Anda di halaman 1dari 44

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu kelompok

penyakit yang memberi beban kesehatan masyarakat tersendiri karena

keberadaannya cukup prevalen, tersebar di seluruh dunia, menjadi

penyebab utama kematian, dan cukup sulit untuk dikendalikan. Perhatian

terhadap penyakit tidak menular makin hari makin meningkat karena

semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya pada masyarakat.

Kecenderungan peningkatan ini terjadi terutama pada diabetes mellitus.

Karena itu, PTM makin hari cenderung makin menjadi masalah utama

kesehatan masyarakat melewati penyakit menular, penyakit ibu dan anak,

dan kekurangan gizi yang justru cenderung menurun (Purwanto,

Hadi.2016).

Selain menyebar luas secara global, PTM juga merupakan penyakit

penyebab utama kematian. Data dunia menunjukkan lebih 80% kematian

penyakit DM (Diabetes Mellitus) terjadi pada negara berpendapatan rendah

dan menengah, 29% kematian terjadi pada kelompok usia di bawah 60

tahun (premature death) (Purwanto, Hadi.2016).

Data Sample Registration Survey tahun 2014 menunjukkan bahwa

diabetes merupakan penyebab kematian terbesar nomor 3 di Indonesia

dengan presentase sebesar 6,7%, setelah stroke (21,1%) dan penyakit

jantung koroner (12,9%) (Kemenkes RI, 2022). Menurut Purwati (2013)

sebanyak 1.785 penderita diabetes mellitus di Indonesia yang mengalami

1
2

komplikasi neuropati (63,5%), retinopati (42%), nefropati (7,3%),

makrovaskuler (6%), mikrovaskuler (6%), dan kaki

diabetik (15%). Angka kejadian diabetes melitus di Kalimantan Timur

menempati urutan kedua teratas menurut Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2020. Urutan pertama yaitu DKI Jakarta. Propinsi

Maluku memiliki persentase 10,9 % dari total seluruh penduduk usia 15

tahun keatas (Riskesdas, 2022).

Berdasarkan dari data rekam medik RSUD Karel Sadsuitubun

Langgur bahwa penderita diabetes melitus tipe 2 yang dirawat inap tahun

2021 sebanyak 67 orang, pada tahun 2022 sebanyak 105 orang serta pada

tahun 2023 sebanyak 228 orang ( RM RSUD KSL, 2024).

Diabetes mellitus tipe 2 akan menimbulkan dampak secara langsung

pada penderita yaitu antara lain pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi,

niat, referensi dan sosial budaya. Jika penderita diabetes mellitus tidak

mampu mengontrol kadar gula dalam darah, akibatnya kadar gula dalam

darah selalu tinggi (Najib Bustan, M. 2015).

Masalah keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan

diabetes mellitus tipe 2 adalah defisit nutrisi berhubungan dengan

penurunan metabolisme akibat defisiensi insulin, intake yang tidak adekuat

akibat adanya mual mutah, resiko defisit volume cairan dan elektrolit

berhubungan dengan diuresis osmotik dan poliuria, intoleransi aktivitas

berhubungan dengan kelemahan akibat penurunan produksi energi,

gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sensasi sensori,

gangguan sirkulasi, penurunan aktivitas atau mobilisasi, gangguan citra

tubuh berhubungan dengan ekstremitas gangrene, resiko cedera


3

berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan, resiko infeksi

berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit,

penurunan anabolisme protein, defisit pengetahuan tentang proses

penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya

paparan informasi (NANDA, 2015).

Upaya untuk mengatasi masalah keperawatan gangguan pemenuhan

nutrisi pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 yaitu dengan tentukan

program diet dan pola makan pasien dengan menggunakan prinsip 3J

yakni, jumlah makanan yang disesuaikan dengan tinggi badan, berat

badan, jenis aktivitas dan umur. Kemudian jenis, yang mencakup

karbohidrat, protein, lemak, buah-buahan serta sayuran. Kebutuhan gizi

harus dipenuhi dengan menu yang tepat sehingga tidak menaikkan kadar

gula darah. Terakhir adalah jadwal yang mencakup makan pagi, siang,

malam dan makanan selingan. Intolerasi aktivitas beri aktivitas alternatif,

bantu pasien dalam memenuhi ADL dan dengan mengatur periode istirahat

yang cukup, gangguan integritas kulit dengan kaji kulit, area sirkulasi dan

perawatan luka, gangguan citra tubuh dengan dorong pengungkapan

perasaan, resiko cedera dengan menghindarkan hal-hal yang dapat

menghalangi aktivitas, resiko infeksi dengan observasi terhadap tanda-

tanda infeksi dan defisit pengetahuan dengan menjelaskan kepada pasien

dan keluarga mengenai proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan

(NANDA, 2015).

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan sebagai dasar dalam

melakukan terapi non farmakologi bagi penderita diabetes mellitus tipe 2

diikuti dengan tahu, mau dan mampu. Masing-masing individu akan


4

melakukan suatu tindakan. Berdasarkan fenomena individu cenderung

belum mau dan mampu mengaplikasikan kepatuhan diit ditandai dengan

masih adanya pasien yang mengkonsumsi makanan yang memicu kadar

gula darah jauh dari normal dan frekuensi makan yang tidak sesuai

anjuran.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk

mengambil judul Studi Kasus“ Asuhan Keperawaan Pada Pasien Diabetes

Melitus Tipe II Dalam Pemberian Edukasi Diet di RSUD Karel Sadsuitubun

Langgur”.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawaan pada pasien diabetes melitus tipe II dalam

pemberian edukasi diet di RSUD Karel Sadsuitubun Langgur

1.3. Tujuan Studi Kasus

Mengetahui gambaran asuhan keperawaan pada pasien diabetes melitus

tipe II dalam pemberian edukasi diet di RSUD Karel Sadsuitubun Langgur

1.4. Manfaat Studi Kasus

1.4.1.Bagi Rumah Sakit

Diharapkan bagi rumah sakit dapat memberikan pelayanan

kesehatan dan mempertahankan hubungan kerja sama baik antar tim

kesehatan maupun pasien sehingga dapat meningkatkan mutu

pelayanan asuhan keperawaan pada pasien diabetes melitus tipe II

dalam pemberian edukasi diet

1.4.2.Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan.

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan

pada pasien diabetes melitus tipe II dalam pemberian edukasi diet


5

1.4.3.Bagi penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset

keperawatan, khususnya studi kasus tentang asuhan keperawaan

pada pasien diabetes melitus tipe II dalam pemberian edukasi diet


6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Asuhan keperawatan diabetes melitus

2.1.1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses

keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data

yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan klien (Najib Bustan, M.2015).

