Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

STASE ILMU KESEHATAN JIWA


GANGGUAN MAKAN ANOREKSIA TERHADAP
REMAJA

Dosen Pembimbing :
dr. Zulvia Oktanida Syarif, Sp.KJ

Tanani Febrianty
112019041

KEPANITERAAN KLINIKILMU KESEHATAN JIWA


PERIODE 23 NOVEMBER 2020 – 26 DESEMBER 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
2020

i
Kata Pengantar

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas rahmat serta
bimbingannya dalam penulisan tugas referat ini sehingga tugas makalah referat yang
berjudul “Gangguan Makan Anoreksia Terhadap Remaja” ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dr. Zulvia Oktanida Syarif Sp.KJ selaku pembimbing penulis selama kepaniteraan
klinik Psikiatri di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Jakarta periode 23 November
–26 Desember 2020.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah


ini, oleh karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga makalah
yang disusun penulis ini dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara serta masyarakat
luas pada umumnya di masa yang akan datang.

Jakarta, 6 Desember 2020

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Masa remaja merupakan satu tahap perkembangan yang kritis karena terjadi proses
transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Secara biologis, psikologis, kognitif, maupun sosio-
emosional dan kepribadian remaja banyak mengalami perkembangan. Perubahan-perubahan
tersebut membuat remaja perlu menyesuaikan diri agar dapat menemukan celah untuk
mengembangkan potensi yang mereka miliki dan memenuhi tugas perkembangannya yaitu
menemukan identitas diri.1 Menurut WHO masa remaja terbagi atas masa remaja awal (early
adolescence) berusia 10-13 tahun, masa remaja tengah (middle adolescence) berusia 17-19
tahun.2 Penerimaan sosial atau pengakuan dari orang tua dan teman sebaya akan mempengaruhi
persepsi tubuh seorang remaja, sehingga peran orang tua dan teman sebaya akan menimbulkan
evaluasi terhadap penampilan. Remaja putri lebih kurang puas dengan keadaan tubuhnya dan
memiliki lebih banyak persepsi tubuh yang negative dibandingkan dengan remaja putra selama
pubertas.3 Banyaknya studi menyatakan bahwa remaja menentukan bentuk tubuh (body shape)
berdasarkan karakteristik masyarakat modern (kehidupan masa kini) yang menyebabkan
kekhawatiran berlebih tentang tubuh dan meningkatkan berbagai risiko perilaku seperti
gangguan makan (eating disorder).3 Gangguan makan (eating disorder) merupakan gangguan
persisten pada perilaku makan dan psikopatologi utama terpusat pada kekhawatiran terhadap
makanan, pola makan dan citra tubuh. Gangguan makan yang banyak ditemui diantaranya adalah
bulimia nervosa, anorexia nervosa, binge eating disorder, dan orthorexia nervosa. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan kriteria yang terdapat dalam ICD 10 atau DSM 5. 4 Anorexia nervosa
merupakan keadaan berat badan sangat rendah yang diinduksi restriksi asupan energi. 4 Gangguan
makan umumnya disebabkan oleh kombinasi faktor sosiokultural, psikologis dan biologis.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Makanan memiliki banyak arti dan perilaku makan dikendalikan oleh banyak faktor
ketika seseorang menempatkan terlalu banyak perhatian pada makanan, makan dan ukuran dari
bentuk tubuh, maka pola makannya mungkin menjadi abnormal. Makan yang abnormal
melibatkan pengurangan secara radikal asupan makanan atau makan berlebihan yang ekstrim.
Makan yang abnormal terjadi ketika aspek emosional dari makanan dan perilaku makan
mengalahkan peran makanan dan perilaku makan mengalahkan peran makanan sebagai nutrisi.
Hal ini dapat menyebabkan perkembangan gangguan makan (eating disorder).5 Gangguan makan
(eating disorder) merupakan gangguan persisten pada perilaku makan dan psikopatologi utama
terpusat pada kekhawatiran terhadap makanan, pola makan, dan citra tubuh.4 Gangguan makan
(eating disorder) melibatkan gangguan terus-menerus dalam perilaku makan atau perilaku
lainnya yang dimaksudkan untuk mengendalikan berat badan.5 Perilaku ini mempengaruhi
kesehatan fisik dan fungsi psikososial.5 Gangguan makan (eating disorder) yang banyak ditemui
diantaranya adalah bulimia nervosa, anorexia nervosa, binge eating disorder, dan orthorexia
nervosa. Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria yang terdapat dalam ICD 10 atau DSM 5. 4
Anorexia nervosa merupakan keadaan berat badan sangat rendah yang diinduksi restriksi asupan
energi.4 Gangguan makan umumnya disebabkan oleh kombinasi faktor sosiokultural, psikologis
dan biologis. Berdasarkan penggolongan gangguan jiwa dalam PPDGJ III, gangguan makan
termasuk kedalam F50.0. F5 yaitu sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan
fisiologis dan faktor fisik.6 Gangguan makan terdiri atas beberapa jenis, yaitu:6,7
- F50.0 Anorexia nervosa
- F50.1 Anorexia nervosa tak khas
- F50.2 Bulimia nervosa
- F50.3 Bulimia nervosa tak khas
- F50.4 Makan berlebihan yang berhubungan dengan gangguan psikologis lainnya.
- F50.5 Muntah yang berhubungan dengan gangguan psikologis lainnya
- F50.8 Gangguan makan lainnya
- F50.9 Gangguan makan YTT (yang tak tergolong)

