Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS DENGAN PENDEKATAN PELAYANAN

KEDOKTERAN KELUARGA PADA PASIEN DIABETES


MELLITUS TIPE 2

Disusun Oleh:
Januar Ronan Ramadhan 112021108

Pembimbing :

Dr.dr. Djap Hadi Susanto, M. Kes


KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
6 MARET 2023 – 13 MEI 2023

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus atau yang lazim disebut sebagai DM merupakan salah satu
penyakit kronis yang menjadi tantangan di dalam dunia kesehatan. Diabetes Mellitus
masuk ke dalam kategori Penyakit Tidak Menular (PTM) yang secara epidemiologi
menyebabkan kematian sebanyak 1,6 juta kematian di dunia pada tahun 2018. Diabetes
Mellitus (DM) juga merupakan penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia
dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan
kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin. Gejala yang
dikeluhkan oleh penderita Diabetes Mellitus biasanya memiliki gejala khas seperti
polidipsia, polyuria, polifagia, penurunan berat badan, dan kesemutan.1,2

Prevalensi diabetes diperkirakan meningkat seiring penambahan umur penduduk


menjadi 19,9% atau 111,2 juta orang pada umur 65-79 tahun. Angka diprediksi terus
meningkat hingga mencapai 578 juta di tahun 2030 dan 700 juta di tahun 2045.
Wilayah Asia Tenggara dimana Indonesia berada, menempati peringkat ke-3 dengan
prevalensi sebesar 11,3%. Cina, India, dan Amerika Serikat menempati urutan tiga
teratas dengan jumlah penderita 116,4 juta, 77 juta, dan 31 juta. Sedangkan, Indonesia
berada di peringkat ke-7 di antara 10 negara dengan jumlah penderita terbanyak, yaitu
sebesar 10,7 juta. Indonesia menjadi satu-satunya negara Asia Tenggara pada daftar
tersebut.1,2

Family Folder atau kerap dikatakan sebagai profil kesehatan keluarga


merupakan suatu sarana atau media untuk merekam data-data keluarga dan individu
dari anggota keluarga tersebut. Indikator yang diperlukan untuk tercantum dan harus
dilengkapi di data ialah berupa identitas pasien baik nama, usia, alamat, pekerjaan, jenis
kelamin, pendidikan, serta kondisi fisik atau jiwa yang bersangkutan seperti yang
diderita oleh pasien. Pengelolaan data rekam medis nantinya akan diserahkan ke bagian
puskesmas mengingat tugas puskesmas yang bertanggung jawab terhadap kesehatan
masyarakat di sekitar wilayah kerja, agar nantinya dapat berguna untuk masyarakat
yang sakit dan ingin berobat dapat digunakan sebagai pengambilan keputusan
penanganan kesehatan baik oleh pihak puskesmas atau dinas kesehatan setempat.3

1.2 Tujuan

Dengan melakukan kunjungan ke rumah, diharapkan kita dapat melakukan


analisa kasus DM dengan pendekatan keluarga, yakni:

- Meningkatkan kesadaran pasien dan keluarganya mengenai pentingnya


kesehatan.

- Memantau perkembangan penyakit pasien serta kepatuhan pasien menjalani


terapi. Serta memberikan penjelasan mengenai pentingnya kepatuhan minum obat
terhadap kesembuhan pasien.

- Memberikan penyuluhan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi


kesembuhan dan memperberat penyakit.

- Menciptakan komunitas masyarakat yang sehat.

- Mengidentifikasikan faktor risiko DM dan menilai adanya faktor yang


memperberat DM.

1.4 Manfaat

Manfaat dari Analisa kasus DM yang bisa didapatkan diantaranya:

- Meningkatkan kesadaran pasien dan juga keluarganya terhadap pentingnya


kesehatan.

- Meningkatkan pemahaman tentang penyakit yang diderita oleh pasien.


- Mengetahui adanya faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit yang
diderita oleh pasien

- Menambah wawasan mengenai penyakit dan juga faktor-faktor yang


mempengaruhi terjadinya penyakit pasien melalui penyuluhan dan edukasi yang
diberikan.

1.5 Sasaran

Sasaran pokoknya adalah Pasien beserta dengan Keluarga pasien.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit berbahaya yang dikenal oleh
masyarakat Indonesia dengan nama penyakit kencing manis. Diabetes Mellitus (DM)
adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan
manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika penyakit DM telah berkembang,
maka akan tampak tampilan klinis ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial,
aterosklerosis dan penyakit vaskular mikroangiopati. Penyakit Diabetes melitus ini
merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup. Diabetes melitus tidak
dapat disembuhkan, namun penderita diabetes melitus tetap membutuhkan terapi
pengobatan yang lama. Pengobatan tersebut bertujuan untuk mengurangi resiko kejadian
komplikasi.4

2.2 Epidemiologi
Badan Kesehatan dunia WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien DM tipe 2 di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Organisasi Internasional Diabetes Federation (IDF) memperkirakan sedikitnya terdapat
463 juta orang pada usia 20-79 tahun di dunia menderita DM pada tahun 2019 atau setara
dengan angka prevalensi sebesar 9,3% dari total penduduk usia yang sama. Menurut jenis
kelamin, IDF memperkirakan prevalensi DM tahun 2019 yaitu 9% pada perempuan dan
9,65% pada laki-laki. Prevalensi DM diperkirakan meningkat seiring penambahan umur
penduduk menjadi 19,9% juta pada tahun 2030 dan 700 juta pada tahun 2045
(Kementerian Kesehatan RI, 2020).5

