan demikian, mati klinis merupakan kondisi yang reversible namun mati
biologis merupakan kondisi yang bersifat irreversible.
D. Rangkaian Tata Cara Pelaksanaan BHD

Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat
membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Beberapa cara
sederhana tersebut adalah bagaimana menguasai dan membebaskan jalan nafas,
bagaimana memberikan bantuan penafasan dan bagaimana membantu mengalirkan
darah ke tempat yang penting dalam tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak
terjaga untuk mencegah matinya sel otak.

4
Dilihat dari beberapa tujuan, penting bagi peolong untuk mempertahankan
sistem penting dalam melakukan BHD, sistem tersebut terdiri dari sistem respirasi dan
sistem sirkulasi.
a. Sistem Respirasi
System respirasi adalah kumpulan organ untuk mengambil oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida. Kita bernafas melalui serangkaian saluran udara
yang disebut jalan nafas. Di dalam jalan nafas udara disaring melalui partikel-
partikel kasar, dilembabkan dan disesuaikan suhunya dengan suhu tubuh. Saluran
ini memanjang dari mulut dan hidung hingga ke kantung udara di paru-paru.
Karena merupakan jalan bersama udara dan makanan, jalan nafas dilindungi oleh
epiglottis melalui releks batuk, menelan dan muntah. Semua reflex ini dipengaruhi
tungkat kesadaran.
Udara memasuki paru-paru akibat kontraksi otot diagfragma dan dinding dada
yang mengakibatkan penurunan tekanan udara dalam rongga dada dibandingkan
tekanan udara luar sehingga udara spontan masuk kedalam paru-paru. Udara
keluar dari paru-paru akibat relaksasi oto diafragma dan dinding dada, sehingga
tekanan udara dari rongga dada melebihi tekanan udara luar. Oksigen menembus
dinding tipis dari kantung uadara (sakus alveoli) melalui kapiler halus untuk
kemudian masuk ke darah. Pada saat yang sama karbondioksida bergerak
berlawanan untuk kemudian dikeluarkan saat ekspirasi.
Konsentrasi udara inspirasi dari udara kamar sekitar 21%. Konsumsi oksigen
tubuh sekitar 5% sehingga ekspirasi sekitar 16%. Oleh karena itu walaupun
bantuan nafas menggunakan udara ekspirasi, namun masih memberikan
konsentrasi oksigen tiga kali lipat dari kebutuhan konsumsi oksigen.
Untuk menilai nafas yang tidak adekuat maka seorang penolong harus
melakukan :
 Look : apakah naik turunnya diding dada seirama dengan saluran nafas,
kesimetrisan pergerakan dinding dada selama pernafasan antara sisi kiri-
kanan, kedalam pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan, dan
retraksi dinding dada.
 Listen : suara udara yang masuk dan keluar dari hidung/mulut, apakah
bebas, seperti berkumur, tersengal, merintih ataupun mengi,
 Feel : rasakan hembusan udara pernafasan
Tanda pernafasan yang tidak adekuat adalah :
a. Gerakan diding dada yang hilang, minimal ataupun tidak simetris
b. Gerakan saat bernafas terbatas pada perut (pernafasan perut/abdomen)
c. Hilang atau berkurangnya hembusan udara nafas dari hidung/mulut
d. Suara nafas tambahan seperti mendengkur, berkumur, tersengal dan mengi
5
e. Pernafasan sangat dalam atau sangat dangkal
f. Warna kulit, mukosa bibir, lidah, telinga ataupun kuku membiru (sianosis)
g. Inspirasi yang memanjang (tanda sumbatan jalan nafas atas) ataupun
ekspirasi yang memanjang (tanda sumbatan jalan nafas bawah)
h. Pasien tidak mampu bebicara dalam kalimat lengkap karena nafas yang
pendek
Ada beberapa faktor yang mengakibatkan terjadinya hambatan dalam sistem
pernapasan, salah satunya adalah sumbatan jalan napas. Setiap tahun terjadi 3000
kasus kematian di amerika serikat karena sumbatan jalan nafas. Banyak sebab
yang dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas sebagian ataupun total seperti:
 Sumbatan karena lidah
Akibat berkurangnya tonus otot penahan lidah, lidah jatuh kebelakang dan
menutupi faring. Hal ini dijumpai pada pasien tidak sadar, intoksikasi
alcohol ataupun obat lain
 Sumbatan karena epiglottis
Akibat inspirasi paksa berlebihan sehingga epiglotis tertarik menyumbat
jalan nafas
 Benda asing
 Kerusakan jaringan
Akibat luka tusuk ataupun benturan benda tumpul dan pembengkakan
(edema) faring dan trakea akibat trauma ataupun luka bakar
 Penyakit
Infeksi saluran pernafasan dan reaksi alergi mengakibatkan peradangan
dan edema saluran nafas
Tanda sumbata jalan nafas
 Sebagian : suara nafas tambahan seperti mendengkur (sumbatan oleh
lidah). Berkumur (sumbatan oleh cairan), merintih (akibat spasme laring)
dan mengi (sumbatan pada jalan nafas bawah), perubahan irama dan
kedalaman pernafasan serta perubahan warna kulit.
 Total : gelisah, tidak mampu berbicara, tidak mampu batuk, gerakan
seperti mencekik, leher diantara ibu jari dan jari jari lain ( V-sign) bila
berlangsung lama menyebabkan pasien tidak sadar

