Disusun oleh:
Relita Hanafi
Uray Shabrina Alfisyahrianti
D4-5B
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah yang berjudul “Obesitas Pada Anak” ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
pengetahuan terhadap pembaca.
Tim penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Setelah dibuatnya makalah ini, mahasiswa diharapkan mampu :
1. Memahami definisi obesitas.
2. Memahami epidemiologi obesitas anak.
3. Memahami klasifikasi obesitas anak.
4. Memahami etiologic obesitas anak.
5. Memahami pathogenesis obesitas anak.
6. Memahami gejala klinis obesitas anak.
7. Memahami diagnosis obesitas anak.
8. Memahami komplikasi yang ditimbulkan dari obesitas anak.
9. Memahami penatalaksanaan obesitas anak.
3
10. Memahami prognosis obesitas anak.
11. Memahami pencegahan obesitas anak.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Tidak semua orang yang mempunyai berat badan lebih disebut obes, karena para atlet
– yang karena latihan-latihan yang teratur, masa otot tumbuh dengan baik – akan mempunyai
berat badan rata-rata yang lebih dari anak sebayanya dan tidak dapat disebut obes. Demikian
pula, anak yang mempunyai kerangka tulang besar dan otot-otot yang lebih dari biasanya,
sehingga berat badan dan tingginya di atas rata-rata anak sebayanya, yang bukan disebut anak
obes.
Untuk menegakkan diagnosis obesitas, harus ditemukan gejala klinis obesitas yang
disokong oleh temuan antropometri yang jauh di atas normal. Pemeriksaan antropometri yang
sering digunakan adalah berat badan terhadap tinggi badan, berat badan terhadap umur, indeks
massa tubuh (IMT), dan tebal lipatan kulit.
Kriteria yang digunakan untuk menentukan obesitas adalah sebagai berikut (dikutip
dari WHO 2006) :
Overweight Obesitas
1. BB terhadap TB (Pre > 2SD s/d <= 3SD > 3SD
Pubertas)
2. BB terhadap Umur > 2SD s/d <= 3SD > 3SD
Menurut WHO 2006, anak dikatakan obesitas bila IMT berdasarkan umur, atau berat
badan terhadap tinggi badan di atas 3 z-score.
2.2. Epidemiologi
Data riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2013) menyebutkan bahwa prevalensi balita
gemuk menurut BB/TB pada anak usia 0-59 bulan sebesar 11%. Menurut data survey
pemantauan status gizi (PSG, 2015) menyatakan bahwa prevalensi balita gemuk menurut
BB/TB usia 0-59 bulan sebesar 5,3%. Sementara itu, riskesdas 2013 menggambarkan kondisi
anak di Indonesia sebanyak 8 dari 100 anak mengalami obesitas. Prevalensi obesitas anak
yang dihitung berdasarkan IMT/U pada kelompok usia 5 – 12 tahun besarnya 8%.
2.3. Klasifikasi
Menurut gejala klinisinya, obesitas dibagi menjadi :
1. Obesitas sederhana (Simple obesity)
Terdapat gejala kegemukan saja tanpa disertai kelainan hormonal/mental/fisik lainnya.
Obesitas ini terjadi karena factor gizi.
5
c. Kelainan hipotalamus. Kelainan pada hipotalamus memengaruhi nafsu makan
dan berakibat obesitas. Kelainan dapat disebabkan oleh kraniofaringioma,
lekemia serebral, trauma kepala, dan lain-lain.
A. Syndrome cushing
Sering disebut juga dengan hiperkortikolisme, penyakit yang disebabkan oleh
peningkatan kadar hormone kortisol yang abnormal. Penyebab utamanya adalah terlalu
banyak konsumsi obat-obatan glukokortikosteroid.
Gejala umum :
a. Kenaikan berat badan
b. Obesitas
c. Deposit lemak, terutama pada bagian tengah tubuh, wajah (menyebabkan wajah
berbentuk bulat/moonface), diantara bahu dan bagian atas punggung
(menyebabkan bentuk seperti punuk kerbau/buffalo bump)
d. Anak-anak dengan kondisi ini biasanya mengalami obesitas dan memiliki angka
pertumbuhan yang lebih lambat.
