Anda di halaman 1dari 13

DAMPAK BANTUAN TELENURSING TERHADAP TINGKAT

GLIKEMIK KLIEN DM TIPE II PADA KLINIK KESEHATAN DAERAH


KAMPUNG BARU LUWUK DI BANGGAI 2016
Sri Yulianti* & Fitrian Rayasari**
1,2 Magister Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan , Universitas Muhammadiyah Jakarta, Indonesia

Dosen pembimbing

Ns. Dian Anggraini , S.Kep,KMB

DISUSUN OLEH :
WINDI VELLYA MELATI
1811142010078

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

YARSI SUMBAR BUKITTINGGI

S1 KEPERAWATAN B

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, yang
berjudul “dampak bantuan telenursing terhadap tingkat glikemik klien DM tipe II pada
klinik kesehatan daerah kampung baru luwuk di binggai 2016”.
Makalah ini telah saya buat dengan maksimal serta mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya ucapkan terima
kasih kepada ibuk Ns. Dian Anggraini, S.kep, KMB yang telah membantu dalam pembuatan
makalah ini sampai selesai.
Oleh karena itu, masih banyak kekurangan makalah ini baik dari segi susunan makalah
ataupun tata letaknya. Dengan tangan yang terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar saya dapat pemberbaiki makalah ini.

Bukittinggi 4 Januari 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………

DAFTAR ISI…………………………………………………………………..

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG………………………………………………..
B. TUJUAN PENELITIAN……………………………………………...

BAB 2 TEORI…………………………………………………………………

BAB 3 PEMBAHASAN………………………………………………………

BAB 4 KESIMPULAN………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….

LAMPIRAN JURNAL…………………………………………………………
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang memerlukan perawatan dalam pengendalian
glikemik. Mengontrol glikemik dapat dilakukan dengan semacam bantuan yang dilakukan dengan
menggunakan Telenursing.

Jumlah prevalensi penderita diabetes mellitus semakin meningkat di seluruh dunia, terutama di
negara-negara berkembang karena perubahan gaya hidup yang buruk. Menurut Federasi Diabetes
Internasional (IDF, 2014), jumlah penderita diabetes mellitus di seluruh dunia mencapai 366 juta orang
pada 2011, meningkat menjadi 387 orang pada 2013, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 592 orang
pada 2035. Indonesia saat ini adalah posisi 7th (tujuh) peringkat dari negara-negara sepuluh besar untuk
penderita diabetes dan diprediksi akan meningkat menjadi 6th peringkatdi 2035.
Hasil dari Kesehatan (Riskesdas) 2013, oleh Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa 0,6% dari
orang dengan usia lebih dari 15 tahun atau sekitar 1 juta orang, yang benar-benar merasakan gejala DM
dalam satu bulan terakhir, namun tidak dapat dikonfirmasi atau diselidiki apakah mereka positif menderita
DM. proporsi terbesar adalah di Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tengah.
Pengobatan diabetes mellitus tipe 2 dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan di Klinik Kesehatan
Daerah Kampung Baru Kabupaten Banggai yang merupakan penyelenggaraan manajemen penyakit kronis
dan prolanik dengan satu yang paling dominan yaitu diabetes mellitus tipe 2. Kegiatan proklan meliputi
kegiatan konsultasi medis (pendidikan), kunjungan rumah (pemantauan), kegiatan klub dan pemantauan
kesehatan kesehatan. Sejauh ini, kegiatan yang dilakukan untuk klien diabetes masih terbatas pada
kunjungan rumah atau bantuan. Upaya ini dianggap tidak efektif oleh Kepala Klinik Kesehatan Lokal.
Sesuai dengan beberapa penelitian, diketahui bahwa sebagian besar klien diabetes memiliki
kandungan glikemik yang tidak terkontrol dengan baik. sebuah studi yang dilakukan oleh Astuti et al
(2013) untuk 86 responden, diperoleh bahwa 61,6% responden memiliki kontrol yang buruk terhadap
konten glikemik. Sebuah studi terkait yang dilakukan oleh Suganda et al (2014) kepada 25 responden,
diperoleh bahwa kontrol konten glikemik selama 2 jam postprandial buruk adalah sebesar 52% dengan
rata-rata glikemik 2 jam postpandial buruk dalam sampel adalah 239,64 mg / dl. Sesuai dengan hasil
penelitian tersebut, hal itu menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki buruk glikemik

