Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obesitas merupakan suatu masalah kesehatan yang saat ini menjadi
perhatian di seluruh dunia yang dapat diderita oleh dewasa, remaja dan anak-anak
baik laki-laki maupun perempuan dan yang menarik jumlah penderita obesitas
lebih banyak diderita oleh perempuan dibandingkan laki-laki.1
Secara global, pada tahun 2005 diperkirakan bahwa lebih dari 1 miliar orang
yang kelebihan berat badan diantaranya perempuan sebanyak 805.000.000 dan
lebih dari 300 juta orang mengalami obesitas. Pada tahun 2015, diperkirakan lebih
dari 1,5 miliar orang kelebihan berat badan.2
Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar orang dewasa yang berusia ≥18 tahun
kelebihan berat badan. Dari jumlah tersebut lebih dari 600 juta mengalami
obesitas. Sebanyak 39% orang dewasa berusia ≥18 tahun overweight dan 13%
obesitas. Sebagian besar populasi dunia tinggal di negara yang kejadian
overweight dan obesitas lebih banyak daripada orang kurus. Pada tahun 2013, 42
juta anak-anak di bawah usia 5 tahun overweight atau obesitas.3,4,5
Survei Kesehatan pada tahun 2015 di Inggris menemukan bahwa sebanyak
23,6% laki-laki dan 23,8% perempuan mengalami obesitas, dengan indeks massa
tubuh ≥ 30 kg/m2. Secara total, 50% dari wanita usia subur kelebihan berat badan
(BMI 25-29,9 kg/m2) atau obesitas, dengan 18% mengalami obesitas pada
kehamilan.3 Saat ini, 20-40% wanita hamil mengalami obesitas yang
mengakibatkan peningkatan risiko komplikasi ibu dan janin.
Komplikasi maternal yang berhubungan dengan obesitas antara lain
keguguran, gangguan hipertensi seperti preeklampsia, diabetes gestasional,
infeksi, tromboemboli, persalinan dengan seksio sesarea, luka infeksi dan
endometritis. Risiko janin terkait dengan obesitas antara lain bayi lahir mati,
makrosomia, lahir prematur dan kelainan bawaan.2,6
Banyak komplikasi yang ditimbulkan dari obesitas pada ibu pada saat
antepartum, intrapartum atau postpartum, bahkan pada bayi dengan segala

1
konsekuensi penyakit metabolik yang akan dideritanya. Pada beberapa hipotesis
menyatakan bahwa keadaan tersebut sudah terbentuk saat proses konsepsi. Maka
pengelolaan obesitas pada kehamilan sangat penting dilakukan baik pada saat
prakonsepsi maupun hamil.7

1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini :
1. Mengetahui dan memahami definisi obesitas.
2. Mengetahui dan memahami prevalensi obesitas dalam kehamilan.
3. Mengetahui dan memahami gejala obesitas.
4. Mengetahui dan memahami penyebab obesitas.
5. Mengetahui dan memahami faktor risiko obesitas terhadap fungsi
reproduksi, kehamilan, persalinan dan pasca persalinan.
6. Mengetahui dan memahami manajemen penatalaksanaan obesitas pada pra
konsepsi, kehamilan dan persalinan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Obesitas


Obesitas merupakan refleksi ketidakseimbangan antara konsumsi energi dan
pengeluaran energi. Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Body
Mass Index (BMI) ≥ 30 kg/m2, dimana angka tersebut diperoleh dari rumus:
Berat Badan (kg)
BMI =
[Tinggi Badan (m)] 2

Penentuan obesitas dengan BMI lebih lazim digunakan dibandingkan


dengan metode lain seperti pengukuran ketebalan lipatan lemak dan lingkar
pinggang (waist circumferrencia), penghitungan rasio waist-to-hip
circumferrencia, termasuk juga dengan menggunakan alat-alat seperti USG
(Ultrasonografi), CT-scan (Computed Tomography Scanning) dan MRI
(Magnetic Resonance Imaging).7,8
Obesitas dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe android (central body obesity) yang
merujuk pada distribusi lemak ke pusat tubuh dan tipe gynoid (lower body
obesity) dimana distribusi lemak ke arah bawah yaitu femoral dan gluteal.
Diantara kedua tipe tersebut tipe android lebih berisiko terjadi kelainan metabolik
seperti insulin resisten, dislipidemia, hipertensi dan diabetes. Hal tersebut
disebabkan karena lemak pada visceral (central body obesity) lebih aktif terjadi
lipolisis dan sensitivitas terhadap insulin menurun.3
BMI oleh WHO dikelompokkan menjadi underweight, normal, overweight,
dan obese dimana obesitas dibagi lagi menjadi kelas I, II, III seperti yang
ditunjukkan pada tabel di bawah ini :

3
Definition Body Mass Index, kg/m2 Obesity Class

Underweight <18.5
Normal 18.5–24.9
Overweight 25.0–29.9
Obese 30.0–34.9 I
35.0–39.9 II
Extremely Obese ≥40.0 III
Gunatilake, Obesity and pregnancy. Am J Obstet Gynecol 2011
Tabel 2.1 Bodi Mass Index and Obesity