b. Sistem Sirkulasi

System sirkulasi bersama dengan system respirasi untuk membawa oksigen


dan nutrisi ke setiap sel di tubuh dan mengangkut materian sisa metabolism keluar
dari tubuh. Termasuk dalam system ini adalah jantung dan pembuluh darah.

6
Jantung adalah organ berotot denga n ukuran sebesar kepalan tangan terletak
di tengah rongga dada dan terdiri dari serambi (atrium) kanan-kiri dan bilik
(ventrikel) kanan-kiri. Atrium kanan-pkiri kontraksi bersamaan memompa darah
ke ruang jantung yang lebih rendah lokasinya yakni ventrikel. Selanjutnya darah
di pompakan oleh ventrikel kanan ke arteri pulmonalis selanjutnya ke paru-paru
dan vena pulmonalis untuk kemudian kembali ke atrium kiri sirkulasi ini disebut
sebagai sirkulasi pulmonal. Sementara dari ventrikel kiri darah di pompakan
melalui aorta keseluruh tubuh dan kembali ke jantung melalui vena cava dan
bermuara di atrium kanan. Sirkulasi ini disebut sirkulasi sistemik.

Aktivitas jantung memompa darah disebut kontraksi, dan setia[ kontraksi yang
efektif dirasakan sebagai denyut nadi. Kontraksi otot jantung di atur oleh
serangkaian peristiwa listrik yang mengakibatkan jantung berdenyut teratur.
Peristiwa listrik ini dicetuskan secara spontan oleh sel otot jantung yang disebut
pacemaker dan dihantarkan keseluruh otot jantung oleh serangkaian sel khusus
yang disebut system konduksi.

E. Rantai Kelangsungan Hidup Untuk BHD

Perawatan untuk semua pasien pasca-serangan jantung, di manapun lokasi serangan


tersebut terjadi, akan dipusatkan di rumah sakit, biasanya di ruang unit perawatan
intensif (ICU/ intensive care unit tempat penanganan pasca serangan jantung yang
tersedia). Elemen struktur dan proses yang diperlukan sebelum pemusatan dilakukan
sangat berbeda diantara kedua kondisi tersebut. Pasien yang mengalami OHCA (out
of hospital cardiac arrest)/ serangan jantung di luar rumah sakit mengandalkan
masyarakat untuk memberikan dukungan. Penolong tidak terlatih harus mengenali
serangan, meminta bantuan, dan memulai CPR, serta memberikan defibrilasi
(misalnya PAD/ public-acces defibrillation) hingga tim penyedia layanan medis
darurat (EMS) yang terlatih secara professional mengambil alih tanggung jawab, lalu
memindahkan pasien ke unit gawat darurat. Laboratorium kateterisasi jantung. Dan
pada akhirnya pasien dipindahkan ke unit perawatan kritis untuk perawatan lebih
lanjut. Sebaliknya, pasien yang mengalami HCA mengandalkan sistem pengawasan
yang sesuai (misalnya, sistem tanggapan cepat atau sistem peringatan dini) untuk
mencegah serangan jantung, pasien mengandalkan interaksi sempurna dari berbagai
unit dan layanan institusi serta bergantung pada tim penyedia prodesional
multidisipliner, termasuk dokter, perawat, ahli terapi pernapasan, dan banyak lagi.

Rangkaian Kelangsungan Hidup HCA

7
1. Pengawasan dan pencegahan
Pada pasien dewasa, sistem RRT (tim tanggap cepat) dapat efektif dalam
mengurangi insiden serangan jantung, terutama di bangsal perawatan umum.
Sistem MET/RRT pada pasien pediatric dapat dipertimbangkan dalam fasilitas
tempat anak-anak dengan penyakit berisiko tinggi dirawat di unit pasien umum.
Tujuan dari dibentuknya RRT atau MET untuk memberikan intervensi dini pada
pasien dengan penurunan kualitas klinis, yang bertujuan untuk mencegah HCA
(hospital cardiac arrest). Tim dapat terdiri atas beragam kombinasi dokter,
perawat, dan ahli terapi pernapasan. Tim ini biasanya dipanggil ke samping
tempat tidur pasien bila adanya penurunan kualitas hidup yang teridentifikasi oleh
staf rumah sakit. Tim ini biasanya membawa peralatan pemantauan darurat dan
peralatan resusitasi serta obat-obatan. Tim diharapkan memiliki kemampuan yang
terlatih dalam perencanaan resusitasi kompleks.
2. Pengenalan dan pengaktifan sistem tanggap darurat
HCP harus meminta bantuan terdekat bila mengetahui korban tidak
menunjukkan reaksi, namun akan lebih praktis bagi HCP untuk melanjutkan
dengan menilai pernapasan dan denyut secara bersamaan sebelum benar-benar
mengaktifkan sistem tanggapan darurat ( atau meminta HCP pendukung). Hal ini
ditunjukkan untuk meminimalkan penundaan dan mendukung penilaian serta
tanggapan yang cepat dan efisien secara bersamaan.
3. CPR berkualitas tinggi secepatnya