Sumber data didapatkan dari klien, keluarga, teman

terdekat, anggota tim perawatan kesehatan, catatan kesehatan,

pemeriksaan fisik, hasil dari pemeriksaan diagnostik dan

laboratorium (Najib Bustan, M.2015).

Dalam melakukan pengkajian pada klien dengan Diabetes

Melitus menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh :

2.1.1.1. Data Biologis

a. Identitas Klien : Nama, umur, agama, jenis kelamin,

alamat, pendidikan, pekerjaan, pendidikan, status

pernikahan, NO RM, tanggal MRS, tanggal pengkajian.

b. Identitas Penanggung Jawab : Nama, umur, agama,

jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat,

hubungan dengan klien.

2.1.1.2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan

utama gatal-gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu

6
7

tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata

kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga

mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan

muntah, BB menurun, kramotot, gangguan

tidur/istirahat, haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala,

b. Riwayat kesehatan dahulu

(1) Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan

diabetes gestasional

(2) Riwayat ISK berulang

(3) Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik

(tiazid), dilantin dan penoborbital.

(4) Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat

berlebihan

(5) Berapa lama klien menderita DM, bagaimana

penanganannya, mendapat terapi insulin jenis

apa, bagaimana cara minum obatnya apakah

teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien

untuk menanggulangi penyakitnya.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga

tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik,

riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat

glukosuria selama stres (kehamilan, pembedahan,

trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat

(glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).


8

d. Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan, dan

emosi yang dialami penderita sehubungan dengan

penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap

penyakit penderita. (Najib Bustan, M.2015).

2.1.1.3. Pola aktivitas sehari-hari

Tabel 2.1 Pola Aktivitas Sehari-hari

Jenis Aktivitas Masalah


Letih, Lemah, Sulit Bergerak /
Aktivitas/Istirahat berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
Adakah riwayat hipertensi, kebas,
AMI, takikardi, klaudikasi,
Sirkulasi kesemutan pada ekstremitas, ulkus
pada kaki yang penyembuhannya
lama, perubahan tekanan darah
Integritas Ego Stress, ansietas
Perubahan pola berkemih (nokturia,
Eliminasi
poliuria,anuria ), diare
Anoreksia, mual muntah, tidak
Makanan/cairan mengikuti diet, penurunan berat
badan, haus, penggunaan diuretik
Batuk dengan atau tanpa sputum
Pernafasan purulen (tergangung ada infeksi /
tidak)
Nyeri/ Abdomen tegang, nyeri (sedang /
kenyamanan berat)
Kemanan Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2.1.1.4. Pola eliminasi

Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan sulit

kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi,

masalah miksi (oliguri, disuri, dan lain-lain), penggunaan

kateter, frekuensi defekasi dan miksi, karakteristik urin

dan feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih,


9

masalah bau badan, perspirasi berlebih. Stress,

anxientas, depresi, Peka rangsangan, Tergantung pada

orang lain.

2.1.1.5. Pola makan

Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan

elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet, fluktuasi BB

dalam 6 bulan terakhir, kesulitan menelan, mual/muntah,

kebutuhan jumlah zat gizi, masalah/penyembuhan kulit,

makanan kesukaan.

2.1.1.6. Personal hygiene

Menggambarkan kebersihan dalam merawat diri yang

mencakup, mandi, bab, bak, dan lain-lain.

2.1.1.7. Pemeriksan fisik

1) Keadaan Umum : Meliputi keadaan penderita tampak

lemah atau pucat. Tingkat kesadaran apakah sadar,

koma, disorientasi.

2) Tanda-tanda Vital : Tekanan darah tinggi jika disertai

hipertensi. Pernapasan reguler ataukah ireguler,

adanya bunyi napas tambahan, respiration rate (RR)

normal 16-20 kali/menit, pernapasan dalam atau

dangkal. Denyut nadi reguler atau ireguler, adanya

takikardia, denyutan kuat atau lemah. Suhu tubuh

meningkat apabila terjadi infeksi.


10

3) Pemeriksaan Kepala dan leher :

a. Kepala : normal, kepala tegak lurus, tulang kepala

umumnya bulat dengan tonjolan frontal di bagian

anterior dan oksipital di bagian posterior

b. Rambut : biasanya tersebar merata, tidak terlalu

kering, tidak terlalu berminyak.

c. Mata : simetris mata, refleks pupil terhadap cahaya,

terdapat gangguan penglihatan apabila sudah

mengalami retinopati diabetik.

d. Telinga : fungsi pendengaran mungkin menurun.

e. Hidung : adanya sekret, pernapasan cuping hidung,

ketajaman saraf hidung menurun.

f. Mulut : mukosa bibir kering.

g. Leher : tidak terjadi pembesaran kelenjar getah

bening.

4) Pemeriksaan dada :

a. Pernafasan : sesak nafas, batuk dengan tanpa

sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya

infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika

kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit,

nafas berbau aseton.

b. Kardiovaskuler: takikardia/nadi menurun, perubahan

TD postural, hipertensi disritmia dan krekel.


11

5) Pemeriksaan abdomen :

Adanya nyeri tekan pada bagian pankreas, distensi

abdomen, suara bising usus yang meningkat.

6) Pemeriksaan Reproduksi

Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan,

impotensi pada pria, dan sulit orgasme pada wanita.

7) Pemeriksaan Integumen

Biasanya terdapat lesi atau luka pada kulit yang lama

sembuh. Kulit kering, adanya ulkus di kulit, luka yang

tidak kunjung sembuh. Adanya akral dingin, capillarry

refill kurang dari 3 detik, adanya pitting edema.

8) Pemeriksaan Ekstremitas

Kekuatan otot dan tonus otot melemah. Adanya luka

pada kaki atau kaki diabetik.

9) Pemeriksaan Status Mental

Biasanya penderita akan mengalami stres, menolak

kenyataan, dan keputus asaan.

2.1.1.8. Pemeriksaan laboratorium

Menurut Damayanti, Sari.(2015). Pemeriksaan

laboratorium pada pasien diabetes melitus meliput :

1. Gula darah meningkat > 200 mg/dl

2. Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok

3. Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt

4. Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3

(asidosis metabolik)
12

5. Alkalosis respiratorik

6. Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi),

leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan respon

terhadap stress/infeksi.

7. Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal

lochidrasi/penurunan fungsi ginjal.

8. Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis

akut.

9. Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada

(pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II

yang mengindikasikan insufisiensi insulin.

10. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas

hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan

kebutuhan akan insulin.

11. Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas

mungkin meningkat.

12. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi

pada saluran kemih, infeksi pada luka.

2.1.2. Diagnosa

Langkah kedua dalam tahapan asuhan keperawatan

adalah menegakan diagnosa keperawatan yang dialami pasien,

diagnosa keperawatan ini merupakan kesimpulan atas pengkajian

yang telah dilakukan terhadap pasien.

Menurut PPNI (2016), diagnosa keperawatan yang muncul

klien diabetes melitus adalah:


13

2.1.2.1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik

(D.0077)

2.1.2.2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

(D.0054)

2.1.2.3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan

perubahan pigmentasi (D.0129)

2.1.2.4. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post op

(D.0142)

2.1.2.5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang

terpaparnya informasi (D.0111).

2.1.2.6. Resiko defisit nutrisi (kurang dari kebutuhan)

berhubungan dengan asupan (D.0032 )

2.1.3. Intervensi keperawatan

Menurut Tim Pojka SIKI DPP PPNI (2018), Perencanaan

merupakan tindakan ketiga dari proses keperawatan yang meliputi

perkembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau

mengkoreksi masalah-masalah yang di identifikasi pada diagnosa

keperawatan.

SDKI SLKI SIKI

Nyeri akut Luaran Utama: Intervensi Utama:


berhubungan dengan  Tingkat Nyeri  Manajemen Nyeri
agen pencedera fisik Luaran Tambahan: Intervensi Pendukung:
(D.0077)  Kontrol nyeri  Pemberian analgesik
 Mobilitas fisik  Edukasi teknik napas
 Pola tidur  Kompres hangat
 Status kenyamanan  Kompres dingin
 Pengaturan posisi
 Teknik distraksi
 Terapi relaksasi napas
14

dalam

Gangguan mobilitas Luaran Utama: Intervensi Utama:


fisik berhubungan  Mobilitas fisik  dukungan ambulasi
dengan nyeri Luaran Tambahan: Intervensi Pendukung:
(D.0054)  Berat badan  dukungan kepatuhan
 Koordinasi program pengobatan
pergerakan  dukungan perawatan diri
 Status nutrisi  edukasi latihan fisik
 Toleransi akitvias  menejemen nyeri
 motivasi

Gangguan integritas Luaran Utama: Intervensi Utama:


kulit berhubungan  integitas kulit dan  perawatan integritas kulit
dengan perubahan jaringan Intervensi Pendukung:
pigmentasi (D.0129) Luaran Tambahan:  dukungan perawatan diri
 pemulian pasca  edukasi edama
beda  edukasi pencegahan
 penyembuhan luka infesksi
 status nutrisi  pemberian obat kulit
 perfusi perifer
 status sirkulasi

Risiko infeksi Luaran Utama: Intervensi Utama:


berhubungan dengan  tingkat infeksi  menejemen
adanya luka post op Luaran Tambahan: imunisasi/vaksin
(D.0142)  integritas kulit dan Intervensi Pendukung:
jaringan  pemantauan tanda vital
 kontrol resiko  menejemen lingkungan
 status imun  pemberian obat
 status nutrisi  pencegahan luka

Resiko defisit nutrisi Luaran Utama: Intervensi Utama:


(kurang dari  Status nutrisi  Manajemen nutrisi
kebutuhan) Luaran Tambahan: Intervensi Pendukung:
berhubungan dengan  Berat badan  Identifikasi status nutrisi
asupan (D.0032 )  Eliminasi fekal  Identifikasi alergi dan
 Fungsi intoteransi makanan
gastrointesinal  Identifikasi kebutuhan
 Nafsu makan kalori dan jenis nutrien
 Status menelan  Monitor asupan makan
 Tingkat depresi  Ajarkan diet yang
 Tingkat nyeri diprogramkan
 Kolaborasi dengan ahli
15

gizi

Defisit pengetahuan Luaran Utama: Intervensi Utama:


berhubungan dengan  Tingkat  Edukasi Kesehatan
kurang terpaparnya Pengetahuan Intervensi Pendukung:
informasi (D.0111). Luaran Tambahan:  Edukasi diet
 Memori  Edukasi efek samping
 Motivasi obat
 Proses Informasi  Edukas nutrisi
 Tingkat Agitasi  Edukasi menejemen nyeri
 Tingkat Kepatuhan  Edukasi tentang tindakan
keperawaan

2.1.4. Implementasi

Pelaksanaan keperawatan merupakan proses keperawatan yang

mengikuti rumusan dari rencana keperawatan. Pelaksanaan

keperawatan mencakup melakukan, membantu, memberikan askep

untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien, mencatat serta

melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan

kesehatan berkelanjutan dari klien. Proses pelaksanaan

keperawatan mempunyai lima tahap (Damayanti, Sari.2015).),

antara lain:

1. Mengkaji ulang klien. Fase pengkajian ulang terhadap

komponen implementasi memberikan mekanisme bagi perawat

untuk menentukan apakah tindakan keperawatan yang

diusulkan masih sesuai.

2. Menelaah dan modifikasi rencana asuhan keperawatan yang

ada Modifikasi rencana asuhan yang telah ada mencakup

beberapa langkah. Pertama data dalam kolom pengkajian

direvisi sehingga mencerminkan status kesehatan terbaru klien.


16

Kedua, diagnosa keperawatan direvisi. Diagnosa keperawatan

yang tidak relevan dihapuskan dan diagnosa keperawatan yang

terbaru ditambah dan diberi tanggal. Ketiga, metode

implementasi spesifik direvisi untuk menghubungan dengan

diagnosa keperawatan yang baru dan tujuan klien yang baru.

3. Mengidentifikasi bidang bantuan

Situasi yang membutuhkan tambahan tenaga beragam.

Sebagai contoh, perawat yang ditugaskan untuk merawat klien

imobilisasi mungkin membutuhkan tambahan tenaga untuk

membantu membalik, memindahkan dan mengubah posisi klien

karena kerja fisik yang terlibat. (Damayanti, Sari. 2015).

2.1.5. Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil

implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan

untuk melihat keberhasilannya. Evaluasi disusun dengan

mengunakan SOAP yang operasional dengan pengertian antara

lain:

S : adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara

subjektif oleh klien dan keluarga setelah diberikan implementasi

keperawatan.

O : adalah keadaan objektif yang didefinisikan oleh perawat

menggunakan pengamatan yang objektif setelah implementasi

keperawatan.

A : adalah merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon

subjektif dan objektif klien yang dibandingkan dengan kriteria


17

dan standar yang telah ditentukan mengacu pada tujuan

rencana keperawatan klien.

P : adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan

analisis

2.2. Tinjauan umum diabetes melitus

1.2.1. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit kronik yang

kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat,

protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makrovaskuler,

mikrovaskuler dan neurologis (Ernawati.2013). Diabetes Melitus

adalah sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang

disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat

kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia)

1.2.2. Etiologi

Menuru. Ernawati. (2013). Etiologi Diabetes Melitus di

bedakan berdasarkan tipenya , sebagai berikut :

1.2.2.1. Diabetes Tipe I

Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta

pankreas. Kombinasi faktor genetik imunologi dan

kemungkinan pula lingkungan infeksi di perkirakan turut

menimbulkan distruksi sel beta.

1) Faktor-faktor genetik
18

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe Iitu

sendiri, tapi mewarisi suatu kecenderungan genetik

kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungna

genetik ini di temukan pada individu yang memiliki tipe

antigen HLA (Human laucocyute antigen) tertentu.HLA

merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas

antigen transplantasi dan proses imun lainnya.95%

pasien yang berkulit putih (Caucasion) dengan diabetes

tipe I memperhatikan tipe HLA yang spesifik (DR 3 atau

DR 4 ). Resiko terjadinya diabetes tipe I meningkat 3-5x

lipat pada individu yang memiliki tipe HLA DR 3 maupun

DR 4 (jika di bandingkan dengan populasi umum).

2) Faktor-faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon

auto imun. Respon ini merupakan respon abnormal di

mana anti bodi terarah pada jeringan normal tubuh

dengan cara bereaksi terhadap jeringan tersebut yang di

anggap seolah-olah sebagai jeringan asing. Otoantibodi

terhadap sel-sel pulau-pulau langerhans dan insulin

endogen (internal) teratasi di saat diakrosis di buat dan

bahkan beberapa tahun sebelum timbul tanda-tanda

klinis diabetes tipe I riset dilakukan untuk mengevaluasi

efek prefarak imonosupresf terhadap perkembangan

penyakit pada pasien tipe I yang baru terdiagnosis atau

pada pasien prediabetes (pasien dengan anti bodi yang


19

terdeteksi tetapi tidak memperlihatkan gejala klinis

diabetes). Reset lainnya menyelidiki efek protektif yang

di timbulkan insulin dengan dosis kecil terhadap fungsi

sel beta. (Ernawati.2013).

3) Faktor-faktor Lingkungan

Penyelidikan sedang dilakukan terhadap kemungkinan

factor-faktor eksternal yang dapat memicu dekstruksi sel

beta. Sebagai contoh hasil penyelidikan yang di

nyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat

memicu proses otoimun yang menimbulkan dekstruksi

sel beta.

Interaksi terhadap faktor-faktor genetik, imunologi, dan

lingkungan dalam etioologi diabetes tipe I merupakan

pokok perhatian riset yang terus berlanjut. Meskipun

kejadian yang menimbulkan dekstruksi sel beta tidak di

mengerti sepenuhnya, Namur kenyatan bahwa

kerentanan genetik merupakan factor dasar yang

mendasari proses terjadinya diabetes I merupakan hal

yang secara umum dapat di tarima.

1.2.2.2. Diabetes Tipe II

Mekanisme yang tepat, yang menyebabkan resistensi

insulin pada diabetes tipe II masih belem di ketahui. Factor

genetik di perkirakan memegang peranan dalam proses

tersadinya resitensi insulin. Selain itu terdapat factor-faktor


20

resiko tertentu berhubungan dengan proses terjadinya

diabetes tipe II, factor-faktor itu adalah:

1) Usia (Resistensi insulin meningkat pada usia di atas 65

tahun),

2) Obesitas ( kelebihan berat badan),

3) Riwayat keluarga.

Kelompok etnik (Di Amerika Serikat , golongan

hospanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki

kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe

II (Afri –Amerika)

1.2.3. Anatomi fisiologi

Pada manusia pankreas terletak pad dinding posterior abdomen

bagian atas dengan berat sekitar 80 gr. Sebagian besar

merupaka kelenjar-kelenjar yang terdiri dari sel-sel sinus yang

menghasilkan enzim-enzim endokrin yang akan memasuki duktus

pangkreatik mwnuju keduodenum. Kemampuan endokrin

pankreas terdiri kurang lebih 0,7-1 juta sel endokrin yang di kenal

sebagai oslet of langerhans atau pulau-pulau langerhans ini

merupakan 1-1,5 % dari seluruh berat pankreas. Terdapat 4 jenis

sel pada pulau –pulau langerhens

a. Sel A (sel ) menghasilkan glikogen sekitar 20%

b. Sel B (sel ) merupakan 70-80% dari semua sel-sel yang

terdapat pada pulau-pulau langerhans dan menghasilkan

hormon insulin.

c. Sel D (sel ) yamg menghasilkan samotospatin 3-5%


21

d. Sel F (sel PP) menghasilkan pancreatic polipeptida

Jenis-jenis sel dalam hormon yang dihasilkan oleh pulau-pulau

langerhans yaitu:

a. Sel A. Hormon yang dihasilkan : glukogen, glukogon-like,

praglukogon.

b. Sel B. Hormon yang dihasilkan :insulin, proinsulin, GABA,

peptidec.

c. Sel D. Hormon yang dihasilkan : Somatostatin.

d. Sel F. Hormon yang di hasilkan : Pancreatik polipeptida.

Kelenjar pankreas (pulau-pulau langerhans) menghasilkan hormon

meliputi :

a. Insulin : Meningkatkan metabolisme karbohidrat, protein, lemak

sehinga menurunkan kadar glukosa dalam darah

b. Glukogen : Memobilisasi simpanan glukogen dengan demikian

meningkatkan kadar glukosa darah.

c. Somatostatin : Menurunkan sekresi insulin, glukosa,

pertumbuhan hormon gastrointestinal,gastrin dan sekretin.

Insulin. Sekresi insulin oleh pankreas sekitar 40-50 unit

/hari,pengaturan sekresi insulin oleh:

a. Glukosa bila konsentrasi gula darah meningkat

b. Hormon

c. Asam amino

d. Susunan syaraf

Kerja insulin adalah memfasilitasi dan mempromosi transper

glukosa melalui memran plasma sel dalam jaringan khusus.


22

Sedangkan efek insulin terhadap metabolisme karbohidrat yaitu

mermelihara kemostatik glukosa meningkatkan metabolisme

karbohidrat. Fungsi pankreas yang sangat penting : menghasilkan

hormon insulin.