2.3 Etiologi

Diabetes melitus tipe 2 disebabkan kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β
tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi
relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekrasi
insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.6,7

2.4 Faktor Risiko

Faktor risiko Diabetes melitus dapat dibagi menjadi tiga yaitu, risiko rendah, risiko
sedang, dan risiko tinggi7

1. Risiko Rendah

Tes glukosa darah tidak dibutuhkan apabila : Tidak didapatkan riwayat


diabetes pada kerabat dekat, usia < 25 tahun., berat badan normal sebelum
hamil, tidak memiliki riwayat metabolism glukosa terganggu, dan tidak ada
riwayat obstetric terganggu sebelumnya.3

2. Risiko Sedang

Dilakukan tes gula darah pada kehamilan 24 – 28 minggu terutama


pada wanita dengan ras Hispanik, Afrika, Amerika, Asia Timur, dan Asia
Selatan.

3. Risiko Tinggi

Wanita dengan obesitas, riwayat keluarga dengan diabetes, mengalami


glukosuria. Dilakukan tesgula darah secepatnya. Bila diabetes gestasional tidak
terdiagnosis maka pemeriksaangula darah diulang pada minggu 24 – 28
kehamilan atau kapanpun ketika pasien mendapat gejala yang menandakan
keadaan hiperglikemia.

2.5 Patofisologi

Dua patofisiologi utama yang mendasari terjadinya kasus DMT2 secara genetik
adalah resistensi insulin dan defek fungsi sel beta pankreas. Resistensi insulin merupakan
kondisi umum bagi orang-orang dengan berat badan overweight atau obesitas. Insulin
tidak dapat bekerja secara optimal di sel otot, lemak, dan hati sehingga memaksa pankreas
mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih banyak. Ketika produksi insulin oleh
sel beta pankreas tidak adekuat guna mengkompensasi peningkatan resistensi insulin,
maka kadar glukosa darah akan meningkat, pada saatnya akan terjadi hiperglikemia
kronik. Hiperglikemia kronik pada DMT2 semakin merusak sel beta di satu sisi dan
memperburuk resistensi insulin di sisi lain, sehingga penyakit DMT2 semakin progresif.
Secara klinis, makna resistensi insulin adalah adanya konsentrasi insulin yang lebih tinggi
dari normal yang dibutuhkan untuk mempertahankan normoglikemia. Pada tingkat seluler,
resistensi insulin menunjukan kemampuan yang tidak adekuat dari insulin signaling mulai
dari pre reseptor, reseptor, dan post reseptor. Secara molekuler beberapa faktor yang
diduga terlibat dalam patogenesis resistensi insulin antara lain, perubahan pada protein
kinase B, mutasi protein Insulin Receptor Substrate (IRS), peningkatan fosforilasi serin
dari protein IRS, protein kinase C, dan mekanisme molekuler dari inhibisi transkripsi gen
IR (Insulin Receptor).8

Pada perjalanan penyakit DMT2 terjadi penurunan fungsi sel beta pankreas dan
peningkatan resistensi insulin yang berlanjut sehingga terjadi hiperglikemia kronik dengan
segala dampaknya. Hiperglikemia kronik juga berdampak memperburuk disfungsi sel beta
pankreas. Sebelum diagnosis DMT2 ditegakkan, sel beta pankreas dapat memproduksi
insulin secukupnya untuk mengkompensasi peningkatan resistensi insulin. Pada saat
diagnosis DMT2 ditegakkan, sel beta pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang
adekuat untuk mengkompensasi peningkatan resistensi insulin oleh karena pada saat itu
fungsi sel beta pankreas yang normal tinggal 50%. Pada tahap lanjut dari perjalanan
DMT2, sel beta pankreas diganti dengan jaringan amiloid, akibatnya produksi insulin
mengalami penurunan sedemikian rupa, sehingga secara klinis DMT2 sudah menyerupai
DMT1 yaitu kekurangan insulin secara absolut. Pada DMT2, sel beta pankreas yang
terpajan dengan hiperglikemia akan memproduksi reactive oxygen species (ROS).
Peningkatan ROS yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan sel beta pankreas.
Hiperglikemia kronik merupakan keadaan yang dapat menyebabkan berkurangnya sintesis
dan sekresi insulin di satu sisi dan merusak sel beta secara gradual.9

2.6 Gejala Klinis

Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik Gejala akut diabetes
melitus yaitu : Poliphagia (banyak makan) polidipsia (banyak minum), Poliuria (banyak
kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah namu berat badan turun
dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah. Gejala kronik diabetes
melitus yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas
di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah
dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi,
pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau
dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.10

2.7 Diagnosis

Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah
sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa
glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar
glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada
keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis,
berat badan yang menurun cepat.10
Gambar 1. Kriteria diagnosis DM.10

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM


digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi toleransi glukosa terganggu
(TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Pasien yang masuk ke dalam
kelompok GDPT dimana hasil pemeriksaan plasma puasa antara 100 – 125 mg/dL dan
pemeriksaan Oral Glucose Tolerance Test (TTGO) glukosa plasma 2-jam <140 mg/dL,
kelompok TGT dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma 2-jam setelah TTGO antara 140
– 199 mg/dL dan glukosa plasma puasa < 100 mg/dL, bersama-sama didapatkan GDPT
dan TGT, dan diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
HbA1c yang menunjukkan angka 5,7 – 6,4%.10

