Anda di halaman 1dari 28

HUBUNGAN HEALTH LOCUS OF CONTROL DENGAN

KEPATUHAN TERAPI INSULIN PADA PENDERITA


DIABETES MELITUS
TIPE II DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NOSARARA

PROPOSAL

SUKMAWATY
201801044

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA
PALU
2022
ii

HALAMAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN HEALTH LOCUS OF CONTROL DENGAN


KEPATUHAN TERAPI INSULIN PADA PENDERITA
DIABETES MELITUS TIPE II DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS NOSARARA

PROPOSAL

SUKMAWATY
201801044

Tanggal Maret 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Djuwartini, S.Kep., M.Kep Widyawaty Situmorang, M.Sc


NIK. 20160901067 NIK.

Mengetahui,
Ketua Prodi Ners
STIKes Widya Nusantara Palu

Ns. Yuhana Damantalm, S.Kep., M.Erg


NIK. 20110901019
iii

DAFTAR ISI
iv

DAFTAR TABEL
v

DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Diabetes berasal dari bahasa yunani yang berarti “tembus” atau


“pancuran air”. Sementara melitus berasal dari bahasa latin yang berarti “rasa
manis”. Menurut American Diabetes Association menjelaskan bahwa
Diabetes mellitus merupakan suatu kumpulan penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena ketidaknormalan skeresi
insulin dan kerja insulin.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) (2018)
memprediksikan adanya jumlah penderita diabetes mellitus mengalami
peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Diabetes Atlas edisi ke-8
yang diterbitkan oleh Federasi Diabetes International 2017 menyatakan
bahwa terdapat 425 juta dari total populasi seluruh dunia, atau sekitar 8,8%
orang dewasa berumur 20-79 tahun merupakan penderita diabetes mellitus.
Data tersebut juga mengungkapkan bahwa Indonesia adalah Negara peringkat
keenam pada tahun 2017 di dunia setelah Tiongkok, India, Amerika Serikat,
Brazil, dan Meksiko dengan jumlah penderita diabetes usia 20-79 tahun
sekitar 10,3 juta jiwa. Angka ini diprediksi akan terus meningkat dan
mancapai 16,7 juta jiwa pada tahun 2045.
International Diabetes Federation (IDF) (2020) Menyatakan bahwa
Indonesia berstatus waspada diabetes karena menempati urutan ke-7 dari 10
negara dengan jumlah penderita diabetes tertinggi. Prevelensi penderita
diabetes mellitus di Indonesia mencapai 6,2% dimana lebih dari 10,8 orang
menderita diabetes mellitus pada tahun 2020. Angka ini diperkirakan akan
meningkat menjadi 16,7 juta pasien pada tahun 2045. Untuk provinsi
penderita diabetes mellitus dengan jumlah prevelensi sebesar 0,9% yaitu
Provinsi Riau, DKI Jakarta, Banten, Gorontalo, dan Papua Barat.
Data Riset kesehatan (Riskesdas) (2018) mengatakan, bahwa jumlah
prevelensi diabetes mellitus tersebut naik dalam kurun waktu lima tahun, dari

1
2

data Riskesdas 2013 sebesar 2,5% menjadi 3,4% berdasarkan diagnosa


dokter. Sedangkan berdasarkan pemeriksaan gula darah, jumlah
prevelensinya naik dari 6,9% menjadi 8,5%. Data di Sulawesi Tengah pada
tahun 2019 prevelensi jumlah penduduk yang menderita diabetes mellitus
tertinggi yaitu di kabupaten Parigi Mautong sebesar 33.873 jiwa dengan
jumlah yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebesar 6.747 jiwa (19,9%)
dan kota palu berjumlah 27.005 jiwa. Dengan jumlah yang mendapatkan
pelayanan kesehatan sebesar 4.533 jiwa (16,8%), Kabupaten Sigi berjumlah
16.520 jiwa dengan jumlah yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebesar
2.108 jiwa (12,8%) dan yang terendah yaitu di Kabupaten Banggai Laut
sebesar 213 (4,1%).
Menurut Shouip, (2014) DM Tipe II yaitu dimulai dengan resistensi
insulin. Kondisi ketika sel gagal merespon insulin dengan benar. Karena
perkembangan penyakit, kekurangan insulin juga dapat berkembang. DM
Tipe II disebut sebagai “DM tergantung non-insulin” (NIDDM) atau
“diabetes onset dewasa”. Penyebab utamanya adalah berat badan yang
berlebihan dan tidak cukup berolahraga. DM Tipe II dapat diobati dengan
obat atau terapi insulin. Terapi Insulin dan beberapa obat oral dapat
digunakan untuk mengendalikan gula darah menjadi rendah.
Health locus of control (HLoC) Merupakan suatu keyakinan individu
terhadap baik dan buruk tentang status kesehatannya. Terdapat 2 kategori
HloC yaitu internal health locus of control (IHLC) dan eksternal health locus
of control (EHLC) (Safitri, 2013). Individu yang mempunyai HloC yang
tinggi dan baik biasanya mempunyai semangat menjadi baik untuk
memperhitungkan keputusan untuk memperbaiki kualitas kesehatan (Eko
Sujadi, 3018). Individu dengan health locus of control internal akan
mempunyai keyakinan bahwa dirinya memiliki control atas kesehatannya,
Jadi akan bertanggung jawab pada kesehatannya dan mematuhi pengobatan
agar gula darahnya stabil. Individu dengan health locus of control eksternal
punya keyakinan bahwa kesehatannya ditentukan oleh orang lain yang
berpengaruh, seperti tenaga kesehatan, sahabat, keluarga dan penciptanya,
3