Obesitas dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan dari hasil


penelitian 30-40% varian Indeks Massa Tubuh (IMT) disebabkan faktor genetik
dan 60-70% faktor lingkungan. Pada populasi tertentu, beberapa orang
mempunyai predisposisi genetik untuk berkembang menjadi obesitas namun
genotip dapat diekspresikan dalam kondisi lingkungan tertentu seperti diet tinggi
lemak dan gaya hidup.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan American College of Obstetrics and
Gynecology, obesitas saat kehamilan dapat membahayakan untuk ibu dan bayi.
Ibu hamil yang obesitas akan mudah terkena komplikasi yaitu diabetes selama
kehamilan dan preeklamsia atau toxemia (gangguan yang muncul pada masa
kehamilan, umumnya terjai saat usia kehamilan >20 minggu). Kelebihan berat
badan pada ibu hamil akan mengakibatkan bayi lahir prematur, sulitnya proses
melahirkan karena berat badan bayi lebih besar dari seharusnya, kesulitan
bernafas dan kerusakan pada otak.9
Dibawah ini disajikan tabel rekomendasi untuk penambahan berat badan
pada kehamilan berdasarkan Indeks Massa Tubuh sebelum hamil.

4
Tabel 2.2 Rekomendasi Penambahan Berat Badan pada
Kehamilan Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Sebelum
Hamil

2.2 Prevalensi Obesitas dalam Kehamilan


Data di Indonesia pada tahun 2013 menunjukan bahwa prevalensi obesitas
pada penduduk usia >18 tahun sebesar 15,4%. Data obesitas setiap provinsi
digambarkan pada grafik dibawah ini :4

5
Gambar 2.1 Prevalensi Status Gizi pada Dewasa (>18 tahun)
Menurut Provinsi

Sedangkan pada tahun 2013, obesitas pada perempuan usia >18 tahun di
Indonesia sebesar 32,9%, meningkat 18,1% dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5%
dari tahun 2010 (15,5%) dimana prevalensi terendah di Nusa Tenggara Timur
(5,6%) dan prevalensi tertinggi di Sulawesi Utara (19,5%).4

Gambar 2.2 Kecenderungan Prevalensi Obesitas pada Perempuan


(>18 tahun) Berdasarkan Data Riskesdas 2007, 2010 &
2013

Wanita hamil dengan obesitas memerlukan perawatan yang lebih


dibandingkan wanita hamil dengan berat badan normal, obesitas berisiko tinggi
menyebabkan abortus, diabetes melitus gestasional, hipertensi gestasional,
gangguan pernafasan pada ibu, makrosomia, trauma persalinan baik ibu maupun
bayi, kelainan kongenital, fase persalinan yang lambat, distosia bahu, persalinan
dengan seksio sesaria, perdarahan postpartum dan infeksi.7

2.3 Gejala Obesitas


Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam
dinding dada bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan
sesak nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan.

6
Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya
pernafasan untuk sementara waktu.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri
punggung bawah dan memperburuk osteortritis (terutama di daerah pinggul, lutut,
dan pergelangan kaki). Seseorang yang menderita obesitas memiliki permukaan
tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga
panas tubuh tidak dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang
lebih banyak. Sering juga ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbuna
sejumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan kaki.10
2.4 Penyebab Obesitas
1. Genetik
Banyak penelitian yang membuktikan adanya hubungan yang signifikan
antara obesitas dan faktor genetik. Jika seorang ayah/ibu menderita obesitas maka
resiko pada anak untuk mengalami obesitas akan meningkat, apabila obesitas
muncul diawal masa kanak-kanak, maka akan berpeluang obesitas pada masa
dewasa. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak dengan kedua orang tua
menderita obesitas, anak akan berpeluang 75% mengalami obesitas, apabila hanya
salah satu orang tua yang mengalami obesitas, maka peluang anak untuk
mengalami obesitas 25-50%.
Hal penting yang perlu diperhatikan pada obesitas anak-anak adalah berat
badan ibu pada saat hamil. Pertambahan berat badan ibu memprediksi berat badan
bayi dan berat badan bayi memprediksi berat badan saat usia balita atau anak-
anak. Penelitian di Denmark, dari 250.000 anak mengindikasikan bayi baru lahir
dengan berat minimal 10 pound berpeluang dua kali lipat menjadi overweight
pada usia 13 tahun dibandingkan bayi baru lahir dengan berat 7 pound.11
Obesitas pada individu yang muncul segera setelah lahir adalah suatu
keadaan yang buruk dan berhubungan dengan abnormalitas neuroendokrin. Tetapi
berdasarkan data yang ada, belum ada bukti yang menunjukkan mutasi atau
polimorfism leptin atau reseptornya memainkan peranan yang penting terhadap
terjadinya obesitas. Obesitas berkorelasi dengan meningkatnya kadar leptin dan
korelasi positif meningkat dengan BMI dan massa lemak sehingga dengan