1.2.4. Manifestasi Klinik

Menurut Ernawati. 2013). manifestasi dari diabetes melitus ada

beberapa tahapan, yaitu

1.2.4.1. Manifestasi Klinik pada IDDM tahap awal dapat ditemukan

gejala-gejala sebagai berikut:

1) Lemah

2) Lelah

3) Polyuri

4) Polydipsi

5) Poliphagi

6) Berat badan menurun.

1.2.4.2. Manifestasi Klinik pada IDDM lanjutan dapat ditemukan

gejala-gejala sebagai berikut:

1)Mual dan tidal ada nafsu makan

2)Sering BAK

3)lesuh dan mengantuk

4)Bingung

5)Eletrolit terganggu

6)Syok hipovolemik

7)Pernapasan kusmual

8)Nadi cepat dan lemah.


23

1.2.4.3. Manifestasi Klinik pada Non IDDM (Insulin dependen

Diabetes Melitus) tahap awal dapat ditemukan gejala-

gejala sebagai berikut:

1) Lemah

2) Lelah

3) Polydipsi

4) Polyphagia

5) infeksi kulit

6) Bila ada luka, lama baru sembuh.

1.2.5. Faktor resiko

1.2.5.1. Genetik atau Faktor Keturunan

Diabetes Melitus merupakan penyakit keturunan, jika ada

anggota keluarga yang menderita DM maka

kemungkinannya lebih besar terserang DM pada keluarga

ini jika dibandingkan dengan keluarga lain yang tidak

memiliki keturunan DM.

1.2.5.2. Proses Menua

Dengan bertambahnya umur maka terjadi gangguan pada

fungsi pankreas dan kerja dari insulin yang menyebabkan

kadar glukosa darah meningkat. Gangguan fungsi

pankreas menyebabkan sekresi insulin berkurang.

1.2.5.3. Kegemukan

Pada orang gemuk, kadar asam lemak bebas meningkat

sehingga menghambat kerja insulin


24

1.2.6. Tipe – tipe Diabetes Melitus

1.2.6.1. DM tipe I / IDDM (Insulin Dependen Diabetes Melitus) /

DMTI (Diabetes Melitus Tergantung Insulin). Pada DM tipe

ini insulin tidak aktif sehingga glukosa tidak dapat masuk

kedalam sel sehingga glukosa akan tetap ada didalam

pembuluh darah sehingga kadar glukosa dalam darah

meningkat. Biasanya terjadi pada usia <40 tahun.

1.2.6.2. DM tipe II / NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes

Melitus). Pada DM tipe ini jumlah insulin normal, malah

mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang

terdapat pada permukaan sel kurang, sehingga glukosa

yang masuk sel sedikit dan glukosa darah meningkat.

Dengan demikian keadaan sama dengan DM tipe I.

Perbedaannya adalah DM tipe II disamping kadar dlukosa

tinggi tapi kadar insulin normal. Keadaan ini disebut

resistensi insulin. Dan DM tipe ini terjadi pada usia > 40

tahun.

1.2.7. Patofisiologi Diabetes Melitus

Patofisiologi Diabete Mellitus dapat dibedakan berdasarkan tipe-

tipenya:

1.2.7.1. Diabetes tipe I

Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk

menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah

dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa

terjadi karena produksi glukosa tidak terukur oleh


25

hati.Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak

dapat disimpan didalam hati tapi tetap berada dalam darah

dan menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah

makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup

tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa

yang tersaring keluar, akibatnya glukosa yang berlebihan

diekskresikan dalam urin, disertai dengan pengeluaran

cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini

dinamakan diuresis osmotik.sebagai akibat dari kehilangan

cairan berlebihan, klien mengalami peningkatan dalam

berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi

insulin juga mengganggu protein dan lemak yang

menyebabkan penurunan berat badan.pasien dapat

mengalami peningkatan selera makan (polipagi) akibat

menurunnya simpanan kalori dan gejala lainnya.adalah

kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal, insulin

mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang

disimpan) dan glukogenolisis (pembentukan glukosa baru

dari asam amino serta subtansi lainnya), namun pada

penderita defisiensi insulin,proses ini akan terjadi tanpa

hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan

hiperglikemia.disamping itu akan terjadi pemecahan lemak

yang mengakibatkan produksi badan koton yang

merupakan produk samping pemecahan lemak,.badan

keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan


26

asam-asam tubuh apabila jumlahnya berlebihan maka

akan terjadi ketoasidosis diabetik yang menyebabkan

tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,

hipertensi, napas luar bau aseton, bila tidak ditangani akan

menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan

kematian.Pemberian insulin bersama dengan cairan dan

elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan

cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala

hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan latihan dasertai

dengan pemantauan kadar glukosa darah yang sering

merupakan komponen terapi yang penting (Najib Bustan,

M.2015).

1.2.7.2. Diabetes tipe II

Pada diabetes tipe II terdapat 2 masalah utama yang

berhubungan dengan insulin, yaitu resistansi insulin dan

gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat

dengan reseptor khusus permukaan sel.Sebagai akibat

terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, resistensi

insulin pada diabetes tipe II disertai dangan penurunun

sekresi intra sel, dengan demikian insulin menjadi tidak

efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh

jaringan. Untuk mengatasi resistansi insulin akan

mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus

terdapat peningkatan insulin yang diekskresikan.Pada

penderita glukosa terganggu,keadaan ini terjadi akibat


27

sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan di

pertahan kan pada tingkat normal atau sedikit meningkat

namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu

mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka

kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

Meskipun terjadi ganguan sekresi insulin yang meriupakan

ciri khas tipe II, namun masih terdapat insulin dengan

jumlah adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan

produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu,

diabetes tipe II ysng tidsk terkontrol akan menimbulkan

masalah akut lainya yang di namakan sindrom

Hiperglikemik Non Ketokik (HNK) Diabetes tipe paling

sering terjadi pada penderita diabetes yang berusiah lebih

dati 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang

berlansung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif,

maka anitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa

terdeteksi. Jika gejalanya di alami oleh pasien, gejala

tersebut bersipat ringan dan dapat mencakup kelelahan,

iritabilitas, polyuria, polydipsi, luka pada kulit yang lama

sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika

kadar glukosanya sangat tinggi). Untuk dsebagain besar

pasien (kurang lebih 75%), penyakit diabetes tipe II yang

dideritanya di temukan secara tidak sengaja (misalnya

kelainan mata, neuropati perifer) muungkin sudah terjadi

sebelum diagnosis di tegakkan. Penanganan primer


28

diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan,

karena resistensi insisen insulin berkaitan dengan obesitas.