8
4. Defibrilasi cepat
Untuk pasien dewasa yang mengalami serangan jantung dan terlihat jatuh saat
AED dapat segera tersedia, penting bahwa defibrillator digunakan secepat
mungki. Untuk orang dewasa yang mengalami serangan jantung tidak terpantau
saat AED tidak segera tersedia, penting bila CPR dijalankan sewaktu peralatan
defibrilator sedang diambil dan diterapkan, dan bila defibrilasi, jika diindikasian,
diterapkan segera setelah perangkat siap digunakan.
5. Bantuan hidup lanjutan dan perawatan pasca-serangan jantung
Angiografi koroner harus dilakukan secepatnya (bukan nanti saat dirawat di
rumah sakit atau tidak sama sekali) pada pasien OHCA dengan dugaan serangan
etiologi jantung dan elevasi ST pada ECG, Angiografi koroner darurat perlu
dilakukan pada pasien dewasa tertentu ( misalnya, tidak stabil secara fisik maupun
hemodinamik) yang tidak sadarkan diri setelah OHCA dan diduga sebagai sumber
serangan jantung, namun tanpa elevasi ST pada ECG. Angiografi koroner perlu
dilakukan pada pasien pasca-serangan jantung yang diindikasikan menjalani
angiografi koroner, terlepas dari apakah pasien tersebut berada dalam kondisi
tidak sadarkan diri.
Manajemen suhu pada semua pasien dewasa yang tidak sadarkan diri
(misalnya, kurangnya reaksi berarti terhadap perintah verbal) dengan ROSC
setelah serangan jantung harus menjalani TTM, dengan suhu target antara 32 oC
hingga 36oC yang dipilih dan diperoleh, lalu dipertahankan agar tetap sama
selama minimum 24 jam.
Tujuan perbaikan hemodinamik setelah resusitasi adalah untuk menghindari
dan secepatnya memperbaiki hipotensi (tekanan darah sistolik kurang dari 90 mm
Hg, tekanan arteri rata-rata kurang dari 65 mm Hg) mungkin perlu dilakukan saat
perawatan pasca-serangan jantung berlangsung. Penelitian pasien setelah serangan
jantung membuktikan bahwa tekanan darah sistolik kurang dari 90 mm HG atau
tekanan arteri rata-rata kurang dari 65 mm Hg terkait dengan angka kematian
9
lebih tinggi dan pemulihan fungsional yang berkurang, sedangkan tekanan arteri
sistolik lebih besar dari 100 mm Hg terkait dengan pemulihan yang lebih baik.
Meskipun tekanan lebih tinggi muncul, namun target tekanan sistolik khusus atau
tekanan arteri rata-rata tidak dapat diidentifikasi karena uji coba biasanya
mempelajari paket dari banyak intervensi, termasuk control hemodinamik. Selain
itu, karena acuan tekanan darah bervariasi dari pasien ke pasien, maka masing-
masing pasien mungkin memiliki persyaratan yang berbeda untuk menjaga perfusi
organ tetap optimal.
Pendonoran organ dapat terjadi, semua pasien yang menjalani resusitasi dari
serangan jantung, namun secara bertahap mengarah ke kematian atau kematian
otak akan dievaluasi sebagai calon donor organ. Pasien yang tidak mencapai
kondisi ROSC dan yang resusitanya akan dihentikan dapat dipertimbangan
sebagai calon donor ginjal atau hati dengan ketentuan tersedianua program
pemulihan organ cepat.