B. Syndrome Prader-Willy
Merupakan kelainan genetika. Kondisi ini menyebabkan berbagai gangguan pada
perkembangan fisik, psikologis, maupun tingkah laku. Penyebabnya adalah adanya
kelainan pada kromosom 15 yang akan mengakibatkan terganggunya perkembangan
dan fungsi hipotalamus. Bagian otak ini berperan penting dalam berbagai fungsi tubuh,
seperti mengendalikan pelepasan hormone dan selera makan.
Gejala :
a. Hypotonia (buruknya tonus otot)
b. Perkembangan organ seksual yang terhambat
c. Bentuk wajah yang khas, contohnya mata berbentuk kacang almond, pelipis dan
bagian pangkal hidung yang sempit, bibir atas yang tipis, tepi mulut yang
menurun
d. Senantiasa merasa lapar mulai dialami pada usia 2 tahun penderita makan
terus tanpa kenyang obesitas
e. Tubuh yang pendek
f. Gangguan belajar IQ rendah (50 – 85)
g. Gangguan tingkah laku keras kepala, sering mengamuk jika keinginannya
tidak terpenuni
h. Gangguan tidur sleep apnea
2.4. Etiologi
Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara energy yang dibutuhkan dengan
energy yang digunakan. Penggunaan energy tersebut adalah untuk metabolisme basal, yaitu
peristiwa makan dan mencernakan makanan, pertumbuhan, aktivitas fisik, dan sebagian kecil
terbuang melaui feses.
Kalau masukan energy melebihi kebutuhan, misalnya kelebihan 50 kkal/hari atau
sekitar sepotong roti/hari, dalam satu tahun kenaikan berat badan mencapai 5 kg. kalau
kelebihannya 500kkal/hari atau sekitar satu piring nasi beserta lauknya, dalam satu tahun
terjadi kenaikan berat badan 50kg. Jadi obesitas dapat terjadi bila terdapat kelebihan energy
6
yang terus-menerus, atau pemakaian energy yang berkurang terus-menerus, atau kombinasi
keduanya.
1. Masukan energy yang melebihi kebutuhan tubuh.
a. Pada bayi
Bayi yang minum susu botol dan selalu dipaksakan oleh ibunya bahwa setiap
kali minum harus habis.
Kebiasaan memberikan minuman/makanan setiap kali anak menangis.
Pemberian makanan tambahan tinggi kalori pada usia yang terlalu dini.
Jenis susu yang diberikan berosmolaritas tinggi (terlalu kental, terlalu manis,
kalorinya tinggi), sehingga bayi selalu haus/minta minum.
Sebagian obesitas pada bayi pada umur satu tahun pertama berhubungan dengan
berat badan lahirnya dan cara pemberian makannya. Namun, sebagian besar
obesitas pada usia 6 – 12 bulan masih sulit diterangkan penyebabnya.
Factor-faktor di bawah ini memengaruhi terjadinya bayi berat badan lahir yang
lebih tinggi dari biasanya, yaitu :
Factor keturunan
Ibu obes
Pertambahan berat badan ibu pada waktu hamil berlebihan
Ibu diabetes/prediabetes
b. Gangguan emosional
Biasanya pada anak yang lebih besar, makanan menjadi pengganti untuk
mencapai kepuasan dalam memperoleh kasih saying.
7
3. Pandangan masyarakat yang salah, yaitu bayi yang sehat adalah bayi yang gemuk.
4. Anak cacat dan anak yang kurang aktivitas karena problem fisik/cara mengasuh
5. Umur orangtua yang sudah lanjut baru mempunyai anak, anak tunggal, anak “mahal”,
anak dari orangtua tunggal.
6. Meningkatnya keadaan social ekonomi seseorang
Orang tua yang dulunya berasal dari keluarga yang kurang mampu cenderung
memberikan makanan sebanyak-banyaknya kepada anaknya. Keluarga yang bermigrasi
dari negara berkembang ke negara yang maju/kaya cenderung memberi makan anak
berlebihan.