Latihan merupakan unsur yang penting pula untuk

meningkatkan efektifitas insulin. Obat hipoglikemia oral

dapat di tambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil

menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang

memuaskan, maka insukin dapat di gunakan. Sebagian

besar memerlukan insulin sementara waktu selama periode

stres fisiologis yang akut, seperti selama sakit dan

pembedahan.

1.2.8. Penatalaksanaan

Menurut Najib Bustan, M. (2015). dalam pengelolaan/tatalaksana

diabetes mellitus, terdapat dua pilar yang harus dilakukan dengan

tepat yaitu: terapi non farmokolgi dan farmokogi

1.2.8.1. Farmokologi

Penderita diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan

suntikan insulin setiap hari. Penderita diabetes melitus tipe

2, umumnya perlu minum obat antidiabetes secara oral

atau tablet. Penderita diabetes memerlukan suntikan

insulin pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi

suntikan insulin dan tablet (Najib Bustan, M. 2015).

1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Merupakan obat penurun kadar glukosa pada darah

yang diresepkan oleh dokter khusus bagi diabetesi.

Obat penurun glukosa darah bukanlah hormon insulin


29

yang diberikan secara oral. OHO bekerja melalui

beberapa cara untuk menurunkan kadar glukosa darah

(Najib Bustan, M. 2015).

Obat Hipoglikemik Oral. Digolongkan berdasarkan cara

kerjanya:

a. Pemicu sekresi insulin/secretagogue (Sulfonilurea

dan Glinit)

b. Penambah sensitifitas terhadap insulin: Metformin

dan Tiazolidindion

c. Penghambat absorbsi glukosa:penghambat

oksidase alfa

1.2.8.2. Non farmokologi

1. Pendidikan/edukasi

2. Olaraga teratur

3. Kontrol asupan karbohidrat

4. Tingkat asupan serat

5. Banyak minum air

6. Kontrol porsi makan

7. Pantau kadar gula dara

2. 1. Konsep Pemberian Edukasi Kesehatan

2.3.1. Pengertian Edukasi

Edukasi adalah sebuah proses pembelajaran yang

bertujuan untuk mengembangkan potensi diri yang ada pada

peserta didik dan mewujudkan sebuah proses yang pembelajaran

yang lebih baik. (Notoatmodjo,2012).


30

2.3.2. Tujuan Edukasi Kesehatan

Edukasi memiliki tujuan untuk mengembangkan

kecerdasan, kepribadian, dan mendidik akhlak menjadi akhlak

yang mulia. penggunaan kata edukasi sering kita kenal dengan

sebutan pendidikan. edukasi bisa anda lakukan dari anak masih

bayi sampai dengan seumur hidup

Tujuan edukasi menurut Susilo, R. (2011). Edukasi

memiliki beberapa tujuan, berikut diantaranya:

1. Meningkatkan kecerdasan.

2. Merubah kepribadian manusia suapaya memiliki akhlak yang

terpuji.

3. Menjadikan mampu untuk mengontrol diri.

4. Meningkatkan keterampilan.

5. Bertambahnya kreativitas pada hal yang dipelajari.

6. Mendidik manusia menjadi lebih baik dalam bidang yang

ditekuni.

2.3.3. Macam-macam Edukasi

Menurut Susilo, R. (2011). adapun beberapa macam edukasi,

diantaranya yaitu:

1. Formal

Proses pembelajaran ini umum diselenggarakan di sekolah dan

ada peraturan yang berlaku serta harus ditaati ketika sedang

mengikuti proses pembelajaran tersebut, lalu ada pihak terkait

yang mengawasi proses pembelajaran di sekolah. Di Indonesia,

pendidikan formal yang bisa ditempuh oleh setiap individu


31

adalah mulai dari jenjang SD, SMP, dan SMA, hingga

pendidikan tinggi. Sedangkan edukasi informal merupakan jalur

pendidikan yang terdapat di keluarga dan lingkungan sekitar

rumah. Di dalam edukasi informal terdapat proses

pembelajaran secara mandiri dan dilakukan atas dasar

kesadaran serta rasa tanggungjawab yang dimiliki.

2. Non Formal

Edukasi non formal biasanya banyak ditemukan di lingkungan

tempat tinggal, seperti kursus-kursus yang banyak terdapat di

lingkungan seperti kursus mobil, kursus musik, dan kursus

menyelam

2.3.4. Manfaat Edukasi

Menurut Susilo, R. (2011). adapun beberapa manfaat edukasi,

diantaranya yaitu:

1. Mencerdaskan kehidupan bangsa untuk membangun

peradaban negara

2. Memberikan pengetahuan luas tentang apa yang dipelajari.

3. Mengembangkan kepribadian manusia menjadi lebih

bermartabat.

4. Mengembangkat bakat yang telah dimiliki sehingga lebih

berpotensi.

5. Memperbaiki kesalahan seseorang agar menjadi lebih baik.

6. Membekali manusia untuk menyongsong masa depan yang

cerah
32

2. 2. Konsep Diet Pada Pasien Diabetes Melitus

2.4.1. Pengertian Diet

Diet berasal dari bahasa Yunani, yaitu diaita yang berarti cara

hidup. Definisi diet menurut tim (Maulana, dkk.2018). (dalam

Hartantri, 1998) adalah kebiasaan yang diperbolehkan dalam hal

makanan dan minuman yang dimakan oleh seseorang dari hari ke

hari, terutama yang khusus dirancang untuk mencapai tujuan dan

memasukkan atau mengeluarkan bahan makanan tertentu.

Diet memiliki makna yang luas bukan hanya sekedar

membatasi makanan. Diet yaitu pengaturan jumlah makanan dan

waktu makanan untuk berproses. Diet juga memiliki arti

memadupadankan macam-macam makanan sehingga dapat

memiliki nilai yang lebih dan dapat menyembuhkan penyakit

(Maulana, dkk. 2018).

Diet diabetes adalah pola makan dengan konsumsi makanan

sehat dalam jumlah yang sedang di waktu yang teratur. Dengan

pola makan yang sehat dan kaya akan nutrisi serta rendah lemak

dan kalori sangat baik untuk tubuh.

Rencana diet diabetes ini akan membantu mengontrol kadar

gula darah, berat badan dan faktor risiko penyakit jantung seperti

tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi.