Rangkaian Kelangsungan Hidup OHCA

1. Pengenalan dan pengaktifan sistem tanggap darurat


Rekomendasi telah diperkuat untuk mendorong pengenalan langsung terhadap
kondisi korban yang tidak menunjukan reaksi, pengaktifan sistem tanggap darurat,
dan inisiasi CPR jika penolong tidak terlatih menemukan korban yang tidak
menunjukan reaksi juga tidak bernapas atau tidak bernapas dengan normal
(misalnya, tersengal)
Masyarakat juga harus menerapkan teknologi media sosial untuk memanggil
penolong yang berada dalam jarak dekat dengan korban dugaan OHCA serta
bersedia dan mampu melakukan CPR adalah tindakan yang wajar bagi
masyarakat.
2. CPR berkualitas tinggi secepatnya
10
Urutan yang disarankan untuk satu-satunya penolong telah dikonfirmasi: penolong
diminta untuk memulai kompresi dada sebelum memberikan napas buatan (C-A-
B, bukan A-B-C) agar dapat mengurangi penundaan kompresi pertama, satu-
satunya penolong harus memulai CPR dengan 30 kompresi dada yang diikuti
dengan 2 napas buatan. Kompresi dada dilakukan dengan kecepatan dan
kedalaman yang memadai, membolehkan rekoil dada sepenuhnya setelah setiap
kompresi, meminimalkan gangguan dalam kompresi, dan mencegah ventilasi yang
berlebihan. Kecepatan kompresi dada yang disarankan adalah 100-120/ min
(minimum 100), dengan kedalaman kompresi dada adalah minimum 2 inci (5 cm),
namun tidak lebih besar dari 2,4 inci (6 cm).
3. Defibrilasi cepat
Disarankan bahwa program PAD/AED untuk pasien dengan OHCA diterapkan di
lokasi umum tempat adanya kemungkinan pasien serangan jantung terlihat
relative tinggi (misalnya, bandara, fasilitas olahraga, pusat perbelanjaan, dan
fasilitas umum lainnya). Hal ini perlu dilakukan mengingat terdapatnya bukti yang
jelas tentang perbaikan tingkat kelangsungan hidup pasien setelah serangan
jantung bila pendamping melakukan CPR dan dengan cepat menggunakan AED.
AED adalah defibrillator yang bekerja secara komputer yang dapat :
 Menganalisa irama jantung seorang korban yang mengalami henti jantung
 Mengenal irama yang dapat dilakukan tindakan defibrilasi (shock)
 Memberikan petunjuk pada operator (dengan mendengarkan suara atau
dengan indicator cahaya)
Alat AED mempunyai bagian-bagian :

a. Cara Menggunakan AED

Pada saat dibuka dan dihidupkan,


maka akan muncul suara nstruksi dari
AED. AED akan menginstruksikan
untuk menelfon EMS (Emergency
medical service), setelah menelfon akan
muncul instruksi selanjutnya untuk
melakukan resusitasi jantung paru
dengan cara mengkompresi dada
diantara kedua papilla mamae (putting susu) dengan kedalaman 5-6 cm pada
orang dewasa sebanyak 30 kali yang akan dilanjutkan dengan instruksi untuk
melakukan pernafasan bantuan sebanyak dua kali dari mulut ke mulut,
11
selanjutnya alat akan menginstruksikan untuk memasang pedal dari AED di
dada kanan secara vertical dan di dada kiri bawah secara horizontal,
selanjutnya alat akan medeteksi apakah jantung perlu di defibrilasi, jika iya
maka alat akan menginstruksikan untuk menekan tombol kejutan, namun
sebelum menekan tombol, harus dipastikan bahwa tidak ada orang yang
sedang kontak atau memegang korban agar tidak tersengat listrik yang
dialirkan AED. Informasi lebih lanjut dan detail terdapat pada alogaritma
berikut :

Penerapan program PAD memerlukan 4 komponen penting: (1) tanggapan yang


direncanakan dan dipraktikkan, yang idealnya mencangkup identifikasi lokasi dan
lingkungan di sekitar tempat munculnya risiko serangan jantung yang tinggi,
penempatan AED di area tersebut, dan upaya memastikan bahwa pendamping
mengetahui lokasi AED, dan biasanya pengawasan oleh HCP; (2) Pelatihan
penolong yang diantisipasi dalam CPR dan penggunaan AED; (3) hubungan

12
terpadu dengan sistemEMS lokal; (4) program peningkatan kualitas hidup
berkelanjutan.
4. Layanan medis darurat dasar dan lanjutan
5. Bantuan hidup lanjutan dan perawatan pasca-serangan jantung
F. Langkah – Langkah BHD
Langkah BHD pada orang dewasa

1. Korban tidak sadar & tidak berespon


Pastikan korban tidak sadar, dengan mengguncangkan bahu dengan lembut.
Tanyakan “apakah anda baik-baik saja ?”
Jika ada respon :
 Jangan ubah posisi korban
 Cari hal yang tidak beres
 Ulangi periksa berkala
2. Korban tidak sadar & tidak berespon
Pastikan keamanan (amankan diri penolong sebelummenolong)
3. Minta bantuuan sekitar / panggil tim medik
Jika korban tidak berespon, teriak minta bantuan orang sekitar.
4. Nilai nadi (periksa nadi karotis pada orang dewasa, dan brakhialis pada
anak) dan pernafasan (lihat- dengar- rasakan)
Angkat dagu dan tengadahkan kepala, look – listen – feel (lihat,dengar, dan
rasakan) dalam waktu kurang dari 10 detik.
Pastikan korban bernapas normal atau tidak normal, “gasping” (mengap-mengap)
adalah pertanda pernapasan tidak normal.

