Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN SELF CARE DENGAN STATUS GLIKEMIK

PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II DI WILAYAH


KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I


pada Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:

IDA ROHMAWARDANI
NIM: J 210161036

PROGAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
HUBUNGAN SELF CARE DENGAN KONTROL GIKEMIK PADA
PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

ABSTRAK

Latar belakang : Penyakit Diabetes Melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang
timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar
glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. DM dapat
meningkatkan risiko penyakit jantung koroner, stroke, penyakit vaskular periferal,
retinopati, nepropati, dan neuropati. Komplikasi yang berhubungan dengan
diabetes dapat dicegah dengan kontrol glikemik yang baik. Self-care diketahui
mampu memberikan pengaruh secara langsung terhadap kontrol glikemik pasien
DM Tipe 2.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self-care
dengan kontrol glikemik pada pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Boyolali I.
Metode : Penelitian ini bersifat kuantitatif, desain penelitian yang digunakan
adalah deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data
menggunakan kuesioner. Sample yang digunakan sebanyak 60 orang dengan
teknik pengambilan sampel Purposive Sampling. Penelitian dilakukan pada
tanggal 14 Desember 2017 di Puskesmas Boyolali I. Analisa data menggunakan
Chi-Square untuk mengetahui hubungan Self care dengan kontrol gikemik.
Hasil : Didapatkan mayoritas responden memiliki tingkat Self care sedang dan
baik. yang memiliki kontrol gikemik terkontrol sejumlah 52 orang dari 60
responden. Sebaliknya, responden dengan self care buruk dengan kontrol gikemik
yang tidak terkontrol sebanyak (1 orang dari 60 responden ) dan responden
dengan self care sedang dengan kontrol gilkemik tidak terkontrol sejumlah 7
orang dengan p-value 0,001 (<0,05) yang artinya terdapat hubungan.
Kata kunci : self-care, kontrol gikemik, diabetes mellitus
ABSTRACT

Background: Diabetes Mellitus (DM) is a group of symptoms that occurs to


someone due to the increase of blood glucose level caused by absolute or relative
lack of insulin. DM can increase risk of coronary heart disease, stroke, peripheral
vascular disease, retinopathy, nephropathy, and neuropathy. Complications
associated with diabetes can be prevented through good control of glycemic. Self-
care is believed to be able to directly affect to glycemic control of DM type 2
patients.
Objective: The study aimed to identify correlation between self-care and
glycemic control of DM type 2 patients at the Boyolali I Community Health
Center.

1
Methods: This research is quantitative, the research design used is descriptive
correlative with cross sectional approach. Data collection using questionnaires .
Sample used as many as 60 people with sampling technique Purposive Sampling .
The study was conducted 14 December 2017 at Boyolali I Community Health
Center. Data analysis using Chi-Square analysis test to self care with fasting
blood glucose level.
Results: the majority of respondents have a good level of self care and fasting
blood glucose level of 52 people (86,7%) with p-value 0,001 (<0.05) which means
there is a relationship.
Keywords : self care, fasting blood glucose level ,Type 2 Diabetes Mellitus

1. PENDAHULUAN

Diabetes Melitus merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular yang
mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Penyakit ini lebih dikenal sebagai
silent killer karena sering tidak disadari oleh penyandang dan saat diketahui
sudah terjadi komplikasi (Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI,
2014). Hal ini menjadi keadaaan yang darurat sebagai masalah kesehatan global
terbesar di dunia. Setiap tahun semakin banyak orang hidup dengan kondisi ini,
yang berdampak munculnya berbagai komplikasi masalah kesehatan. Selain 415
juta orang penyandang diabetes, ada 318 juta orang dewasa dengan gangguan
toleransi glukosa, yang memiliki resiko tinggi mengembangkan penyakit di masa
depan. Sepuluh negara dengan jumlah orang dewasa yang menderita diabetes
pada rangking pertama diduduki oleh negara China dengan 109.6 juta orang dan
Indonesia menempati rangking ke tujuh dengan jumlah penderita diabetes
melitus mencapai 10 juta orang (IDF atlas 2015). WHO memprediksi kenaikan
jumlah penyandang diabetes melitus di Indonesia dari 8,4 juta ,menjadi sekitar
21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah
penyandang diabetes melitus sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035
(Perkeni,2015)
Menururt riset kesehatan dasar dibandingkan tahun 2007 pada tahun 2013
baik proporsi diabetes melitus maupun toleransi glukosa terganggu mengalami
peningkatan baik pada masyarakat pedesaan atau perkotaan. Berdasarkan hasil
rekapitulasi data kasus baru penyakit tidak menular yang dilaporkan secara
keseluruhan pada tahun 2015,penyakit diabetes melitus menempati ururtan kedua