2.5. Patogenesis
Terjadinya obesitas menurut jumlah sel lemak adalah sebagai berikut :
1. Jumlah sel lemak normal, tetapi terjadi hipertrofi/pembesaran.
2. Jumlah sel lemak meningkat/hiperplasi dan juga hipertrofi
Penambahan jumlah dan pembesaran sel lemak paling cepat terjadi pada masa anak-
anak dan mencapai puncaknya pada masa meningkat dewasa. Setelah masa dewasa tidak akan
terjadi penambahan jumlah sel, tetapi hanya terjadi pembesaran sel. Obesitas yang terjadi pada
masa anak, selain hiperplasi, juga disebabkan oleh hipertrofi; sedangkan obesitas yang terjadi
setelah masa dewasa pada umumnya hanya terjadi karena hipertrofi sel lemak.
Obesitas pada anak terjadi kalau asupan berlebihan, terutama pada tahun pertama
kehidupan. Rangsangan untuk meningkatkan jumlah sel terus berlanjut sampai dewasa. Setelah
itu, hanya terjadi pembesaran sel saja, sehingga kalau terjadi penurunan berat badan setelah
masa dewasa, sebabnya bukan jumlah sel lemaknya yang berkurang melainkan besarnya sel
yang berkurang.
Disamping itu, pada penderita obesitas juga terjadi resisten terhadap hormone insulin
sehingga kadar insulin di dalam peredaran darah akan meningkat. Insulin berfungsi
menurunkan lipolysis dan meningkatkan pembentukan jaringan lemak.
Pada gambar 49.1, tampak banyak factor yang mengirimkan sinyal ke sejumlah pusat
fungsional di SSP, yang kemudian berinteraksi dengan saraf eferen untuk melakukan regulasi
pemakaian energy (misalnya, melalui saraf simpatik, parasimpatik, dan hormone tiroid) dan
asupan makanan (melalui perilaku makan).
Sinyal eferen yang menurunkan nafsu makan Sinyal eferen yang meningkatkan nafsu makan
atau meningkatkan pengeluaran energy atau menurunkan pengeluaran energy
Jalur Hipotalamus
Norepinefrin, serotonin, neuropeptide Y, Melanocyte-concetrating
8
hormone, glucagon-like peptide I, Corticotropin-releasing hormone
2.6. Gejala Klinis
Obesitas dapat terjadi pada usia berapa saja, tetapi yang tersering adalah pada tahun
pertama kehidupan, usia 5-6 tahun, dan pada masa remaja. Anak obes tidak hanya lebih berat
daripada anak seusianya, tetapi pertumbuhan tulangnya juga lebih cepat matang. Anak obes
relative lebih tinggi pada masa remaja awal, tetapi pertumbuhan memanjangnya lebih cepat
selesai, sehingga hasil akhirnya mereka mempunyai tinggi badan relative lebih pendek
daripada anak sebayanya.
Bentuk muka anak obes tidak proporsional, hidung dan mulut relative kecil, dan
memiliki dagu ganda. Terdapat timbunan lemak pada daerah payudara; anak laki-laki sering
merasa malu karena payudaranya seolah-olah tumbuh. Perut menggantung dan sering disertai
strie. Alat kelamin pada anak laki-laki seolah-olah kecil, karena adanya timbunan lemak pada
daerah pangkal paha. Paha dan lengan atas besar, jari-jari tangan relative kecil dan runcing.
Sering terjadi gangguan psikologis, baik sebagai penyebab atau pun sebagai akibat dari
obesitasnya.
Anak lebih cepat mencapai masa pubertas. Kematangan seksual, pertumbuhan
payudara, menarke, pertumbuhan rambut kelamin dan ketiak juga lebih cepat.
2.7. Diagnosis
Diagnosis obesitas didasarkan pada hal-hal sebagai berikut :
1. Hitung Indeks Masa Tubuh (IMT)
2. Anamnesis keluarga:
a. Identifikasi obesitas pada keluarga terdekat (ayah-ibu)
b. Evaluasi adanya penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 2, dan kanker pada
keluarga.
