Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

Gangguan Penyesuaian pada Masa Pandemi COVID-19

Kelvin Thenedy 11 2019 218

Pembimbing :

dr. Sri Woroasih, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR. AMINO GONDOHUTOMO
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
PERIODE 31 Mei 2021 – 3 Juli 2021
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... I
DAFTAR ISI...................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3
2.1 Definisi........................................................................................... 3
2.1.1COVID-19……………………………………………….. 3
2.1.2 Gangguan Penyesuaian...................................................... 3
2.2 Epidemiologi Gangguan Penyesuaian…………………………... 4
2.2.1 Epidemiologi Gangguan Penyesuaian pada Masa
Pandemi COVID-19……………………………………. 4
2.3 Etiologi Gangguan Penyesuaian pada Masa Pandemi COVID-19 4
2.4 Gambaran Klinis Gangguan Penyesuaian pada Masa Pandemi
COVID-19..................................................................................... 4
2.5 Diagnosis Menurut PPDGJ III dan DSM V.....………………….. 5
2.5.1 Gangguan Penyesuaian Menurut PPDGJ-III……………. 5
2.5.2 Gangguan Penyesuaian Menurut DSM-V………………. 6
2.5.3 Gangguan Penyesuaian Menurut ICD-11……………….. 6
2.6Diagnosis Banding Gangguan Penyesuaian…………………….. 7
2.7 Alat Skrining Psikometri Gangguan Penyesuaian……………… 8
2.8 Tatalaksana.................................................................................... 10
2.8.1 Psikoterapi.......................................................................... 10
2.8.2 Farmakoterapi…………………………………………… 13
2.8.3 Psikoedukasi ……………………………………………. 13
2.9 Prognosis.................................................................................... 14
BAB III KESIMPULAN................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 16

1
BAB I
Pendahuluan

Pada tanggal 11 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan


sindrom pernapasan akut berat coronavirus 2 (SARS-CoV-2) sebagai pandemik yang
menyebabkan penyakit baru coronavirus 2019 (COVID-19). Pada tanggal 14 April 2020,
sekitar 1.884.663 kasus terkonfirmasi dengan 117.021 kematian telah dilaporkan dari
sedikitnya 213 negara, daerah, atau teritori. SARS-CoV-2 merupakan galur coronavirus baru
yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia.1
Transmisi antar manusia terjadi via kontak jarak dekat dengan individu yang
terinfeksi yang menghasilkan droplet saat batuk atau bersin dalam jarak 6 kaki (1,83 meter).
Individu yang terinfeksi telah dilaporkan dengan gejala klinis yang umum termasuk demam,
batuk tidak berdahak, myalgia, sesak napas, juga hitung leukosit yang normal atau menurun.
Ditambah lagi, kasus berat akibat infeksinya menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan
akut berat, gagal ginjal, dan kematian. Bahkan dengan implementasi pembatasan perjalanan
yang ketat, sejumlah besar individu terpapar SARS-CoV-2 dan telah melakukan perjalanan
internasional tanpa terdeteksi, mengakibatkan penyebaran virus di seluruh dunia. Tetapi,
langkah yang luas telah diimplementasikan dengan aksi kesehatan masyarakat yang luar biasa
untuk mengurangi transmisi SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia.1
Walaupun begitu, pandemi COVID-19 saat ini telah dihubungkan dengan berbagai
pemicu stress. Beberapa penelitian sudah menunjukkan bahwa masyarakat umum sedang
mengalami berbagai macam masalah psikologis, termasuk gangguan terkait stress. Tetapi,
hingga saat ini, belum ada banyak penelitian mengenai prevalensi gangguan penyesuaian
pada pandemi yang sekarang.2,3
Aturan bepergian yang ketat dan virus COVID-19 memicu tingkat stress dan
kegelisahan yang tinggi. Hal tersebut terjadi pada banyak kalangan masyarakat, dari petugas
medis hingga pekerja kantoran. Ini dikarenakan masyarakat bisa mengalami karantina
mandiri, batasan bertemu dengan teman dan orang yang dikasihi, risiko kehilangan pekerjaan
dan pengurangan gaji, risiko tertular COVID-19, hingga rasa sedih akan kehilangan orang
yang disayanginya. Pada beberapa orang, mereka juga bisa kehilangan sumber daya yang
biasa digunakan untuk mengatasi situasi yang membuat individu tersebut stress. Rangkaian
pemicu stress yang kompleks tersebut dapat mengarah ke gejala gangguan penyesuaian.4-6

2
BAB II
Pembahasan
2.1 Definisi
2.1.1 COVID-19
COVID-19 merupakan penyakit menular yang diakibatkan oleh coronavirus yang
baru-baru ini ditemukan akibat virus SARS-CoV-2. Coronavirus merupakan famili besar dari
banyak virus yang dapat menyebabkan penyakit pada binatang maupun manusia. Pada
manusia, beberapa tipe coronavirus diketahui dapat menyebabkan infeksi pernapasan dimulai
dari flu biasa higga menjadi penyakit yang lebih parah seperti Sindrom Pernapasan Timur
Tengah (Middle East Respiratory Syndrome) atau disebut juga MERS dan Sindrom
Pernapasan Akut Berat (Severe Acute Respiratory Syndrome) atau disebut juga SARS. Virus
dan penyakit COVID-19 ini belum pernah diketahui sebelum wabah yang berawal di Wuhan,
China, pada Desember 2019. COVID-19 sekarang merupakan suatu pandemic yang
mempengaruhi banyak negara secara global.7

2.1.2 Gangguan Penyesuaian


Gangguan penyesuaian dalam ICD-11 didefinisikan sebagai respon stress terhadap
stresor kehidupan yang signifikan dan dapat diidentifikasi dengan presentasi klinis dari kedua
gejala utama: (a) preokupasi dengan stressor dan (b) gagal beradaptasi, yang mungkin dapat
juga termasuk gejala gangguan tidur. Gangguan penyesuaian sering kali dilihat sebagai
gangguan ringan dari penyakit psikologis yang akan berlanjut karena ini didiagnosa saat
seorang individu tidak memenuhi kriteria dari gangguan mental lainnya. Tetapi, gangguan
penyesuaian juga merupakan kondisi serius yang terkenal akan hubungannya dengan bunuh
diri.3

2.2 Epidemiologi Gangguan Penyesuaian


Prevalensi di perawatan primer berkisar 3-10%, dan sering kali tidak terdiagnosis oleh
dokter umum. Prevalensi pada pasien di perawatan kesehatan mental pasien rawat jalan
berkisar dari 5-20%. Umumnya terjadi pada anak dan remaja, di mana responnya lebih sering
merupakan perilaku dibandingkan dengan emosional (suasana hati yang rendah). Gangguan
penyesuaian terjadi sama rata pada laki-laki dan juga perempuan. Perjalanan penyakit dan
manifestasinya dapat bervariasi lintas budaya.7

3
2.2.1 Epidemiologi Gangguan Penyesuaian pada Masa Pandemi COVID-19
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Dragan, et al. di Polandia terdapat 14% (244
orang) yang dapat didiagnosis menderita gangguan penyesuaian pada masa pandemi COVID-
19. Sementara itu, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Ben-Ezra, et al. di Inggris, terdapat
15.9% (171 orang) yang dapat didiagnosis mengalami gangguan penyesuaian pada masa
COVID-19. Sayangnya, hingga referat ini ditulis, belum ada penelitian mengenai
epidemiologi gangguan penyesuaian pada masa pandemi COVID-19 di Indonesia.2,4

2.3 Etiologi Gangguan Penyesuaian pada Masa Pandemi COVID-19


Berdasarkan penilitan, ditemukan beberapa pengaruh yang menyebabkan gangguan
penyesuaian pada suatu orang. Adanya perpisahan jarak dengan orang-orang, konflik dalam
keluarga, konflik dalam pekerjaan, konflik dengan tetangga, orang yang disayangi mengalami
penyakit atau bahkan meninggal, kehilangan pekerjaan, pekerjaan yang sangat banyak atau
sangat sedikit, tekanan untuk memenuhi deadline, pindah tempat tinggal, masalah finansial,
memiliki penyakit serius, harus diberhentikannya aktivitas waktu luang, dan pandemi
koronavirus mengakibatkan seorang individu dapat mengalami gangguan penyesuaian selama
COVID-19.2

2.4 Gambaran Klinis Gangguan Penyesuaian pada Masa Pandemi COVID-19


Tanda dan gejala tergantung pada jenis gangguan penyesuaian dan dapat bervariasi
dari orang ke orang. Anda mengalami lebih banyak stres daripada yang biasanya diharapkan
sebagai respons terhadap peristiwa yang membuat stres, dan stres menyebabkan masalah
yang signifikan dalam hidup Anda.8
Gangguan penyesuaian mempengaruhi bagaimana Anda merasa dan berpikir tentang
diri Anda dan dunia dan juga dapat mempengaruhi tindakan atau perilaku Anda. Beberapa
contoh termasuk:8
 Merasa sedih, tidak ada harapan atau tidak menikmati hal yang dulunya disukai
 Sering kali menangis
 Khawatir atau merasa cemas, gugup, gelisah atau stress
 Kesulitan untuk tidur
 Kurang napsu makan
 Kesulitan berkonsentrasi
 Merasa kewalahan

4
 Kesulitan melakukan rutinitasnya
 Menarik diri dari bantuan sosial
 Menghindari hal penting seperti berangkat kerja atau membayar tagihan
 Pikiran atau perilaku untuk bunuh diri

Orang dengan gangguan penyesuaian selama masa pandemi COVID-19 yang bisa
juga disebut sebagai COVID Stress Disorder, memiliki beberapa gambaran klinis seperti
berikut ini:5
 Khawatir akan bahaya virus COVID
 Khawatir akan dampak sosioekonomi
 Over-eating
 Mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan yang berlebih
 Belanja daring yang berlebihan
 Takut berhubungan kontak dengan benda-benda atau orang asing karena mereka
mungkin membawa infeksinya

2.5 Diagnosis Menurut PPDGJ-III, DSM-V dan ICD-11


2.5.1 Gangguan Penyesuaian Menurut PPDGJ-III
Pedoman diagnostik gangguan penyesuaian menurut PPDGJ-III:9
 Diagnosis tergantung pada avaluasi terhadap hubungan antara:
a) Bentuk, isi, dan beratnya gejala;
b) Riwayat sebelumnya dan corak kepribadian; dan
c) Kejadian, situasi yang “stressful”, atau krisis kehidupan.
 Adanya faktor ketiga di atas (c) harus jelas dan bukti yang kuat bahwa
gangguan tersebut tidak akan terjadi seandainya tidak mengalami hal tersebut.
 Manifestasi dari gangguan bervariasi, dan mencakup afek depresif, anxietas,
campuran anxietas-depresif, gangguan tingkah laku, disertai adanya disabilitas
dalam kegiatan rutin sehari-hari. Tidak ada satupun dari gejala tersebut yang
spesifik untuk mendukung diagnosis.
 Onset biasanya terjadi dalam 1 bulan setelah terjadinya kejadian yang
“stressful”, dan gejala-gejala biasanya tidak bertahan melebihi 6, kecuali
dalam hal reaksi depresif berkepanjangan.

5
2.5.2 Gangguan Penyesuaian Menurut DSM-V
Kriteria diagnostik gangguan penyesuaian menurut DSM-V:10
 Perkembangan gejala emosional atau perilaku terhadap respons akan stressor
yang dapat diidentifikasi terjadi dalam kurun waktu 3 bulan dari onset
stressor-nya.
 Gejala-gejala atau perilaku ini signifikan secara klinis, dibuktikan dengan
adanya satu atau kedua dari berikut ini:
o Kesulitan yang di luar proporsi keparahan atau intensitas stressor-nya,
memepertimbangkan konteks eksternal dan faktor kultur yang dapat
mempengaruhi keparahan dan presentasi gejala
o Gangguan yang signifikan dalam sosial, okupasional, dan area fungsi
yang penting lainnya.
 Gangguan yang berhubungan dengan stress tidak memenuhi kriteria untuk
gangguan mental lainnya dan bukan hanya eksaserbasi dari gangguan mental
yang sudah ada sebelumnya.
 Gejala-gejalanya tidak mewakili duka yang normal
 Sekali stressor atau konsekuensinya telah diterminasi, gejalanya tidak bertahan
untuk lebih dari 6 bulan lagi.

2.5.3 Gangguan Penyesuaian Menurut ICD-11


Kriteria diagnostik gangguan penyesuaian menurut ICD-11:11
 Keberadaan stressor psikososial yang dapat diidentifikasi. Gejalanya muncul
dalam 1 bulan dari paparan stressor
 Preokupasi yang berhubungan dengan stressor atau konsekuensinya dalam
bentuk minimal salah satu dari berikut ini:
o Kekhawatiran yang berlebih terhadap stressornya
o Pikiran yang berulang dan menyedihkan tentang stressornya
o Perenungan yang konstan mengenai implikasi dari stressor
 Gagal beradaptasi terhadap stressor yang menyebabkan kesulitan signifikan
dalam area fungsional penting seperti sosial, edukasi, okupasi, keluarga,
personal, mau pun area lainnya.
 Gejalanya tidak cukup spesifik atau parah untuk didiagnosis sebagai gangguan
perilaku atau mental lainnya

6
 Gejalanya biasanya selesai dalam 6 bulan, kecuali stressornya tetap terus ada
untuk waktu yang lebih lama.

2.6 Diagnosis Banding Gangguan Penyesuaian


Gangguan Depresi Berat
Jika seorang individu memiliki gejala yang memenuhi kriteria gangguan depresi berat
dalam responnya terhadap suatu stressor, diagnosis gangguan penyesuaian tidak dapat
diberikan. Profil gejala gangguan depresi berat membedakannya dari gangguan
penyesuaian.10

Gangguan Stress Pasca-Trauma


Pada gangguan penyesuaian, stressor dapat terjadi dalam tingkat keparahan apa pun
daripada tingkat keparahan dan jenis yang terdapat pada Kriteria A gangguan stress akut dan
gangguan stress pasca-trauma (PTSD). Dalam membedakan gangguan penyesuaian dari
kedua diagnosis pasca-trauma ini, ada waktu dan pertimbangan profil gejala. Gangguan
penyesuaian dapat didiagnosis segera dan bertahan hinggal 6 bulan setelah terpapar peristiwa
traumatis, sedangkan gangguan stress akut hanya dapat terjadi antara 3 hari dan 1 akan
paparan stressor, dan PTSD tidak dapat didiagnosis sampai setidaknya 1 bulan telah berlalu
sejak terjadinya trauma stressor. Profil gejala yang diperlukan untuk PTSD dan gangguan
stress akut membedakan mereka dari gangguan penyesuaian. Berhubungan dengan profil
gejala, suatu gangguan penyesuaian dapat didiagnosis setelah peristiwa traumatis ketika
seseorang menunjukkan gejala gangguan stress akut atau PTSD yang tidak memenuhi atau
melebihi ambang batas diagnostic untuk salah satu gangguan tersebut. Gangguan
penyesuaian juga harus didiagnosis kepada individu yang belum terpapar kejadian traumatis
tetapi memperlihatkan profil gejala lengkap baik gangguan stress akut atau PTSD.10

Gangguan Cemas Menyeluruh


Gangguan cemas menyeluruh memiliki gejala utama kecenderungan untuk
khawatir berbagai negatif kemungkinan, sesuatu itu hal buruk akan terjadi. Gejala tambahan
seperti kekhawatiran yang berulang dan ekstensif tentang beberapa bidang seperti keluarga
keuangan, persahabatan, tugas sekolah, prestasi olahraga, diri sendiri dan kesehatan keluarga,
dan masalah kecil sehari-hari; Kecenderungan untuk berulang kali mencari kepastian atau
perlindungan dari orang tua atau orang lain tentang ketakutan; Menghindari hal baru, berita

7
negatif, situasi tidak pasti, dan membuat kesalahan; Gejala fisik, sulit tidur dan mudah
tersinggung saat khawatir.10

Reaksi Stres Normatif


Saat hal buruk terjadi, banyak orang akan sedih. Ini bukan merupakan gangguan
penyesuaian. Diagnosisnya harus hanya dibuat saat besarnya kesusahan (contohnya
perubahan suasana hati atau anxietas) melebihi apa yang umumnya diekspektasi (yang dapat
bervariasi pada tiap kultur) atau ketika efek sampingnya memicu gangguan fungsional.10

2.7 Alat Skrining Psikometri Gangguan Penyesuaian


The Adjustment Disorder – New Module 20 (ADNM-20) adalah kuisioner yang
mengukur gejala dari gangguan penyesuaian. Daftar kejadian yang membuat stress terdiri
dari berbagai pengalman (19 potensial stressor, contohnya masalah finansial, perceraian,
penyakit serius), dan membutuhkan referensi kepada kejadian yang paling memberatkan
dalam 6 bulan terakhir. Untuk tujuan studi, COVID-19 juga ditambahkan ke daftar ini.
Bagian daftar gejalanya mengukur respon terhadap kejadian yang paling membuat stress.
ADNM-20 dikembangkan menjadi lebih sejajar terhadap usulan ICD-11 untuk AjD dan ini
direfleksikan dalam fokusnya kepada dua inti kluster gejala dari preokupasi (4 butir) dan
gagal beradaptasi (4 butir). Tetapi, itu juga termasuk 4 kluster gejala yang berhubungan akan
penghindaran (4 butir), depresi (3 butir), anxietas (2 butir), dan impulsivitas (3 butir). Semua
butir dijawab dalam 4-poin skala Lakert--dari 1 [Tidak Pernah], 2 [Jarang], 3 [Terkadang]
dan 4 [Sering]--dengan nilai yang memungkinkan mulai dari 20 hingga 80. Kuisioner ini
terdiri dari 6 subskala: preokupasi, gagal beradaptasi, penghindaran, suasana hati yang
depresif, anxietas dan impulsivitas. Preokupasi dan gagal beradaptasi adalah gejala utama
dari gangguan penyesuaian (AjD) dan dapat ditambahkan bersma ke dalam satu subskala
(AjD-C). Penghindaran, suasana hati depresif, anxietas dan impulsivitas merupakan gejala
aksesoris dan dapat juga ditambahkan bersama dalam satu subskala (AjD-AS). Jika skor yang
didapatkan merupakan 48 ke atas, maka orang tersebut sangat memungkinkan menderita
gangguan penyesuaian. Untuk hasil yang maksimal, disarankan untuk memperhitungkan
pengecualian diagnosis gangguan lainnya sebelum menegakkan diagnosis AjD. Dengan
demikian, dapat digunakan kuisioner ITQ untuk PTSD, PHQ-9 untuk gangguan depresi, dan
GAD-7 untuk gangguan cemas menyeluruh.2
The International Trauma Questionnaire (ITQ) adalah ukuran laporan diri dari gejala
gangguan stres pasca trauma (PTSD) ICD-11. Responden menyelesaikan ITQ sehubungan
8
dengan peristiwa traumatis terburuk yang mereka gambarkan sebelum menjawab pertanyaan
tentang gejala. Dalam studi saat ini, mereka juga memiliki kemungkinan untuk berhubungan
dengan pengalaman pandemi COVID-19. Item PTSD di ITQ dilengkapi dalam hal seberapa
banyak responden telah terganggu oleh setiap gejala dalam sebulan terakhir dan disertai
dengan tiga item yang mengukur gangguan fungsional yang disebabkan oleh gejala tersebut.
Semua item dijawab pada skala Likert 5 poin, dengan kemungkinan skor mulai dari 0 hingga
24. Gejala dianggap ada jika skor 2 (Sedang) tercapai. Diagnosis PTSD membutuhkan
paparan traumatis, setidaknya satu gejala hadir dari setiap kelompok gejala (Pengalaman
Ulang, Penghindaran, dan Rasa Ancaman), dan dukungan setidaknya satu indikator gangguan
fungsional. Sifat psikometrik dari ITQ telah diperiksa baik dalam sampel klinis dan populasi
umum. Konsistensi internal skor item PTSD dalam sampel saat ini sangat baik (α = 0,90).2
Sembilan gejala depresi diukur dengan menggunakan Kuesioner Kesehatan Pasien-9
(PHQ-9). Responden menunjukkan seberapa sering mereka terganggu oleh setiap gejala
selama dua minggu terakhir menggunakan skala Likert 4 poin. Kemungkinan skor berkisar
dari 0 hingga 27, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan tingkat depresi yang lebih
tinggi. Skor cut-off 15 digunakan untuk mengidentifikasi peserta yang mungkin memenuhi
kriteria gangguan depresi, sesuai dengan hasil meta-analisis. Skor PHQ-9 memiliki sifat
psikometrik yang sangat baik yang menunjukkan konsistensi internal yang sangat baik di
antara sampel saat ini (α = .93).2
GAD-7 biasanya digunakan sebagai ukuran gejala kecemasan umum di berbagai
pengaturan dan populasi. Generalized Anxiety Disorder Scale 7 dikembangkan sebagai
skrining untuk gangguan kecemasan menyeluruh (GCM) dalam perawatan primer. Seperti
PHQ-9, responden mengindikasikan berapa sering mereka telah diganggu oleh tiap gejalanya
dalam 2 minggu terkahir dengan skala 4-poin Lakert. Ketujuh pertanyaan menilai (1)
perasaan gugup, cemas, atau gelisah; (2) mampu menghentikan atau mengendalikan rasa
khawatir; (3) terlalu mengkhawatirkan berbagai macam hal; (4) kesulitan bersantai; (5) resah;
(6) menjadi mudah kesal atau mudah tersinggung; dan (7) merasa takut seolah-olah sesuatu
yang buruk akan terjadi dan kemudian gejala tersebut ditanyakan dalam periode selama 2
minggu. Setiap gejala yang ditanyakan memberikan opsi respons beriku; "tidak sama sekali",
"beberapa hari", "lebih dari setengah hari" dan "hampir setiap hari" dan ini dinilai , masing-
masing, sebagai 0, 1, 2 atau 3. Dengan hasil 0-4: minimal anxiety, 5-9: mild anxiety, 10-14:
moderate anxiety, 15-21: severe anxiety.12
Selain ADNM-20, sebenarnya ada juga kuisioner lainnya yakni IADQ (International
Adjustment Disorder Questionnaire). Ini diajukan karena pertama, peneliti merasa ADNM-20
9
memasukkan 12 gejala yang tidak direfleksikan pada deskripsi ICD-11. Kedua, perkataan
dari butir preokupasi tidak menangkap elemen ‘kekhawatiran yang eksesif’ atau ‘perenungan
yang konstan tentang elemen implikasinya dan hanya menangkap pikiran yang menyedihkan
dan rekuren’ dari deksripsinya. Ketiga, satu butir (‘setelah dipertimbangkan seutuhnya,
situasi ini menyebabkan kesulitan yang serius pada kehidupan sosial atau pekerjaan saya,
waktu senggang saya, dan are penting fungsional lainnya’) digunakkan sebagai indikator baik
kegagalan unuk beradaptasi dan sebagai penilaian kesulitan fungsional. Keempat, algoritma
diagnostic untuk mendiagnostik AjD itu lebih sulit dari pada gangguan yang berhubungan
dengan stress lainnya dalam ICD-11 termasuk PTSD. Terakhir, daftar kejadian kehidupan
ADNM terdiri dari 19 potensial stressor dan membutuhkan bulan dan tahun saat kejadian
tersebut mulai dan berakhir. Perbatasan ini tidak lah konsisten dengan panduan prinsip ICD-
11 yang mengatakan bahwa diagnosis harus difokuskan pada serangkaian gejala yang
terbatas tetapi sentral, dan memaksimalkan kegunaan klinis dan kemudahan penggunaan.13
IADQ terdiri dari tiga bagian utama. Pertama, daftar periksa stresor psikososial adalah
dijawab menggunakan format respons biner (Ya = 1 atau Tidak = 0). Kedua, daftar gejala
terdiri dari: tiga item mengukur gejala keasyikan dan tiga item yang mengukur kegagalan
untuk mengadaptasi gejala. Item ini dijawab menggunakan lima poin Skala likert mulai dari 0
(Tidak sama sekali) hingga 4 (Sangat), dan gejala dianggap ada berdasarkan skor 2 (Sedang).
Responden juga ditanya, 'Apakah masalah ini dimulai dalam satu bulan dari peristiwa yang
membuat stres?’ dan jawab menggunakan format biner (Ya = 1 atau Tidak = 0). Akhirnya,
gangguan fungsional dalam domain bidang sosial, pekerjaan/pendidikan dan bidang penting
lainnya yang disebabkan oleh gejala-gejala ini dinilai menggunakan tiga item. Algoritma
indikatif yang digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan kasus AjD adalah sebagai
berikut: (i) psikososial skor stres 1, (ii) dukungan setidaknya satu gejala keasyikan dan
setidaknya satu kegagalan untuk beradaptasi gejala (skor 2), (iii) timbulnya) gejala AjD
dalam satu bulan setelah stresor dan (iv) pengesahan setidaknya satu fungsional kriteria
penurunan nilai terpenuhi (skor 2 pada salah satu dari tiga item gangguan fungsional).13

2.8 Tatalaksana
2.8.1 Psikoterapi
Self-heal/biblioterapi
Kelompok Maercker mengembangkan manual swadaya untuk AD (Adjustment
Disorder) menerapkan model sindrom respons stres, serupa dengan yang diuraikan dalam
draft beta ICD-11, yang dapat diterapkan sebagai biblioterapi atau sebagai intervensi
10
kesehatan mental yang akan datang. Manual swadaya berorientasi CBT yang dirancang
khusus untuk kelompok korban pembobolan terdiri dari beberapa modul (penyaringan untuk
gejala AD, psikoedukasi, daftar periksa apakah psikoterapi tatap muka lebih tepat, rasa diri,
koping, aktivasi dan pemulihan) yang terdiri dari latihan yang terbukti dari intervensi
terapeutik untuk PTSD, gangguan kecemasan dan depresi. Komponen intervensi mandiri ini
mengatasi gejala preokupasi dan kegagalan untuk beradaptasi dan harus diselesaikan dalam
sekitar 4 minggu. Efektivitas versi biblioterapi dari manual swadaya secara empiris empirical
diuji dalam RCT dalam sampel korban pencurian dengan gejala klinis atau subklinis AD.
Kelompok intervensi menunjukkan perbaikan yang lebih besar dalam gejala AD dari
preokupasi dan gejala stres pasca-trauma dibandingkan dengan kontrol daftar tunggu. Kajian
ini sejalan dengan bukti biblioterapi untuk mental lainnya other gangguan, menunjukkan
kemanjurannya sebagai langkah intervensi pertama untuk pasien dengan AD.14

Group Pendukung
Sebuah meta-analisis mengungkapkan bahwa tingkat prevalensi AD pada pasien
kanker adalah 19,4%. Manfaat kelompok pendukung dan psikoterapi individu dalam
mengurangi penderitaan, psikopatologi dan nyeri pada pasien kanker sudah mapan. Sebagian
besar studi tentang efek dari dukungan emosional intensif pada tingkat kelangsungan hidup
menunjukkan bahwa ada efek positif pada umur panjang dalam berbagai kanker (termasuk
melanoma maligna, kanker paru-paru non-sel kecil, leukemia dan saluran pencernaan)
kanker), meskipun hasil pada tingkat kelangsungan hidup dukungan emosional dalam studi
pada pasien dengan kanker payudara dicampur. Saat ini, kemanjuran kelompok terapi
perilaku kognitif program untuk pasien dengan penyakit somatik dan komorbiditas depresif
atau AD sedang dievaluasi dalam RCT. Di luar AD, dampak dari dukungan sebaya pada
kesehatan mental dan kesejahteraan pasien didokumentasikan dengan baik. Mirip dengan
aktivasi perilaku dan biblioterapi, pendekatan dukungan sebaya mungkin salah satunya solusi
yang mungkin untuk meningkatkan perawatan kesehatan mental di daerah dengan penelitian
perawatan kesehatan terbatas dan kurangnya ahli kesehatan mental yang terlatih.14

Perhatian, Meditasi dan Relaksasi


Sebagai pendekatan umum, teknik relaksasi yang dikombinasikan dengan
psikoedukasi menawarkan keuntungan untuk menjadi diimplementasikan dalam berbagai
subtipe AD, meskipun mereka mungkin sangat membantu dalam gejala depresi dan stres,
seperti yang ditunjukkan oleh ulasan baru-baru ini. Langkah 1 Menunggu dengan waspada /
11
aktif pemantauan misalnya pengawasan oleh seorang jenderal praktisi, perawat Langkah 2
Intensif rendah intervensi psikologis misalnya biblioterapi, aktivasi perilaku dan e-mental-
kesehatan intervensi Langkah 3 Psikoterapi dan/atau farmakoterapi sebagai rawat jalan
misalnya CBT, psikodinamik terapi Langkah 4 Psikoterapi dan/atau farmakoterapi sebagai
rawat inap, krisis intervensi misalnya rumah Sakit jiwa. Pendekatan perawatan bertahap
untuk gangguan penyesuaian (bagian intervensi psikologis disorot). Dalam studi sampel,
perhatian pelatihan dikaitkan dengan peningkatan gejala psikologis, kualitas hidup dan
perhatian keterampilan pada pasien dengan AD. Dalam RCT, terapi kelompok berbasis
kesadaran juga sama efektif sebagai CBT berbasis individu untuk perawatan primer pasien
dengan depresi, kecemasan atau stres dan AD. Ditemukan bahwa meditasi yoga teknik yang
efektif dalam mengurangi gejala AD dengan kecemasan dan depresi. Baru-baru ini, ada
intervensi berbasis web yang dirancang khusus untuk AD yang menggabungkan modul
perhatian. Jojic dan Leposavic mengevaluasi efektivitas pelatihan autogenik pada remaja dan
orang dewasa dengan AD. Dalam dua penelitian, mereka menemukan bahwa pelatihan
autogenik secara signifikan menurunkan nilai indikator fisiologis (tekanan darah, denyut nadi
tingkat, konsentrasi kolesterol dan kortisol) dari AD setelah intervensi dan pada tindak lanjut
6 bulan di remaja dan orang dewasa dengan AD. 14

Blended CBT (Cognitive Behavioral Therapy)


Terapi perilaku kognitif (CBT) adalah pengobatan lini pertama untuk gangguan
kecemasan. Ini menggabungkan intervensi perilaku dan kognitif dalam pendekatan
berorientasi masalah dan tindakan. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa CBT
adalah pengobatan yang efektif untuk mengurangi stres dan kecemasan pada subjek dengan
patologi somatik seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, dan sindrom kelelahan kronis,
serta pada subjek dengan tingkat stres atau kecemasan yang tinggi, terutama di tempat kerja.15
Program ini mencakup 5 sesi individu mingguan yang berlangsung selama 1 jam yang
diselesaikan pasien di komputer di unit kami. Mereka melakukan setiap sesi melalui
dukungan swadaya (video, file audio, e-book, latihan, dll.) yang dikirimkan pada kunci USB
untuk menghindari masalah koneksi. Subyek mendapat manfaat dari intervensi singkat rata-
rata 10 menit dengan perawat (5 menit sebelum sesi e-learning dan 5 menit setelah sesi e-
learning). Tujuan dari kontak tatap muka ini adalah untuk memberikan bimbingan yang
berfokus pada kepatuhan (dengan memperkuat kehadiran sosial) dan bimbingan yang
berfokus pada teknis. Perawat menyelidiki efek samping dan perubahan dosis obat sejak sesi
terakhir, menjawab setiap pertanyaan, mendiskusikan kemajuan sesi, dan mungkin memandu

12
peserta dalam navigasi program komputer. Pasien didorong untuk berlatih 1 atau lebih latihan
setiap hari selama 20 menit masing-masing pada 5 atau 6 hari dalam seminggu. Untuk
pelatihan di rumah di antara sesi, pasien dapat menggunakan situs web melalui nama
pengguna dan kata sandi yang sebelumnya diberikan kepada mereka.15
Studi saat ini menunjukkan bahwa CBT berbasis internet dengan bimbingan manusia
oleh profesional kesehatan (CBT campuran) dan program yang sama disampaikan tatap muka
oleh terapis CBT keduanya efektif untuk pasien dengan ADA dalam pengaturan psikiatri.
Selain itu, CBT campuran tampaknya setidaknya sama efektifnya dengan program CBT tatap
muka yang sama untuk pasien dengan ADA dalam pengaturan psikiatri. CBT campuran dapat
menjadi alternatif hemat biaya untuk CBT tatap muka untuk pasien dengan diagnosis ADA
dan patologi lainnya. Akhirnya, CBT campuran dapat menunjukkan pengurangan yang lebih
besar secara signifikan dalam beberapa gejala psikologis daripada format intervensi lainnya,
seperti CBT tatap muka atau iCBT terpandu tradisional, untuk pasien dengan diagnosis ADA
dan patologi lainnya.15

2.8.2 Psikofarmakoterapi
Dalam sebuah penelitian yang membandingkan benzodiazepin dengan ansiolitik
nonbenzodiazepine, lebih banyak pasien merespons nonbenzodiazepine, meskipun
pengurangan keparahan gejala sama pada hari ke 28 penelitian. Untuk obat
nonbenzodiazepine menggunakan etifoxine sebanyak 50 mg 3 kali sehari dan untuk obat
benzodiazepine menggunakan alprazolam 0.5 mg 3 kali sehari.16
Untuk obat antidepresan yang dapat diberikan ialah fluoxetine. Dosis awalnya
20mg/hari diminum 1x per harinya. Setelah itu dapat ditingkatkan menjadi 20-80mg/hari.
Untuk obat antipsikotik, dapat diberikan quetiapine. Dosisnya adalah 50-100mg diminum 1x
sehari.18,19

2.8.3 Psikoedukasi
Gangguan spesifik – diberikan oleh ahli klinis kepada pasien atau keluarganya untuk
belajar pengetahuan dan keterampilan dan jangka panjang yang lebih baik manajemen
masalah yang berkaitan dengan penyakit serta psikososial penyesuaian - bagian dari
keseluruhan rencana perawatan dan termasuk rencana perawatan komunikasi.16

13
2.9 Prognosis
Untuk prognosis, komorbiditas yang paling umum dengan AD adalah gangguan
kepribadian dan gangguan penyalahgunaan zat, yang telah dikaitkan dengan hasil yang
buruk. Pasien dengan AD berada pada peningkatan risiko untuk bunuh diri. Studi otopsi
psikologis telah menunjukkan bahwa antara 6% dan 25% pasien yang meninggal karena
bunuh diri telah menerima diagnosis AD. Tingkat AD pada pasien yang datang setelah
tindakan menyakiti diri sendiri berkisar dari 4% hingga 10%. Ide bunuh diri ditemukan
memiliki onset dan resolusi yang lebih cepat pada pasien dengan AD dibandingkan pada
pasien dengan gangguan lain.17
Definisi AD baik pada DSM-IV dan ICD-10 memberikan harapan hasil yang baik,
dengan resolusi gejala yang spontan. Ini telah dibuktikan dalam studi tindak lanjut yang
menemukan bahwa pasien yang menerima diagnosis AD saat masuk memiliki indeks
penerimaan yang lebih pendek dan penerimaan kembali psikiatri yang lebih sedikit
daripada mereka yang menerima diagnosis lain.17

14
BAB III
KESIMPULAN

COVID-19 merupakan penyakit menular yang diakibatkan oleh coronavirus yang


baru-baru ini ditemukan akibat virus SARS-CoV-2. Aturan bepergian yang ketat dan virus
COVID-19 memicu tingkat stress dan kegelisahan yang tinggi. Hal ini menyebabkan
beberapa orang dapat mengalami gangguan penyesuaian akan kehidupan yang baru.
Manifestasi dari gangguan bervariasi, dan mencakup afek depresif, anxietas, gangguan
tingkah laku, disertai adanya disabilitas dalam kegiatan rutin sehari-hari. Penderita dapat
dirawat dengan self-heal, grup pendukung, CBT, atau obat seperti etifoxine atau alprazolam.
Prognosis gangguan penyesuaian itu baik dengan resolusi gejala yang spontan.

15
Daftar Pustaka
1. Saxena SK, Kumar S, Maurya VK, Sharma R, Dandu HR, Bhatt MLB. Current insight
into the novel coronavirus disease 2019 (COVID-19). Dalam: Saxena SK, ed.
Coronavirus disease 2019 (COVID-2019). 1st ed. Singapore: Springer.
2. Dragan M, Grajweske P, Shevlin M. Adjustment disorder, traumatic stress, depression
and anxiety in Poland during an early phase of the COVID-19 pandemic. Eur J
Psychotraumatol. 2021;12(1).
3. Kazlauskas E, Quero S. Adjustment and Coronavirus: how to prepare for COVID-19
pandemic-related adjustment disorder worldwide? Psychol Trauma. 2020;12(S1).
4. Ben-Ezra M, Hou WK, Goodwin R. Investigating the relationship between COVID-19
related and distress and ICD-11 adjustment disorder: two cross-sectional studies.
BJPsych Open. 2020;7(21).
5. Taylor S. COVID stress syndrome: clinical and nosological considerations. Curr
Psychiatry Rep. 2021;23(4).
6. Lotzin A, Acquarini E, Ajdukovic D, Ardino V, Böttche M, Bondjers K, et al. Stressors,
coping and symptoms of adjustment disorder in the course of the COVID-19 pandemic –
study protocol of the European society for traumatic stress studies (estss) pan-European
study. Eur J Psychotraumatol. 2020; 11(1).
7. Lal R, Mackinnon DF. Adjustment disorder. 2017. [Internet]. Tersedia di:
https://www.hopkinsguides.com/hopkins/view/Johns_Hopkins_Psychiatry_Guide/
787068/all/Adjustment_Disorder
8. Mayo Clinic. Adjustment disorders. 2017. [Internet]. Tersedia di:
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/adjustment-disorders/symptoms-
causes/syc-20355224
9. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III dan DSM-5. 1 st ed.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya. 2013
10. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental
disorders. 5th Ed. Arlington: American Psychiatric Association. 2013
11. O’Donell ML, Agathos JA, Metcalf O, Gibson K, Lau W. Adjustment disorder: current
developments and future directions. Int J Environ Res Public Health. 2019;16(14).
12. Johnson SU, Ulvenes VG, Oktedalen T, Hoffart A. Psychometric Properties of the
General Anxiety Disorder 7-Item (GAD-7) Scale in a Heterogeneous Psychiatric Sample.
Frontier in Psychology. 2019

16
13. Shevlin M, Hyland P, Ben-Ezra M, Karatzias T, Cloitre M, Vallières F, et al. Measuring
ICD-11 adjustment disorder: the development and initial validation of the international
adjustment disorder questionnaire. Acta Psychiatr Scand. 2020;141(3).
14. Domhards M, Baumeister H. Psychoteraphy of adjustment disorders: current state and
future directions. World J Biol Psychiatry. 2018; 19(S1)
15. Leterme AC, Behal H, Demarty AL, Barasino O, Rougegrez L, Labreuche J, et al. A
blended cognitive behavioral intervention for patients with adjustment disorder with
anxiety: a randomized controlled trial. Internet Interv. 2020;21
16. Stein DJ. Etifoxine versus alprazolam for the treatment of adjustment disorder with
anxiety: a randomized controlled trial. Adv Ther. 2015;32(1)
17. Lakshmi GP. Effectiveness of an integrative approach on adjustment disorder. Psychol
Behav Sci Int J. 2017;5(4).
18. Greiner T, Haack B, Toto S, Bleich S, Grohmann R, Faltraco F, et al. Pharmacotherapy
of psychiatrict inpatients with adjustment disorder: current status and changes between
2000-2016. Eur Arch Psychiatry Clin Neurosci. 2019;270(1).
19. Frank JB, Bienenfeld D, ed. Adjustment disorders medication. 2016. [Internet]. Tersedia
di: https://emedicine.medscape.com/article/2192631-medication#3

17

Anda mungkin juga menyukai