jadi tidak memiliki tanggung jawab terhadap kesehatannya sendiri (Nurina


Dewi Pratita, 2012).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia Kepatuhan merupakan perilaku
seseorang ketika meminum obat, melakukan terapi insulin, diet, dan
melakukan perubahan gaya hidup sesuai dengan persetujuan dari penyedia
pelayanan kesehatan. Penderita yang patuh secara tidak langsung akan
melakukan perawatan mandiri, sehingga penderita secara tidak langsung akan
menjadi dokter untuk dirinya sendiri dan mengetahui ketika kapan harus
memeriksakan dirinya ke dokter untuk melakukan kontrol kesehatan secara
berkala dan untuk mendapatkan pengarahan lebih lanjut. Perilaku kepatuhan
juga sering didefinisikan sebagai usaha pasien untuk mengendalikan perilaku
yang terkait dengan timbulnya resiko mengenai kesehatan (Taylor & Smet
2005).
Hasil penelitian Shania Adhanty. dkk. Dalam jurnal “hubungan health
locus of control dengan kepatuhan diet pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di
RSUD Kota Depok Tahun 2020” menunjukkan bahwa terdapat korelasi
positif antara dimensi health locus of control yaitu Internal health locus of
control (IHLOC) (r=0,46) dan powerful-others health locus of control
(POHLOC) (r=0,28) dengan kepatuhan diet. Disisi lain, dimensi chance locus
of control (CLOC) berkolerasi secara negative kepatuhan diet (r= -0,28).
Penelitian ini menunjukan terdapat hubungan antara health locus of control
dengan kepatuhan diet.
Penelitian lain dari Hadisa Kuniyo, dkk. Dalam jurnal “pengaruh
locus of control terhadap quality of life (QOL) pada pasien diabetes mellitus
(DM) tipe II di RSUD Kota Makassar Tahun 2018)” locus of control (internal
dan external) memiliki pengaruh terhadap quality of life, berdasarkan data
dari RSUD Kota Makassar Tahun 2018 terdapat sebanyak 37 responden hal
ini menunjukkan bahwa 17 responden (45,9%) cenderung external locus of
control dimana terdapat responden yang memiliki quality of life yang baik
sebanyak 8 responden (47,1%) dan yang kurang sebanyak 9 responden
(52,9%), sebanyak 16 responden (43,2%) cenderung internal locus of control
dimana terdapat responden yang memiliki quality of life yang baik sebanyak
4

13 responden (81,3%) dan yang kurang sebanyak 3 responden (18,8%)


kemudian sebanyak 4 responden (10,8%) dan yang kurang sebanyak 0
responden (0,0%). Berdasarkan uji pearson Chi-Square diperoleh nilai
p=0,038.
Setelah dilakukan studi pendahuluan di wilayah kerja Puskesmas
Nosarara. Didapatkan data pada tahun 2021 terdapat 37 pasien diabetes
mellitus tipe 2 yang menggunakan terapi insulin. Berdasarkan hasil
wawancara terhadap 10 pasien diabetes mellitus tipe 2 didapatkan 7 pasien
mengatakan bahwa selama proses terapi pasien kerap mengalami kejenuhan
melakukan terapi insulin, pasien mengatakan tidak melakukan terapi insulin
ketika tidak sedang merasakan gejala-gejala fisik. Sementara dengan 3 pasien
lainnya mengatakan bahwa mengalami kesulitan untuk mengingat waktu-
waktu dalam melakukan terapi insulin dan kadang melakukan terapi insulin
tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan oleh dokter.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas maka peneliti
tertarik untuk mengetahui Hubungan Health Locus Of Control Dengan
Kepatuhan Terapi Insulin pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II di
Wilayah Kerja Puskesmas Nosarara.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan Latar Belakang yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada Hubungan Health
Locus Of Control dengan Kepatuhan Terapi insulin pada Penderita Diabetes
Mellitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Nosarara?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk Mengidentifikasi
Hubungan Health Locus Of Control dengan Kepatuhan Terapi insulin
pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas
Nosarara.
5