3. Diet
a. Identifikasi siapa yang memberi makan anak
b. Identifikasi makanan tinggi kalori dan mempunyai nilai gizi rendah yang dapat
dikurangi, dieliminasi, atau diganti
c. Teliti
4. Aktivitas
a. Identifikasi hambatan untuk beraktivitas, misalnya ke sekolah jalan kaki/naik
sepeda/naik mobil.
b. Evaluasi waktu yang digunakan untuk bermain
9
c. Evaluasi waktu istirahat di sekolah apakah digunakan untuk beraktivitas.
Olahraga disekolah: frekuensi, lama, dan intesitasnya.
d. Tanyakan aktivitas sesudah sekolah dan pada akhir pecan
e. Tanyakan waktu yang digunakan untuk menatap layar (TV, Video, Handphone,
dll)
5. Gejala lain
a. Identifikasi gejala-gejala lain/komplikasi yang menyertai obesitas
2.8. Komplikasi
Berbagai keadaan yang erat berhubungan dengan obesitas, baik pada masa bayi maupun masa
dewasa, antara lain:
1. Kesehatan. Pada obesitas ringan sampai sedang, morbiditasnya kecil pada masa anak-
anak. Namun, bila obesitasnya masih berlangsung setelah masa dewasa , morbiditasnya
maupun mortalitasnyaa akan meningkat. Terdapat korelasi positif antara tingkat
obesitas dengan berbagai penyakit infeksi, kecuali TBC. Morbiditas dan mortalitas
yang tinggi tersebut dikaitkan dengan menurunnya respons imunologik sel T dan
aktivitas sel polimorfonuklear (PMN).
2. Saluran pernafasan. Pada bayi, obesitas meningkatkan risiko terjadinya infeksi saluran
pernafasan bagian bawah, karena terbatasnya kapasitas paru-paru. Adanya hipertrofi
tonsil dan adenoid akan mengakibatkan apnea akibat dari obstruksi saluran napas
(OSAS = obstructive sleep apnea syndrome), sehingga terjadi anoksia dan saturasi
oksigen rendah, yang disebut sindrom Chubby Puffer. Obstruksi kronis saluran
pernapasan dengan hipertofi tonsil dan adenoid dapat meyebabkan gangguan tidur,
gejala-gejala jantung, dan kadar oksigen dalam darah yang abnormal. Keluhan lainnya
adalah napas pendek.
3. Kulit. Kulit sering lecet karena gesekan. Anak merasa gerah/panas, sering disertai
miliaria, maupun infestasi jamur pada lipatan-lipatan kulit.
4. Ortopedi. Pergerakan anak obes lamban. Sering terdapat kelainan ortopedi seperti
Legg-Perthee disease, genu valgum, slipped femoral capital epiphyses, tibia vara.
5. Efek psikologis. Kurang percaya diri. Pada masa remaja, anak obes biasanya pasif dan
depresif, karena seringkali mereka tidak dilibatkan pada kegiatan yang dilakukan oleh
teman sebayanya. Mereka juga sulit mendapatkan pacar karena merasa bentuk
tubuhnya jelek, tidak modis, rendah diri sehingga mereka mengisolasi diri dari
pergaulan teman-temannya. Gangguan kejiwaan ini juga dapat menjadi penyebab
terjadinya obesitas, karena pelampiasan stress yang dialaminya ke makanan.
6. Prestasi di sekolah kurang baik, mungkin akibat dari kurang percaya diri, atau OSAS
yang mengakibatkan konsentrasi kurang dalam mengikuti pelajaran di sekolah.