2
dalam data penyakit tidak menular tertinggi setelah penyakit hipertensi dengan
jumlah 18,33 persen (profil kesehatan provinsi jawa tengah, 2015). Di kabupaten
boyolali sendiri jumlah penderita diabetes melitus yang tergantung insulin
sebanyak 1.005 kasus dan diabetes melitus tidak tergantung insulin sebanyak
3.190 kasus (profil kesehatan jawa tengah,2015). Puskesmas Boyolali I
merupakan puskesmas yang pertama kali memiliki klub Prolanis dari seluruh
puskesmas yang ada di kabupaten Boyolali dan masih aktif sampai sekarang.
terbukti dengan angka kunjungan pasien diabetes setiap bulannya yang berobat
yaitu 160 orang , diamana angka tersebut mengalami peningkatan setiap
bulannya. Beberapa penduduk wilayah di sekitar boyolali kota lebih memilih
untuk berobat ke puskesmas Boyolali I. Adanya kegiatan rutin untuk peserta
prolanis yaitu senam sehat ,pemeriksaan gula darah dan pemberian pendidikan
kesehatan mengenai diabetes mellitus menambah antusias masyarakat untuk
lebih aktif mengikuti program yang di selenggarakan tersebut ( Puskesmas
Boyolali I).
Terjadiya luka kaki diabetes salah satunya dipengaruhi oleh ketidaktahuan
penderita baik dalam pencegahan maupun perawatan. Pengetahuan tentang
kesehatan merupakan salah satu bagian dari pengelolaan DM. Melalui
pengetahuan penderita DM dapat mengetahui tentang penyakit, sehingga dapat
merawat dirinya sendiri. Partisipasi aktif dari penderita menjadikan pengelolaan
mandiri pada DM akan berjalan maksimal. DM tidak hanya dilakukan mandiri
oleh penderita saja namun tim kesehatan juga berperan dalam mendampingi
pasien untuk membentuk sikap serta perilaku. Keberhasilan dalam mencapai
perubahan sikap maupun perilaku membutuhkan pembelajaran, keterampilan
(skill) dan motivasi (Wulandini, dkk, 2012).Pengetahuan atau kognitif
merupakan aspek yang begitu penting untuk dapat terbentuknya tindakan atau
perilaku seseorang. Perilaku yang didasarkan pada pengetahuan dan sikap yang
positif akan berlangsung lama (long lasting) (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan
pasien tentang DM yang dideritanya akan menjadi sarana dan solusi yang dapat
membantu pasien dalam Penyakit tidak menular khususnya diabetes mellitus dan
hipertensi menjadi prioritas utama pengendalian penyakit tidak menular baik di

