Anda di halaman 1dari 5

ISSN: 2089-9084

ISM, VOL. 8 NO.1, JANUARI-MARET, HAL

HUBUNGAN KARAKTERISKTIK PASIEN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN DALAM MENJALANI TERAPI


DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS TEMBUKU 1 KABUPATEN BANGLI BALI 2015
I Putu Angga Pradana
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
anggapradana369@gmail.com
ABSTRAK
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Dalam
pengelolaan penyakit tersebut, peran pasien menjadi sangat penting, terutama dalam hal
meningkatkan kepatuhan dalam menjalani terapi agar tercapai kadar glukosa darah yang optimal
untuk mencegah terjadi komplikasi yang lebih berat. Tujuan dari pemelitian ini adalah untuk
mengetahui Hubungan antara karakteristik pasien terhadap tingkat kepatuhan menjalani pengobatan
diabetes mellitus. Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian analitik dengan pendekatan
cross sectional. Penelitian ini dilakukan di UPT Kesmas Tembuku I pada bulan Oktober 2015.
Populasinya adalah seluruh penderita Diabetes Melitus yang datang ke Puskesmas Tembuku I dari
tanggal 5 Oktober 2015 - 29 Oktober 2015. Pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive
sampling dengan jumlah sampel 65 orang. Instrumen pengumpulan data primer dengan menggunakan
kuesioner faktor resiko DM oleh Kemenkes (2010) dan tingkat kepatuhan menggunakan MAQ
(medication adherence questionare). Hasil dari penelitian didapatkan adanya hubungan signifikan
antara umur (p=0,018) dan tingkat pendidikan (0,009) terhadap tingkat kepatuhan pasien dalam
menjalani pengobatan. Saran yang diberikan adalah perlu diadakannya konseling mengenai
pentingnya kepatuhan dalam menjalani pengobatan diabetes mellitus.
Kata Kunci: Karakteristik, Tingkat Kepatuhan, Diabetes Melitus
RELATION BETWEEN PATIENTS CHARACTERISTICS WITH OBEDIENCE ON DIABETES MELLITUS
THERAPY IN PRIMARY HEALTH CARE TEMBUKU 1 BANGLI REGENCY BALI 2015
ABSTRACT
Diabetes mellitus is a group of metabolic diseases with characteristic hyperglycemia that occurs
due to abnormalities in insulin secretion, insulin action or both. In the management of the disease,
patients have very important role, especially in terms of compliance in therapy in order to achieve
optimal blood glucose levels to prevent the occurrence of more severe complications. The purpose of
this study was to determine the relationship between patient characteristics on the level of compliance
of treatment of diabetes mellitus. This type of research is an analytic study with cross sectional
approach. This research was conducted at the Public Health Care Unit Tembuku I in October 2015. The
population was all patients with diabetes mellitus who come to the health center Tembuku I on 5
October 2015-29 October 2015. The sampling using consecutive sampling technique with a sample of
65 people. The instrument of primary data for compliance using the MAQ (medication adherence
questionare). Results of the research showed a significant relationship between age (p = 0.018) and
educational level (0.009) of the patients' adherence to treatment. The advice given is to use counseling
for the importance of adherence in the treatment of diabetes mellitus.
Keyword: Charactheristic, Compliance, Diabetes Melitus