7. Bila terus berlanjut sampai masa dewasa, obesitas pada masa anak dapat
mengakibatkan:
a. Hipertensi pada masa adolesensi
b. Hiperlipidemia, aterosklerosis, PJK, hipertensi maligna pada dewasa, stroke
c. Diabetes mellitus
d. Penyakit kantung empedu
e. Osteoarthritis
f. Sindrom Pickwickian
10
Sindrom ini merupakan komplikasi yang berat pada obesitas dewasa, yaitu
gangguan pada jantung dan pernafasan, serta hipoventilasi, dengan manifestasi
polistemia, hipoksemia, sianosis, pembesaran jantung, gagal jantung kongestif
dan somnolen. Kita harus hati-hati terhadap pemberian oksigen konsentrasi
tinggi pada penderita ini. Usaha pengurusan badan sangat penting kalau terjadi
komplikasi ini.
g. Maturitas seksual lebih awal, menstruasi sering tidak teratur
h. Penyakit kanker tertentu, seperti ovarium, payudara, dan kolon
2.9. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan obesitas pada anak berbeda dengan pengobatan obesitas dewasa, karena
tujuannya hanya menghambat laju kenaikan berat badan yang pesat dan tidak boleh dilakukan
diet terlalu ketat, sehingga pengaturan dietnya harus mempertimbangkan bahwa anak masih
berada dalam masa pertumbuhan, sesuai tingkat pertumbuhan pada usia anak tersebut. Selain
itu, pengobatan obesitas pada anak sering gagal, kecuali mendapat dukungan dari seluruh
keluarga. Olahraga/aktivitas tubuh yang teratur sangat penting dalam upaya penatalaksanaan
obesitas pada anak ini.
Pada prinsipnya, pengobatan anak obes adalah sebagai berikut :
1. Memperbaiki factor penyebab, misalnya kesalahan cara pengasuhan maupun factor
kejiwaan.
2. Memotivasi remaja penderita obesitas, tentang perlunya pengurusan badan. Sementara
itu, orang tua bayi/anak-obes harus dimotivasi tentang pentingnya memperlambat
kenaikan berat badan bayi/anaknya.
3. Memberikan diet rendah kalori yang seimbang untuk menghambat kenaikan berat
badan. Kemudian membimbing pengaturan makanan yang sesuai untuk
mempertahankan gizi yang ideal sesuai dengan pertumbuhan anak. Ditambahkan pula
vitamin dan mineral.
4. Menganjurkan penderita untuk berolahraga secara teratur atau anak bermain secara
aktif, sehingga banyak energy yang digunakan.
Pengaturan diet maupun psikoterapi harus dijelaskan pada seluruh keluarga, sehingga seluruh
keluarga seolah-olah turut serta dalam usaha pencapaian berat badan ideal tersebut.
Cara pengaturan dietnya sebagai berikut:
1. Pada bayi yang mengalami obesitas, tujuan terapi bukan menurunkan berat badannya
seperti pada obesitas dewasa, melainkan memperlambat kecepatan kenaikan berat
badannya. Bayi diberi diet sesuai dengan kebutuhan normal untuk pertumbuhan, yaitu
110 kkal/kgBB/hari untuk bayi kurang dari 6 bulan dan 90 kkal/kgBB/hari untuk bayi
lebih dari 6 bulan. Jumlah susu botol harus dikurangi dengan cara diseling air tawar.
Tidak dianjurkan pemberian susu yang diencerkan dan susu rendah/tanpa lemak.
Disamping itu, kita anjurkan kepada ibunya agar anak tidak digendong saja, melainkan
dibiarkan melakukan aktivitas. ASI diteruskan sampai 2 tahun.
2. Pada anak prasekolah yang mengalami obesitas, kenaikan harus diperlambat, dengan
memberikan diet seimbang 60 kkal/kgBB/hari; atau bisa juga memberikan makan dari
makanan keluarga dengan porsi kecil dan menghindari makanan yang mengandung
11
kalori tinggi. Selain itu, kita harus mendorong anak untuk melakukan aktivitas fisik dan
mencegah menonton tv/video, game berlebihan.
3. Pada anak usia sekolah (prapubertas) yang mengalami obesitas, kita berusaha
mempertahankan berat badan anak dan menaikkan tinggi badannya. Diet yang
diberikan adalah sekitar 1200 kkal/hari atau sekitar 60 kkal/kgBB/hari. Anak didorong
untuk melakukan aktivitas fisik secara sendiri-sendiri maupun secara berkelompok.