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak bantuan telenursing pada tingkat
glikemik klien DM tipe II di Puskesmas Kampung Baru Luwuk di Banggai. Desain penelitian yang
digunakan adalah quasi-eksperimen pre dan post test tanpa desain kelompok kontrol dengan 14 klien DM
tipe II sebagai sampel.
BAB 2
TEORI

Umur Hasil survei mengungkapkan bahwa usia rata-rata responden adalah 56,21 tahun, usia
termuda adalah 48 tahun dan yang tertua berusia 60 tahun. Seiring dengan bertambahnya usia, fungsi
organ semakin menurun atau bahkan kegagalan dalam menjalankan fungsinya, termasuk sel-sel pankreas.
Untuk orang dengan usia lebih dari 45 tahun, fungsi sel pankreas menurun jumlahnya tergantung pada
beban kerja sel beta pankreas. Beban kerja pankreas dipengaruhi oleh tingkat resistensi insulin serta
durasi terjadinya insulin.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wardani et al (2014) kepada 34 responden
menunjukkan bahwa sebagian besar klien diabetes adalah 56-64 tahun dari 19 responden (56%). Studi
lain yang dilakukan oleh Arifin (2011) menunjukkan bahwa klien diabetes tipe 2 di atas usia rata-rata
60,62 hampir sama dengan usia yang lebih muda dari 60 tahun dengan nilai p = 0,644 adalah korelasi
tidak signifikan yang berbeda dari penelitian sebelumnya.
Jenis Kelamin Hasil survei mengungkapkan bahwa 14 klien diabetes melitus tipe 2 yaitu
sebagian besar dari 9 responden adalah perempuan dan jenis kelamin laki-laki adalah 5 responden.
Menurut WHO (2006), DM adalah salah satu penyakit dengan tingkat kejadian tertinggi di Indonesia dan
lebih tinggi, menjadikan Indonesia peringkat keenam dalam hal jumlah penderita diabetes di dunia setelah
India, Cina, Uni Soviet, Jepang dan Brasil. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kejadian diabetes
pada wanita lebih banyak daripada pria (Stipanovic, 2002; Wu, 2007). Beberapa faktor risiko, seperti
obesitas, kurang aktivitas / olahraga, usia dan riwayat diabetes selama kehamilan, menyebabkan tingginya
insiden diabetes pada wanita (Radi, 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mihardja (2009),
279 responden menunjukkan bahwa kadar glikemik yang tidak terkendali 2 jam pasca prandial diperoleh
68,0% responden pria dan 81,1% wanita.
Lamanya Penderitaan akibat DM Hasil survei mengungkapkan rata-rata lama penderita diabetes
mellitus tipe 2 adalah 3:50 tahun dengan standar deviasi 1,345 tahun. Panjang penderita diabetes mellitus
tipe 2 tercepat adalah 1 tahun dan yang terpanjang adalah 5 tahun.
Lama menderita diabetes didasarkan pada waktu mulai diagnosis DM, walaupun banyak klien yang
ditemukan mengalami keluhan beberapa tahun sebelum klien didiagnosis positif DM. Lamanya periode
DM dapat dikaitkan dengan timbulnya komplikasi mikrovaskular dan mikrovaskular (Setiati, 2014).
Sebuah studi yang dilakukan oleh Marissa (2015) kepada 85 responden DM, 84,7% memiliki nilai HbA1c
≥ 6,5%. Pasien dengan HbA1c ≥ 6,5% sebagian besar wanita, lansia, berpendidikan rendah dan lama
menderita diabetes selama kurang dari lima tahun. Untuk mencegah komplikasi lebih lanjut, kontrol
glikemik melalui HbA1c diperlukan secara teratur.
Aktivitas Fisik Hasil survei menunjukkan bahwa 14 klien diabetes mellitus tipe 2 sebagian besar
dengan latihan fisik aktif yaitu 12 responden (63,2%) dan latihan fisik yang kurang aktif adalah 2
responden (22,2%). Aktivitas fisik mempengaruhi tindakan insulin pada orang yang berisiko diabetes
mellitus tipe 2 Suyono (dalam Soegondo, Soewondo & Subekti, 2013) menjelaskan bahwa kurangnya
aktivitas merupakan salah satu faktor yang berkontribusi yang menyebabkan resistensi insulin pada
diabetes mellitus tipe 2, sebuah studi yang dilakukan oleh Eko (2010) kepada 33 responden menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dan kadar glikemik yang diperoleh nilai p
= 0,000.