1
http://isainsmedis.id/ojs/

ISSN: 2089-9084

ISM, VOL. 8 NO.1, JANUARI-MARET, HAL

PENDAHULUAN
Diabetes
Melitus
merupakan
suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Saat ini
epidemi penyakit menular muncul menjadi
penyebab kematian terbesar di indonesia,
sedangkan epidemi penyakit menular belum juga
tuntas. Berdasarkan studi epidemiologi terbaru,
indonesia telah memasuki epidemi diabetus melitus
tipe 2. Perubahan gaya hidup dan urbanisasi
nampaknya merupakan penyebab penting masalah
ini. Diperkirakan sekitar 50% penyandang diabetes
yang belum terdiagnosis di indonesia. Selain itu
hanya dua pertiga saja dari yang terdiagnosis yang
menjalani pengobatan, baik farmakologis atau non
farmakologis. Dari yang menjalani pengobatan
tersebut hanya sepertiganya saja yang terkendali
dengan baik. Bukti-bukti menunjukan bahwa
komplikasi diabetes dapat dicegah dengan kontrol
glikemik yang optimal. Namun demikian, di
indonesia kontrol glikemik belum tercapai.1
Berbagai
penelitian
epidemiologi
menunjukan adanya kecenderungan peningkatan
angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di
berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya
peningkatan jumlah penyandang diabetes yang
cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO
memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di
indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
21,3 juta pada tahun 2030.1 Pada kenyataannya,
dari tahun 2007 hingga 2013 terjadi peningkatan
penderita DM, dari 1,1% menjadi 2,1%. Di Bali
prevalensi penderita DM yang terdiagnosis oleh
tenaga kesehatan tahun 2013 sebesar 1.5%.2
Pada Puskesmas Kecamatan Tembuku 1,
pada tahun 2014 penyakit DM menempati urutan
ke 5 dengan prevalensi sebesar 7% dari total
kunjungan yang ada pada puskesmas tersebut.
Jumlah pasien yang tercatat pada tahun 2014
adalah sebanyak 177 pasien.3
Diabetes melitus merupakan penyakit
menahun yang akan diderita seumur hidup. Dalam
pengelolaan penyakit tersebut, selain tenaga
kesehatan, peran pasien dan keluarga menjadi
sangat penting, terutama dalam hal meningkatkan
kepatuhan dalam menjalani terapi agar tercapai
kadar glukosa darah yang optimal. Dengan
tercapainya kadar gula darah yang optimal, maka

secara tidak langsung dapat mencegah penderita


DM untuk mengalami komplikasi yang lebih berat,
sehingga kualitas sumber daya manusia masih tetap
dapat dijaga.1
Diabetes Melitus merupakan penyakit yang
tidak dapat disembuhkan, akan tetapi dapat
dikontrol. Terapi pada diabetes melitus
dilaksanakan seumur hidup dan membutuhkan
kepatuhan dari penderita untuk mengontrol
penyakitnya1. Di Puskesmas Tembuku I belum
terdapat data mengenai tingkat kepatuhan
penderita DM menjalani pengobatan. Terdapat
beberapa hal yang mempengaruhi kepatuhan
pasien yaitu keadaan demografi pasien yang
meliputi umur, jenis kelamin dan tingkat
pendidikan.
Pada umumnya pada anak-anak tingkat
kepatuhan dalam menjalani terapi masih rendah,
hal ini disebabkan karena pada usia anak-anak
belum terbentuk sikap untuk memperhatikan diri
sendiri, sehingga masih diperlukan peran orang tua
dalam menjalani suatu terapi. Semakin bertambah
usia seseorang, maka akan semakin terbentuk sikap
untuk memperhatikan diri sendiri, sehingga hal
tersebut juga akan meningkatkan kepatuhan
seseorang dalam menjalani terapi pengobatan,
namun pertambahan usia seseorang tidak serta
merta akan meningkatkan kepatuhan, karena masih
ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi
tingkat kepatuhan seseorang dalam menjalani
suatu terapi pengobatan. Selain itu jenis kelamin
ternyata juga mempengaruhi tingkat kepatuhan
dapat dilihat dari sebuah penelitian yang
mendapatkan terdapat perbedaan kepatuhan
dalam hal mengontrol pola makan pada laki-laki dan
perempuan.
Tingkat
pendidikan
juga
mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalani
terapinya yaitu dengan semakin tingginya tingkat
pendidikan seseorang, maka kesadarannya untuk
menjaga kesehatan semakin tinggi yang berbanding
lurus dengan tingkat kepatuhannya dalam
menjalani pengobatan.4
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
analitik dengan pendekatan cross sectional.
Penelitian ini dilaksanakan di UPT Puskesmas
Tembuku I pada bulan Oktober 2015. Populasi
penelitian yang dipakai adalah penderita Diabetes
2
http://isainsmedis.id/ojs/