3
berbagai fasilitas pelayanan kesehatan di Boyolali maupun Jawa Tengah. Jika
Hipertensi dan Diabetes Melitus tidak dikelola dengan baik maka akan
menimbulkan masalah penyakit tidak menular lanjutan seperti jantung, stroke,
gagal ginjal, dan sebagainya. Pengendalian penyakit tidak menular dapat
dilakukan dengan intervensi yang tepat pada setiap sasaran atau kelompok
populasi tertentu sehingga peningkatan kasus baru penyakit tidak menular dapat
ditekan (Profil kesehatan kabupaten boyolali tahun 2014).
Individu dengan diabetes melitus perlu melakukan perawatan diri seumur
hidup untuk mencegah atau menunda komplikasi jangka pendek maupun
komplikasi jangka panjang serta untuk meningkatkan kualitas hidup. Untuk
orang dengan diabetes melitus, perawatan diri melibatkan serangkaian perilaku
yang mencakup diet, olahraga, penggunaan obat (insulin atau agen hipoglikemik
oral), pemantauan glukosa darah (SMBG), dan perawatan kaki (Xu Y,2008).
Perawatan secara mandiri dianggap sebagai landasan perawatan bagi
penderita diabetes. Oleh karena itu, penilaian yang akurat terhadap perawatan
diri diabetes sangat penting untuk mengidentifikasi dan memahami area masalah
dalam pengelolaan diabetes itu sendiri, untuk memfasilitasi pengendalian glukosa
yang lebih baik, dan untuk mengurangi komplikasi akibat diabetes melitus yang
tidak terkontrol. (Klaus,2015). Bukti-bukti menunjukkan bahwa komplikasi
diabetes dapat dicegah dengan kontrol glikemik yang optimal (Perkeni,2015).
2. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif menggunakan desain deskriptif


korelatif dengan pendekatan Cross Sectional (variabel dependen dan independen
diteliti pada waktu yang bersamaan) untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara self care dengan status glikemik pada penderita diabetes melitus tipe 2 di
Puskesmas Boyolali I yang dilakukan pada tanggal 14 Desember 2017.Populasi
dalam penelitian ini adalah pasien diabetes melitus yang tercatat di bawah binaan
proilanis puskesmas Boyolali I. Populasi diambil dalam kurun waktu bulan
Januari sampai November 2017 yaitu sebanyak 160 penderita. Penelitian ini
menggunakan sampel sebanyak 60 orang yang ditentukan jumlahnya melalui

4
teknik sampling Purposive Sampling(penentuan jumlah sample didasarkan pada
pertimbangan yang didasarkan oleh peneliti sendiri). Data penelitian ini diambil
dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen. Kuesioner digunakan oleh
penulis untuk mendapatkan data mengenai self care responden diabetes melitus,
dan untuk status glikemik menggunakan alat ukur gluco test yang telah
dikalibrasi . Kuesioner dibuat sendiri oleh penulis dengan memodifikasi
kuesioner SDSCA dari Glasgow & Strycker (2000), oleh karenanya sebelum
digunakan untuk mengambil data telah dilakukan uji validitas dan reabilitas.
Kuesioner berjumlah empat jenis yaitu kuesioner demografi yang didalamnya
terdiri pertanyaan seputar data diri seperti nama, jenis kelamin, umur, lama
menderita DM, agama, pekerjaan, pendidikan terakhir. Uji analisis menggunakan
Chi-Square untuk mengetahui adakah hubungan antara self care dengan status
glikemik. Jika harga p-value < 0,05 maka Ho ditolak yang artinya ada hubungan
antara dua variabel tersebut. sebaliknya jika p-value > 0,05 maka Ho diterima
yang artinya variabel tersebut tidak berhubungan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 HASIL

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan frekuensi dan


persentasi data demografi responden sebagai berikut
Tabel 1. Karakteristik Responden
Distribusi
Data Frekuensi Persentase
demografi
Jenis
kelamin
Laki-laki 15 25,0%
Perempuan 45 75,0%
Usia
29-40 5 8,4%
41-64 55 91,6%
Pend.
Terakhir
SD 11 18,4%
SMP 37 61,6%
SMA 2 3,4%