4
Penyebab gangguan makan (eating disorder) belum diketahui secara pasti karena bukan
hanya terkait faktor tunggal. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor
penyebab yaitu genetik, neurobiologi, tekanan sosial budaya untuk menjadi kurus, kepribadian,
peran keluarga dan peran stres lingkungan.5 Di Indonesia, belum banyak penelitian atau
publikasi ilmah yang melaporkan tentang kasus eating disorder. Sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Tantiani dan Syafiq membuktikan bahwa 37,3% remaja di Jakarta mengalami
eating disorder dengan spesifikasi 11,6% remaja menderita anorexia nervosa dan 27%
menderita bulimia nervosa.5 Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Syafarina dan Probosari
pada kelompok model remaja puteri di Semarang menemukan 67,8% memiliki kecenderungan
eating disorder dengan spesifikasi kecenderungan 8,5% pada anorexia nervosa, 23,7% pada
bulimia nervosa, 3,1% pada binge eating disorder dan 28,8% pada EDNOS.5 Meningkatnya
prevalensi kasus gangguan makan (eating disorder) di negara-negara barat terus merambah ke
benua asia, tidak terkecuali di Indonesia. Perempuan cenderung sangat memperhatikan bentuk
tubuh dan menurut persepsi mereka bentuk tubuh yang baik adalah tubuh kurus dan langsing.5

2.1 Anorexia Nervosa (50.0)


2.1.1 Definisi
Menurut DSM-IV, Anoreksia Nervosa (AN) adalah penolakan yang menetap untuk
mempertahankan berat badan minimal atau diatasnya atau kegagalan untuk mencapai berat yang
diharapkan selama masa pertumbuhan. Terjadi ketakutan yang berlebihan akan terjadi gemuk,
meskipun memiliki berat badan yang kurang dan tidak mengalami menstruasi selama 3 siklus
berturut-turut. Gangguan pola makan ini dilakukan dengan cara membuat dirinya tetap lapar
(self-starvation). Adapun tujuannya adalah agar mereka memiliki penampilan fisik yang ramping
dan menarik perhatian lawan jenisnya. Kebanyakan orang dengan Anorexia nervosa melihat diri
mereka sebagai orang dengan kelebihan berat badan, walaupun sebenarnya mereka menderita
kekurangan nutrisi.8,9
Pada pasien anorexia nervosa dipengaruhi oleh bias kognitif (pola penyimpangan dalam
menilai suatu situasi) dan mempengaruhi cara seseorang berpikir serta mengevaluasi tubuh dan
makanannya. Anorexia nervosa merupakan sebuah penyakit yang kompleks dan melibatkan
komponen psikologikal, sosiologikal, dan fisiologikal. Pada penderitanya dapat ditemukan
peningkatan rasio enzim hati ALT dan GGT, hingga disfungsi hati akut pada tingkat lanjut.