Tabel 1. Kadar tes laboratorium darah pada pasien diabetes dan pradiabetes.10

Pelaksanaan TTGO menurut WHO 1994 ialah, pasien tiga hari sebelum
pemeriksaan, pasien tetap makan (dengan karbohidrat yang cukup) dan melakukan
kegiatan jasmani seperti kebiasaan sehari-hari, pasien berpuasa paling sedikit 8 jam
(mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa glukosa diperbolehkan,
dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, diberikan glukosa 75 gram (orang
dewasa), atau 1,75 g/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminimum
dalam waktu 5 menit, berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai, dilakukan pemeriksaan kadar
glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa, selama proses pemeriksaan, subjek yang
diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.( Pada keadaan tidak memungkinkan atau
tidak tersedia fasiltas pemeriksaan TTGO, pemeriksaan glukosa darah kapiler
diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM).10

2.8 Terapi

2.8.1 Medika Mentosa

Tujuan tatalaksana secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup pasien


penderita diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi:[1] tujuan jangka pendek:
menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko
komplikasi akut,[2] tujuang jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati dan makroangiopati,[3] tujuan akhir pengelolaan adalah
turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Terapi farmakologis diberikan bersama dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri
dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat anti- hiperglikemia oral dibagi menjadi beberapa
golongan:10

a. Pemacu sekresi insulin (Insulin Secretagogue)

Sulfonilurea ialah golongan yang mempunyai efek utama meningkatkan sekresi


insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan pada pasien risiko tinggi
hipoglikemia (orang tua, gangguan fungsi hati dan ginjal). Contoh obat dalam
golongan ini glibenclamide, glipizide, glimepiride, gliquidone dan gliclazide. Glinid
merupakan obat yang cara kerjanya mirip dengan sulfonilurea, namun berbeda lokasi
reseptor, dengan hasil akhir berupa penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase
pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repanglinid (derivat asam
benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat
setelah pemberian oral dan dieksresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat
mengatasi hiperglikemia postpranidal. Obat golongan ini sudah tidak tersedia di
indonesia

b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin (Insulin Sensitizers)

Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati


(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin
merupakan pilihan pertama pada sebagaian besar kasus DM tipe 2. Dosis obat ini
diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (LFG 30-60
ml/menit/1,73m2). Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan seperti
LFG<30 mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan,
PPOK, gagal jantung NYHA, fungsional kelas III-IV. Efek sampingnya ialah
gangguan saluran pencernaan seperti dispepsia, diare, dan lain-lain.

c. Tiazolidinedion (TZD) merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated


Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel
otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di jaringan perifer. TZD menyebabkan retensi cairan tubuh
sehingga dikontraindikasikan pada pasien gagal jantung karena memperberat
edema/retensi cairan. Obat ini harus secara hati hati pada gangguan faal hati, dan
bila diberikan dilakukan dengan pemantauan ketat. Obat yang masuk dalam
golongan ini adalah pioglitazone.

Bentuk obat antihiperglikemia yang paling sering digunakan ialah insulin dan
bentuk lainnya GLP-1 RA dan kombinasi dan GLP-1 RA. Insulin digunakan pada
keadaan HbA1c saat diperiksa lebih atau sama dengan 7.5% dan sudah menggunakan
satu atau dua obat antidiabetes, HbA1c saat diperiksa >9%, penurunan berat badan yang
cepat, hiperglikemia berat yang disertai ketois, krisis hiperglikemia, gagal dengan
kombinasi OHO dosis optimal, stres berat (infeksi sistemik,operasi besar, infark
miokard akut, stroke), kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat,
kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO, kondisi perioperatif sesuai dengan
indikasi.
Gambar 2. Algoritma pengobatan tipe 2.10

2.8.2 Non Medika Mentosa

Modalitas yang ada pada penatalaksanaan diabetes mellitus terdiri dari: pertama
terapi non farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan
pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas
jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang
dilakukan secara terus menerus, kedua terapi farmakologis, yang meliputi pemberian obat
ati diabetes oral dan injeksi insulin. Terapi farmakologis ini pada prinsipnya diberikan jika
penerapan terapi non farmakologis yang telah dilakukan tidak dapat mengendalikan kadar
glukosa darah sebagaimana yang diharapkan. Pemberian terapi farmakologis tetap tidak
meninggalkan terapi nom farmakologis yang telah diterapkan sebelumnya.10,11

2.8.3 Preventif
Pencegahan primer adalah cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran
adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat. Cakupannya menjadi
sangat luas. Yang bertanggung jawab bukan hanya profesi tetapi seluruh masyarakat
termasuk pemerintah. Semua pihak harus mempropagandakan pola hidup sehat dan
menghindari pola hidup berisiko. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa mencegah
penyakit jauh lebih baik daripada mengobatinya. Kampanye pola makan sehat dengan
pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau pola makanan seimbang adalah
alternatif terbaik dan harus sudah mulai ditanamkan pada anak-anak sekolah sejak
taman kanak- kanak. Tempe misalnya adalah makanan tradisional kita yang selain
sangat bergizi, ternyata juga banyak khasiatnya misalnya sifat anti bakteri dan
menurunkan kadar kolesterol. Caranya bisa lewat guru-guru atau lewat acara radio atau
televisi. Selain makanan juga cara hidup berisiko lainnya harus dihindari. Jaga berat
badan agar tidak gemuk, dengan olahraga teratur. Dengan menganjuran olah raga
kepada kelompok resiko tinggi, misalnya anak-anak pasien diabetes, merupakan salah
satu upaya pencegahan primer yang sangat efektif dan murah. Motto memasyarakatkan
olah raga dan mengolahragakan masyarakat sangat menunjang upaya pencegahan
primer.5,12