7
kadarnya yang tinggi akan memberikan sinyal ke pusat dan terjadi resistensi
leptin.12
Dalam kehamilan kadar leptin akan meningkat selama trimester I dan II
serta stabil pada akhir trimester II dan III, kadarnya akan menurun saat
postpartum. Pada percobaan di tikus, kadar hiperleptinemia selama kehamilan
normal berujung pada resistensi leptin di pusat, keadaan ini merupakan suatu
mekanisme kompensasi untuk penggunaan energi bagi fetus. Fungsi leptin di
perifer sebagai parakrin/autokrin yang bertanggung jawab terhadap sensitivitas
insulin, metabolism jaringan, respon terhadap stress dan fungsi dari reproduksi.13
Fungsi leptin dalam reproduksi antara lain transport nutrisi di plasenta,
plasenta angiogenesis, mitogenesis dari trofoblas dan imunomodulasi dimana
semua fungsi tersebut penting untuk perkembangan janin dan fungsi plasenta yang
adekuat. Sebagai contoh fungsi leptin dalam transport nutrisi di plasenta adalah
pada plasenta aterm leptin menekan aktivitas SNAT (System A Sodium dependant
Neutral Amino Acid Transport) menerangkan peranan leptin sebagai mediator
transport asam amino kepada janin melalui plasenta, pada IUGR (Intra Uterine
Fetal Growth Restriction) aktivitas SNAT di trofoblast menurun sehingga
transport asam amino berkurang sedangkan pada DMG (Diabetes Mellitus
Gestasional) kadar SNAT meningkat berakibat transport asam amino tinggi dan
terjadi berat badan janin diatas 90 persentil atau LGA. Obesitas berakibat
disregulasi dari fungsi leptin.12
2. Pola Makan
Peningkatan porsi makan, konsumsi makanan berlemak dan minuman manis
juga berhubungan erat dengan obesitas. Berdasarkan penelitian di Amerika, 67%
minuman berpemanis yang banyak dikonsumsi adalah soda. Konsumsi soda
merupakan salah satu penyebab utama peningkatan kasus obesitas di Amerika.
Tidak hanya berpengaruh pada pemasukan kalori, tetapi soda dan beberapa
makanan berpemanis mengakibatkan menurunnya appetite control, seperti
peningkatan porsi makan yang menyebabkan peningkatan kejadian obesitas.
3. Kurangnya Olahraga
Berdasarkan Certified Data Centre Professional (CDCP), overweight dan
obesitas merupakan akibat dari ketidakseimbangan kalori yang disebabkan oleh

8
konsumsi terlalu banyak kalori dan kurang beraktifitas atau olahraga. Obesitas
terjadi apabila masukan nutrisi melebihi aktifitas fisik dan jumlah energi yang
tidak normal yang dihasilkan oleh tubuh.
4. Pola Tidur
Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan yang jelas antara kurang
tidur dan obesitas. Kurang tidur juga membuat lebih sulit untuk kehilangan lemak.
Sebuah studi awal yang dilakukan pada tahun 2009 pada diet rendah kalori bergizi
seimbang dengan satu kelompok mendapatkan setidaknya waktu tidur selama 7
jam dan yang lainnya 5 jam. Mereka yang dengan jam tidur yang kurang
kehilangan 26% lemak sedangkan mereka yang dengan jam tidur cukup
kehilangan 56% lemak, sehingga menunjukkan bahwa tidur memiliki peran yang
cukup besar dalam penurunan lemak.
5. Sosial Ekonomi
Orang-orang dengan pendapatan rendah cenderung mengkonsumsi lemak
tinggi karena lebih terjangkau dibandingkan diet sehat yang terdiri dari daging
tanpa lemak, buah-buahan segar dan sayuran. Penelitian telah membuktikan
konsumen berpenghasilan rendah lebih sensitif terhadap elastisitas harga dari
konsumen berpenghasilan tinggi untuk buah-buahan dan sayuran segar. Ini berarti
bahwa perubahan harga bahan makanan tersebut memiliki dampak yang lebih
besar pada keputusan pembelian konsumen berpenghasilan rendah dibandingkan
konsumen berpenghasilan tinggi.
6. Obat-obatan
Banyak obat yang menyebabkan kenaikan berat badan sebagai efek
sampingnya. Beberapa anti-depresan, anti-konvulsan, obat diabetes, hormon dan
sebagian besar kortikosteroid berkontribusi pada terjadinya obesitas. Banyak efek
samping obat yang menyebabkan gaya hidup tidak sehat. Kortikosteroid misalnya,
dapat membuat orang merasa lapar yang dapat menyebabkan kenaikan berat
badan. Sementara anti-depresan dapat menyebabkan seseorang mengonsumsi
banyak makanan untuk mendapatkan energi yang tinggi.
7. Polusi
Endokrin memanipulasi hormon yang mengontrol berat badan, dianggap
sebagai penyebab potensial terjadinya obesitas yang memiliki banyak sumber

9
seperti obat-obatan, plastik dan makanan. Selain itu, polusi kimia seperti benzoa
pyrene telah terbukti menginduksi obesitas. Karsinogen yang berfokus pada
jaringan adipose, seperti pestisida organoklorin dan polychlorinated biphenyls
(PCB) juga mungkin memiliki efek pada berat badan.11