Dukungan Keluarga Hasil survei menunjukkan bahwa proporsi 14 responden yang menyatakan
mendukung keluarga baik yaitu 9 responden (64,3%) dan mereka yang kekurangan dukungan keluarga
adalah lima responden (35,7%).
Keluarga adalah bagian terpenting bagi semua orang. Demikian pula untuk penderita diabetes mellitus
tipe 2. Dapat atau tidak, ketika seseorang mengalami diabetes mellitus mereka akan mengalami masa-
masa sulit. Sebuah studi yang dilakukan oleh Wardani et al (2014) kepada 34 responden menunjukkan
bahwa 11 responden (32,4%) yang menerima dukungan keluarga, mereka mengendalikan kadar glikemik
dengan baik.
Peningkatan kadar glikemik yang sering terjadi pada diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh
kurangnya bantuan atau pemantauan selama kunjungan oleh perawat. Salah satu intervensi yang mungkin
dapat dilakukan oleh perawat untuk mencapai tingkat glikemik normal yang melakukan pendampingan
pada klien tipe 2 diabetes mellitus adalah dengan memanfaatkan pengembangan dan kemajuan teknologi
informasi sehingga dapat memberikan intervensi seoptimal mungkin dengan menggunakan telenursing
(Triwibowo, 2013; Nurhidayah 2010).
Telenursing adalah pemanfaatan teknologi informasi di bidang layanan keperawatan untuk
menyediakan informasi dan layanan keperawatan dari jarak jauh. Keunggulan dalam penggunaan
telenursing adalah mengurangi waktu tunggu, mengurangi biaya perawatan, kebutuhan kesehatan, dan
memfasilitasi akses bagi petugas kesehatan yang berada di daerah terpencil.
Bantuan dengan asistensi telenursing dengan telenursing terus menggunakan proses keperawatan
untuk menilai, merencanakan, mengimplementasikan dan mengevaluasi serta mendokumentasikan asuhan
keperawatan. Telenursing juga melibatkan penyediaan pendidikan kesehatan kepada klien. Selain itu,
telenursing juga masih membutuhkan hubungan terapeutik antara perawat dan klien, dalam hubungan
telenursing harus dibangun melalui penggunaan telepon, internet atau sarana komunikasi lainnya.
Selama peneliti melakukan bantuan, diperlukan kehendak klien, di mana klien harus mengikuti
aturan bantuan gameduring oleh peneliti menggunakan metode pengasuhan yaitu bantuan untuk
memandu diet, olahraga, dan OHO perlu dilaksanakan oleh klien diabetes mellitus tipe 2 melalui melalui
SMS dan Tindak Lanjut via Telepon selama 3 menit. Ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Kim, Hee Seung Jeong-Ah Oh (2003), di Korea Selatan dalam mendapatkan hasil bahwa intervensi yang
dilakukan melalui telepon dalam bentuk pendidikan dan penguatan pada klien tipe 2 diabetes dapat
menyesuaikan rekomendasi perawatan. dan pemantauan glikemik secara teratur mengalami penurunan
rata-rata kadar HbA1c sebesar 1,2% dan kelompok kontrol mengalami peningkatan 0,6%. Kelompok
intervensi adalah kepatuhan yang lebih baik terhadap diet dan pemantauan glikemik teratur.
BAB 3
PEMBAHASAN

Penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain quasi-eksperimental pre dan post test tanpa
kelompok kontrol. Penelitian yang dilakukan adalah memberikan intervensi pengobatan teknik Klinik
Kesehatan Lokal Telenursing di Kampung Baru Kabupaten Luwuk Banggai. Penelitian ini dilakukan
pada 11 Juli hingga 12 Agustus 2016. Dalam penelitian ini populasi klien DM tipe II yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi dengan sampel 14 orang.
Teknik pengambilan sampel menggunakan non-probability sampling dengan pendekatan purposive
sampling. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Telenursing dilakukan dengan mengirim SMS
yang berisi diet, kegiatan sehari-hari atau olahraga dan diingatkan untuk minum obat (OHO).
Implementasi intervensi ini selama 4 minggu.
Variabel dependen adalah tingkat glikemik puasa. Implementasi pengukuran glikemik puasa dilakukan 3
kali seminggu untuk interval 1 hari.
Hasil analisis data numerik disajikan dalam bentuk rata-rata, standar deviasi, minimum,
maksimum, dan 95% CI, sedangkan analisis data kategorikal disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi
yang terdiri dari jumlah dan persentase. Karakteristik usia, Jenis Kelamin, Dukungan Keluarga, latihan
fisik, dan lama menderita DM. Usia rata-rata responden termuda adalah 48 tahun dan yang tertua adalah
60 tahun. Jenis kelamin, responden pria dan wanita untuk masing-masing adalah 5 dan 9 responden.
Penderita diabetes terpendek adalah 1 tahun dan terpanjang 5 tahun. Latihan fisik sebagian besar aktif dan
kurang aktif untuk masing-masing 12 responden 2 responden. Distribusi dukungan keluarga sebagian
besar baik dan kurang baik untuk masing-masing 9 dan 5 responden.
Hasilnya menunjukkan ada perbedaan rata-rata kadar glikemik puasa pada klien DM tipe II
sebelum intervensi, yaitu 230,64 mg / dl, dan setelah intervensi, hasilnya adalah 127,81 mg / dl sehingga
ditemukan pengurangan dalam tingkat glikemik sebesar 102,83 mg / dl. Dengan hasil uji statistik
menggunakan Pair T Test, diperoleh nilai (nilai p 0,000). Oleh karena itu, dapat dianalisis bahwa bantuan
telenursing berpengaruh pada penurunan glikemik puasa klien DM tipe II. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa komunikasi melalui telepon (SMS) dapat dikembangkan untuk membantu mengendalikan tingkat
glikemik klien DM tipe II melalui program Prolanis.
Selama peneliti melakukan bantuan, diperlukan kehendak klien, di mana klien harus
mengikuti aturan bantuan gameduring oleh peneliti menggunakan metode pengasuhan yaitu
bantuan untuk memandu diet, olahraga, dan OHO perlu dilaksanakan oleh klien diabetes
mellitus tipe 2 melalui melalui SMS dan Tindak Lanjut via Telepon selama 3 menit. Ini didukung
oleh penelitian yang dilakukan oleh Kim, Hee Seung Jeong-Ah Oh (2003), di Korea Selatan
dalam mendapatkan hasil bahwa intervensi yang dilakukan melalui telepon dalam bentuk
pendidikan dan penguatan pada klien tipe 2 diabetes dapat menyesuaikan rekomendasi
perawatan. dan pemantauan glikemik secara teratur mengalami penurunan rata-rata kadar
HbA1c sebesar 1,2% dan kelompok kontrol mengalami peningkatan 0,6%. Kelompok intervensi
adalah kepatuhan yang lebih baik terhadap diet dan pemantauan glikemik teratur.
Studi lain yang berkaitan dengan telenursing dilakukan oleh Borhani et al (2013), di
Kerman (Irak) dalam mendapatkan hasil bahwa penurunan HbA1c dan glukosa postprandial
(PPG) secara signifikan lebih banyak pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok
kontrol berdasarkan nilai (p <0,001). Namun tidak ada perbedaan yang signifikan antara
glikemik puasa rata-rata (P = 0,42) dan indeks massa tubuh (P = 0,31) pada kedua kelompok
setelah intervensi.
Jika dilihat dari hasil yang diperoleh, intervensi bantuan Telenursing dengan penurunan
kadar glikemik puasa sebelum dan sesudah rata-rata Telenursing adalah 102,83 mg / dl dengan
standar deviasi 62,48. Uji statistik menunjukkan P = 0,000, yang berarti ada perbedaan yang
signifikan antara kedua kelompok.
Berdasarkan hasil di atas, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kawaguchi et al
(2004), menunjukkan bahwa rata-rata kadar glikemik puasa menurun secara signifikan dari
142gr / dl menjadi 127gr / dl, tekanan darah sistolik turun secara signifikan dari 153 mmHg
menjadi 141 mmHg, tekanan darah diastolik turun secara signifikan dari 85,4 mmHg menjadi 81
mmHg. Selain itu, klien merasa bahwa mereka mampu melakukan pengelolaan diri sendiri
terhadap kondisi kesehatan dan penyakit. Sementara itu, menurut perawat, telenursing sangat
membantu menciptakan korelasi yang erat antara klien dan perawat, dan dapat mempersingkat
waktu dalam perawatan. Jadi kita dapat menyimpulkan intervensi bantuan yang dilakukan oleh
telenursing lebih efektif digunakan untuk mengendalikan kadar glikemik puasa pada klien
diabetes mellitus tipe 2.
BAB IV