2.4.2. Beberapa Syarat Diet Diabetes

Menurut Maulana, dkk. (2018). ada beberapa syarat untuk

melaksanakan diet pada pasien dengan diabetes melitus,

diantaranya yaitu :
33

2.4.2.1 Memperbaiki kesehatan umum penderita

2.4.2.2 Mengarahkan ke berat badan normal

2.4.2.3 Mempertahankan glukosa darah sekitar normal

2.4.2.4 Memberikan modifikasi diet sesuai keadaan penderita

(hamil, tbc, penyakit hati, dll)

2.4.2.5 Menarik dan mudah diterima penderita

2.4.3.Kepatuhan Diet Pada Pasien Diabetes Melitus

Kepatuhan secara umum didefinisikan sebagai tingkatan

perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet,

dan melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi

pelayanan kesehatan (Soelistijo dkk., 2015). Kepatuhan adalah

tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap intruksi atau petunjuk

yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik

diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan

dokter (Maulana, dkk. 2018).

Kepatuhan diet penderita diabetes militus mempunyai fungsi

yang sangat penting yaitu mempertahankan berat badan normal,

menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic, menurunkan kadar

glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas

reseptor insulin dan memperbaiki system koagulasi darah

2.4.4. Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Diet Pada Pasien

Diabetes Melitus

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Maulana, dkk.2018).

ada beberapa factor yang mempengarhui kepatuhan diet pada

pasien diabetes melitus yaitu:


34

2.4.2.1 Pengetahuan

Pada pasien diabetes melitus yang memiliki pengetahuan

yang baik memungkinkan pasien dapat mengontrol dirinya

dalam mengatasi masalah yang dihadapi dan mematuhi

segala apa yang telah dianjurkan oleh petugas kesehatan

seperti diet yang telah ditentukan untuk pasien diabetes

melitus tersebut.

2.4.2.2 Sikap

Sikap merupakan salah satu factor yang mempengaruhi

kepatuhan. Pasien dengan sikap positif cenderung

mematuhi program diet yang dianjurkan. Mereka yakin

dengan patuh terhadap diet dapat mencegah dan

menghambat terjadinya komplikasi.

2.4.2.3 Motivasi

Motivasi dilator belakangi oleh adanya kesadaran dari

individu tentang pentingnya menjalankan program diet.

Semakin tinggi motivasi yang dimiliki responden maka

semakin tinggi pula kesadaran untuk patuh dalam

menjalankan diet DM

2.4.2.4 Dukungan keluarga

Dukungan yang diberikan oleh keluarga, akan membuat

responden merasa diperdulikan dan dicintai, hal ini akan

membuat responden memiliki keinginan yang kuat untuk

menjalankan program diet yang sudah dianjurkan


35

2.4.5.Aspek Pengaturan Diet ( 3J ) Pada Pasien Diabetes Militus

Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai

pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan

kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang

meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri sebagai

berikut yaitu (Maulana, dkk. 2018).

2.4.5.1 Jadwal Makan

Penyandang diabetes sangat dianjurkan makan secara

teratur dengan porsi (jumlah kalori) yang tepat. Selang

waktu makan pada penyandang diabetes militus sekitar 3

jam. Karena itu dalam sehari penyandang diabetes mellitus

bisa makan sebanyak 6 kali: yakni 3 kali makan utama dan

3 kali makan selingan.

Tabel 1

Jadwal Makan Penderita Diabetes Melitus

Jam Makan Waktu Makan


Pukul 07.00 Makan Pagi/ Sarapan

Pukul 10.00 Makan Selingan I

Pukul 13.00 Makan Siang

Pukul 16.00 Makan Selingan II

Pukul 19.00 Makan Malam

Pukul 22.00 Makan Selingan III

( Sumber: Maulana, dkk. (2018).)

2.4.5.2 Jumlah Makanan

Jumlah makanan yang boleh dikonsumsi dalam

sehari ditentukan oleh seberapa besar kebutuhan energi


36

tubuh. Kebutuhan energi setiap orang berbeda, tergantung

pada usia, jenis kelamin, aktifitas sehari – hari, serta

kondisi atau kebutuhan khusus.

Tabel 2

Jumlah Makanan Pada Penderita Diabetes Melitus

Persentase jumlah Waktu Makan

makan

20% Untuk makan pagi/ sarapan

10% Untuk makan selingan I

30% Untuk makan siang

10% Untuk makan selingan II

20% Untuk makan malam

10% Untuk makan selingan III

Pada dasarnya penyandang diabetes boleh

menyantap semua jenis bahan makanan penghasil energi,

asalkan jumlahnya seimbang sesuai dengan kebutuhan

tubuh. Dari keseluruhan kalori sehari, untuk setiap kali

makan penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi.

Tabel 3

Asupan Kalori Untuk Setiap Kali Makan Pada Penderita

Diabetes Melitus

Jenis Kalori Kebutuhan Kalori (%)

Karbohidrat 50 – 60%

Protein 10 – 15 %
37

Lemak < 30%

Sayur dan Buah ( vitamin dan Secukupnya

mineral )

Serat Secukupnya

( Sumber: Yasa Boga, 2011)

2.4.5.3 Jenis Makanan

Ada baiknya memilih jenis makanan dengan

mempertimbangkan factor Indeks Glikemik (IG). Sebabnya

setiap jenis makanan memiliki kecepatan ( efek lansung )

terhadap kadar gula darah. Makanan dengan indeks

glikemik tinggi sangat mudah dan cepat terurai menjadi

gula lalu masuk ke dalam darah. Berikut bahan makanan

yang cocok untuk penyandang diabetes yaitu:

Tabel 4

Indeks Glikemiks Bahan Makanan Pada Penderita

Diabetes Melitus

Jenis Bahan Makanan Indeks Glikemik (%)

Karbohidrat

Beras ketan 86,06

Beras merah 70,20

Kentang 40 – 67,71

Singkong 94,46

Tepung terigu 67,25

Sumber Protein

Kacang tanah -7,90 – 8,46


38

Kacang kedelai -17,53

Kacang hijau 28,87

Kacang merah 4,34 – 9,46

Buah – Buahan

Pisang raja 57,10

Pepaya 37

Sawo 43,86

Nangka 63,97

Nanas 61,61

( Sumber: Yasa Boga, 2011)

Indeks Glikemik rendah < 70

Indeks Glikemik sedang 70 – 90

Indeks Glikemik tinggi > 90

Tingkat Kepatuhan pasien DM yaitu:

1. Angka 0 -25% : Tidak patuh

2. Angka 26 – 50% : Kurang patuh

3. Angka 51 – 75% : Cukup Patuh

4. Angka 76 – 100% : Patuh (Maulana, dkk.2018).

2.4.6.Upaya Peningkatan Kepatuhan Diet Pada Pasien Diabetes Militus

Salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien

terhadap pengobatannya saat ini adalah dengan melakukan

konseling pasien. Dasar pemaham yang baik adalah komunikasi,

komunikasi yang baik antar ahli gizi dengan pasien akan meningkat

pemahaman pasien terhadap pengobatan atau terapi yang sedang

dijalani (Maulana, dkk.2018). Upaya yang dilakukan oleh petugas


39

kesehatan dalam meningkatkan kepatuhan penderita diabetes

melitus untuk melaksanakan program diet di antaranya membimbing

penderita diabetes mellitus dalam menerapkan program diet

Terdapat cara untuk meningkatkan kepatuhan yaitu menjaga

komunikasi dengan tenaga kesehatan, mendapatkan informasi yang

jelas mengenai penyakit diabetes mellitus sehingga pasien

memahami instruksi dari tenaga kesehatan, serta memberikan

dukungan sosial dalam bentuk perhatian dan nasehat yang

bermanfaat untuk pasien diabetes mellitus (Materi-materi ilmu

kesehatan gizi. 2016 )

Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai

pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan

kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang

meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri (Nursalam

dan Pariani, S. 2001)


40

BAB 3

METODE STUDI KASUS

3.1. Rancangan Studi Kasus

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam

prosedur penelitian (Hidayat, 2008). Di dalam penelitian ini peneliti

menggunakan desain penelitian kualitatif dengan pendekatan asuhan

keperawatan pada pesien dispepsia melalai tindakan relaksasi napas

dalam

3.2. Subjek Studi Kasus

Subjek penelitian merupakan subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti

atau subjek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian

(Arikunto, 2006). Subjek pada studi kasus ini adalah pasien diabetes

melitus tipe II dalam pemberian edukasi tentang diet. Pada studi kasus ini,

subjek penelitian yang akan diteliti sebanyak 2 subjek dengan kriteria :

1. Kriteria Inklusi :

1) Klien yang menderita diabetes melitus

2) Usia diantara 20-40

3) Responden yang mengalami Diabetes Melitus dan sedang dirawat

diruang bedah RSUD KS Langgur.

4) Dalam kondisi kesadaran penuh dan tidak cacat mental

5) Dapat berkomunikasi dengan baik.

6) Bersedia menjadi responden

2. Kriteria Ekslusi :

1) Klien yang menderita Diabetes Melitus.


41

2) Usia antara <20 />40 tahun

3) Responden yang tidak


40 mengalami Diabetes Melitus

4) Dalam kondisi tidak sadar dan mengalami cacat mental

5) Tidak dapat berkomunikasi dengan baik

6) Tidak bersedia menjadi responden

3.3. Fokus Studi Kasus

Fokus studi kasus identik dengan variabel penelitian yaitu perilaku atau

karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (Nursalam,

2011). Fokus studi kasus ini adalah : Asuhan keperawatan pada pasien

Diabetes Melitus tipe II dalam pemberian edukasi tentang diet di RSUD

Karel Sadsuitubun Langgur.

3.4. Defenisi Operasional

1. Asuhan keperawatan adalah asuhan yang di buat oleh perawat untuk

memantau perkembangan pasien sejak dilakukannya tindakan

keperawatan.

2. Diabetes melitus adalah sekumpulan gejalah yang disebabkan oleh

peningkat kadar gula dalam darah

3. Edukasi adalah suatu tindakan atau kegiatan untuk meningkatkan

pengetahuan

4. Diet adalah serangkaian kegiatan merubah pola hidup yang tidak sehat

ke arah yang lebih sehat

3.5. Instrument Studi Kasus

Instrument penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpuan

data (Notoadmodjo, 2010). Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan

instrument yaitu lembar pengkajian.


42

3.6. Tempat Dan Waktu

1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada di Ruang Kebedah RSUD Karel

Sadsuitubun Langgur

2. Waktu penelitian

Penelitian direncanakan pada bulan februari – maret 2024

3.7. Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara adalah Tanya jawab antara dua pihak yaitu pewawancara

dan narasumber untuk memperoleh data tentang suatu hal. Wawancara

bebas terpimpin merupakan kombinasi dari wawancara terpimpin dan

wawancara tidak terpimpin. Meskipun terdapat unsur kebebasan, tetapi

ada pengaruh pembicaraan secara tegas dan jelas. jadi wawancara ini

mempunyai cirri flesibilitas dan arah yang jelas (Notoatmodjo, 2010).

Metode ini digunakan untuk mendapatkan data secara mendalam dari

pasien yang mengalami Diabetes melitus

2. Observasi

Observasi adalah mengumpulkan data atau keterangan yang harus

dijalankan dengan melakukan usaha pengamatan secara langsung ke

tempat yang akan diselidiki (Hidayat 2004 dalam Manalu 2015).

Observasi di laksanakan dengan menggunakan format pengkajian

asuhan keperawatan.

3. Pemeriksaan Fisik
43

Pemeriksaan fisik adalah sebuah proses dari seorang ahli medis

memeriksa tubuh pasien untuk memeriksa tanda klinis penyakit, hasil

pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis dan pemeriksaan fisik

akan membantu dalam menegakan diagnosis dan perencanaan

perawatan pasien. Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis dari

bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan

organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi

(Notoatmodjo, 2010).

4. Dokumentasi

Untuk mendapatkan data sekunder tentang kasus yang sedang diteliti

meliputi catatan medic (medical record), catatan keperawatan atau

berbentuk dokumentasi lainnya.

3.8. Analisa Data dan Penyajian Data

Penyajian data penelitian merupakan cara penyajian dan penelitian

dilakukan melalui berbagai bentuk (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian

ini, Data disajikan dalam bentuk laporan asuhan keperawatan yang terdiri

dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,

implementasi keperawatan dan evaluasi.

3.9. Etika Studi Kasus

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang sangat penting

dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan

langsung dengan manusia, maka segi penelitian harus diperhatikan

(Notoatmodjo, S. 2010).

Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut:


44

1. Bebas dari penderitaan yaitu penelitian harus dilaksanakan tanpa

mengakibatkan penderitaan kepada subjek, khususnya jika

menggunakan tindakan khusus.

2. Bebas dari esploitasi dan partisipasi yaitu subjek harus dihindarkan

dari keadaan yang tidak menguntunkan.

3. Hak untuk ikut atau tidak ikut menjadi responden yaitu hak untuk

mendapatkan jaminan dari perlakukan yang diberikan.

4. Informed consent yaitu hak untuk mendapatkan keadilan serta hak

untuk dijaga kerahasiaanya.

Anda mungkin juga menyukai