2.5 Faktor Risiko Obesitas


1. Pada Fungsi Reproduksi
Hubungan antara obesitas dan fungsi reproduksi pada wanita telah diketahui
sejak lama. Pertama kali di perkenalkan oleh Stein dan Leventhal (1934),
didapatkan adanya obesitas bersama dengan hirsutisme dan infertilitas. Kemudian
Rogers dan Mitchell (1952) melaporkan bahwa 43% wanita menderita gangguan
menstruasi, infertilitas dan keguguran berulang pada wanita dengan
overweight maupun obese. Hartz et al (1979) juga melaporkan adanya siklus
anovulatorik, oligoamenorrhoea dan hirsutism ditemukan lebih tinggi pada wanita
yang obesitas dibandingkan wanita dengan berat badan normal.10
1) Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi dipengaruhi oleh lemak tubuh, obesitas dapat
menyebabkan irregularitas pada siklus sel, sekitar 30-47% wanita obesitas
mengalami siklus irregular. Gangguan menstruasi pada wanita obesitas
berkorelasi dengan meningkatnya IMT dan obesitas abdominal. Wanita yang
obesitas dengan oligomenorrhea sebanyak 18.3% dan wanita obesitas dengan
amenorrhea sebanyak 11,7%. Obesitas pada masa kecil dan awal masa dewasa
meningkatkan resiko gangguan menstruasi selama masa reproduksi. Hal ini
menyebabkan menopause terjadi beberapa tahun lebih awal pada wanita obesitas
dibandingkan wanita dengan berat badan normal.14
2) Kesuburan
Beberapa studi yang dilaporkan terdapat hubungan antara peningkatan BMI
dan kesuburan. Mekanisme dari pernyataan ini belum diketahui, namun disfungsi
ovulasi karena peningkatan kadar androgen, sekresi insulin dan resistensi insulin
memiliki peranan penting.10
Cardozo dalam jurnal Reproductive Endocrinology and Infertility Patients’
Knowledge of The Effects of Obesity on Reproductive Health Outcomes

10
ditemukan bahwa pengetahuan tentang dampak obesitas pada kesehatan umum
dan kardiometabolik dan hasil reproduksi menunjukkan bahwa masyarakat jauh
lebih sadar akan risiko kardiometabolik dibandingkan dengan resiko kesehatan
lain yang terkait dengan obesitas, termasuk kanker.
Hal ini memprihatinkan, mengingat persentase wanita yang sadar bahwa
obesitas meningkatkan risiko berikut: infertilitas (82,7%); gangguan menstruasi
(70,0%); keguguran (60,7%); seksio sesarea (48,7%); kanker payudara (38,7%);
cacat lahir (29,3%); lahir mati (22,7%); dan kanker endometrium (20,7%). Wanita
tidak langsung berpikir bahwa obesitas meningkatkan risiko berikut: menopause
dini (37,6%); osteoporosis (35,8%); defisiensi zat besi anemia (19,3%); eksim
(12,8%); cystic fibrosis (12,2%); intoleransi laktosa (10,8%); dan tuberkulosis
(6,0%).
Hubungan antara peningkatan berat badan dan penyakit kardiometabolik
secara luas diakui, tetapi obesitas juga memainkan peran penting dalam
pengembangan gangguan reproduksi dengan meningkatkan risiko infertilitas,
kanker payudara dan kanker endometrium.14

2. Pada Kehamilan
Kehamilan adalah suatu proses dengan fisiologi endokrin yang mendasar
dan tidak sepenuhnya dieksplorasi. Hal ini didukung dengan peningkatan 40-50%
pada resistensi insulin selama kehamilan. Ada bukti yang menunjukkan hubungan
yang jelas antara obesitas, resistensi insulin, gangguan lipid, hipertensi dan
pengembangan diabetes tipe 2.
Menurut studi terbaru, jaringan adiposa adalah sekresi aktif, memainkan
peran dalam regulasi metabolisme. Reaksi glukosa, asam lemak bebas, insulin
melalui proses mediasi sitokin atau melepaskan hormon seperti leptin dan IL-6.
Sedangkan di rahim, pertumbuhan dan perkembangan janin didasarkan pada dua
faktor utama yaitu genetik dan lingkungan. Janin mendapatkan sinyal yang
dikirimkan oleh plasenta, seperti transfer nutrisi, sitokin dan konsentrasi oksigen
ion. Pada kehamilan, terdapat fakta bahwa dalam endokrinologi obesitas dianggap
kronis dalam keadaan inflamasi, perubahan besar mengambil bagian dalam tubuh,
baik secara sistemik dalam pembuluh darah atau melalui plasenta, hati dan
jaringan adiposa.10

11
Akibatnya, wanita hamil dengan obesitas menghadapi disregulasi
homeostasis tubuh dalam beberapa tingkatan. Tingkatan yang terpenting adalah
tingkat sirkulasi dari berbagai jenis sitokin seperti TNF, IL-1 dan leptin yang
dapat memodifikasi jalur sinyal insulin antara hati, otot dan adiposit dengan cara
yang mengarah ke resistensi insulin. Perlawanan menyebabkan konsentrasi yang
lebih tinggi dari hasil metabolisme yang memungkinkan kelebihan nutrisi yang
akan didorong ke janin. Kelimpahan ini meningkatkan pertumbuhan janin hingga
mengatur ekspresi insulin seperti faktor pertumbuhan, sehingga mempengaruhi
ukuran tubuh.
Dari hasil laporan, pasien hamil dengan obesitas yang bertambah berat
badan dalam kompartemen sentral (berbentuk apel) berbeda dengan wanita yang
bertambah berat dalam kompartemen tubuh bagian bawah (berbentuk buah pir).
Obesitas sentral berkorelasi dengan resistensi insulin, lipotoxicity, peradangan dan
disregulasi metabolik.
Pada tahun 2012, Guelinckx et al melakukan analisis dampak obesitas pada
ibu hamil terhadap ibu dan neonatus. Selain diabetes gestational dan obesitas
berhubungan dengan tingkat yang lebih tinggi yaitu sindrom metabolik dan
obesitas di masa kanak-kanak. Sebuah meta-analisis terbaru mengungkapkan
hubungan yang signifikan antara obesitas pada ibu hamil dengan kelahiran dengan
seksio sesarea, morbiditas ibu (perdarahan dan infeksi) dan perawatan di Rumah
Sakit.
Komplikasi obesitas pada kehamilan yaitu hipertensi, preeklamsia dan
eklamsia dan persalinan dengan seksio sesarea. Menurut review sistematis dan
meta-analisis Poobalan et al. resiko obesitas pada ibu hamil memiliki dampak
jelas pada angka mortalitas ibu. Meskipun di negara maju obesitas pada ibu hamil
adalah penyebab kematian paling umum, tidak ada cukup bukti untuk penelitian
ini dan diperlukan penelitian lebih lanjut. Ibu dengan kelebihan berat badan dan
obesitas memiliki peran potensial dalam karakteristik antropometri neonatus serta
status kesehatan neonatal. Bayi dari ibu yang obesitas memiliki morbiditas yang
lebih tinggi setelah melahirkan (hipoglikemia, ikterus, infeksi, asfiksia, hipoksia,
sianosis, Apgar skor yang rendah) dan bayi harus dirawat di ruang NICU.15