Pencegahan sekunder, mencegah timbulnya komplikasi, menurut logika lebih


mudah karena populasinya lebih kecil, yaitu pasien diabetes yang sudah diketahui dan
sudah berobat, tetapi kenyataanya tidak demikian. Tidak gampang memotivasi pasien
untuk berobat teratur, dan bisa menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak bisa
sembuh. Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah harus selalu
terkendali mendekati angka normal sepanjang hari sepanjang tahun. Di samping itu
seperti tadi sudah dibicarakan, tekanan darah dan kadar lipid juga harus normal. Dan
supaya tidak ada resistensi insulin, dalam upaya pengendalian kadar glukosa darah dan
lipid itu harus diutamakan cara-cara non farmakologis dulu secara maksimal, misalnya
dengan diet dan olah raga, tidak merokok dan lain-lain. Bila tidak berhasil baru
menggunakan obat baik oral maupun insulin. Pada pencegahan sekunder pun,
penyuluhan tentang perilaku sehat seperti pada pencegahan primer harus dilaksanakan,
ditambah dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan
kesehatan mulai dari rumah sakit kelas A sampai ke unit paling depan yaitu puskesmas.
Di samping itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang
berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi. Penyuluhan ini
dilakukan oleh tenaga yang terampil baik oleh dokter atau tenaga kesehatan lain yang
sudah dapat pelatihan ntuk itu (diabetes educator). Usaha ini akan lebih berhasil bila
cakupan pasien diabetesnya juga luas, artinya selain pasien yang selama ini sudah
berobat juga harus dapat mencakup pasien diabetes yang belum berobat atau
terdiagnosis, misalnya kelompok penduduk dengan resiko tinggi. Kelompok yang tidak
terdiagnosis ini rupanya tidak sedikit. Oleh karena itu pada tahun 1994 WHO
menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan cara skrining dimasukkan ke
dalam upaya pencegahan sekunder agar supaya bila diketahui lebih dini komplikasi
dapat dicegah karena masih reversibel. Peran profesi sangat ditantang untuk menekan
angka pasien yang tidak terdiagnosis ini, supaya pasien jangan datang minta
pertolongan kalau sudah sangat terlambat dengan berbagai komplikasi yang dapat
mengakibatkan kematian yang sangat tinggi. Dari sekarang harus sudah dilakukan
upaya bagaimana caranya menjaring pasien yang tidak terdiagnosis itu agar mereka
dapat melakukan upaya pencegahan baik primer maupun sekunder.5,12

Pencegahan tersier, upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang


diakibatkannya termasuk ke dalam pencegahan tersier. Upaya ini terdiri dari 3 tahap :

 Pencegahan komplikasi diabetes, yang pada konsensus dimasukkan sebagai


pencegahan sekunder

 Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus kepada


penyakit organ

 Mencegah terjadinya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ atau


jaringan. Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik sekali baik antara
pasien dengan dokter maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter
yang terkait dengan komplikasinya. Dalam hal ini peran penyuluhan sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan
diabetesnya. Peran ini tentu saja akan merepotkan dokter yang jumlahnya
terbatas. Oleh karena itu dia harus dibantu oleh orang yang sudah dididik untuk
keperluan itu yaitu penyuluhan diabetes (diabetes educator).12
BAB III

HASIL DAN PEMBASAHAN

3.1 Hasil Studi Kasus

3.1.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. R

Umur : 51 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : D3

Alamat : Jl. Raya Klebet RT04/04 No. 53

3.1.2 Anamnesis

- Keluhan Utama: saat ini mengeluh mudah terasa lelah

- Keluhan Tambahan: sesekali merasakan kesemutan di jari-jari kedua tangan


dan kakinya

- Riwayat Penyakit Sekarang : Ny. R seorang perempuan berusia 51 tahun


yang sudah didiagnosis diabetes melitus tipe 2 sejak 6 tahun yang lalu. 6 tahun
yang lalu, keluhan pasien diawali dengan sering merasa haus dan sering buang
air kecil terutama pada malam hari, selain itu pasien juga mengatakan nafsu
makan meningkat namun berat badan menurun. Keluhan tersebut dirasakan
semakin sering sehingga Ny. R memutuskan untuk berobat ke Puskesmas
Kemiri. Pada saat berobat, pasien mengatakan dilakukan pemeriksaan gula
darah dan didapatkan hasil yang tinggi namun pasien lupa berapa hasilnya.
Setelah dilakukan pemeriksaan Ny. R diberikan obat metformin untuk dibawa
pulang dan memulai pengobatan kencing manisnya. Setelah didiagnosis, Ny.
R mengkonsumsi metformin secara rutin dan sering kontrol ke puskesmas.
Saat ini pasien merasakan sering merasa lelah dan sesekali merasakan
kesemutan di jari-jari kedua tangan dan kakinya. Menurut Ny. R sejak 4 bulan
yang lalu ia tidak kontrol penyakitnya dikarenakan tidak ada yang
mengantarkannya untuk berobat. Menurut Ny. R dirumah yang biasa
mengantarkannya untuk berobat yaitu anak pertama sekarang sudah bekerja
sehingga 4 bulan terakhir ini tidak ada yang mengantarkan Ny.R untuk
berobat. Sejak itu, Ny. R mulai tidak pernah kontrol lagi ke puskesmas untuk
berobat, ketika didatangi dirumah kediamannya pasien mengatakan tidak ada
yang menemani jika ingin melakukan kontrol, sehingga akhir-akhir ini pasien
sering merasakan kesemutan pada jari-jari kaki dan juga tangannya. Pasien
juga mengaku dalam 4 bulan terakhir ini tidak memperhatikan pola makannya.
Ny, R mengatakan beberapa kali makan-makanan yang manis. Atas
keluhannya maka dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu, dan didapatkan
hasil 310 mg/dl karena tidak pernah kontrol dan tidak menjaga pola
makannya. Selain itu, pasien juga mengatakan akhir-akhir ini sering buang air
kecil, terutama pada malam hari. Keluhan lain seperti kulit terasa panas atau
seperti tertusuk tusuk jarum, luka pada kaki atau tangan, rasa kebas di kulit,
kram, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas disangkal.