A. Kesimpulan
Penelitian ini telah mengidentifikasi karakteristik usia, jenis kelamin, dukungan keluarga,
latihan fisik, dan lama menderita DM. Sebagian besar responden adalah perempuan dalam
jumlah 9 responden yang lebih dari laki-laki yaitu 5 responden. Usia rata-rata responden adalah
56,21 tahun. Panjang rata-rata kelompok DM 3,50 tahun. Berdasarkan latihan fisik sebagian
besar responden dengan latihan aktif adalah 12 (63,2%) dan kurang aktif adalah 2 responden
(22,2%).
Ada perbedaan dalam tingkat glikemik puasa rata-rata sebelum intervensi dengan
telenursing yaitu 230,64 mg / dl dengan standar deviasi 68,946 dan setelah intervensi dengan
telenursing menunjukkan 127,81 mg / dl dengan standar deviasi 17,527. Dengan demikian,
perbedaan dalam margin pengurangan skor dalam kadar glikemik puasa sebelum dan setelah
intervensi dengan rata-rata telenursing adalah 102,83 mg / dl dengan standar deviasi 62,48.
Dapat disimpulkan bahwa bantuan telenursing mempengaruhi penurunan kadar glikemik puasa
pada DM tipe II, klien.
a. Layanan keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dasar untuk
mengembangkan asuhan keperawatan dengan memanfaatkan komunikasi melalui telepon (SMS),
khususnya untuk program klien diabetes tipe II prolanis yang dapat bekerja sama dengan departemen
kesehatan setempat untuk menciptakan aplikasi yang dapat digunakan dalam mengendalikan kadar
glikemik
b. Studidepan Studi masamasa depan diharapkan tidak hanya melihat pengukuran pra dan pasca
intervensi tetapi juga pengukuran lanjutan dapat dilakukan untuk melihat efektivitas telenursing dan
diharapkan dapat meningkatkan jumlah responden.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24554942 Eko Aklunat. (2010). Diabetes melitus


rawat jalan RSUD. PROF. Margono SOEKARDJO. FIK. UMP. Diakses pada tanggal 18
April 2016 dari
http://docplayer.info/313957-Hubungan-aktivitas- fisik-dan-pemulihan-kadar-gula-darah-
pasien-diabetes-mellitus-rawat-jalan-rsud- prof-dr .html Ernawati. (2013). Diabetes
melitus dikelola dengan penerapan teori
keperawatan perawatan diri orem. Jakarta. Media Wacana Mitra

LAMPIRAN JURNAL

Anda mungkin juga menyukai