ISSN: 2089-9084

ISM, VOL. 8 NO.1, JANUARI-MARET, HAL

Melitus yang dating ke Puskesmas Tembuku I dari


tanggal 5 Oktober 2015 29 Oktober 2015.
Pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan teknik consecutive sampling yaitu
pasien Diabetes Melitus yang datang ke UPT
Puskesmas Tembuku I dari tanggal 5 Oktober 2015
- 23 Oktober 2015. Besar responden yang harus
didapatkan yaitu sebesar 65 orang dengan
menggunakan rumus sampel.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah
penderita Diabetes Melitus yang telah terdiagnosis
dan bersedia menjadi responden. Subjek dalam
penelitian dieksklusi jika subjek menolak untuk
diikutsertakan dalam penelitian, subjek tidak
sanggup
mengikuti
penelitian
(hambatan
komunikasi, mengalami gangguan jiwa, retardasi
mental, dan keadaan lainnya yang mengakibatkan
kesulitan dalam memperoleh data), subjek
mengalami penurunan kesadaran, demensia dan
dengan gejala psikotik, subjek bermigrasi keluar
desa atau meninggal dunia.
Dalam penelitian ini digunakan beberapa
instrumen berupa kuesioner untuk menentukan
umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan dari
subjek penelitian.
Tingkat kepatuhan pada pasien dapat diukur
dengan menggunakan kuisioner Medication
Adherence Questionaire (MAQ). Kuesioner MAQ
adalah alat penilaian tingkat kepatuhan yang sudah
divalidasi dan sering digunakan untuk menilai
kepatuhan pengobatan pasien dengan penyakit
kronik, seperti diabetes mellitus. MAQ berisi empat
pertanyaan tentang penggunaan obat dengan
jawaban ya dan tidak. Nilai MAQ yang tinggi
menunjukkan tingkat kepatuhan pasien terhadap
pengobatan rendah.
Data yang diperoleh akan dianalisis untuk
mengetahui hubungan karakteristik responden
terhadap tingkat kepatuhan dalam menjalani
pengobatan. Analisis data menggunakan Chi Square
test dengan program SPSS versi 16.0 dengan tingkat
kemaknaan p<0,05.

mempengaruhi kepatuhan penderita dalam


mengkonsumsi obat. Pada tabel 1 dapat dilihat
bahwa pada kelompok umur di bawah 45 tahun
memiliki kepatuhan yang lebih tinggi yaitu sebesar
70,0% dibandingkan kelompok umur di atas 45
tahun yaitu 25,5%. Hal ini menunjukkan
kecendrungan antara kepatuhan pasien dalam
mengkonsumsi obat diabetes, di mana semakin
muda usia pasien maka semakin besar
kemungkinan patuh dalam mengkonsumsi obat
diabetes.
Perbedaan tingkat kepatuhan juga dapat
dilihat pada jenis kelamin, di mana laki laki memiliki
tingkat kepatuhan yang lebih rendah yaitu 27,3%
dibandingkan dengan perempuan yang memiliki
tingkat kepatuhan lebih tinggi yaitu sebesar 37,5%.
Berdasarkan tingkat pendidikan akhir yang
ditempuh oleh pasien, didapatkan bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh terdapat
kecenderungan peningkatan tingkat kepatuhan.
Dapat dilihat bahwa pasien sangat patuh yang tidak
tamat SD sebesar 4,8%, tamat SD sebesar 22,2%,
tamat SMP sebesar 50,0%, tamat SMA sebesar
64,7% dan tamat perguruan tinggi sebesar 66,7%.
Hal ini menunjukkan semakin tinggi tingkat
pendidikan pasien maka kecendrungan kepatuhan
dalam mengkonsumsi obat diabetes semakin tinggi.
Data kemudian dimasukkan ke dalam
program SPSS untuk mencari nilai hubungan antar
variabel. Tingkat pendidikan dibagi menjadi dua
yaitu tingkat pendidikan rendah yang merupakan
gabungan responden tidak tamat SD sampai SD dan
SMP dan tingkat pendidikan tinggi yaitu dari SMA
dan perguruan tinggi.
Dari hasil analisis SPSS dengan p < 0,05
didapatkan bahwa umur dan tingkat pendidikan
memiliki hubungan yang signifikan antara umur
dengan tingkat kepatuhan (p=0,018) dan tingkat
pedidikan dengan tingkat kepatuhan (p=0,009).
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
jenis kelamin seseorang dengan tingkat kepatuhan
dalam menjalani pengobatan diabetes mellitus.

HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini responden yang sekaligus
subjek penelitian adalah penderita Diabetes Melitus
yang berkunjung ke UPT Puskesmas Tembuku 1.
Perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh masing
masing penderita, secara tidak langsung dapat

Tabel 1. Kecendrungan Kepatuhan Terhadap


Terapi Farmakologis Berdasarkan Karakteristik
Responden

3
http://isainsmedis.id/ojs/

ISSN: 2089-9084

ISM, VOL. 8 NO.1, JANUARI-MARET, HAL

Tabel 2. Hasil Analisis Data


Karakteristik
Tingkat kepatuhan
Responden
Patuh
Tidak
patuh
Umur
<45 tahun
7
3
>45 tahun
14
41
Jenis Kelamin
Laki laki
9
24
Perempuan
12
20
Pendidikan
Rendah
8
37
Tinggi
13
7

Nilai p

0,018

0,531

0,009

PEMBAHASAN
Berdasarkan data penelitian di atas dapat
dilihat bahwa semakin tinggi umur penderita maka
semakin tidak patuh penderita terhadap
pengobatan farmakologis. Pada usia <45 tahun
didapatkan tingkat kepatuhan sebesar 70% dan
pada usia > 45 tahun dengan tingkat kepatuhan
25,5%. Selain itu dari uji analisis didapatkan
hubungan signifikan antara umur dengan tingkat
kepatuhan pasien UPT Puskesmas Tembuku 1

dalam menjalani pengobatan (p=0,018). Dari hal


tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin muda
umur pasien maka semakin patuh dalam melakukan
pengobatan farmakologis untuk diabetes mellitus.
Hal ini tidak sesuai dengan tinjauan pustaka yang
mengatakan bahwa semakin tinggi uimur seseorang
akan meningkatkan kepatuhan menjalankan
pengobatan. Namun hal ini sesuai dengan penelitin
Hannan, di mana Hannan menyimpulkan pasien
dengan umur yang lebih kecil memiliki tingkat
kepatuhan menjalankan pengobatan farmakologis
yang lebih tinggi.5
Tingkat kepatuhan berdasarkan jenis
kelamin juga terdapat perbedaan antara laki-laki
dan perempuan diamana didapatkan perempuan
mempunyai tingkat kepatuhan yang lebih tinggi
yaitu 37,5% bila dibandingkan dengan laki-laki yaitu
27,3%
dalam
menjalankan
pengobatan
farmakologis untuk diabetes melitus. Hasil uji
analisis menyatakan tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat
kepatuhan dalam menjalani pengobatan (p=0,531).
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan
Hannan, di mana Hannan menyimpulkan bahwa
laki-laki memiliki tingkat kepatuhan menjalankan
pengobatan farmakologis yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan.5
Berdasarkan tingkat pendidikan didapatkan
hasil kepatuhan tertinggi pada pasien yang
mengikuti yang menjalankan pendidikan sampai
perguruan tinggi yaitu sebesar 66,7% dan yang
memiiki tingkat kepatuhan terendah pada pasien
yang tidak tamat SD diamana hanya memiliki
tingkat kepatuhan sebesar 4,8%. Selain itu hasil uji
analisis SPSS juga menyatakan terdapat hubungan
yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan
tingkat
kepatuhan
menjalani
pengobatan
(p=0,009). Dari data tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin patuh orang
tersebut untuk mengikuti pengobatan farmakologis
diabetes melitus. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Hannan, di mana Hannan
menyimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat
kepatuhan menjalankan pengobatan farmakologis
pada pasien. Ketidakpatuhan pasien meningkatkan
resiko komplikasi dan bertambah parahnya
penyakit yang diderita.5,6
4
http://isainsmedis.id/ojs/