- Riwayat Biologis Keluarga

a. Keadaan kesehatan sekarang : Baik

b. Kebersihan Perorangan : Baik

c. Penyakit yang diderita : Kencing Manis (Diabetes Mellitus)

d. Penyakit keturunan : Ada (Ibu Diabetes Mellitus)


e. Penyakit kronis/ keturunan : Gula darah tidak terkontrol

f. Kecacatan anggota keluarga : - (tidak ada)

g. Penyakit keluarga : Ada (Diabetes Mellitus)

h. Pola makan : Teratur, 3 kali sehari (sering konsumsi


makanan yang manis)

i. Pola istirahat : Baik (tidur siang pada pukul 13.00


selama 2 jam, tidur malam pukul 21.00 selama 7 jam).

j. Jumlah anggota keluarga : 5 orang.

- Psikologis Keluarga

a. Kebiasaan buruk : - (tidak ada)

b. Pengambilan keputusan : Keputusan diambil secara pribadi

c. Ketergantungan obat : - (tidak ada)

d. Tempat mencari pel. Kesehatan : Puskesmas Kecamatan Kemiri

e. Pola rekreasi : Cukup

- Keadaan Rumah/Lingkungan

a. Jenis bangunan : Rumah permanen

b. Lantai rumah : Keramik

c. Penerangan : Baik

d. Kebersihan : Baik

e. Ventilasi : Baik

f. Dapur : Ada

g. Jamban keluarga : Ada

h. Sumber air minum : Air galon isi ulang

i. Sumber pencemaran air : Tidak ada

j. Pemanfaatan pekarangan : Menanam pohon


k. Sistem pembuangan air limbah : Ada

l. Tempat pembuangan sampah : Ada

m. Sanitasi lingkungan : Baik

- Keadaan Sosial dan Ekonomi

a. Ketaatan beribadah : Baik.

b. Keyakinan tentang kesehatan : Baik.

c. Penghasilan bulanan : Baik.

- Keadaan Sosial Keluarga

a. Tingkat pendidikan : Baik

b. Hubungan antar anggota keluarga : Baik dan harmoni.

c. Hubungan dengan orang lain : Baik. Setiap hari pasien


berbincang dengan tetangga sekitar rumah.

d. Kegiatan organisasi sosial : Baik. Sesekali pasien ikut


kegiatan social yang dilakukan RT setempat.
3.2 Pendekatan Holistik

3.2.1 Profil Keluarga

Pasien Ny. R 51 tahun adalah Isteri dari suami Tn. S. Ny. R tinggal bersama
3 orang anak laki-laki yang masing-masing berusia 23, 19, dan 10 tahun serta suami
Ny. R berusia 54 tahun. Pekerjaan Ny. A adalah Wiraswasta , anak yang pertama
saat ini bekerja sebagai karyawan, anak yang kedua saat ini sedang melanjutkan kuliah, dan
anak ketiga saat ini sekolah menengah pertama. Kedua orang tua Ny. R sudah meninggal
dunia.

3.2.2 Karakteristik Demografi Keluarga

- Identitas kepala keluarga : Ny. R


- Identitas pasangan : Tn. S
- Alamat : Jl. Raya Klebet RT04/04 No. 53
- Anggota keluarga yang tinggal serumah

Nama Hubungan Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Keadaan Keadaan


dengan (tahun) Terakhir Kesehatan Gizi
KK

Tn. S Suami 54 SMA PNS Islam Baik Baik

Tn. R Anak 23 SI Karyawan Islam Baik Baik


swasta

An. I Anak 19 SMA Belum Islam Baik Baik


bekerja

An. K Anak 10 SD Belum Islam Baik Baik


bekerja

3.2.3 Genogram
DM

Keterangan:
Pasien

Perempuan

Laki-laki

Perempuan
Meninggal

Laki-laki Meninggal

Perempuan Meninggal

Hubungan antar keluarga: Harmoni

Ny. R adalah seorang ibu dengan tiga orang anak-anaknya. Hubungan antara anggota
keluarga cukup baik dan harmoni.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan


Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 125/90 mmHg


Nadi : 82 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
Berat Badan : 62 kg
Tinggi Badan : 154 cm
IMT : 62 kg/m2
Keadaan Gizi : 26,2 (Overweight)
Berat badan ideal (45 Kg)

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pemeriksaan darah rutin hasil 310 g/dl. Pemeriksaan lainnya
yang dianjurkan ialah pemeriksaan gula darah puasa dan HbA1c.