5. Tidak bernapas normal/ henti napas


6. Berikan napas bantuan 8-10 kali / menit
Hitung 10 kali per menit = 1 napas 6 detik
 Tiup… satu, dua, tiga, empat, …satu
 Tiup… satu, dua, tiga, empat, …dua
13
 Tiup… satu, dua, tiga, empat, …tiga
 Tiup… satu, dua, tiga, empat, …dst
 Tiup… satu, dua, tiga, empat, …sepuluh
7. Bila tidak ada nadi langsung lakukan kompresi
8. Kompresi jantung 30 kali, Napas buatan 2 kali
Kompresi jantung 30 kali (30:2)

30 kali kompresi dada 2 kali napas buatan

 Bebaskan dada dari pakaian


 Letakkan pangkal telapak tangan yang satu di tengah dada
Lokasi titik tumpu kompresi :
 1/3 anterior posterior atau 2 jari diatas prossesus xiphoideus/
diantara kedua putting susu.
 Jari tengah tangan kanan diletakkan di prosessus xiphoideus,
sedangkan jari telunjuk mengikutinya
 Tempatkan tumit tangan diatas jari telunjuk tersebut
 Tumit tangan satunya diletakan diatas tangan yang sudah
beradatepat di titik pijat jantung.
 Jari-jari tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung
dada korban.
 Letakkan pangkal tangan lainnya diatas tangan yang satu

14
 Kecepatan kompresi dada yang disarankan adalah 100-120/ min (minimum
100), dengan kedalaman kompresi dada adalah minimum 2 inci (5 cm),
namun tidak lebih besar dari 2,4 inci (6 cm).
 Beri kesempatan dada mengembang penuh dengan sendirinya
 Kompresi tidak boleh terputus (kecuali member napas buatan atau
memindahkan pasien, tidak boleh berenti > 10 detik)

Kompresi
 Menekan jantung dan paru
 Meningkatkan tekanan rongga dada

Dekompresi
 Pengisian jantung dan paru
 Menurunkan tekanan rongga dada
 Mengembang penuh

 Berikan tiupan melalui mulut korban sambil melihat naiknya permukaan


dada, setelah memposisikan kepala korban, dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik:
 Head tild chin lif
 Jaw trust
 1 tiupan napas = 1 detik per sekali napas
 Dengan O2 : Tidal volume 6-7 ml/kg (400-600 ml)
 Tanpa O2 : Tidal volume 10 ml/kg (700-1000 ml)
 Memberikan bantuan napas dapat dilakukan melalui

15
 Mouth to mouth ventilation
Cara langsung sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi
(terutama hepatitis, HIV) karena itu harus memakai “barrier
device” (alat perantara). Dengam cara ini akan dicapai konsentrasi
oksigen hanya 18%
Caranya adalah :
- Tangan kiri penolong menutup hidung korban dengan cara
memijitnya dengan jari telunjuk dan ibu jari, tangan kanan
penolong menarik dagu korban ke atas.
- Penolong menarik napas dalam-dalam, kemudian lettakkan
mulut penolong ke atas mulut korban sampai menutupi seluruh
mulut korban secara pelan-pelan sambil memperhatikkan
adanya gerakan dada korban sebagai akibat daritiupan napas
penolong. Gerakan ini menunjukkan bahwa udara yang
ditiupkan oleh penolong itu akan masuk ke dalam paru-paru
korban.
- Setelah itu angkat mulut penolong dan lepaskan jari penolong
dari hidung korban. Hal ini memberikan kesempatan pada dada
korban kembali ke posisi semula.
 Mouth to stoma
Dapat dilakukan dengan membuat Krikotiroidektomi yang
kemudian dihembuskan udara melalui jalan yang telah dibuat
melalui prosedur Krikotiroidektomi tadi.
 Mouth to mask ventilation
Pada car ini, udara ditiupkan ke dalam mulut penderita dengan
bantuan face mask.
 Bag velve mask ventilation (Ambu bag)
Dipakai alat yang ada bag dan mask dengan diantaranya ada katup.
Untuk mendapatkan penutupan masker yang baik, maka sebaiknya
masker dipegang satu petugas sedangkan petugas yang lain
memompa.
 Flow restricted oxygen powered ventilation (FROP)
Pada ambulans dikenal sebagai “OXY-Viva”. Alat ini secara
otomatis akan memberikan oksigen sesuai ukuran aliran (flow)
yang diinginkan.
Bantuan jalan napas dilakukan dengan sebelumnya mengevaluasi
jalan napas korban apakah terdapat sumbatan atau tidak. Jika
terdapat sumbatan maka hendaknya dibebaskan terebih dahulu.