12
Selain itu, bayi dari ibu yang kelebihan berat badan dan obesitas memiliki
kecenderungan untuk menjadi makrosomia dan LGA, kecil kemungkinan untuk
memiliki neonatus SGA. Kelahiran prematur masih tetap menjadi isu saling
bertentangan sebagai hasil dari banyak tim penelitian yang mendukung gagasan
bahwa obesitas menyebabkan persalinan prematur, sementara penelitian lain
menyatakan ini merupakan hubungan yang tidak signifikan.10
Obesitas meningkatkan resiko komplikasi pada ibu selama kehamilan,
sangat erat hubungannya dengan hipertensi, diabetes, infeksi, tromboemboli, dan
komplikasi selama persalinan, seperti fetal distress, fase aktif memanjang dan
distosia bahu, presentasi bayi yang abnormal dan meningkatnya penggunaan
instrumen persalinan dan seksio sesarea. Obesitas juga berhubungan dengan
meningkatnya resiko keguguran. Hiperinsulinemia merupakan faktor etiologi
untuk wanita dengan keguguran.
Berdasarkan jurnal Pregnancy outcome of the obese in Ilorin yang
dilakukan di pusat-pusat perkotaan Nigeria, insiden 7,4-7,7% dari obesitas pada
kehamilan telah dilaporkan dengan peningkatan insiden komplikasi maternal dan
hasil perinatal yang merugikan seperti hipertensi, diabetes gestasional, infeksi,
penyakit tromboemboli, serta persalinan memanjang. Janin yang buruk pada
pasien obesitas hamil sering disebabkan oleh peningkatan risiko makrosomia,
kelainan kongenital seperti cacat tabung saraf, dan luka. Berbagai intervensi telah
digunakan dalam memerangi komplikasi ini termasuk perawatan prakonsepsi,
pemantauan berat badan pada kehamilan dan penggunaan USG.
Hasil penelitian ini bayi dengan makrosomia secara signifikan berhubungan
dengan obesitas. Trauma lahir hanya terjadi di kalangan bayi makrosomia, fraktur
klavikula, palsy, memar wajah dan fraktur femur pada pasien obesitas. Ini
diharuskan masuk ke dalam unit perawatan intensif neonatal selain indikasi
penerimaan lainnya seperti risiko sepsis, sepsis aktif, skor Apgar rendah, BBLR
dan prematuritas. Sebagian besar pasien berusia 30-39 tahun, yang konsisten
dengan temuan lain menegaskan bahwa obesitas dapat terjadi di usia muda. Para
ibu hamil dengan obesitas dalam studi sebelumnya memiliki komplikasi yang
tinggi dibandingkan dengan non-obesitas, hipertensi gestasional dengan insiden

13
lebih tinggi pada kehamilan dengan obesitas. Preeklamsia biasa ditemukan pada
pasien obesitas daripada non-obesitas.10

3. Pada Persalinan
1) Seksio Sesarea
Dalam studi berbasis populasi skrining, di Amerika Serikat, termasuk 5142
wanita primipara, tingkat persalinan dengan seksio sesarea meningkat pada
obesitas (33,8%, OR = 1,7) dan pasien obesitas parah (47,4%, OR = 3)
dibandingkan dengan kelompok kontrol (p <0,01) telah dilaporkan. Dalam
penelitian ini, kelompok kontrol terdiri dari wanita berat badan normal maupun
wanita gemuk untuk menjelaskan dengan cara yang lebih konsisten obstetri
populasi khas USA. Roman et al. Dilakukan sebuah studi usia dan paritas antara
2081 wanita gemuk dan 2.081 wanita dengan berat badan normal. Seksio sesarea
lebih sering dilakukan pada pasien obesitas 25,2% (p = 0,001) dibandingkan
kelompok kontrol (15,1%).
Hasil yang sama dilaporkan dalam penelitian lain, dimana wanita gemuk
lebih mungkin untuk menjalani seksio sesarea dibandingkan dengan pasien non
obesitas (berat badan normal dan kelebihan berat badan). Ibu hamil yang
kelebihan berat badan dan obesitas kemungkinan lebih untuk menjalani seksio
sesarea. Dalam banyak studi, peneliti menemukan peningkatan kejadian
disproporsi sefalopelvik dan plasenta abruption dini (solusio plasenta) yang
merupakan indikasi untuk seksio sesarea.10
2) Komplikasi Neonatal
Wanita yang sangat gemuk (BMI> 40) mungkin tidak melihat gerakan janin
normal seperti wanita dengan berat badan normal. Oleh karena itu, mereka
mungkin tidak dapat mendeteksi penurunan dalam gerakan janin selama
kehamilan. Pada pertengahan trimester sulit untuk visualisasi oleh karena itu
struktur anatomi tertentu seperti jantung, otak, bibir, ginjal dan struktur tulang,
direkomendasikan untuk menggunakan USG transvaginal pada 12-15 minggu
untuk memaksimalkan visualisasi.
a) Skor Apgar Rendah