3.5 Diagnosis Holistik

a. Aspek Personal

Ny. R datang ke puskesmas karena keluhan saat ini mengeluh mudah terasa lelah
sesekali merasakan kesemutan di jari-jari kedua tangan dan kakinya, sehingga
memutuskan melakukan pemeriksaan gula darah karena keluhan ini sudah
dirasakan sejak 4 bulan yang lalu dimana ia sudah didiagnosis diabetes melitus tipe
2 sejak 6 tahun lalu. Sudah kurang 4 bulan yang lalu ia tidak kontrol penyakitnya
dikarenakan tidak ada yang mengantarkannya untuk berobat. Menurut Ny. R
dirumah yang biasa mengantarkannya untuk berobat yaitu anak pertama sekarang
sudah bekerja sehingga 4 bulan terakhir ini tidak ada yang mengantarkan Ny. R
untuk berobat. Sejak itu, Ny. R mulai tidak pernah kontrol lagi ke puskesmas.
Pasien juga mengaku dalam 4 bulan terakhir ini tidak memperhatikan pola
makannya dimana Ny. R mengatakan beberapa kali makan-makanan yang manis.
Harapan pasien dengan kontrol rutin gula darah dan minum obat serta perubahan
perilaku pola makan yang sehat akan meringankan gejalanya dari perburukan.

b. Apek Klinis
Diabetes Mellitus tipe 2

c. Aspek Faktor Risiko Internal

Genetik: Pasien memiliki keluarga yang juga menderita Diabetes Mellitus yaitu
dari Ibu dari pasien, sehingga pasien memiliki faktor risiko penyakit secara
genetik

Kondisi biologis: Berat badan lebih (Overweight)

Perilaku dan gaya hidup: Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan


dan minuman manis, dimana makanan yang pasien makan juga tidak dikontrol,
sehingga apapun makanan yang ada, akan dimakan pasien. Sehingga kebiasaan
tersebut dapat memicu terjadinya DM tipe 2. Pasien juga tidak pernah berolahraga
yang pada akhirnya pasien mengalami berat badan lebih (overweight). Perilaku
tersebut juga menjadi risiko terjadinya DM tipe 2 pada pasien ini. Sejak
terdiagnosis DM tipe 2 pasien rutin untuk kontrol ke Puskesmas namun 4 bulan
terakhir ini, pasien mengatakan pola makan dan minumnya sudah tidak terkontrol
lagi, serta kini sudah tidak rutin lagi untuk kontrol ataupun mengonsumsi obatnya
sehingga hal tersebut menyebabkan kadar gula darah pasien meningkat dan
menimbulkan gejala-gejala yang dialami oleh pasien.

Kondisi psikologis: pasien saat ini mulai merasa cemas karena penyakit DM yang
dideritanya tidak terkontrol lagi, hal ini sebenarnya sudah dirasakan sejak 4 bulan
yang lalu dikarenakan tidak ada yang bisa mengantarkan Ny. R untuk kontrol ke
puskesmas.

d. Aspek Faktor Risiko Eksternal

 Ekonomi : Kondisi keuangan pasien saat ini cukup baik.

 Lingkungan sosial : Hubungan sosial pasien dengan tetangga dan


lingkungan baik.

 Lingkungan budaya : Pasien tidak memiliki pengaruh budaya adat


terhadap makanan yang dikonsumsinya.

 Lingkungan fisik : Pasien tinggal di pemukiman pedesaan, dimana


lingkungan dan tempat tinggal pasien bersih.
 Lingkungan kimia : tidak ada paparan bahan kimia

e. Derajat Fungsional

Derajat fungsional pasien adalah 1. Pasien masih mampu melakukan pekerjaan


seperti sebelum sakit.

3.6 Tatalaksana Awal dan Pencegahan

a. Promotif (Health Promotion): memberikan penyuluhan ke keluarga dan pasien


mengenai penyakit Diabetes Mellitus tipe 2, tentang perjalanan penyakitnya, faktor
risiko, penyebabnya dan cara pencegahannya. Cara pencegahannya antara lain adalah
dengan menjalankan pola hidup yang sehat dengan membatasi konsumsi makanan dan
minuman yang mengandung gula, menurunkan berat badan ke berat badan ideal,
berolahraga, menghindari stress dan mengonsumsi obat secara teratur

b. Preventif (Spesific protection): seseorang/keluarga yang memiliki faktor risiko


(riwayat keluarga yang menderita DM tipe 2, berat badan berlebih) perlu menjalani
gaya hidup sehat dengan konsumsi makanan sehat sesuai kebutuhan gizi, makan
teratur, kurangi konsumsi sesuatu yang manis, menjaga berat badan ideal dan
berolahraga.

c. Kuratif (Early diagnosis and prompt treatment): Pasien dan keluarga yang memiliki
faktor risiko DM tipe 2 perlu pengecekan gula darah secara rutin dalam upaya
diagnosis dini agar diobati sedini mungkin sebelum terjadi komplikasi lebih lanjut.
Selain itu juga perlu konsumsi obat yang teratur serta kontrol rutin ke dokter untuk
mengontrol gula darah. Obat yang diminum adalah metformin 3 x 500 mg dalam
sehari. Bila dengan 1 macam obat oral glukosa darah tidak turun maka perlu
penambahan obat oral lainnya seperti glibenclamide dan jika tidak mampu dengan
obat oral maka dapat diberikan insulin.

d. Diasability Limitation : Pengobatan dan perawatan yang sempurna dilakukan untuk


mencegah terjadinya komplikasi. Pada pasien ini dengan kondisi menderita DM tipe 2
dianjurkan untuk mengurangi konsumsi makanan atau minuman tinggi gula,
mengubah pola makan, rajin berolahraga dan sebisa mungkin menghindari terjadinya
luka agar tidak terjadi kaki diabetikum dan menghindari komplikasi lebih lanjut.
e. Rehabilitatif (Rehabilitation): Menjaga pasien agar tidak terjadi kecacatan atau
sequlae akibat dari penyakit DM yaitu diabetic foot. Diabetic foot adalah luka yang
sering menyebabkan pasien DM harus diamputasi. Keadaan ini disebabkan oleh
terjadinya kematian jaringan, Serta menjaga perluasan komplikasi akibat DM.