16
 Beri kesempatan udara keluar dan lihat turunnya permukaaan dada

30 kali kompresi : 2 kali napas buatan


9. Evaluasi airway & breathing
 Jika mengalami kesulitan untuk memberikan napas buatan yang efektif,
periksa apakah masih ada sumbatan di mulut pasien serta perbaiki posisi
tengadah kepala dan angkat dagu yang belum adekuat. Lakukan sampai
dapat dilakukan 2 kali napas buatan yang adekuat.
 Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi kemudian pasien dievaluasi
kembali dengan tahapan circulation, airway, breathing (C-A-B)
 Jika tidak ada nadi karotis, dilakukan kembali kompresi dan bantuan napas
dengan rasio 30:2
 Jika ada denyut nadi dan tidak ada napas, berikan bantuan napas sebanyak
8-10 kali/ menit dan monitor nadi setiap 2 menit
 Bila pasien kembali bernapas spontan dan normal tetapi belum sadar, ubah
posisi pasien ke posisi miring mantap, bila pasien muntah tidak terjadi
aspirasi.
10. BHD dihentikan bila :
 Kembalinya denyut jantung dan napas spontan ( pasien bergerak spontan)
 Pasien alih pertolongan oleh TMRC
 Penolong terancam keselamatannya
 Adanya perintah jangan diresusitasi oleh tim medic/ dokter.
 Adanya tanda kematian yang irreversible (dilatasi pupil maksimal, rigor
mortis, dekapitasi)
 Penolong lelah atau 30 menit tidak ada respon
 Adanya DNAR (Do Not Attempt Resuscitation)

Langkah BHD pada anak


1. Teknik dasar sama seperti pada dewasa
2. Kompresi dada dengan satu tangan pada anak usia 1-8 tahun

17
 Tingkat kekuatan dorongan kompresi pada anak menggunakan satu telapak
tangan denan titik/ land mark sama 2 jari diatas px atau garis telapak
tangan dengan titik/ land mark sama 2 jari di atas px atau garis imajinar
diantara kedua putting susu dengan kedalaman 4-5 cm. Kekuatan ventilasi
sampai dada terangkat.
Langkah BHD pada bayi
1. Bayi : usia 1-12 bulan
2. Kompresi dada menggunakan 2 jari, misal :
 Jari telunjuk + jari tengah
 Jari tengah + jari manis
 Dua ibu jari

 Tingkat kekuatan kompresi bayi dengan dua jari pada titik tekanan sama
dan kedalaman kompresi 3-4 cm (1/3 anterior posterior). Ventilasi
diberikan sebesar 30 cc/ udara yang berada di sekitar mulut penolong.
 Pola penanganan RJP Neonatus dengan perbandingan 3 : 1 (kompresi :
ventilasi). Pemberian ventilasi lebih pendek karena neonates tidak

18
memiliki residu O2 untuk disalurkan ke seluruh tubuh. Evaluasi dilakukan
setelah 20 siklus dalam 30 detik dengan evaluasi dimulai dari circulasi,
airway, breathing.
 Jari – jari yang melakukan kompresi jangan sampai terangkat lepas dari
dada pasien
3. Napas buatan, dari mulut ke mulut + hidung bayi

 Bila hasil evaluasi denyut jantung teraba sedangkan napas tidak ada maka
pasien bayi dan neonatus diberikan rescue breathing sebanyak 20
kali/menit
 Bila sudah ada nadi dan napas maka bayi dan neonates diposisikan dengan
posisi tidur setengah miring untuk mencegah aspirasi.

G. DNR ( Do not Resusitation)


 Penolong terancam keselamatannya
 Adanya perintah jangan diresusitasi oleh tim medic/ dokter.
 Adanya tanda kematian yang irreversible (dilatasi pupil maksimal, rigor
mortis, dekapitasi)

H. Pertolongan BHD Pada Ibu Hamil

Faktor-faktor yang memperkecil keberhasilan usaha resusitasi pada ibu hamil


antara lain adanya perubahan anatomi yang mempersulit dalam menjaga potensi jalan
nafas dan melakukan intubasi, perubahan patogis ini antara lain edema laring, faktir
fisiologis berupa peningkatan konsumsi oksigen, dan kecendrungan untuk pneumonia
aspiran.