5
PT 6 10,0%
Tidak 4 6,6%
Total 60 100%

Kerakteristik responden di Puskesmas Boyolali I berdasarkan jenis kelamin di


dominasi oleh jenis kelamin perempuan yaitu 45 orang (75,0%) dari total 60
responden. Pada laki-laki peningkatan dari 13,9% menjadi 19,7%. Penyakit ini
sebagian besar dapat dijumpai pada perempuan dibandingkan laki – laki. Hal
tersebut dikarenakan pada perempuan memiliki LDL atau kolesterol jahat tingkat
trigliserida yang lebih tinggi dibandingkan laki – laki, terdapat perbedaan dalam
melakukan aktivitas dan gaya hidup sehari – hari sangat mempengaruhi kejadian
suatu penyakit, hal tersebut merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit
Diabetes Melitus. Jumlah lemak pada laki – laki dewasa rata – rata berkisar antara
15 – 20 % dari berat badan total, dan pada perempuan sekitar 20 – 25 %. Jadi
peningkatan kadar lipid (lemak darah) pada perempuan lebih tinggi dibandingkan
pada laki- laki, sehingga faktor risiko terjadinya Diabetes Mellitus pada
perempuan 3-7 kali lebih tinggi dibandingkan pada laki – laki yaitu 2-3 kali,
(Imam Soeharto, 2003).
Berdasarkan karakteristik umur responden di Puskesmas Boyolali I
menunjukkan bahwa rata-rata responden didominasi umur 41-64 tahun yaitu
sebanyak 55 orang (91,6%). Penelitian yang dilakukan Kusniyah (2011) antara
umur dengan kejadian diabetes melitus memiliki hubungan yang signifikan
dimana pada kelompok umur > 45 tahun beresiko lebih tinggi untuk terkena
penyakit ini, hal tersebut di karenakan mulai terjadi peningkatan intolerensi
glukosa. Adanya proses degenerative menyebabkan berkurangnya kemampuan sel
beta pancreas dalam memproduksi insulin. Selain itu pada individu yang berusia
lebih tua terdapat penurunan aktivitas mitokondria dari sel-sel otot sebesar 35 %.
Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30% dan
memicu terjadinya refsistensi insulin.
Data yang telah di dapat dari 60 responden di Puskesmas Boyolali I jumlah
terbanyak untuk distribusi frekuensi pendidikan terakhir adalah SMP dengan
jumlah 37 orang (61,6%) . Sedangkan yang mengenyam pendidikan sampai

6
tingkat perguruan tinggi hanya ada 6 orang (10,0%). pendidikan adalah suatu
usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam maupun
diluar sekolah dan sifatnya seumur hidup. Jika seseorang memiliki pendidikan
yang tinggi maka terdapat kecenderungan untuk mendapatkan informasi semakin
baik dari orang lain maupun media massa dan akan dengan mudah menerima
informasi mengenai hal-hal yang harus diperhatikan untuk menjadikan penyakit
DM yang ia miliki agar tidak semakin parah (Notoatmodjo,2010)
3.2 ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP
DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN
Hasil uji analisis hubungan self care dengan status glikemik menunjukkan
responden di Puskesmas Boyolali I dominan memiliki self care yang sedang dan
baik yaitu sebanyak 59 orang dari 60 responden. Sedangkan data hasil penelitian
menunjukkan responden dengan self care baik dan status glikemik baik yaitu
sejumlah 8 orang dari 60 orang respoden, untuk responden yang memiliki self
care sedang dengan status glikemik terkontrol sejumlah 44 orang dari 60
responden Hasil penelitian ini sejalan dengan teori self care yang dikembangkan
oleh Dorothea Orem. Orem mengembangkan teori keperawatan self care secara
umum dibagi menjadi 3 teori yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu :
teori self-care, teori self care deficit, teori nursing systems (Orem, 2001).
Perawatan diri (self care) merupakan suatu tindakan individu yang terencana
dalam rangka mengendalikan penyakitnya untuk mempertahankan dan
meningkatkan status kesehatan dan kesejahteraannya (Alligod, 2014). Menurut
Sousa & Zauszniewski(2005) mendefinisikan perawatan diri diabetes melitus
(diabetes melitus self care) merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan
perawatan diri dan melakukan tindakan perawatan diri diabetes untuk
meningkatkan pengontrolan gula darah. Menurut Sigurdardotir (2005) perawatan
diri diabetes adalah tindakan yang dilakukan seseorang untuk mengontrol
diabetes dengan melakukan pengobatan dan pencegahan komplikasi terhadap
penyakitnya. Menurut Kusniyah (2010), diabetes mellitus self care akan
meningkatkan derajat kesejahteraan pasien diabetes melitus dengan
melaksanakan perawatan yang tepat sesuai dengan kondisi dirinya sendiri.