ISSN: 2089-9084

ISM, VOL. 8 NO.1, JANUARI-MARET, HAL

Keberhasilan terapi dapat dilihat dari adanya


penurunan kadar gula darah puasa serta adanya
peningkatan kualitas hidup pasien sehingga
terhindar dari penyakit komplikasi. Keberhasilan
terapi dipengaruhi oleh adanya kepatuhan,
motivasi, serta dukungan keluarga. Keberhasilan
terapi diabetes mellitus dapat ditingkatkan dengan
cara mengatur diet, memonitor kadar gula darah,
merawat kebersihan kaki dan porsi olah raga.7
Penelitian lain juga menemukan penurunan
kadar gula darah sangat dipengaruhi oleh latihan
fisik (olah raga) dengan penurunan mencapai
30,14%. Selain kepatuhan penggunaan obat, tingkat
pendidikan dan riwayat obesitas ternyata juga amat
mempengaruhi keberhasilan terapi.8,9
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik
simpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara umur dan tingkat pendidikan pasien dengan
tingkat
kepatuhannya
dalam
menjalani
pengobatan. Akan tetapi tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara jenis kelamin pasien dengan
tingkat
kepatuhannya
dalam
menjalani
pengobatan.
Saran yang bisa diberikan adalah kepada
Puskesmas melalui program P2TM dan promosi
kesehatan agar melakukan konseling secara lebih
mendalam kepada penderita diabetes melitus saat
melakukan kunjungan mengenai pentingnya
kepatuhan dalam menjalani terapi dan harus
diingat bahwa kepatuhan penggunaan obat hanya
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan terapi.
DAFTAR PUSTAKA
1. PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Indonesia. Jakarta.

2. Pemerintah Provinsi Bali. Profil Kesehatan


Provinsi Bali Tahun 2013. Denpasar. 2014.
3. Puskesmas Tembuku 1. Profil Puskesmas
Tembuku 1 Tahun 2014. Bangli. 2015.
4. Febriana, R. Hubungan Kepatuhan Diit
Dengan Kadar Gula Darah Sewaktu Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rawat Inap
Rsud Sukoharjo. Surakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Muhamadiyah.
2014.
5. Hannan
M.
Analisis
Faktor
Yang
Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat
Pada Pasien Diabetes Melitus Di Puskesmas
Bluto Sumenep. Wiraraja Medika. 2013.
6. Pratita, N.D. Hubungan Dukungan Pasangan
dan Health Locus of Control dengan
Kepatuhan dalam Menjalani Proses
Pengobatan Pada Penderita Diabetes
Mellitus Tipe 2, Jurnal Ilmiah Mahasiswa,
Universitas Surabaya,1(1). 2012.
7. Santosa, M. Pengenalan Penyakit DM &
Penanganannya
Dewasa
ini,
http://www.pbpapdi.org/papdi.php?pb=det
il_berita&kd_berita=87 (diakses tanggal 14
Oktober 2015) .2011.
8. Puji I., Heru S. & Agus S. Pengaruh Latihan
Fisik; Senam Aerobik Terhadap Penurunan
Kadar Gula Darah Pada Penderita DM Tipe 2
Di
Wilayah
Puskesmas
Bukateja
Purbolingga,Media Ners, 1(2), 49 99. 2007.
9. Dewi, I. A. P., , Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Keberhasilan Terapi Pada
Penderita Diabetes Mellitus (Suatu Studi
Penderita Diabetes Mellitus Bulan Oktober
2009 Di RSD Dr. SOEBANDI, Jember), Skripsi,
Fakultas Kedokteran, Universitas Jember.
2009.

5
http://isainsmedis.id/ojs/

Anda mungkin juga menyukai