Pada trimester ketiga, factor terpenting adalah penekanan vena kava inferior
dan gangguan aliran balik vena oleh uterus yang membesar ketika bumi berbaring
terlentang . kondisi yang menyulitkan ini diperberat lagi oleh kondisi obesitas.
Respon yang cepat/sigap adalaah esensial. Begitu diagnosis henti nafas dan atau henti
19
jantung telah tegak, maka pasien harus segera diposisikan secara benar dan BLS
ssegera dilakukan. BSL tetap diteruskan hingga terpasang infuse intravena, dan factor-
faktor penyebab terkoreksi (contoh : hopovolemia) dan perlengkapan, obat-obatan,
dan personel telah siap.

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan pertolongan pada Ibu hamil :
 Airway
Jalan nafas harus dipastikan paten dengan melakukan maneuver head tilt-jaw
trhust atau head tilt-chin lift dan mempertahankan. Suction digunakan untuk
menghisap mentahan. Benda-benda di mulut seperti gigi palsu. Harus disingkirkan
dan alat bantu jalan nafas seperti guendel dapat dipasangkan. Prosedur ini dilakukan
pada pasien dengan badan dalam posisi lateral, atau terlentang dengan uterus digeser
ke kiri.
 Breathing
Jika tidak bernafas adekuat, bantuan nafas segera dilakukan begtu jalan nafas telah
paten. Mouth to mouth, mouth to nose, mouth to airway dilakukakn hingga bagging
dan sungkup tersedia. Ventilasi dilanjutkan dengan O2 100%. Karena risiko
regurgitasi dan aspirasi pneumonia pada bumi trimester ketiga, maka penekanan
krikkoid dilakuakan hingga pasien diintubasi.
Ventilasi yang dilakuakan lebih sulit karena peningkatan kebutuhan oksigen dan
penurunan komplians dada pada bumil. Penurunan komplians terjadi akibat
terdesaknya diafragma oleh isi abdomen. Mengamati naik turunnya dada pada bumi
juga lebih sulit.
 Sirculation
Sirkulasi yang terhenti dapat diketahui jika arteri besar (karotis atau femoral) tidak
teraba pulsasinya. Kompresi dada dilakukan dengan rasio 15: 2. Kompresi dada pada
bumil lebih sulit karena factor diafragma yang tertekan, obesitas, dan hipertropi
mammae. Karena diafragma tertekan kearah sefalad, maka posisi tangan untuk
kompresi dada juga digeser kearah sefalad, walaupun belum ada panduannya.
Pada posisi terlentang, terjadi penekanan vena kava inferior oleh uterus yang
mengganggu aliran balik vena dan menurunkan curah jantung, semua usaha resusitasi
akan tidak berguna kecuali kompresi tercapai efektif. Kompresi akan efektif jika
memposisikan pasien sedikit lateral dengan memakai papan miring (wedge) atau
menggeser uterus secara manual. Mengangkat tungkai juga akan memperbaiki aliran
balik vena.
 Memposisikan uterus ke lateral

20
Kompresi dada yang efektif tercapai jika bumil diposisikan lateral dengan sudut
30 derajat. Untuk mencegah terguling maka dibuatlah papan Cardiff resuscitation
wedge. Teknik lain yaitu “human wedge” dimana pasien diposisikan miring di lutut
penolong sedemikian rupa sehingga stabil. Bias juga dengan memanfaatkan kursi
yang dibalik. Asisten dapat membantu dengan kedua tanganya menggeser dan
mengangkat uterus ke lateral kiri-sefalad.
 Intubasi
Intubasi trachea segera dilakukan begitu fasilitas dan petugas terlatih ada. Pada
bumil, tindakan intubasi tergolong sulit, kadangkala diperlukan perlengkapan yang
khusus. Pasien dengan obesitas berleher pendek, mammae yang besar membuat
tindakan laringoskopi sulit. Penggunaan handle yang pendek , atau menggabungkan
handle setelah blade dimasukan ke mulut pasien dapat membantu.
Nafas bantuan dilakukank dengan posisi kepala dan leher ekstensi maksiamal,
tanpa bantal dikepala . posisi pada saat akan intubasi membutuhkan satu bantal yang
diletakkan dileher bawah sehingga leher fleksi dan kepala ekstensi.
Jika intubasi gagal atau ventilasi juga gagal, maka laryngeal mask digunakan.
Penekatan krikoid dihentikan pada saat insersi LMA. Begitu LMA terpasang dengan
baik, penekanan krikoid dilanjutkan.
 Indikasi Seksio Sesaria pada Ibu Hamil
Tindakan SC memberikan kontribusi yang terpenting pada proses resusitasi bumil.
Banyak resisutasi yang berhasil terjadi setelah intervensi bedah. Mekanisme yang
mungkin adalah terbebasnya oklusi vena kava secara komplit dengan kosongnya
uterus. Kelahiran juga memperbaiki komplians toraks, yang akan memperbaiki
efektivitas kompresi dada dan ventilasi paru.
Setelah henti jantung , orang dewasa yang tidak hamil akan mengalami kerusakan
otak permanen jika tidak mendapat oksigen selama tiga hingga empat menit, namun
bumil akan mengalami hipoksia lebih cepat. Walau bukti-bukti menunjukan bahwa
fetus lebih tahan tahan terhadap kondisi hipoksia, kondisi neonates akan lebih optimal
jika segera dilakukan SC.
Jika henti jantung pada bumil terjadi di ruang rawat OK, ruang IGD, dan BCLS
atau ALS tidak berhasil dalam lima menit, uterus harus segera dikosongkan secara
bedah. Demi waktu, maka langkah terbaik adalah langsung dilakukan dengan scalpel
saat itu juga. Waktu terus berjalan begitu cepat pada kondisi yang tegang , dan
scenario ini disarankan terutama pada kecelakaan /kondisi gawat darurat. CPR terus
dilanjutkan selama pembedahan dan setelahnya, karena hal ini memperbaiki prognosis