Mereka tidak boleh menonton tv/video/main game terlalu lama, terlebih kalau disertai
makan makanan yang berkalori tinggi. Mengorganisir kelompok olahraga/rekreasi,
agar anak lebih aktif.
4. Pada obesitas remaja, kita harus menurunkan berat badan anak untuk mencapai berat
badan yang ideal. Diet yang diberikan adalah 850 kkal/hari atau kalau ingin
menurunkan berat badan 500 gram/minggu, kurangi kalorinya 500 kkal/hari. Selain itu,
anak harus didorong untuk melalukan aktivitas, baik sendiri-sendiri maupun secara
berkelompok. Mendorong anak agar mau melakukan interaksi dengan teman-
temannya.
Kalau terpaksa, pada remaja obes, dapat diberikan medikamentosa seperti
golongan amfetamin yang bekerja sebagai simpatomimetik (phentermine,
phenmetrazine, phendimetrazine, diethylpropion, phynylpropanolamin) yang
mengakibatkan konsentrasi katekolamin di otak; atau diberikan sibutramine yang
bekerja secara katekolaminergik dan memiliki efek serotonergic agonis.
Obat yang lain adalah orsilat (Xenidal) merupakan inhibitor yang poten dari
pankreatik/lipase intestinal, sehingga akan meningkatkan jumlah lemak yang keluar
lewat feses. Penggunaan orsilat dianjurkan tidak lebih dari 12 bulan. Efek samping
terutama terkait denagn masalah gastrointestinal, seperti nyeri abdomen, flatus,
borborygmi, dan olly spotting.
Sebagai ringkasan, strategi control berat badan pada anak obesitas adalah :
1. Control lingkungan anak,
2. Pantai perilaku anak,
3. Aktivitas fisik ditingkatkan,
4. Modifikasi diet
5. Tentukan tujuan penurunan berat badam,
6. Berikan reward terhadap perubahan perilaku yang berhasil,
7. Pemecahan masalah,
8. Keluargaa. Motivasi keluarha tentang pola makan yang sehat di keluarga.
Menganjurkan keluarga untuk memantau gaya hidupnya. Perbanyak materi dan waktu
konsultasi dengan keluarga.
3.0. Prognosis
Prognosis obesitas tergantung pada penyebab dan ada/tidaknya komplikasi. Pada obesitas yang
berlanjut sampai dewasa, morbiditas dan mortalitasnya tinggi.
3.1. Pencegahan
Mencegah obesitas jauh lebih baik daripada mengobati ketika sudah terjadi obesitas.
Pencegahan harus dilakukan sedini mungkin, dan dimulai sejak dari bayi, yaitu dengan
memberikan ASI. Bayi yang minum ASI jarang mengalami obesitas, karena ASI mempunyai
mekanisme tersendiri untuk mengontrol berat badan bayi. Komposisi ASI pada saat baru mulai
12
disusu mengandung lemak sedikit, sedangkan pada akhir menyusu kadar lemaknya lebih
tinggi, yang menimbulkan rasa “enek” pada bayi, sehingga bayi akan berhenti menyusu. Selain
itu, hormon yang terdapat pada ASI, seperti leptin, fatty acids-binding proteins (AFABP),
epidermal fatty acid-binding proteins (EFABS), resistin, ghrelin, dan obestatin mempunyai
peran penting dalam mencegah obesitas pada bayi minum ASI.
Jangan memberikan minuman/makanan setiap kali menangis, kecuali kalau kita yakin bahwa
anak tersebut memang lapar. KMS (Kartu Menuju Sehat) dianjurkan untuk menggunakan
kurva WHO, diperlukan untuk memantau pertumbuhan sehingga cepat diketahui bila terdapat
penyimpangan arah dari grafik antripometri anak. Anak sedini mungkin dikenalkan dengan
aktivitas fisik, baik melalui bermain maupun olahraga. Menonton tv/video/ main game
hendaknya hanya sebagai selingan saja.
13
BAB III
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Soetjiningsih, Dr., SPA(K), & Prof. IG. N. Gde Ranuh, Dr., SPA(K). (2013). TUMBUH KEMBANG
ANAK . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
15