2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi Hubungan Health Locus Of Control pada Penderita
Diabetes Mellitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Nosarara.
b. Mengidentifikasi Kepatuhan Terapi insulin pada Penderita Diabetes
Mellitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Nosarara.
c. Menganalisis Apakah ada Hubungan Health Locus Of Control
dengan Kepatuhan Terapi insulin pada Penderita Diabetes Mellitus
Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Nosarara.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan ilmiah yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan penelitian selanjutnya tentang penyakit Diabetes
Mellitus Tipe II.
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan
wawasan bagi masyarakat Kel. Pengawu, Kel. Palupi, Kel. Tavanjuka
tentang Kepatuhan Terapi Insulin.
3. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan
masukan mengenai Keberhasilan Terapi insulin di Puskesmas Nosarara,
sehingga dapat menjadi bahan evaluasi untuk meningkatkan kegiatan
penyuluhan kepada masyarakat bagaimana pengobatan pada penyakit
Diabates Mellitus. melalui kepatuhan diet, kepatuhan terapi insulin, dan
kepatuhan minum obat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Konsep Diabetes Melitus


a. Definisi
Berdasarkan definisi American Diabetes Association (ADA)
tahun 2015, Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin atau kerja insulin. Dm adalah
masalah pada tubuh yang menyebabkan kadar glukosa (gula) darah
naik lebih tinggi dari yang normal yang juga disebut hiperglikemia.
DM merupakan penyakit kronis akibat gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang memunculkan adanya
hiperglikemia (Gatak & Sukaharjo, 2016).
DM merupakan gangguan metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa serum) akibat kurangnya
hormon insulin atau keduanya (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2016).
Sedangkan menurut IDF Atlas, (2017) DM merupakan suatu
penyakit kronis kompleks yang membutuhkan perawatan medis
berkelanjutan dengan cara mengendalikan kadar gula darah untuk
mengurangi risiko di luar kendali glikemik.
b. Klasifikasi Diabetes Mellitus
American Diabetic Association (ADA) tahun 2014
mengklasifikasikan diabetes mellitus yaitu:
1) Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Diabetes mellitus tipe 1 merupakan kondisi tidak
terkontrolnya gula didalam tubuh karena kerusakan sel β-
pankreas sehingga mengakibatkan berkurangnya produksi

6
7

insulin sepenuhnya. Menifestasi klinik dari diabetes tipe ini


adalah ketoasidosis (ADA,2014)
2) Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Diabetes mellitus tipe 2 merupakan kondisi dimana gula
darah dalam tubuh tidak terkontrol akibat gangguan sensitivitas
sel beta pankreas untuk menghasilkan hormon insulin yang
berperan sebagai pengontrol kadar gula darah dalam tubuh. Pada
diabetes tipe ini terjadi hiperinsulinemia sehingga insulin tidak
dapat membawa glukosa masuk kedalam jaringan karena terjadi
resistensi insulin yang mengakibatkan turunya kemampuan
insulin untuk pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
menghambat produksi glukosa oleh hati (ADA,2014).
c. Etiologi
DM Tipe II adalah jenis yang paling umum dari diabetes
mellitus.DM Tipe II diandai dengan cacat progresif dari fungsi sel
beta pankreas yang menyebabkan tubuh kita tidak dapat
memproduksi insulin dengan baik. DM Tipe II terjadi ketika tubuh
tidak lagi dapat memproduksi insulin yang cukup untuk mengimbagi
terganggunya kemampuan utnuk memproduksi insulin. Pada DM
Tipe II tubuh kita baik menolak efek dari insulin atau tidak
memproduksi insulin yang cukup untuk mempertahankan tingkat
glukosa yang normal (Karner and Bruckel, 2014). Selain itu terdapat
pula faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan
terjadinya DM Tipe II. Faktor-faktor itu antara lain:
1) Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas
65 tahun (Smelzer & Bare, 2015). Hal ini terjadi semakin
bertambahnya usia, organ di dalam tubuh bekerja melambat
yang mempengaruhi metabolise, metabolisme yang kurang baik
berakibat menumpuknya glukosa di dalam darah dan urine
(Irianto, 2017).
8

2) Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko DM,
penderita DM Tipe II yang mengalami obesitas sebanyak 90%
(Sherwood, 2018). Obesitas dapat terjadi karena genetik atau
terlalu banyak makan namun memiliki aktivitas fisik yang
kurang. Ketidakseimbangan ini memicu terjadi peningkatan
kadar lemak. Kadar lemak yang meningkat di dalam darah
menurunkan manfaat glukosa yang tersimpan di jaringan
adipose. Kejadian ini dapat berdampak pada terjadinya
resistensi insulin yang kemudian menigkatkan pelepasan insulin.
Pelepasan insulin yang terus meningkat nantinya akan
berdampak buruk pada kinerja reseptor insulin. Obesitas sangat
berperan penting pada peningkatan kejadian DM Tipe II namun
obesitas bukan penyebab utama penyakit ini (Silbernagl & Lang,
2014).
3) Kelompok etnik
Penyakit DM Tipe II kemungkinan besar akan diderita
oleh etnik di Amerika Serikat (golongan Hispanik) dan
penduduk asli Amerika dan penduduk asli Amerika
dibandingkan dengan etnik Afrika-Amerika (Smelzer & Bare,
2015).
d. Patofisioligi
Menurut Ernawati (2013), proses metabolism merupakan
proses kompleks yang selalu terjadi dalam tubuh manusia. Setiap
hari manusia mengomsumsi karbohidray yang akan di ubah menjadi
glukosa, protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam
lemak. Zat-zat makanan makanan terebut akan diserap oleh usus dan
kemudian masuk kepembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh
untuk digunakan oleh organ-organ didalam tubuh sebagai “bahan
bakar” metabolisme. Zat makanan yang masuk kedalam sel dibantu
oleh insulin agar dapat berfunhsi sebagai “bahan bakar”. Insulin
yang dikeluarkan oleh sel beta dapat diibaratkan sebagai anak kunci
9

yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel. Bila


insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk kedalam sel
sehingga tubuh tidak mempunyai sumber energy untuk melakukan
metabolisme. Glukosa akan tetap berada dalam pembuluh darah
sehingga kadar gula darah akan meningkat.
Insulin dapat menimbulkan beberapa efek dalam tubuh
seperti menstimulasi penyimpanan glukosa dalam hati dan otot
dalam bentuk glikogen. Insulin juga meningkatkan penyimpanan
lemak dari makanan dalam jaringan adiposa dan mempercepat
pengangkutan asam-asam amino yang berasal dari protein makanan
ke dalam sel. Pada waktu jam-jam makan dan pada saat tidur malam,
pancreas akan melepaskan secara terus-menerus sejumlah kecil
insulin bersama dengan glokagon. Insulin dan glokagon secara
bersama-sama mepertahankan kadar glukosa yang konstan dalam
darah dengan menstimulasi pelepasan glukosa dari hati. Pada
mulanya hati menghasilkan glukosa melalui pemecahan glikogen
(glikogenolisis). Setelah 8-12 jam tanpa makanan, hati membentuk
glokosa dari pemecahan zat lain selain karbohidrat yang mencakup
asam amino (gluconeogenesis).

e. Menifestasi klinis
Seseorang yang menderita DM Tipe II biasanya mengalami
peningkatan frekuensi buang air kecil, rasa lapar, rasa haus, mudah
lelah, kehilangan tenaga, merasa tidak bersemangat , kelelahan yang
berkepanjangan, biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun, tetapi
prevelensinya kini semakin tinggi pada golongan anak-anak dan
remaja . gejala-gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap
sebagai keletihan akibat kerja, jika glukosa draah sudah masuk ke
saluran urin dan urin tersebut tidak disiram, maka dikerubuti oleh
semut yang merupakan tanda adnaya gula (Smelzer & Bare, 2015).
10

f. Komplikasi
Menurut Fowler (2011) secara umum komplikasi Diabetes
Mellitus dibagi menjadi dua yaitu:
1) Komplikasi Makrovaskular
Komplikasi Makrovaskular adalah komplikasi yang
mengenai pembuluh darah atereri yang lebih besar, sehingga
menyebabkan atherosklerosis. Akibat atherosclerosis antara lain
timbul penyakit jantung koronenr, hipertensi, dan stroke.
Komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada
penderita diabetes adalah penyakit jantung coroner, penyakit
pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Komplikasi makrovaskular ini sering terjadi pada penderita DM
Tipe II yang umumnya menderita hipertensi, dyslipidemia atau
kegemukan.
2) Komplikasi Microvaskuler
Komplikasi Microvaskuler teruatam terjadi pada
penderita DM Tipe II Hiperglikemia yang persisten dan
pembentukan protein yang terglikasi menyebabkan dinding
pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi
penyumbatan pada pembuluh darah kecil. Hal inilah yang
mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi microvaskuler,
antara lain retinopati, nfropati, dan neuropati.
g. Penatalaksanaan
Terapi yang efektif bagi semua tipe DM akan
mengoptimalkan control glukosa darah dan mengurangi komplikasi
(Kowalak, Welsh, & Mayer, 2016). Penanganan DM Tipe II
meliputi:
1) Pemantauan kadar glukosa secara rutin
2) Perencanaan makan yang dirancang secara perorangan untuk
memenuhi kebutuhan gizi, mengendalikan kadar glukosa serta
lipid darah, dan mencapai berat badan yang tepat serta
11

mempertahankannya (rencana makan harus diikuti secara


konsisten dan makanan harus dikomsumsi secara teratur)
3) Penurunan berat badan (pasien gemuk dengan DM Tipe II) atau
diet tinggi kalori sesuai tahap pertumbuhan dan tingkat aktivitas