14
Dalam sebuah penelitian retrospektif dari Boston, Amerika Serikat, 58.089
perempuan kulit putih non Hispanik dan anak-anak mereka belajar dalam hal
obesitas maternal dan Apgar 5 menit pada neonatal. Ibu dengan obesitas memiliki
insiden yang lebih tinggi dengan neonatal Apgar skor rendah. Namun, tidak ada
signifikan korelasi penting antara pasien kelebihan berat badan dengan skor Apgar
yang rendah. Selain itu tidak ada hubungan yang ditemukan antara berat badan
ibu dan skor Apgar sangat rendah (<3).
Selain itu, ibu kelebihan berat badan dan obesitas berkorelasi dengan 5
menit skor Apgar rendah (0-6) dalam studi retrospektif dari 465,964 kehamilan (p
<0,001 untuk pasien kelebihan berat badan dan obesitas). Sesuai dengan hasil ini,
Nohr et al. diamati 5 menit Skor Apgar rendah (<8) pada neonatus kelebihan berat
badan dan obesitas wanita.

b) Perawatan di Ruang NICU


Ada beberapa studi yang meneliti hubungan antara BMI ibu dan neonatal
yang dirawat di Ruang NICU, sebagian besar menemukan korelasi positif antara
mereka. Raatikaineneta, menemukan proporsi penerimaan NICU 9,7% neonatus
dari pasien yang kelebihan berat badan dan 12,0% neonatus dari pasien obesitas
morbid (p<0,001). Kecenderungan yang sama terlihat dalam studi Callawayetal,
dimana yang masuk ke Ruang NICU 4,0% neonatus dari wanita gemuk, 5,3%
neonatus dari wanita obesitas dan 10,9% neonatus dari wanita yang obesitas
morbid (p <0,001). Namun, hasil statistik secara signifikan hanya untuk ibu
obesitas morbid dengan OR2.77 (1.81,4.25). Kumari menyatakan bahwa neonatus
dari wanita kelebihan berat badan dan obesitas, serta wanita yang obesitas morbid,
beresiko tinggi dirawat di NICU.10
c) Kelahiran Prematur
Masalah kelahiran prematur masih kontroversial dan tidak jelas apakah itu
karena obesitas atau alasan lainnya yang menyebabkan terjadinya persalinan.
Banyak peneliti tidak menerima hubungan positif yang kuat antara kelahiran
prematur dan ibu BMI karena tidak ada yang signifikan.

15
Beberapa peneliti lain mendukung risiko yang lebih rendah, hingga 10%,
untuk kelahiran prematur pada pasien dengan kelebihan berat badan dan obesitas
serta yang obesitas morbid. Akhirnya, obesitas morbid dan obesitas pada wanita
Afrika Amerika menyebabkan peningkatan kejadian kelahiran prematur,
meskipun Wise et al. menyatakan bahwa wanita gemuk Afrika Amerika berada
pada risiko lebih besar untuk kelahiran prematur dengan indikasi medis.
d) Cacat Bawaan
Cacat lahir disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Ibu dengan
obesitas telah diidentifikasi sebagai faktor risiko independen untuk malformasi
neonatal. Ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan peningkatan BMI
dan kelainan kongenital.
e) Malformasi Jantung
Dalam sebuah studi kasus kontrol, 7392 neonatus dengan cacat jantung
congenital diperiksa dan dibandingkan dengan 56.304 kontrol, mengenai status
berat badan ibu mereka. Hasilnya yang melahirkan anak dengan cacat jantung
bawaan utama yaitu dari ibu obesitas dan ibu obesitas morbid. Bahkan, anak-anak
pasien obesitas dan obesitas morbid memiliki resiko tinggi untuk
mengembangkan cacat jantung bawaan (kiri dan kanan ventrikel keluar aliran
cacat obstruksi saluran, defek septum atrium, hipoplasia jantung kiri sindrom,
stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan tetralogy Fallot).
f) Makrosomia
Hal ini didukung bahwa wanita hamil dengan obesitas kemungkinan untuk
melahirkan neonatus makrosomia. Fakta ini disebabkan hiperglikemia neonatal
dan hiperinsulinemia (karena kadar glukosa ibu ditinggikan) yang mempercepat
pertumbuhan janin. Semua peneliti mengakui korelasi antara obesitas ibu dan
berat lahir yang tinggi.
g) Masalah Pernapasan
Ada implikasi serius bahwa obesitas berhubungan dengan masalah
pernapasan dan asma dimasa kecil. Penyebabnya adalah ibu yang obesitas
berpengaruh dalam tahap awal pengembangan paru-paru janin serta sistem
kekebalan tubuh janin. Dalam sebuah penelitian kohort kelahiran, para peneliti
menyelidiki hubungan yang saling bertentangan antara BMI ibu sebelum hamil