3.7 Prognosis

Penyakit : Dubia ad bonam. apabila terkontrol dengan baik, dan berat badan
terjaga dengan baik, dan kebersihan lingkungan dan kebersihan rumah terjaga.

Keluarga : Ad Bonam.

Masyarakat: Ad Bonam apabila kesehatan lingkungan terjaga.

3.8 Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup

Status kepemilikan rumah: Milik Sendiri

Daerah perumahan : Tidak Padat


Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Luas rumah : 8 x 15 m2 (1 lantai) Keluarga Ny. R tinggal di rumah milik
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 5 pribadi. Ny. R tinggal dalam
orang lingkungan rumah yang cukup luas
Luas halaman rumah : 8 x 2 m2 dengan tersedianya ventilasi udara dan
Lantai rumah dari : keramik cahaya matahari yang cukup,

Dinding rumah dari : beton semen penerangan terutama menggunakan


listrik sebesar 2200 kVA, kamar
Ventilasi udara : cukup
tersedia 2 ruangan, dengan ketersediaan
Jamban keluarga : 1 buah
air bersih.
Kamar tidur : 2 ruangan (3 x 3 m ) 2

Penerangan listrik : 2200 kVA


Penerangan matahari : cukup

Ketersediaan air bersih : ada (air tanah)


Sumber Air minum : Air galon
Tempat pembuangan sampah : ada didalam

rumah dan diluar rumah

39. Kepemilikan Barang Berharga

Keluarga Ny. A memiliki barang elektronik di ruangannya antara lain, 2 kipas angin di
ruang tamu, 2 unit AC di kamar tidur, 2 buah televisi di ruang tamu dan kamar tidur, 1
buah rice cooker, 1 buah kulkas di dapur, 1 buah kompor gas di dapur.

3.10 Penilaian Perilaku Kesehatan

- Jenis tempat berobat : Puskesmas Kecamatan Kemiri


- Asuransi/Jaminan Kesehatan : BPJS

3.10.1 Pola Konsumsi Keluarga

Menu makanan atau lauk pauk yang dikonsumsi sehari-hari oleh Ny. R dan
keluarga bervariasi. Menu makanan yang biasa dihidangkan antara lain seperti, nasi,
sayur-mayur, kacang panjang, buncis, terong, bayam, tahu, tempe, sambal, daging
ikan, dan sesekali daging ayam yang disajikan baik ditumis maupun digoreng.
Frekuensi makan 2 hingga 3 kali sehari, terdiri dari makan pagi, siang dan makan
malam dan selalu ditemani dengan minum teh manis.

3.10.2 Pola Dukungan Keluarga

a. Faktor pendukung terselesaikannya masalah dalam keluarga


Pasien memiliki anak yang mendukung pasien dalam melakukan pengobatan
dan mengubah pola makan secara bertahap.

b. Faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga


Diantara yang merupakan faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam
keluarga tersebut adalah diri pasien sendiri yang sulit untuk mengontrol pola
makan dan enggan untuk memeriksa kadar gula darahnya secra rutin. Dari
keluarga pasien juga dalam 4 bulan terakhir ini tidak ada yang mengantarkan
pasien untuk berobat ke puskesmas, dikarenakan anak pertama sekarang bekerja
sehingga tidak ada yang mengantarkan pasien untuk kontrol ke puskesmas.

BAB IV

ANALISIS KASUS

4.1 Faktor perilaku

Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi minuman manis, dimana makanan


yang pasien makan juga tidak dikontrol, sehingga apapun makanan yang ada, akan
pasien makan sehingga kebiasaan tersebut dapat memicu terjadinya DM tipe 2.
Pasien juga tidak pernah berolahraga yang pada akhirnya pasien mengalami berat
badan lebih (overweight). Sejak terdiagnosis DM tipe 2 pasien rutin untuk kontrol ke
Puskesmas, namun 4 bulan terakhir, tidak ada yang mengantarkan pasien untuk
kontrol ke puskesmas, pasien juga mengatakan pola makannya sudah tidak
terkontrol lagi, serta kini sudah tidak rutin lagi mengonsumsi obatnya, sehingga hal
tersebut menyebabkan kadar gula darah pasien meningkat. Perilaku tersebut juga
menjadi risiko terjadinya DM tipe 2 pada pasien ini.

4.2 Faktor Lingkungan

Lingkungan rumah pasien termasuk tidak padat, namun sedikit sempit


dengan ukuran 8 m x 15 m dengan 2 buah kamar tidur dan cukup baik untuk
penghuninya. Selain itu, rumah memiliki ventilasi yang baik, menerima pencahayaan
dari matahari yang cukup.