2. Konsep Health Locus Of Control


a. Definisi
Larsen dan Buss (2010) mendefinisikan locus of control
merupakan persepsi individu mengenai pemegang kendali atas
kejadian-kejadian yang terjadi pada dirinya. Locus of control juga
didefinisikan sebagai konstrak psikologis yang mengidentifikasi
keyakinan individu tentang tingkat control pribadi yang dapat
dilakukan atas lingkungannya (Grimes, Millea, & Woodruff, 2004)
Health locus of control didefinisikan sebagai tingkat
keyakinan individu bahwa kesehatan mereka dipengaruhi oleh
dimensi internal atau eksternal. Individu dengan health locus of
control mempengaruhi perilaku mereka sendiri yang berhubungan
dengan kesehatan yang beresiko, dan kepatuhan terhadap anjuran
kesehatan (Wallston, ddk, 2016). Health locus of control juga
didefinisikan sebagai kondisi sejauh mana pasien bahwa dia dapat
mempengaruhi proses penyembuhannya (Kostka & Jachimowicz,
2017). Health locus of control akan mempengaruhi perilaku individu
yang berkaitan dengan kesehatan dan kepatuhan terkait dengan
anjuran dari professional medis (Hubley & Wagner, 2015, Wallston
dkk., 2016).
b. Dimensi health locus of control
Menurut Wallston, dkk, 2016 dimensi health locus of control
terdiri dari:
1) Internal health locus of control (IHLC)
Individu dengan internal locus of control memeliki
keyakinan bahwa kesehatan akan bergantung pada dirinya
sendiri. Ketika individu jatuh cenderung akan menyalahkan
12

dirinya sendri dan melakukan upaya untuk kembali sembuh.


Orang yang memiliki orientasi seperti ini memiliki
kecenderungan hidup sehat serta memliki tingkat kepatuhan
yang tinggi untuk melakukan proses pengobatan. Hal tersebut
dikarenakan ia menganggap kesehatan merupakan hal utama dan
hanya ia yang bertanggung jawab untuk kesembuhannya.
2) Chance health locus of control (CHLC)
Chance diartikan sebagai keyakinan individu dimana
segala yang terjadi dalam hidupnya ditentukan oleh sesuatu
yang tidak konkret seperti nasib, keberuntungan, serta peluang.
Ketika jatuh sakit, individu dengan tipe seperti ini cenderung
berasumsi bahwa ketika itu waktunya memang untuk sakit
3) Powerful others health locus of control (PHLC)
Powerful others merupakan bahwa sehta atau tidaknya
individu disebabkan oleh adanya faktor yang berasal dari orang
lain (eksternal). Individu akan cenderung bergantung pada orang
lain, ketika dirinya jatuh sakit. Dengan kata lain, kesasadaran
akan pentingnya kesehatan terhadap dirinya sendiri masih
kurang, sehingga menyebabkan pola hidup yang tidak teratur.
3. Konsep Kepatuhan Terapi insulin
a. Definisi
Kepatuhan dalam pengobatan adalah dimana seseorang patuh
minum obat atau melakukan terapi insulin yang diberikan kepada
pasien. Kepatuhan salah satu faktor penting yang menentukan hasil
pengobatan terutama pada pasien yang menderita penyakit kronis.
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari 2 rantai
polipeptida dan tersusun dari asam amino pada rantai alfa dan 30
asam amino pada rantai beta. Kedua rantai tersebut saling terhubung
melalui ikutan disulfide (Kahn, 2005). Gen untuk insulin pada
manusia terletak pada lengan pendek dari kromosom. Insulin
disintesis di selkelenjar pankreas dalam bentuk prekursornya,
proinsulin. Kemudian proinsulin yang awalnya terletak di dalam
13

reticulum endoplasma kasar akan ditransfer ke badan golgi melalui


ventrikel transport yang selanjutnya akan diubah menjadi insulin
(Kahn, 2005).