16
dengan kejadian asma hingga usia 8 tahun. Secara khusus, ibu dengan BMI lebih
adalah meningkatkan risiko anak untuk memiliki penyakit asma. Namun tidak ada
korelasi antara kelebihan berat badan ibu dan asma pada anak-anak karena tidak
adanya faktor predisposisi.
h) Kematian
 Janin dan Perinatal
Menurut beberapa laporan, kematian janin (lahir mati setelah 28 minggu)
sangat berkaitan dengan peningkatan indeks massa tubuh ibu. Selain itu, ada
sebuah studi melaporkan bahwa terdapat risiko dua kali lipat untuk ibu obesitas
mengalami kematian janin dan perinatal, meskipun fakta bahwa risiko ini tidak
mencapai tingkat yang signifikan untuk pasien kelebihan berat badan.
Penelitian lain melaporkan bahwa risiko tinggi keguguran selama 6-12
minggu pertama kehamilan juga mendukung peningkatan risiko keguguran
berulang pada pasien obesitas (>3 keguguran pada <12 minggu kehamilan). Akan
tetapi, di sisi lain setelah peneliti membandingkan risiko kematian janin dan
perinatal antara obesitas dan pasien non obesitas tidak ditemukan perbedaan yang
signifikan antara mereka.10
 Neonatal
Dalam studi kasus-kontrol, peneliti melaporkan dampak obesitas pada ibu
berkaitan dengan kematian bayi (neonatal sampai 28 hari setelah persalinan dan
pasca neonatal setelah 28 hari sebelum tahun pertama). Akibatnya, obesitas ibu
dikaitkan dengan kematian neonatal, kematian pasca-neonatal dan kematian bayi
pada ibu dengan kelebihan berat badan dan yang berkaitan hanya dengan
kematian neonatal. Dalam Baeten et al. studi, bayi dari ibu kelebihan berat badan
dan obesitas memiliki insiden yang lebih tinggi dari kematian.

4. Pada Pasca Persalinan


Dari studi yang pernah ada, seorang ibu menyusui dengan masalah obesitas
cenderung memiliki masalah yang lebih banyak pada masa pemberian ASI. Hal
tersebut membuat rata-rata periode menyusui pun semakin singkat. Untuk
mengatasi masalah tersebut, ibu menyusui dengan kondisi tersebut memerlukan
konsultasi pemberian ASI profesional. Sayangnya, kebanyakan ibu menyusui

17
dengan keluhan berat badan berlebih cenderung lebih menyukai tindakan diet atau
bahkan “stop ASI” agar berat badannya tidak semakin bertambah. Padahal
tindakan diet yang dilakukan, terutama pada masa pemberian ASI Eksklusif, akan
memberikan efek negatif pada produksi ASI.

2.6 Manajemen Penatalaksanaan Obesitas


1. Pada Pra Konsepsi
Masa pra konsepsi merupakan masa sebelum hamil, wanita pra konsepsi
diasumsikan sebagai wanita dewasa atau wanita usia subur yang siap menjadi
seorang ibu, dimana kebutuhan gizi pada masa ini berbeda dengan masa anak-
anak, remaja ataupun lanjut usia. Waktu ideal untuk melakukan intervensi pada
pasien obesitas yang ingin hamil adalah pada saat pra-konsepsi. Bidan harus
memberikan nasihat kepada pasien untuk berkonsultasi ke dokter kandungan
untuk mendapatkan gambaran risiko yang akan dihadapi pada waktu hamil
dengan kondisi obesitas. Pasien juga harus dimotivasi untuk melakukan usaha
pencapaian berat badan yang ideal (IMT 18,5-24,9 kg/m2) pada masa pra
konsepsi. Selain itu, memberikan motivasi kepada pasien untuk menjalankan pola
hidup sehat, merubah pola makan dan olahraga. Penurunan berat badan adalah
tujuan yang paling penting pada masa pra konsepsi bagi pasien obesitas untuk
mengantisipasi risiko yang terjadi saat kehamilan.
Sebuah studi menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan akan
meningkatkan kualitas kesehatan dan menurunkan risiko penyakit yang
disebabkan oleh obesitas. American College of Obstetricians and Gynecologists
merekomendasikan kombinasi diet rendah kalori dan senam aerobik untuk terapi
obesitas. Rekomendasi nutrisi untuk diet adalah konsumsi makanan tinggi serat
yaitu buah segar, sayuran, protein tanpa lemak dan karbohidrat serta menghindari
makanan yang mengandung banyak gula, lemak jenuh dan kolesterol. Olahraga
yang rutin seperti jalan, panjat tebing, jogging atau berenang dapat mendukung
program penurunan berat badan.

2. Pada Kehamilan
1) Trimester I

18
Pemeriksaan USG yang dilakukan untuk mendeteksi kehamilan atau
kelangsungan hidup janin dan untuk menetapkan perkiraan usia kehamilan
sangatlah penting pada wanita dengan obesitas. Karena perlu evaluasi adanya
kehamilan kembar mengingat peningkatan kemungkinan untuk kehamilan kembar
pada wanita obesitas. Selain itu, melakukan pemeriksaan fisik lengkap harus
dilakukan, dengan penekanan khusus mengingat resiko yang dapat terjadi pada
wanita obesitas seperti diabetes mellitus, kanker, gangguan tiroid, hipertensi,
gangguan pada hati dan penyakit kantung empedu, penyakit ortopedi, sleep apnea,
dan penyakit jantung karena cukup berdampak negatif pada kehamilan.7
Selain itu, pemeriksaan laboratorium rutin seperti asam urat, kreatinin,
transaminase hati dan urin 24 jam untuk mengevaluasi proteinuria pada wanita
yang berada pada risiko tertinggi (kelas III obesitas). Pada wanita yang sangat
gemuk (kelas III) pasien juga dapat melakukan pemeriksaan echocardiography
untuk mengevaluasi kardiomiopati. Obesitas adalah kondisi kelebihan berat badan
yang banyak memiliki dampak buruk bagi kesehatan, dari risiko yang ada menjadi
dua kali lipat jika obesitas terjadi pada ibu hamil.
2) Trimester I
Manajemen pada trimester II dimulai pada trimester I. Sebuah studi pada
bayi menunjukkan resiko yang lebih besar untuk terjadinya malformasi yang
meliputi diafragma hernia, hidrosefalus, hipospadia, ginjal kistik, omphalocele
dan cacat dibagian wajah. Selain itu, obesitas pada penduduk Afrika Amerika
telah terbukti memiliki 6 kali lipat lebih besar kemungkinan untuk malformasi
jantung janin dari populasi non obesitas. Dengan demikian, semua pasien obesitas
harus dijadwalkan untuk pemeriksaan USG pada pertengahan trimester dan
pertimbangan untuk mendapatkan echocardiogram janin antara kehamilan 22-24
minggu.
Selain itu, konseling tentang berat badan ideal, pola makan, pola hidup sehat
dan mendapatkan arahan yang tepat untuk konsultasi ke dokter kandungan.
3) Trimester III
Pada trimester III dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kadar glukosa
dalam darah. Selain itu, bukti epidemiologi menunjukkan bahwa wanita hamil
gemuk membawa antara 2-3 kali lipat tinggi risiko kematian janin intrauterine.

19
Dengan demikian, pemeriksaan USG untuk melihat pertumbuhan janin selama
trimester III harus dilakukan. Sonografi penilaian pertumbuhan janin setiap 4-6
minggu pada trimester III dan berat janin akan membantu dalam evaluasi pasien
dan memberikan konseling.7

3. Pada Persalinan
Pengukuran tanda-tanda vital pada pasien dengan obesitas terkadang
menimbulkan kesulitan, contohnya dalam pengukuran tekanan darah karena
jaringan lemak yang tebal maka membutuhkan cuff yang tepat untuk
menghasilkan pengukuran yang akurat. Pada wanita hamil dengan obesitas yang
inpartu harus dilakukan observasi tanda-tanda vital secara ketat termasuk
monitoring janin yang mana akan lebih sulit sehubungan dengan anatomi ibu.
Yang perlu ditekankan bahwa pada pasien dengan obesitas memiliki risiko untuk
pemanjangan waktu dari fase aktif dan terkadang membutuhkan akselerasi dengan
oksitosin yang dosisnya lebih tinggi. Pada suatu analisa diperoleh data bahwa
wanita dengan BMI >40 kg/m2 membutuhkan kadar oksitosin yang lebih tinggi
dan waktu yang lebih lama (5,0 unit dan 8,5 jam) dibandingkan dengan BMI
normal (2,6 unit dan 6,5 jam).
Dari beberapa laporan mengatakan kejadian distosia bahu (2,7 kali) dan
trauma jalan lahir lebih sering terjadi pada wanita hamil dengan obesitas. Obesitas
juga berkontribusi terhadap terjadinya kegagalan dalam induksi persalinan.
Pada penelitian di Eropa yang mengobservasi >200.000 persalinan
ditemukan wanita dengan BMI >40 kg/m2 berisiko 4 kali untuk dilakukan seksio
sesarea karena tidak adanya kemajuan persalinan, bahkan apabila terjadi
persalinan normal maka kemajuan persalinannya lebih lambat pada wanita
obesitas, pada penelitian prospektif terhadap 509 nullipara didapatkan rata-rata
kemajuan dilatasi serviks lambat dan apabila dilakukan induksi juga
membutuhkan waktu yang lebih panjang.
Pada penelitian lain terhadap >16.000 pasien didapatkan angka seksio
sesarea pada wanita hamil normal sebesar 20,7% dibandingkan dengan wanita
hamil dengan obesitas sebesar 33,8% (BMI 30-34,9 kg/m2), sedangkan wanita
dengan BMI > 35kg/m2 kejadian seksio sesarea mencapai 50%. Risiko tersebut

20
berkaitan erat dengan komplikasi obesitas terhadap kehamilan seperti bayi
makrosomia, bayi IUGR, diabetes mellitus dan hipertensi. Seksio sesaria pada
obesitas juga sangat berisiko berkaitan dengan terjadinya ruptur uterus, plasenta
previa, plasenta akreta dan perdarahan.7

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Obesitas merupakan suatu masalah kesehatan menjadi perhatian di seluruh
dunia karena jumlah penderita obesitas lebih banyak diderita oleh perempuan
dibandingkan laki-laki dan sebagian besar pada usia reproduktif sehingga secara
tidak langsung meningkatkan prevalensi kehamilan dengan obesitas.
Konseling pra konsepsi dapat meminimalkan komplikasi pada obesitas
sebelum kehamilan. Konseling harus mencakup tentang pola makan, berat badan
ideal, gaya hidup dan motivasi untuk menurunkan berat badan.
Pengendalian berat badan dan komplikasi yang mungkin terjadi akan
meminimalkan risiko dalam kehamilan. Sehingga wanita hamil dengan obesitas
harus dikelola di fasilitas dengan pelayanan obstetri dan neonatal yang baik.

21

Anda mungkin juga menyukai