7
Tabel.2 uji chi-square (hubungan sikap dengan perilaku)
kateg Terkontr Tidak tota P –
ori ol terkontr l valu
ol e
Baik 8 0 8 0,04
Cukup 44 7 51 6
Kuran 0 1 1
g
Total 52 8 60

4. PENUTUP

Sejumlah 60 responden yang diteliti jika dilihat dari faktor usia penderita
diabetes melitus didominasi oleh pasien dengan umur > 40 tahun dengan jumlah
55 orang (91,6%). sedangkan berdasarkan jenis kelamin responden lebih banyak
perempuan yaitu sejumlah 45 orang. (75,0%). Dilihat dari tingkat pendidikan
terakhir responden paling banyak adalah responden yang berpendidikan SMP
yaitu sejumlah 37 responden (61,6%). Dilihat dari lama menderita diabetes
melitus sebagian besar responden telah menderita diabetes melitus selama 4-10
tahun (53 orang). Data demografi yang terakhir adalah pekerjaan atau profesi
yaitu responden sebagian besar berprofesi sebagai buruh.

Self care responden mengenai diabetes melitus di Puskesmas Boyolali I dapat


disimpulkan kedalam kategori baik sampai sedang, dengan jumlah responden
yang memiliki self care dan sedang baik sejumlah 52 orang. Status glikemik baik
terdapat 52 responden sedangkan untuk status gilkemik tidak terkontrol terdapat 8
responden. Hasil analisis variabel self care dengan status glikemik dinyatakan ada
hubungan dengan harga p-value 0,046 sehingga p < 0,05 maka hipotesis nol
ditolak.

Saran untuk pelayanan kesehatan, sebagai pelayanan kesehatan yang pertama


bagi penderita Diabetes Melitus diharapkan dapat terus meningkatkan upaya
pencegahan terjadinya komplikasi diabetik dengan cara edukasi tentang

8
pentingnya perawatan mandiri seperti aktivitas fisik, diit DM, perawatan kaki,dan
pengecekan gula darah scara rutin agar meminimalkan komplikasi .

DAFTAR PUSTAKA
ADA (American Diabetes Association). (2016). Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus. Diabetes Care
American Association of Diabetes Educator. 2008. American Association of
Diabetes Educator : AADE7 Self-Care Behaviors. Diakses di
http://www.diabeteseducator.org. tanggal 23 Agustus 2017

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta

Depkes RI. (2015). Komplikasi Diabetes Melitus. Sekertariat jendral Departemen


Kesehatan , Jakarta

Astutik, D.D. (2016). Hubungan tingkat pengetahuan tentang diet diabetes


mellitus dengan kepatuhan kontrol gula darah pada pasien diabetes mellitus
tipe II di wilayah kerja puskesmas Baki Sukoharjo. Publikasi Ilmiah.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta

Dharma, K.K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Trans Info


Media.

Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. (2014). Profil Kesehatan Kabupaten


Boyolali.: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali

Dinkes, Jateng. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2015), Semarang: Dinkes
Jateng

Fatih Ozcelik, Omer Yiginer, Erol Arslan, Muhittin A. Serdar, Omer Uz, Ejder
Kardesoglu, Ismail Kurt. ( 2010). Association between glycemic control and
the level of knowledge and disease awareness in type 2 diabetic patients.