21
ibu dan bayinya. Jika perlu, pijat jantung manual transabdominal dilakukan. Begitu
kelahiran sukses, baik ibu dan bayi dirawat di ICU.
Faktor kunsi sukses CPR pada bumil tua dalah terlatihnya bidan, perawat, dan staf
medis pelayanan obstetric. Karena paparan kasus adalah jarang, maka pelatihan
praktis secara regular berkelanjutan pada manikin aalah jantung.

I. Obat Emergency/ Resusitasi


Di rumah sakit, terutama di unit gawat darurat, seringkali perawat memberikan
injeksi, obat-obat emergency kepada pasien dengan keadaan tertentu atas perintah
dokter. Mungkin ada sebagian perawat yang belum memahami secara mendalam
fungsi dari obat- obat yang diberikan.

1. Prinsip :
 Koreksi hipoksia
 Mempertahankan sirkulasi spontan pada kondisi tekanan darah (TD) yang
adekuat
 Membantu optimalisasi fungsi jantung
 Menghilangkan nyeri
 Koreksi asidosis
 Mengatasi gagal jantung kongestif
2. Obat-obat resusitasi jantung-paru dan obat-obat perbaikan sirkulasi
 Oksigen
 Meningkatkan TD : epinefrin/ adrenalin, vasopressin, dopamine
 Meningkatkan denyut jantung/ nadi (HR : Heart Rate) : atropine
 Menurunkan/ mengatasi aritmia ventrikel : amiodoran, lidokain/
lignokain, prokainamid, magnesium sulfat
 Menurunkan/ mengatasi aritmia supraventrikel : adenosin, diltiazem,
aminidoran
 Obat-obat untuk IMA : morfin, nitrogliserin, aspirin, fibrinolitik

22
BAB III

(PENUTUP)

A. Kesimpulan

Bantuan Hidup Dasar atau Basic Life Support (BLS) adalah usaha yang
dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami
keadaan yang mengancam nyawa.(Deden Eka PB at 1:10:00). Waktu sangat penting
dalam melakukan Bantuan Hidup Dasar. Otak dan jantung bila tidak mendapat
oksigen lebih dari 8-10 menit akan mengalami kematian, sehingga korban tersebut
dapat mati.

B. Saran

Pasien yang mengalami OHCA (out of hospital cardiac arrest)/ serangan


jantung di luar rumah sakit mengandalkan masyarakat untuk memberikan dukungan.
Penolong tidak terlatih harus mengenali serangan, meminta bantuan, dan memulai
CPR, serta memberikan defibrilasi (misalnya PAD/ public-acces defibrillation) hingga
tim penyedia layanan medis darurat (EMS) yang terlatih secara professional
mengambil alih tanggung jawab, lalu memindahkan pasien ke unit gawat darurat.

23
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association Guidelines for CPR and Emergency Cardiovascular

Care, 2010
Chan et all, Elsevier Mosby, Philladelphia . 2005. Emergency Medicine and Acute

Care. EGC
Mary Fran Haziski et all, Am Heart Assoc Dallas. 2007. Handbook of Emergency

Cardiovascular Care, 1 st ed,


Noname, 2012, Makalah Bantuan Hidup Dasar. [internet] diakses dari

https://rosdianamasruroh580.wordpress.com/2012/12/07/makalah-kdpk-

bantuan-hidup-dasar/ pada tanggal 10 Oktober 2016, pukul 19.00 WITA

Noname, 2012, Makalah Bantuan Hidup Dasar. [internet]

http://pertolonganpertamaku.blogspot.co.id/2016/03/bantuan-hidup-dasar-

bhd.html diakses dari pada tanggal 10 Oktober 2016, pukul 19.00 WITA

Potter and Perry. 2002. Buku Ajar Fundamental of Nursing, vol 1,2 . EGC: Jakarta

P Phillip Dellinger et all, CHEST, Northbrook. 1995. Critical Care Medicine

24

Anda mungkin juga menyukai