b. Indikasi Penggunaan Insulin


Hal penting dalam tatalaksana pasien Diabetes Mellitus tipe 2
adalah kendali glikemik. Kendali glikemik penting sekali untuk
dilaksanakan dengan baik karena secara signifikan berhubungan
dengan menurunya resiko komplikasi kelainan mikrovaskuler dan
makrovaskuler (Ohkubo, 1995 & Nathan, 2005)
Munurut ADA, 2015 target glikemik untuk pasien Diabetes
Mellitus tipe 2 dapat dicapai melalui beberapa cara mulai dan
perubahan gaya hidup sehat sampai dengan terapi farmakologis.
Seringkali karena progresitivitas dan penyakit, pasien yang sudah
memakai 2 macam obat anti diabetes dapat gagal untuk mencapai
target glikemiknya, oleh karena itu pemberian insulin pada pasien
Diabetes Mellitus tipe 2 dapat bermanfaat. Selain itu, terdapat pula
beberapa pasien Diebetes Mellitus tipe 2 dengan kondisi teretentu
yang dianjurkan untuk mendapatkan terapi insulin. Kondisi tersebut
anatara lain:
1) Diabetes Mellitus tipe 2 yang mengalami gagal sekunder
2) Pasien Diabetes Mellitus yang hamil
3) Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 yang juga menderia penyakit-
penyakit tertentu seperti tuberculosis, grave disease dan lain-lain
4) Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 yang mengalami underweight
(kekurangan berat badan).
c. Metode Pemberian Terapi Insulin
Konsep dari insulin basal adalah insulin yang diperuntukkan
untuk menjamin kadar insulin konstan dala sehari. Karena
diperlukan untuk tetap aktif dalam durasi yang sangat panjang
(sehari), maka pada prakteknya , dapat diberikan insulin golongan
intermediate-acting/NPH atau long acting; seperti glargine dan
14

detemir. Peberian insulin basal dapat mencakupi kebutuhan insulin


harian sampai 50% untuk pemberian insulin basal, dapat diinjeksikan
1 kali dalam sehari (Humaty, 2011). Pasien-pasien yang akan
mendapatkan keuntungan dari metode ini adalah pasien yang
glukosa darahnya tidak terkendali dengan nilai GDP >200 mg/dl
(ADA, 2015).
Metode pemberian yang kedua adalah metode basal-plus.
Metode ini terdiri dari 2 komponen. Komponen yang pertama adalah
komonen insulin basal dan komponen kuda adalah komponen insulin
bolus/pradial yang diinjeksikan pada saat jadwal makan
utama/makan yang mempunyai porsi yang lebih besar dari pada yang
lainnya. Tujuan dari insulin bolus adalah memperbaiki glukosa darah
postprandial dan biasanya digunakan insulin yang cara kerjanya
rapid-acting seperti aspart, lispro dan glulisne atau short acting,
seperti actrapid. Metode basal-plus ini sebenarnya dapat
dimodifikasi menjadi metode bertingkat seperti suntikan insulin
bolus/prandial dapat dinaikan secara bertahap dari 1x suntikan
menjadi 2x suntikan sampai 3x suntikanpada jadwal makan sesuai
kebutuhan terhadap target glikemik yang dicapai (Nathan, 2005).
Metode basal-plus memppunyai keuntungan dimana fleksibilitas
yang tinggi akan sangat membantu pasien diabetes mellitus tipe 2
yang mempunyai jadwal makan yang tidak teratur (ADA, 2015).
Metode basal-bolus, metode ini merupakan metode yang
paling mendekati pola sekresi insulin secara fisiologis (ADA, 2015).
Insulin bolus/pradial disuntikan 3x sehari sesuai jadwal makan untuk
mengatur hiperglikemia postprandial. Namun tentunya metode perlu
effort dan pemahaman pasien yang lebih tinggi, ditandai dengan
tingginya jumlah suntikan yang harus dilakukan dan kompleksnya
pelaksanaannya. Metode ini kurang fleksibel dibandingkan dengan
metode basal-plus (Nathan, 2005).
15

d. Teknik dan lokasi penyuntikan insulin


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan
insulin. Faktor yang mempengaruhi penyerapan insulin adalah lokasi
penyuntikan (dinding perut tercepat, kemudian lengan, paha, dan
bokong), kedalaman penyuntikan (suntikan intramuskular akan
mempercepat absorpsi), jenis insulin, dosis insulin (dosis kecil
diabsorpsi lebih cepat), kegiatan fisik, ada tidaknya lipodistrofi atau
lipohiptrofi (keadaan ini akan memperlambat absorpsi), dan
perbedaan suhu (suhu tinggi akan mepercepat absorpsi). (Wiaman,
dkk 2007).
Insulin harus disuntikan secara subkutan dengan melakukan
pinched (cubitan) dan jarum suntik harus membentuk sudut 45, atau
90 apabila jaringan subkutannya tebal (Wisman, 2007). Tempat
penyuntikan dapat dilakukan diabdomen, paha bagain depan, dan
lengan atas. Penyuntikan dapat dilakukan didaerah yang sama setiap
hari, tetapi tidak dianjurkan dititik yang sama. Sebaiknya dilakukan
rotasi tempat penyuntikan. Penyuntikan insulin kerja cepat
dianjurkan didaerah abdomen sedangkan insulin kerja menengah
didaerah paha dan bokong (Wisman, dkk 2007).
e. Jenis-jenis insulin
Menurut Wisman, dkk 2007 Terdapat jenis 4 insulin yang
biasa digunakan pada pengobatan DM, yaitu
1) Insulin kerja ultra pendek (rapid acting insulin)
Terdapat dua macam analog insuln kerja ultra pendek,
yaitu insulin lispro dan insulin aspart. Insulin kerja ultra pendek
mempunyai daya absorpsi pada tempat suntikan lebih cepat
(90% dalam 100 menit) dibandingkan regular insulin (90%
dalam 150 menit). Serta kerja lebih cepat, puncak konsentrasi
lebih tinggi dan lebih kecil, serta lama kerja lebih singkat.
Lispro dapat diberikan 15 menit sebelum makan dan digunakan
pada penatalaksanaan diabetes mellitus ketika sakit.
16

2) Insulin kerja pendek (short acting insulin)


Potensi dan efek hipoglikemia insulin kerja pendek atau
insulin regular, hampir sama dengan insulin kerja ultra pendek.
Selain dapat diberikan subkutan, insulin regular adalah insulin
yang dapat diberikan secara intravena, insulin ini biasanya
dipakai untuk mengatasi keadaan akut seperti ketoasidosis,
pasien baru, dan tindakan bedah. Pada kasus diabetes mellitus
yang masih baru sebaiknya menggunakan insulin yang jenis ini
untuk menghindari efek hipoglikemia.
3) Insulin kerja menengah
Insulin kerja menengah mempunyai keja yang lambat
dan masa kerja yang panjang tetapi kurang dari 24 jam. Insulin
jenis ini dapat digunakan dua kali sehari, digunakan unruk anak
yang telah mempunyai pola hidup lebih teratur untuk
menghindari terjadinya hipoglikemia. Sebagian besar kasus DM
tipe-1 pada anak menggunakan insulin kerja menengah
4) Insulin kerja panjang
Mengigat masa kerja yang panjang, mak pemakaian
insulin ini cukup diberikan 1x sehari. Pada suatu penelitian
disebutkan bahwa pemakaian kerja insulin yang panjang secara
bermakna mengurangi kejadian hipoglikemia pada malam hari
(nocturnalhypoglycemia). Pemakaian insulin kerja panajng
(glargineinsuline) juga secar bermakna dapat menurunkan kadar
HbA1c serta frekunsi terjadinya hipoglikemia.
f. Komplikasi pengobatan dengan insulin
Dalam buku terap insulin pada pasien diabetes mellitus
mengatakan komplikasi terapi insulin yaitu berupa hipoglikemia,
peningkatan berat bedan, edema insulin, reaksi lokal terhadap
suntikan insulin, dan alergi namun karena dengan penggunaan sedian
insulin yang sangat murni, alergi insulin sudah sangat jarang terjadi
(PERKENI, 2007).
17

B. Kerangka konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Health locus of control Kepatuhan terapi insulin

Keterangan :

: Diteliti

: Hubungan

C. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada Hubungan antara Health
Locus Of Control dengan Kepatuhan Terapi Insulin pada penderita Diabetes
Mellitus Tipe II Di Wilayah Kerja Puskesmas Nosarara.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dapat


didefinisikan sebagai metode penelitian berdasarkan filosofi positif,
digunakan untuk mempelajari populasi atau sampel tertentu, biasanya teknik
pengambilan sampel secara acak, pengumpulan data menggunakan alat
penelitian, dan analisis data bersifat kuantitatif/statistic untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan dengan metode penelitian korelasional yaitu
metode untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel independen dan
dependen dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian yang dilakukan
pada waktu tertentu, dan bertujuan untuk mengetahui apakah dari dua
variabel yaitu variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat)
mempunyai hubungan atau tidak
Alasan menggunakan metode ini adalah untuk mengefisienkan waktu
yang digunakan untuk melakukan pengumpulan data agar hasil dari
pengumpulan data dapat diperoleh dengan cepat, karena dengan
menggunakan metode ini pengukuran antara dua variabel yang akan diteliti
yaitu health locus of control dan kepatuhan terapi insulin pada penderita
diabetes mellitus dapat dilakukan pada saat yang sama

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Nosarara
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2022

18
19

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan sumber data atau subjek penelitian
yang diperlukan dalam suatu penelitian. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh penderita Diabetes Melittus di Wilayah Kerja Puskesmas
Nosarara dengan jumlah 37 penderita.
2. Sampel
Teknik Pengambilan sampel dengan menggunakan total sampling
yaitu teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan
jumlah populasi. Alasan mengambil total sampling karena jumlah
populasi yang kurang dari 100. Jadi jumlah sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebanyak 37 orang.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Independen (Bebas)


Pada penelitian ini yang merupakan variabel independen adalah
health locus of control.
2. Variabel Dependen (Terikat)
Pada penelitian ini yang merupakan bagian variabel dependen
adalah kepatuhan terapi insulin.

E. Definisi Operasional

1. Health Locus Of Control


Definisi :Locus of control Merupakan persepsi individu
mengenai pemegang kendali atas kejadian-
kejadian yang terjadi pada dirinya.
Cara ukur : Wawancara
Skala ukur : Ordinal
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur :
20

1 Baik jika nilainya ≥ 50%

0 Buruk jika nilainya ≤ 50%

2. Kepatuhan terapi insulin


Definisi : Kepatuhan dalam pengobatan adalah dimana
seseorang patuh minum obat atau melakukan terapi
insulin yang diberikan kepada pasien.
Cara ukur : Observasi
Skala ukur : Ordinal
Alat ukur : Kuesioner
Hasil :

F. Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data primer dalam penelitian ini adalah

kuesioner. Kuesioner adalah pernyataan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden. Kuesioner yang digunakan dalam

penelitian ini tersusun secara struktur dan berisikan pernyataan yang harus di

jawab responden. Adapun kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini

terdiri:

1. Kuesioner Health locus of control

2. Kuesioner Kepatuhan terapi insulin

G. Teknik Pengumpulan Data

1. Cara pengumpulan data


Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini awalnya
dilakukan dengan cara meminta surat pengantar dari pihak kampus untuk
disampaikan kepada pihak Puskesmas Nosarara, adapun cara
pengumpulan data dilakukan sebagai berikut:
21

Mengumpulkan data dengan menggunakan lembar kuesioner yang berisi


pertanyaan tertulis guna untuk mengetahui Health Locus Of Control dan
Kepatuhan Terapi Insulin.

2. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah penderita Diabetes Mellitus
pada tahun 2021 dan dijadikan sebagai responden dalam penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini di ambil dari pihak Puskesmas
Nosarara
3. Pengolahan data
Melakukan pengelolahan data melalui tahap Editing, Coding,
Scoring, Tabulastions:
1) Editing dilakukan untuk memeriksa adanya kesalahan atau
kurangnya data yang di isi oleh responden.
2) Coding adalah kegiatan mengklasifikasikan data dengan
caramemberi kode untuk memudahkan peneliti pada saat melakukan
entri data.
3) Tabulations adalah penyusunan data yang berdasarkan variabel yang
diteliti.
4) Entri adalah proses pemasukan data kedalam program comuter untuk
selanjutnya di analisa.
5) Cleaning yaitu membersihkan data melihat bariabel yang telah di
gunakan apakah data-datanya sudah benar atau belum.
6) Describing yaitu menggambarkan atau menjelaskan data yang sudah
dikumpulkan.

H. Analisa Data

1. Analisis Univariat
22

Analisis univariat dalam penelitian ini adalah kelompok usia,


pekerjaan, dan jenis kelamin. Analisa data dilakukan dengan formulasi
distribusi frekuensi dengan rumus sebagai berikut.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
chi-square. Data yang ingin dianalisis bivariat adalah adanya hubungan
variabel independen (Health locus of control) terhadap variabel dependen
(Kepatuhan terapi insulin) pada pasien Diabetes Mellitus.
Syarat uji chi-square adalah:
a. Sampel lebih dari 30
b. Tidak ada sel yang nilai observed bernilai nol
c. Nilai yang diambil “continutity correction”
d. Semua expected lebih dari 5, boleh expected kurang dari 5 asalkan
maksimal 20% dari jumlah sel.
1) Tabel 3x3 maksimal 2 sel
2) Tabel 2x3 maksimal 2 sel
3) Tabel 2x2 tidak boleh expected kurang dari 5
Jika syarat uji chi-square tidak terpenuhi, digunakan alternative
lain diantaranya:
a. Untuk tabel 2x2, alternative uji-square adalah Fisher’s
b. Untuk tabel 2xk adalah uji Kolmogorov-Smirnov
c. Penggabungan sel adalah langkah alternative uji chi-square
tabel tabel 2x2 dan 2xk sehingga terbentuk suatu tabel B x K
yang baru. Setelah dilakukan penggabungan sel, uji hipotesis
dipilih sesuai dengan tabel BxK yang baru tersebut.
23

I. Bagan Alur Penelitian

Proposal Penelitian

Mengurus surat izin penelitian di Tata usaha

Tata usaha STIKes Widya Nusantara Palu

Puskesmas Nosarara

Polulasi

Seluruh penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Nosarara


pada tahun 2021 dengan jumlah 37 orang.

Tehnik Sampling

Total sampling

Inform Consen

Menjelaskan dan meminta persetujuan responden

Pengumpulan Data

Wawancara dan kuesioner

Variabel Independen Variabel Dependen

Health locus of control Kepatuhan terapi insulin

Analisa Data

Uji Chi-Square

Hasi dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Anda mungkin juga menyukai