Tempat tinggal pasien juga selama ini tidak pernah mengalami banjir. Untuk
pembuangan sampah, setiap hari terdapat tukang sampah yang mengambil sampah–
sampah miliknya sehingga kebersihan lingkungan terjamin. Air minum yang
digunakan air galon Aqua. Sedangkan air untuk kebutuhan sehari – hari dari air
tanah. Kamar mandi merupakan milik pribadi dan kebersihannya cukup baik
sehingga dapat mengurangi risiko terjadi penularan penyakit yang penularan nya
melalui feca-loral.

Dapur dari ukurannya cukup luas dan kebersihannya cukup baik walaupun
masih terlihat penumpukan barang. Letak dapur berdekatan dengan sumber air
sehingga memungkinkan pengolahan makanan yang lebih higienis. Air yang
digunakan untuk keperluan mencuci dan mandi diperoleh dari air tanah. Berdasarkan
uraian hal diatas, dapat disimpulkan bahwa lingkungan tempat tinggal sudah
memenuhi syarat rumah sehat. Rumahnya memiliki sistem ventilasi yang baik, akses
untuk masuknya sinar matahari ke dalam rumah yang cukup, dapur yang luas dan
kebersihannya cukup serta luas rumahnya cukup untuk dihuni oleh 5 orang.

4.3 Faktor Pelayanan Kesehatan

Tempat tinggal dekat dengan tempat pelayanan kesehatan yaitu klinik dokter
umum dan puskesmas kecamatan kurang lebih 3 km. Akses ke tempat pelayanan
medis tersebut mudah. Ny. R paham akan penyakitnya dan mengerti untuk rutin
kontrol dan mendapat bantuan medis untuk penyakitnya. Sebelumnya rutin untuk
kontrol, hanya karena satu dan lain hal, 4 bulan terakhir Ny. R tidak kontrol untuk
penyakitnya. Keadaan ekonomi mampu untuk datang ke pusat pelayanan medis.

4.4 Faktor Genetik

Pasien memiliki keluarga yang juga menderita Diabetes Mellitus yaitu dari
ibu pasien, sehingga pasien memiliki faktor risiko penyakit secara genetik. Keluhan
pada pasien diperkuat akibatkan pola makan yang kurang baik atau kurang sehat.

4.5 Anjuran untuk Pasien dan Anggota Keluarga

Pasien sudah menderita diabetes mellitus akibat pola makan yang tidak sehat
seperti makan apa saja dan sering mengonsumsi makanan atau minuman yang manis.
Hal tersebut menyebabkan anak dan kerabat dekat pasien sangat berisiko menderita
hal yang sama dan penyakit-penyakit metabolik lainnya, terlebih jika pola makan
dan gaya hidupnya tidak teratur. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk kerabat
dan keluarga pasien untuk rutin berolahraga, makan-makanan yang rendah lemak
dan rendah gula, serta memiliki pola istirahat yang cukup.
BAB V

KESIMPULAN

Dari hasil autoanamnesis yang dilakukan dengan Ny. R, didapatkan bahwa pasien
menderita Diabetes mellitus. Faktor yang menyebabkan pasien menderita DM ialah karena
faktor genetika dari keluarga pasien dan juga pasien sering memiliki kebiasaan atau pola
makan makanan yang manis, serta riwayat pasien yang jarang berolahraga.

Pasien Ny. R memiliki kesadaran yang baik akan kesehatan sehinga secara rutin
memeriksakan diri ke puskesmas. Pasien juga cukup patuh untuk minum obat-obatan, akan
tetapi 4 bulan terakhir pasien sudah tidak lagi kontrol karena satu dan lain hal, selain itu Ny. R

memiliki pola hidup yang kurang baik terutama pada pola makan dan kurangnya aktivitas.
Hasil dari wawancara dan perbincangan saya dengan Ny. R pun memberikan saya gambaran
bahwa puskesmas juga sudah menjalankan perannya yaitu dalam upaya promotive, kuratif,
preventif sudah baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Goblan, A. S., Alfi, M. A., & Khan, M. Z. (2017). Mechanism Linking Diabetes
Mellitus and Obesity. Dovepress, 589.

2. I.Galaviz, K., Narayan, V., Lobelo, F., & Weber, M. B. (2018). Lifestyle and the
Prevention of Type 2 Diabetes: a Status Report. American Journal of Lifestyle
Medicine, 12(1), 12.

3. Kementerian Kesehatan RI. (2020). Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes
Melitus. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

4. Agustina V, Tekege MI, Carolin F, Wulandari AD, Weya A, Lampongajo OGC.


Deteksi dini penyakit diabetes melitus. Jurnal Pengabdian
Masyarakat.2021;2(2).hal.301

5. Kementerian Kesehatan RI. (2020). Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes
Melitus. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

6. Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta; 2005.
7. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga
Medical Series; 2007. h.138-9.

8. Decroli E, editors. Diabetes melitus tipe 2. Padang. Pusat Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas; 2019.

9. Rahmasari, I., & Wahyuni, E. S. (2019). Efektivitas Memordoca Carantia (Pare)


terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah. INFOKES, 9(1), 57.

10. PERKENI. (2021). Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 di Indonesia 2021. Jakarta: PB PERKENI

11. Schteingart DE. Pankreas: metabolisme glukosa dan diabetes melitus. Dalam:
Price SA, Wilson LM, editor. Patofisiologi. Volume 2. Edisi ke-6. Jakarta: EGC,
2006.h.1261-70.

12. Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI; 2020.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai