Disusun Oleh:
Januar Ronan Ramadhan 112021108
Pembimbing :
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus atau yang lazim disebut sebagai DM merupakan salah satu
penyakit kronis yang menjadi tantangan di dalam dunia kesehatan. Diabetes Mellitus
masuk ke dalam kategori Penyakit Tidak Menular (PTM) yang secara epidemiologi
menyebabkan kematian sebanyak 1,6 juta kematian di dunia pada tahun 2018. Diabetes
Mellitus (DM) juga merupakan penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia
dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan
kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin. Gejala yang
dikeluhkan oleh penderita Diabetes Mellitus biasanya memiliki gejala khas seperti
polidipsia, polyuria, polifagia, penurunan berat badan, dan kesemutan.1,2
1.2 Tujuan
1.4 Manfaat
1.5 Sasaran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit berbahaya yang dikenal oleh
masyarakat Indonesia dengan nama penyakit kencing manis. Diabetes Mellitus (DM)
adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan
manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika penyakit DM telah berkembang,
maka akan tampak tampilan klinis ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial,
aterosklerosis dan penyakit vaskular mikroangiopati. Penyakit Diabetes melitus ini
merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup. Diabetes melitus tidak
dapat disembuhkan, namun penderita diabetes melitus tetap membutuhkan terapi
pengobatan yang lama. Pengobatan tersebut bertujuan untuk mengurangi resiko kejadian
komplikasi.4
2.2 Epidemiologi
Badan Kesehatan dunia WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien DM tipe 2 di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Organisasi Internasional Diabetes Federation (IDF) memperkirakan sedikitnya terdapat
463 juta orang pada usia 20-79 tahun di dunia menderita DM pada tahun 2019 atau setara
dengan angka prevalensi sebesar 9,3% dari total penduduk usia yang sama. Menurut jenis
kelamin, IDF memperkirakan prevalensi DM tahun 2019 yaitu 9% pada perempuan dan
9,65% pada laki-laki. Prevalensi DM diperkirakan meningkat seiring penambahan umur
penduduk menjadi 19,9% juta pada tahun 2030 dan 700 juta pada tahun 2045
(Kementerian Kesehatan RI, 2020).5
2.3 Etiologi
Diabetes melitus tipe 2 disebabkan kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β
tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi
relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekrasi
insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.6,7
Faktor risiko Diabetes melitus dapat dibagi menjadi tiga yaitu, risiko rendah, risiko
sedang, dan risiko tinggi7
1. Risiko Rendah
2. Risiko Sedang
3. Risiko Tinggi
2.5 Patofisologi
Dua patofisiologi utama yang mendasari terjadinya kasus DMT2 secara genetik
adalah resistensi insulin dan defek fungsi sel beta pankreas. Resistensi insulin merupakan
kondisi umum bagi orang-orang dengan berat badan overweight atau obesitas. Insulin
tidak dapat bekerja secara optimal di sel otot, lemak, dan hati sehingga memaksa pankreas
mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih banyak. Ketika produksi insulin oleh
sel beta pankreas tidak adekuat guna mengkompensasi peningkatan resistensi insulin,
maka kadar glukosa darah akan meningkat, pada saatnya akan terjadi hiperglikemia
kronik. Hiperglikemia kronik pada DMT2 semakin merusak sel beta di satu sisi dan
memperburuk resistensi insulin di sisi lain, sehingga penyakit DMT2 semakin progresif.
Secara klinis, makna resistensi insulin adalah adanya konsentrasi insulin yang lebih tinggi
dari normal yang dibutuhkan untuk mempertahankan normoglikemia. Pada tingkat seluler,
resistensi insulin menunjukan kemampuan yang tidak adekuat dari insulin signaling mulai
dari pre reseptor, reseptor, dan post reseptor. Secara molekuler beberapa faktor yang
diduga terlibat dalam patogenesis resistensi insulin antara lain, perubahan pada protein
kinase B, mutasi protein Insulin Receptor Substrate (IRS), peningkatan fosforilasi serin
dari protein IRS, protein kinase C, dan mekanisme molekuler dari inhibisi transkripsi gen
IR (Insulin Receptor).8
Pada perjalanan penyakit DMT2 terjadi penurunan fungsi sel beta pankreas dan
peningkatan resistensi insulin yang berlanjut sehingga terjadi hiperglikemia kronik dengan
segala dampaknya. Hiperglikemia kronik juga berdampak memperburuk disfungsi sel beta
pankreas. Sebelum diagnosis DMT2 ditegakkan, sel beta pankreas dapat memproduksi
insulin secukupnya untuk mengkompensasi peningkatan resistensi insulin. Pada saat
diagnosis DMT2 ditegakkan, sel beta pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang
adekuat untuk mengkompensasi peningkatan resistensi insulin oleh karena pada saat itu
fungsi sel beta pankreas yang normal tinggal 50%. Pada tahap lanjut dari perjalanan
DMT2, sel beta pankreas diganti dengan jaringan amiloid, akibatnya produksi insulin
mengalami penurunan sedemikian rupa, sehingga secara klinis DMT2 sudah menyerupai
DMT1 yaitu kekurangan insulin secara absolut. Pada DMT2, sel beta pankreas yang
terpajan dengan hiperglikemia akan memproduksi reactive oxygen species (ROS).
Peningkatan ROS yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan sel beta pankreas.
Hiperglikemia kronik merupakan keadaan yang dapat menyebabkan berkurangnya sintesis
dan sekresi insulin di satu sisi dan merusak sel beta secara gradual.9
Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik Gejala akut diabetes
melitus yaitu : Poliphagia (banyak makan) polidipsia (banyak minum), Poliuria (banyak
kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah namu berat badan turun
dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah. Gejala kronik diabetes
melitus yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas
di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah
dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi,
pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau
dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.10
2.7 Diagnosis
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah
sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa
glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar
glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada
keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis,
berat badan yang menurun cepat.10
Gambar 1. Kriteria diagnosis DM.10
Tabel 1. Kadar tes laboratorium darah pada pasien diabetes dan pradiabetes.10
Pelaksanaan TTGO menurut WHO 1994 ialah, pasien tiga hari sebelum
pemeriksaan, pasien tetap makan (dengan karbohidrat yang cukup) dan melakukan
kegiatan jasmani seperti kebiasaan sehari-hari, pasien berpuasa paling sedikit 8 jam
(mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa glukosa diperbolehkan,
dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, diberikan glukosa 75 gram (orang
dewasa), atau 1,75 g/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminimum
dalam waktu 5 menit, berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai, dilakukan pemeriksaan kadar
glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa, selama proses pemeriksaan, subjek yang
diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.( Pada keadaan tidak memungkinkan atau
tidak tersedia fasiltas pemeriksaan TTGO, pemeriksaan glukosa darah kapiler
diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM).10
2.8 Terapi
Bentuk obat antihiperglikemia yang paling sering digunakan ialah insulin dan
bentuk lainnya GLP-1 RA dan kombinasi dan GLP-1 RA. Insulin digunakan pada
keadaan HbA1c saat diperiksa lebih atau sama dengan 7.5% dan sudah menggunakan
satu atau dua obat antidiabetes, HbA1c saat diperiksa >9%, penurunan berat badan yang
cepat, hiperglikemia berat yang disertai ketois, krisis hiperglikemia, gagal dengan
kombinasi OHO dosis optimal, stres berat (infeksi sistemik,operasi besar, infark
miokard akut, stroke), kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat,
kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO, kondisi perioperatif sesuai dengan
indikasi.
Gambar 2. Algoritma pengobatan tipe 2.10
Modalitas yang ada pada penatalaksanaan diabetes mellitus terdiri dari: pertama
terapi non farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan
pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas
jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang
dilakukan secara terus menerus, kedua terapi farmakologis, yang meliputi pemberian obat
ati diabetes oral dan injeksi insulin. Terapi farmakologis ini pada prinsipnya diberikan jika
penerapan terapi non farmakologis yang telah dilakukan tidak dapat mengendalikan kadar
glukosa darah sebagaimana yang diharapkan. Pemberian terapi farmakologis tetap tidak
meninggalkan terapi nom farmakologis yang telah diterapkan sebelumnya.10,11
2.8.3 Preventif
Pencegahan primer adalah cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran
adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat. Cakupannya menjadi
sangat luas. Yang bertanggung jawab bukan hanya profesi tetapi seluruh masyarakat
termasuk pemerintah. Semua pihak harus mempropagandakan pola hidup sehat dan
menghindari pola hidup berisiko. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa mencegah
penyakit jauh lebih baik daripada mengobatinya. Kampanye pola makan sehat dengan
pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau pola makanan seimbang adalah
alternatif terbaik dan harus sudah mulai ditanamkan pada anak-anak sekolah sejak
taman kanak- kanak. Tempe misalnya adalah makanan tradisional kita yang selain
sangat bergizi, ternyata juga banyak khasiatnya misalnya sifat anti bakteri dan
menurunkan kadar kolesterol. Caranya bisa lewat guru-guru atau lewat acara radio atau
televisi. Selain makanan juga cara hidup berisiko lainnya harus dihindari. Jaga berat
badan agar tidak gemuk, dengan olahraga teratur. Dengan menganjuran olah raga
kepada kelompok resiko tinggi, misalnya anak-anak pasien diabetes, merupakan salah
satu upaya pencegahan primer yang sangat efektif dan murah. Motto memasyarakatkan
olah raga dan mengolahragakan masyarakat sangat menunjang upaya pencegahan
primer.5,12
Nama : Ny. R
Umur : 51 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : D3
3.1.2 Anamnesis
- Psikologis Keluarga
- Keadaan Rumah/Lingkungan
c. Penerangan : Baik
d. Kebersihan : Baik
e. Ventilasi : Baik
f. Dapur : Ada
Pasien Ny. R 51 tahun adalah Isteri dari suami Tn. S. Ny. R tinggal bersama
3 orang anak laki-laki yang masing-masing berusia 23, 19, dan 10 tahun serta suami
Ny. R berusia 54 tahun. Pekerjaan Ny. A adalah Wiraswasta , anak yang pertama
saat ini bekerja sebagai karyawan, anak yang kedua saat ini sedang melanjutkan kuliah, dan
anak ketiga saat ini sekolah menengah pertama. Kedua orang tua Ny. R sudah meninggal
dunia.
3.2.3 Genogram
DM
Keterangan:
Pasien
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Meninggal
Laki-laki Meninggal
Perempuan Meninggal
Ny. R adalah seorang ibu dengan tiga orang anak-anaknya. Hubungan antara anggota
keluarga cukup baik dan harmoni.
Pemeriksaan penunjang pemeriksaan darah rutin hasil 310 g/dl. Pemeriksaan lainnya
yang dianjurkan ialah pemeriksaan gula darah puasa dan HbA1c.
a. Aspek Personal
Ny. R datang ke puskesmas karena keluhan saat ini mengeluh mudah terasa lelah
sesekali merasakan kesemutan di jari-jari kedua tangan dan kakinya, sehingga
memutuskan melakukan pemeriksaan gula darah karena keluhan ini sudah
dirasakan sejak 4 bulan yang lalu dimana ia sudah didiagnosis diabetes melitus tipe
2 sejak 6 tahun lalu. Sudah kurang 4 bulan yang lalu ia tidak kontrol penyakitnya
dikarenakan tidak ada yang mengantarkannya untuk berobat. Menurut Ny. R
dirumah yang biasa mengantarkannya untuk berobat yaitu anak pertama sekarang
sudah bekerja sehingga 4 bulan terakhir ini tidak ada yang mengantarkan Ny. R
untuk berobat. Sejak itu, Ny. R mulai tidak pernah kontrol lagi ke puskesmas.
Pasien juga mengaku dalam 4 bulan terakhir ini tidak memperhatikan pola
makannya dimana Ny. R mengatakan beberapa kali makan-makanan yang manis.
Harapan pasien dengan kontrol rutin gula darah dan minum obat serta perubahan
perilaku pola makan yang sehat akan meringankan gejalanya dari perburukan.
b. Apek Klinis
Diabetes Mellitus tipe 2
Genetik: Pasien memiliki keluarga yang juga menderita Diabetes Mellitus yaitu
dari Ibu dari pasien, sehingga pasien memiliki faktor risiko penyakit secara
genetik
Kondisi psikologis: pasien saat ini mulai merasa cemas karena penyakit DM yang
dideritanya tidak terkontrol lagi, hal ini sebenarnya sudah dirasakan sejak 4 bulan
yang lalu dikarenakan tidak ada yang bisa mengantarkan Ny. R untuk kontrol ke
puskesmas.
e. Derajat Fungsional
c. Kuratif (Early diagnosis and prompt treatment): Pasien dan keluarga yang memiliki
faktor risiko DM tipe 2 perlu pengecekan gula darah secara rutin dalam upaya
diagnosis dini agar diobati sedini mungkin sebelum terjadi komplikasi lebih lanjut.
Selain itu juga perlu konsumsi obat yang teratur serta kontrol rutin ke dokter untuk
mengontrol gula darah. Obat yang diminum adalah metformin 3 x 500 mg dalam
sehari. Bila dengan 1 macam obat oral glukosa darah tidak turun maka perlu
penambahan obat oral lainnya seperti glibenclamide dan jika tidak mampu dengan
obat oral maka dapat diberikan insulin.
3.7 Prognosis
Penyakit : Dubia ad bonam. apabila terkontrol dengan baik, dan berat badan
terjaga dengan baik, dan kebersihan lingkungan dan kebersihan rumah terjaga.
Keluarga : Ad Bonam.
Keluarga Ny. A memiliki barang elektronik di ruangannya antara lain, 2 kipas angin di
ruang tamu, 2 unit AC di kamar tidur, 2 buah televisi di ruang tamu dan kamar tidur, 1
buah rice cooker, 1 buah kulkas di dapur, 1 buah kompor gas di dapur.
Menu makanan atau lauk pauk yang dikonsumsi sehari-hari oleh Ny. R dan
keluarga bervariasi. Menu makanan yang biasa dihidangkan antara lain seperti, nasi,
sayur-mayur, kacang panjang, buncis, terong, bayam, tahu, tempe, sambal, daging
ikan, dan sesekali daging ayam yang disajikan baik ditumis maupun digoreng.
Frekuensi makan 2 hingga 3 kali sehari, terdiri dari makan pagi, siang dan makan
malam dan selalu ditemani dengan minum teh manis.
BAB IV
ANALISIS KASUS
Tempat tinggal pasien juga selama ini tidak pernah mengalami banjir. Untuk
pembuangan sampah, setiap hari terdapat tukang sampah yang mengambil sampah–
sampah miliknya sehingga kebersihan lingkungan terjamin. Air minum yang
digunakan air galon Aqua. Sedangkan air untuk kebutuhan sehari – hari dari air
tanah. Kamar mandi merupakan milik pribadi dan kebersihannya cukup baik
sehingga dapat mengurangi risiko terjadi penularan penyakit yang penularan nya
melalui feca-loral.
Dapur dari ukurannya cukup luas dan kebersihannya cukup baik walaupun
masih terlihat penumpukan barang. Letak dapur berdekatan dengan sumber air
sehingga memungkinkan pengolahan makanan yang lebih higienis. Air yang
digunakan untuk keperluan mencuci dan mandi diperoleh dari air tanah. Berdasarkan
uraian hal diatas, dapat disimpulkan bahwa lingkungan tempat tinggal sudah
memenuhi syarat rumah sehat. Rumahnya memiliki sistem ventilasi yang baik, akses
untuk masuknya sinar matahari ke dalam rumah yang cukup, dapur yang luas dan
kebersihannya cukup serta luas rumahnya cukup untuk dihuni oleh 5 orang.
Tempat tinggal dekat dengan tempat pelayanan kesehatan yaitu klinik dokter
umum dan puskesmas kecamatan kurang lebih 3 km. Akses ke tempat pelayanan
medis tersebut mudah. Ny. R paham akan penyakitnya dan mengerti untuk rutin
kontrol dan mendapat bantuan medis untuk penyakitnya. Sebelumnya rutin untuk
kontrol, hanya karena satu dan lain hal, 4 bulan terakhir Ny. R tidak kontrol untuk
penyakitnya. Keadaan ekonomi mampu untuk datang ke pusat pelayanan medis.
Pasien memiliki keluarga yang juga menderita Diabetes Mellitus yaitu dari
ibu pasien, sehingga pasien memiliki faktor risiko penyakit secara genetik. Keluhan
pada pasien diperkuat akibatkan pola makan yang kurang baik atau kurang sehat.
Pasien sudah menderita diabetes mellitus akibat pola makan yang tidak sehat
seperti makan apa saja dan sering mengonsumsi makanan atau minuman yang manis.
Hal tersebut menyebabkan anak dan kerabat dekat pasien sangat berisiko menderita
hal yang sama dan penyakit-penyakit metabolik lainnya, terlebih jika pola makan
dan gaya hidupnya tidak teratur. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk kerabat
dan keluarga pasien untuk rutin berolahraga, makan-makanan yang rendah lemak
dan rendah gula, serta memiliki pola istirahat yang cukup.
BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil autoanamnesis yang dilakukan dengan Ny. R, didapatkan bahwa pasien
menderita Diabetes mellitus. Faktor yang menyebabkan pasien menderita DM ialah karena
faktor genetika dari keluarga pasien dan juga pasien sering memiliki kebiasaan atau pola
makan makanan yang manis, serta riwayat pasien yang jarang berolahraga.
Pasien Ny. R memiliki kesadaran yang baik akan kesehatan sehinga secara rutin
memeriksakan diri ke puskesmas. Pasien juga cukup patuh untuk minum obat-obatan, akan
tetapi 4 bulan terakhir pasien sudah tidak lagi kontrol karena satu dan lain hal, selain itu Ny. R
memiliki pola hidup yang kurang baik terutama pada pola makan dan kurangnya aktivitas.
Hasil dari wawancara dan perbincangan saya dengan Ny. R pun memberikan saya gambaran
bahwa puskesmas juga sudah menjalankan perannya yaitu dalam upaya promotive, kuratif,
preventif sudah baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Goblan, A. S., Alfi, M. A., & Khan, M. Z. (2017). Mechanism Linking Diabetes
Mellitus and Obesity. Dovepress, 589.
2. I.Galaviz, K., Narayan, V., Lobelo, F., & Weber, M. B. (2018). Lifestyle and the
Prevention of Type 2 Diabetes: a Status Report. American Journal of Lifestyle
Medicine, 12(1), 12.
3. Kementerian Kesehatan RI. (2020). Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes
Melitus. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
5. Kementerian Kesehatan RI. (2020). Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes
Melitus. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
8. Decroli E, editors. Diabetes melitus tipe 2. Padang. Pusat Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas; 2019.
10. PERKENI. (2021). Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 di Indonesia 2021. Jakarta: PB PERKENI
11. Schteingart DE. Pankreas: metabolisme glukosa dan diabetes melitus. Dalam:
Price SA, Wilson LM, editor. Patofisiologi. Volume 2. Edisi ke-6. Jakarta: EGC,
2006.h.1261-70.
LAMPIRAN