International Diabetic Federation. (2015). IDF Diabetes Atlas,


http://www.idf.org/atlasmap/atlasmap. 23 April 2017

9
Ismonah. (2008). Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi self care management
pasien Diabetes Mellitus. Tesis. Universitas Indonesia. Depok

Kemenkes. (2013). Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI 2013, Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Data dan Informasi 2014 (Profil


Kesehatan Jateng 2015 ). Jakarta.

Klaus-Dieter Kohnert, Peter Heinke, Lutz Vogt, Eckhard Salzsieder.2015. Utility


of different glycemic control metrics for optimizing management of diabetes.
World J Diabetes ; 6(1): 17-29 ISSN 1948-9358 (online)

Kusniawati. (2011), “Analisis Faktor Yang Berkontribusi Terhadap Self Care


Diabetes Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum
Tanggerang”, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia,( Dilihat
Pada 20 September 2017 )

Kusniyah, Y., Rahayu, U.,(2012). Hubungan Tingkat Self Care Dengan Tingkat
Hba1c pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Poliklinik Endokrin RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung. Universitas Padjajaran.
http://pustaka.unpad.ac.id/archives/79191/.( Diakses tanggal 16 April 2017).

Mubarak, W.I., Chayatin, N., 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan
Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

PERKENI, 2015, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus di


Indonesia, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Jakarta

10
Purwaningtyas,R.Y., Putra,A.E., D.N Wirawan. (2015). Faktor Risiko kendali
glikemik buruk pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 di puskesmas
Kembirirtan kabupaten Banyuwangi. Laporan hasil penelitian. Universitas
Udayana..

Saurabh RamBiharilal Shrivastava, Prateek Saurabh Shrivastava and Jegadeesh


Ramasamy,2013, Role of self-care in management of diabetes mellitus,
journal of Diabetes & Metabolic Disorders,
(http://www.jdmdonline.com/content/12/1/14)

Shills, Maurice E., Moshe Shike., A. Catharine Ross., Benjamin Caballero.,


Robert J. Cousins.2006. Modern Nutrition in Health And Disease.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.p.1029 –1042.

Soegondo Sidartawan. (2006). Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia


Diabetes Mellitus Tipe 2. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4. Jilid
3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 1882-5.

Smeltzer & Bare . (2008). Textbook of Medical Surgical Nursing Vol.2.


Philadelphia: Linppincott William & Wilkins

Sousa, V.D., & Zauszniewski, J.A. (2005). Toward a theory of diabetes self-care
management. The Journal of Theory Construction & Testing, 9 (2), 61-67.

Sousa, V.D., Zauszniewski, J.A., Musil, C.M., Lea, P.J.P., & Davis, S.A. (2005).
Relationship among self-care agency, self efficacy, self-care, and glycemic
control. Research and Theory for Nursing Practice : An International
Journal, 9 (3), 61-67..

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi


(Mixed Methods). Bandung: Alfabeta

Sujarweni, Wiratna. (2014). SPSS Untuk Penelitian. Pustaka Baru Press,


Yogyakarta

11
S.S. Chua and S.P. Chan. (2011). Medication adherence and achievement of
glycaemic targets in ambulatory type 2 diabetic patients. Journal of Applied
Pharmaceutical Science 01 (04); 2011:55-59.

Susila & Suyanto.(2014). Metodlogi Penelitian Cross Sectional. Bossscript.Klaten

Toobert, D.J., Hampson, S.E., & Glasgow, R.E. (2000). The summary of diabetes
self-care activities measure. Diabetes Care, 23 (7), 943-950

Waspadji, S, 2007, Penatalaksanaan DM terpadu,Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia, Jakarta

Xu Y, Toobert D, Savage C, Pan W, Whitmer K, (2008), Factor influencing


diabetes self-management in Chinese people with type 2 diabetes.
Dec;31(6):613-25. doi: 10.1002/nur.20293

12

Anda mungkin juga menyukai