5
Pasien anorexia nervosa biasanya memiliki kebiasaan makan yang aneh, seperti menyisihkan
makanan di piringnya dan memotong-motongnya menjadi bagian-bagian kecil, mengunyah
lambat-lambat, serta menghindari makan bersama orang banyak. Dengan berlanjutnya gangguan
ini membuat pasien mulai senang menyendiri dan menarik diri dari lingkungan sosial.9
Anorexia nervosa terbagi menjadi 2 jenis. Dalam jenis membatasi (restricting type), selama
periode anoreksia nervosa, seseorang hanya akan membatasi asupan makanannya saja, tanpa
makan berlebih atau memuntahkan kembali atau menggunakan laksatif atau diuretik. Sedangkan
pada tipe makan berlebih/muntah kembali (binge-eating/purging type) selama periode anoreksia
nervosa, seseorang akan terlibat dalam makan berlebih atau memuntahkan kembali atau
menggunakan laksatif atau diuretik.9

2.1.2 Epidemiologi
Gangguan makan dalam berbagai bentuk telah dilaporkan sampai pada 4% pelajar remaja dan
dewasa muda. Anoreksia nervosa lebih sering terjadi selama dekade belakangan ini
dibandingkan di masa lalu, dengan meningkatnya laporan gangguan pada anak perempuan
prapubertas dan pada laki-laki. Usia yang tersering untuk onset gangguan adalah pada awal 20
tahun. Anoreksia nervosa diperkirakan terjadi pada kira-kira 0,5 sampai 1% gadis remaja.
Gangguan ini terjadi 10 sampai 20 kali lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki.
Prevalensi wanita muda yang memiliki beberapa gejala anoreksia nervosa tetapi yang tidak
memenuhi kriteria diagnostik diperkirakan adalah mendekati 5%. Tampaknya gangguan ini
paling sering pada negara yang maju, dan mungkin ditemukan dengan frekuensi tertinggi pada
wanita muda yang profesinya memerlukan kekurusan, seperti model dan penari balet.8

2.1.3 Etiologi
Faktor biologis, sosial dan psikologis terkait sebagai penyebab anoreksia nervosa. Beberapa
bukti menyatakan tingginya angka kesesuaian pada kembar monozigot dibandingkan kembar
dizigot. Saudara perempuan dari pasien anoreksia nervosa cenderung terkena, tetapi hubungan
ini lebih mencerminkan pengaruh sosial dibandingkan faktor genetik. Gangguan mood berat
lebih sering ditemukan pada anggota keluarga dibandingkan populasi umum. Secara neurokimia,
berkurangnya aktivitas norepinefrin diperkirakan oleh penurunan 3-methoxy-4-
hydroxypnehylgycol (MHPG) pada urin dan cairan cerebrospinal pada beberapa pasien anoreksia

6
nervosa. Suatu hubungan terbalik ditemukan antara MHPG dan depresi pada pasien ini.
peningkatan MHPG menyebabkan penurunan depresi.8

2.1.4 Gambaran Klinis


Pasien dengan gangguan ini menunjukkan perilaku aneh terhadap makanan. Mereka
menyembunyikan makanan dimana saja di dalam rumah dan sering membawa permen dengan
jumlah banyak dikantong dan tasnya. Saat makan mereka mencoba membuang makanan di
dalam serbet atau menyembunyikannya di dalam kantong. Mereka memotong makanannya
hingga potongan yang sangat kecil dan menghabiskan banyak waktu untuk menyusun potongan-
potongan tersebut didalam piringnya. Jika pasien dimarahi tentang perilaku anehnya, mereka
sering menyangkal bahwa perilaku mereka adalah tidak lazim atau dengan datar menolak
membicarakannya. Suatu ketakutan yang kuat akan penambahan berat badan dan menjadi gemuk
ditemukan pada semua pasien dengan gangguan dan tidak diragukan lagi berperan dalam
hilangnya minat mereka dalam terapi dan bahkan menolak terapi.8
Perilaku obsesif-kompulsif, depresi, dan kecemasan adalah gejala psikiatrik lain pada
anoreksia nervosa yang sering dicantumkan di dalam literatur. Pasien cenderung menjadi kaku
dan perfeksionis, disertai keluhan somatik, terutama gangguan epigastrik, yang biasanya sering
ditemukan. Mencuri kompulsif, biasanya permen dan laksatif dan kadang-kadang pakaian dan
benda-benda lain sering ditemukan.Penyesuaian seksual yang buruk seringkali ditemukan pada
pasien dengan gangguan ini. Banyak pasien remaja dengan anoreksia nervosa mengalami
keterlambatan perkembangan seksual.8

2.1.5 Diagnosis
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III :7
a. Ciri khas gangguan adalah mengurangi berat badan dengan sengaja, dipacu dan atau
dipertahankan oleh penderita.
b. Untuk suatu diagnosis yang pasti, dibutuhkan semua hal-hal seperti dibawah ini :
1. Berat badan tetap dipertahankan 15% dibawah yang seharusnya (baik yang berkurang
maupun yang tak pernah dicapai), atau “Quetelet’s body-mass index” adalah 17,5 atau
kurang (Quetelet’s body-mass index = berat [kg] / tinggi [m]kuadrat). Pada penderita pra

7
pubertas bisa saja gagal mencapai berat badan yang diharapkan selama periode
pertumbuhan.
2. Berkurangnya berat badan dilakukan sendiri dengan menghindarkan makanan yang
mengandung lemak dan salah satu atau lebih dari hal-hal yang berikut ini:
 Merangsang muntah oleh diri sendiri
 Menggunakan pencahar
 Olahraga berlebihan
 Memakai obat penekan nafsu makan dan / atau diuretika
3. Terdapat distorsi “body-image” dalam bentuk psikopatologi yang spesifik dimana
ketakutan gemuk terus menerus menyerang penderita, penilaian yang berlebihan
terhadap berat badan yang rendah.
4. Adanya gangguan endokrin yang meluas, melibatkan “hypothalamic-pituitary-gonadal
axis” dengan manifestasi pada wanita sebagai amenore dan pada pria sebagai kehilangan
minat dan potensi seksual. (Suatu kekecualian adalah perdarahan vagina yang menetap
pada wanita yang anoreksia yang menerima terapi hormon,umumnya dalam bentuk pil
kontrasepsi). Juga dapat terjadi kenaikan hormon pertumbuhan, naiknya kadar kortisol,
perubahan metabolisme periferal dari hormon tiroid, dan sekresi insulin abnormal
5. Jika onset terjadinya pada masa pra-pubertas, perkembangan pubertas tertunda, atau
dapat pula tertahan (pertumbuhan berhenti, pada anak perempuan buah dadanya tidak
berkembang dan terdapat amenore primer, pada anak laki-laki genitalnya tetap kecil).
Pada penyembuhan, pubertas kembali normal, tetapi “menarche” terlambat.7
Sementara pedoman diagnostik berdasarkan ICD-10, F50.0 Anoreksia nervosa sebagai berikut :
 Berat badan tetap 15% di bawah nilai yang diharapkan sesuai umur dan tinggi badan
 Penurunan berat badan yang diinduksi sendiri dengan :
 Pembatasan asupan
 Merangsang muntah oleh diri sendiri
 Merangsang pengeluaran makanan oleh diri sendiri
 Aktivitas fisik yangberlebih
 Menggunakan obat penekan nafsu makan atau diuretika
 Ketakutan patologis akan kegemukan (ide berlebih)
 Pemberlakuan ambang berat badan yang rendah oleh diri sendiri

8
 Gangguan fungsi endokrin yang menyebabkan amenore pada perempuan dan hilangnya
minat seksual dan potensi pada laki-laki (onset pra pubertas, terdapat keterlambatan
pubertas dan hambatan pertumbuhan).10

2.1.6 Patofisiologi
Patofisiologi pasti dari anoreksia nervosa masih belum diketahui. Beberapa konsep telah
digunakan untuk menjelaskan patofisologi anoreksia nervosa, mulai dari trait kepribadian,
genetik dan konsep lainnya. Penelitian berbasis komunikasi menemukan bahwa gangguan ini
bersifat multifaktorial dengan konsep patofisiologi berpusat pada neurobiologi. 11 Malnutrisi
berhubungan dengan reduksi volume white dan gray matter. Pada anoreksia nervosa, hal ini
khususnya ditemukan pada region frontoparietal-cinguli. Area ini bertanggung jawab untuk
persepsi dan integrasi stimulus tubuh.12 Hal ini mungkin merupakan salah satu patofisiologi
anoreksia nervosa.13

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Untuk saat ini tidak ada tes laboratorium tunggal yang mutlak membantu diagnosis anoreksia
nervosa. Bermacam-macam masalah endokrin dan medis dapat berkembang sekunder karena
kelaparan yang terjadi gangguan. Dengan demikian urutan uji laboratorium adalah diperlukan
pada orang yang memenuhi kriteria diagnostik untuk anoreksia nervosa. Tes tersebut dapat
berupa elektrolit serum dengan tes fungsi ginjal, tes glukosa, amilase, dan hematologis,
elektrokardiogram, kadar kolesterol, tes supresi deksametason, dan kadar karoten, klinisi
mungkin menemukan penurunan hormon tiroid, penurunan glukosa serum, nonsupresi kortisol
setelah deksametason, hipokalemia, peningkatan BUN, dan hiperkolesterolemia.Komplikasi
kardiovaskular adalah sering ditemukan dan berupa hipertensi dan bradikardia.8

2.1.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding anorexsia nervosa adalah dipersulit oleh penyangkalan pasien akan
gejalanya, kerahasiaan disekitar kebiasaan makan pasien yang aneh dan penolakan pasien untuk
mencari pengobatan. Jadi mungkin sulit untuk mengidentifikasi mekanisme kehilangan berat
badan dan pikiran tentang distorsi citra tubuh yang menyertai pasien. Klinisi harus meyakinkan
bahwa pasien tidak memiliki penyakit medis yang dapat menyebabkan penurunan berat badan
(sebagai contohnya, tumor otak atau kanker).9

9
(a) kehilangan nafsu makan organik (R63.0)
(b) kehilangan nafsu makan psikogenik (F50.8) : termasuk pica non-organik masa dewasa,
kehilangan nafsu makan psikogenik.8

Anoreksia nervosa tak khas (F50.1)

 Diagnosis ini digunakan untuk penderita yang tidak menunjukan satu atau lebih gambaran
utama (key features) dari anoreksia nervosa (F50.0), seperti amenore atau kehilangan berat
badan, tetapi masih ada gambaran klinis yang agak khas.
 Penderita yang menunjukkan semua gejala utama (key symptoms), tetapi derajat pada
derajat yang ringan , juga masuk dalam kategori ini.7

2.1.9 Tatalaksana
Memandang dampak medis dan psikologis anoreksia nervosa, maka disarankan untuk
melakukan rencana terapi yang komprehensif termasuk rawat inap dirumah sakit, jika diperlukan
dan terapi individual maupun keluarga. Pendekatan kognitif, interpersonal, dan perilaku, serta
pada beberapa kasus, obat-obatan harus dipertimbangkan.8
1. Rawat inap di Rumah Sakit
Pertimbangan pertama di dalam terapi anoreksia nervosa adalah mengembalikan keadaan
nutrisi pasien, dehidrasi, kelaparan dan ketidakseimbangan elektrolit yang dapat menyebabkan
masalah kesehatan yang serius bahkan kematian. Pada umumnya pasien anoreksia nervosa yang
berat badannya 20% dibawah berat badan yang diharapkan, disarankan untuk menjalani program
rawat inap di rumah sakit, dan pasien yang berat badannya dibawah 30% dari berat badan yang
diharapkan membutuhkan perawatan psikiatrik yang berkisar antara 2 hingga 6 bulan.
2. Psikoterapi
Sebagian besar pasien dengan anoreksia nervosa memerlukan intervensi yang terus menerus
setelah dipulangkan dari rumah sakit. Psikoterapi berorientasi tilikan adalah membantu pada
beberapa pasien anoreksia nervosa jika mereka telah distabilkan.

 Terapi perilaku kognitif

10
Prinsip terapi perilaku dan kognitif dapat diterapkan di lingkungan rawat inap maupun rawat
jalan. Terapi perilaku ternyata efektif untuk mencetuskan peningkatan berat badan. Pemantauan
adalah komponen penting pada terapi perilaku kognitif. Pasien diajarkan untuk mengawasi
asupan makanan, emosi dan perasaan, perilaku makan berlebihan dan mengeluarkan kembali,
serta masalah mereka di dalam hubungan interpersonal.
 Psikoterapi Dinamik
Psikoterapi suportif-ekspresif dinamik kadang-kadang digunakan untuk pengkobatan pasien
anoreksia nervosa. Tetapi penolakan pasien menyebabkan proses ini sulit dilakukan dan
seksama. Ahli terapi harus menghindari penanaman yang berlebihan dalam usaha mengganti
perilaku makan pasien.
 Terapi Keluarga
Analisis keluarga harus dilakukan pada semua pasien anoreksia nervosa yang tinggal dengan
keluarganya. Berdasarkan analisis ini, penilaian klinis dapat dibuat untuk menentukan jenis
terapi keluarga atau konseling yang disarankan. 10

3. Farmakoterapi
Penelitian farmakologis belum mengidentifikasi adanya medikasi yang menyebabkan
perbaikan definitif pada gejala inti anoreksia nervosa. Beberapa laporan mendukung penggunaan
Cyproheptadine (Periactin), suatu obat dengan sifat antihistaminik dan antiserotonergik, pada
pasien dengan tipe anoreksia nervosa yang membatasi. Obat lain Amitriptyline (Elavil) telah
dilaporkan memberikan manfaat pada pasien dengan anoreksia nervosa. Medikasi lain yang telah
dicoba pada pasien anoreksia nervosa termasuk Clomipramine (Anafranil), Pimozide (Orap), dan
Chlorpromazine (Thorazine) belum menunjukkan respon yang positif. Percobaan Fluoxetine
(Prozac) dalam beberapa laporan menghasilkan kenaikan berat badan.8
Belum ada konsensus antara klinisi dengan peneliti tentang :
 Perlunya menentukan suatu target berat badan
 Cara pelaksanaannya
 Perlunya menentukan suatu ukuran berat badan tertentu atau suatu tentangan berat badan
 Berat badan tersebut harus ditentukan oleh satu pihak atau melalui perundingan.14

2.1.10 Prognosis

11
Anoreksia Nervosa walaupun berat badan dan siklus menstruasi biasanya membaik, namun
kebiasaan makan dan presepsi bentuk tubuh yang ideal serta berat badan seringkali masih tidak
membaik kira-kira seperlima dari seluruh pasien dapat sembuh total, seperempatnya berkembang
menjadi bulimia nervosa dan seperlima lainnya memberat. Sisanya cendrung mengalami siklus
kekambuhan dan remisi yang berulang. Dalam perjalanan penyakit kasus kematian pada
anoreksia nervosa adalah sekitar 15% sedangkan perjalanan bulimia nervosa pada umumnya
bervariasi, walaupun secara umum lebih baik daripada anoreksia , sekitar 50-70% dari seluruh
kasus yang ada dapat membaik dari sembuh total atau sembuh sebagian setelah 5 tahun. Namun
ada hubungan kuat dengan depresi dan penyalahgunaan zat dan peningkatan kasus kematian
dihubungkan dengan kondisi tersebut. Prognosi yang buruk adalah pola perilaku makan, selera
makan berlebihan dan perilaku memaksakan pengeluaran makanan dari dalam tubuh, berat badan
rendah dan depresi.
Terdapat risiko mortalitas pada sekitar 1 dari 20 untuk gangguan makan, kira-kira sepertiga
kematian disebabkan oleh bunuh diri dan dua pertiga oleh komplikasi gangguan makan.
Indikator prognosis buruk adalah gangguan makan yang terlalu lama; berat badan minimal yang
lebih rendah; upaya terapi sebelumnya; dan penyesuaian sosial pramorbid yang buruk.14

2.3 Bulimia nervosa (F50.2)

2.3.1 Definisi
Bulimia nervosa adalah gangguan pola makan yang ditandai dengan usaha untuk
memuntahkan kembali secara terus-menerus apa yang telah dimakan sebelumnya. Bulimia
nervosa yaitu sebuah kelainan cara makan yang terlihat dari kebiasaan makan berlebihan yang
terjadi secara terus-menerus dan sering terjadi pada perempuan. Kelainan tersebut biasanya
merupakan suatu bentuk penyiksaan terhadap dirinya sendiri. Yang paling sering dilakukan oleh
lebih dari 75% orang dengan bulimia nervosa adalah membuat dirinya muntah, kadang-kadang
disebut dengan pembersihan; puasa, serta penggunaan laksatif, enema, diuretik, penggunaan obat
pencahar sehingga dapat merangsang seorang penderita bulimia memuntahkan makanan yang
telah ia makan dan olahraga yang berlebihan juga merupakan ciri umum. Namun, tidak seperti
pasien anoreksia nervosa, pasien bulimia nervosa dapat mempertahankan berat badan yang
normal.8,14
2.3.2 Epidemiologi

12
Bulimia nervosa lebih sering terjadi dibandingkan anorexsia nervosa. Diperkirakan bulimia
nervosa berkisar antara 1 hingga 3% pada wanita muda, tetapi onsetnya lebih sering terjadi pada
masa remaja akhir dibandingkan dengan permulaan anorexsia nervosa. Bulimia nervosa sering
terdapat pada perempuan berberat badan normal, tetapi kadang–kadang pasien memiliki riwayat
obesitas. Serupa dengan angka kejadian anorexsia nervosa, angka kejadian bulimia nervosa juga
semakin meningkat. Menurut penelitian committee on adolescencepada tahun 2003 sekitar 1-5%
remaja perempuan di Amerika Serikat memenuhi kriteria penderita bulimia nervosa. Menurut
penelitian Treasure dan Murphy pada tahun 2005 di Inggris insiden kasus bulimia nervosa
sebesar 12 kasus per 100.000 populasi. Sekitar 2-3% remaja mengalami bulimia nervosa dan
sekitar 13% gadis sekolah menengah atas pernah melakukan pemuntahan makanan. Di Asia,
setengah dari pasien yang melaporkan perilaku makan menyimpang adalah penderita bulimia
nervosa.8,9 Menurut penelitian NIMH pada tahun 2006 memperkirakan bahwa 1,1-4,2%
perempuan pernah mengalami bulimia nervosa selama hidupnya.

2.3.3 Etiologi
 Faktor Biologi
Beberapa peneliti telah menemukan adanya hubungan perilaku makan berlebih dan
kompensasi dengan berbagai neurotransmitter. Terbukti oleh pemberian antidepresan yang
bermanfaat pada pasien bulimia nervosa yang melibatkan serotonin dan norepinefrin. Kadar
endorfin plasma akan meningkat pada beberapa pasien yang telah muntah, sehingga akan timbul
perasaan sehat yang dirasakan pasien setelah muntah.
 Faktor Sosial
Pasien dengan bilmia nervosa, seperti pada pasien anoreksia nervosa cenderung pada mereka
yang mencapai kedudukan tinggi dan perlu berespon terhadap tekanan sosial untuk menjadi
kurus.
 Faktor Psikologis
Pasien dengan bulimia nervosa memiliki kesulitan dalam mengendalikan impulsnya dimana
sering dihubungkan dengan ketergantungan zat, alkohol, dan labilitas emosional (termasuk usaha
bunuh diri).10

2.3.4 Gambaran Klinis

13
Menurut DSM-IV, gambaran penting pada bulimia nervosa adalah episode berulang makan
berlebihan, tidak adanya kendali terhadap makan saat makan banyak, muntah yang dicetuskan
sendiri, penyalahgunaan laksatif atau diuretik, berpuasa, maupun olahraga berlebihan untuk
mencegah naiknya berat badan, dan penilaian diri dipengaruhi bentuk dan berat badan. Makan
berlebihan biasanya dilakukan kira-kira 1 jam sebelum muntah.
Muntah sering terjadi dan biasanya dipicu dengan cara mencolokkan jari kedalam tenggorokan.
Muntah akan mengurangi nyeri abdomen dan perasaan kembung serta memungkinkan pasien
untuk terus makan tanpa takut akan kenaikan berat badan. Depresi sering mengikuti episode ini
dan disebut penderitaan setelah makan berlebih (postbinge anguish). Selama makan banyak,
pasien memakan makanan manis, berkalori tinggi, dan umumnya lembut dan teksturnya halus
seperti cake dan kue kering. Beberapa pasien menyukai makanan yang besar tanpa memandang
rasanya. Makanan dimakan diam-diam dan dengan cepat bahkan kadang-kadang tidak dikunyah.
Sebagian besar pasien bulimia nervosa berat badannya berada didalam kisaran normal, tetapi
beberapa pasien merasa prihatin tentang tubuh dan penampilannya, khawatir tentang bagaimana
orang lain memandang dirinya.
Pasien dengan bulimia nervosa pada purging type mungkin beresiko untuk mengalami
komplikasi medis seperti hipokalemia akibat muntah atau penyalahgunaan laksatif, dan alkalosis
hipokloremik. Mereka yang muntah berulangkali memiliki resiko mengalami resiko mengalami
robekan lambung dan esofagus. Pasien bulimia dengan purging type mungkin memiliki
perjalanan penyakit yang berbeda dari pasien yang makan banyak dan selanjutnya diet atau
berlatih (non purging type). Bulimia nervosa terdapat pada pasien dengan angka gangguan mood
dan gangguan kendali impuls yang tinggi, juga memiliki gangguan kecemasan, gangguan
bipolar, dan gangguan disosiatif yang tinggi.15

2.3.5 Diagnosis

14
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III :7
 Untuk diagnostik pasti, dibutuhkan semua berikut ini:
a) Terdapat preokupasi yang menetap untuk untuk makan, dan ketagihan (craving) terhadap
makanan yang tidak bisa dilawan, penderita tidak berdaya terhadap datangnya episode
makan berlebihan dimana makanan dalam jumlah yang besar dimakan dalam waktu yang
singkat.
b) Pasien berusaha melawan efek kegemukan dengan salah satu atau lebih cara seperti
berikut :
- Merangsang muntah oleh diri sendiri
- Menggunakan pencahar berlebihan
- Puasa berkala
- Memakai obat-obatan seperti penekan nafsu makan, sediaan tiroid atau diuretika. Jika
terjadi pada penderita diabetes, mereka akan mengabaikan pengobatan insulinnya.
c) Gejala psikopatologinya terdiri dari ketakutan yang luar biasa akan kegemukan dan
penderita mengatur sendiri batasan yang ketat dari ambang berat badannya, sangat
dibawah berat badan sebelum sakit dianggap berat badan yang sehat atau optimal.
Seringkali, tetapi tidak selalu, ada riwayat episode anoreksia nervosa sebelumnya,
interval antara ke dua gangguan tersebut berkisar antara beberapa bulan sampai beberapa
tahun. Episode sebelumnya ini dapat jelas terungkap, atau dalam bentuk ringan yang
tersembunyi dengan kehilangan berat badan yang sedang dan atau suatu fase sementara
dari amenore.
 Bulimia nervosa harus dibedakan dari gangguan depresif, walaupun penderita bulimia sering
mengalami gejala-gejala depresi.7

Sementara pedoman diagnostik berdasarkan ICD-10 adalah:10


F50.2 Bulimia nervosa
 Perilaku makan yang berlebihan dengan preokupasi perihal makanan dan keinginan makan
yang tak tertahankan.
 Upaya untuk mengurangi kelebihan kalori dengan cara:
 Sengaja merangsang muntah
 Menggunakan pencahar secara berlebihan

15
 Puasa berkala
 Menggunakan obat penekan nafsu makan, diuretik, preparat tiroid, atau pada diabetes,
mengacuhkan pengobatan dengan insulin
 Ketakutan patologis akan kegemukan
 Pemberlakuan ambang berat badan yang rendah oleh diri sendiri
 Kemungkinan riwayat anoreksia nervosa atau anoreksia nervosa atipikal.10

F.50.3 Bulimia nervosa tak khas


 Diagnosis ini digunakan untuk penderita yang tidak menunjukan satu atau lebih gambaran
utama (key features) dari bulimia nervosa (F50.2), tetapi masih ada gambaran klinis agak
khas.
 Umumnya hal ini ditunjukan pada orang yang mempunyai berta badan normal atau
berlebih, tetapi mengalami periode khas kebanyakan makan yang diikuti dengan muntah
atau memakai pencahar.7

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang


Bulimia nervosa dapat menyebabkan kelainan elektrolit dan berbagai derajat kelaparan,
walaupun mungkin tidak sejelas pada pasien anoreksia nervosa dengan berat badan rendah.
Jadi meskipun berhadapan dengan pasien bulimia nervosa dengan berat badan normal, klinisi
harus melakukan pemeriksaan laboratorium untuk elektrolit dan metabolisme. Dehidrasi dan
gangguan elektrolit kemungkinan terjadi pada pasien bulimia nervosa yang secara teratur
menggunakan pencahar. Pasien dengan bulimia nervosa seringkali menunjukkan
hipomagnesemia dan hiperamilasemia. Walaupun bukan merupakan ciri diagnostik inti,
banyak pasien dengan bulimia nervosa memiliki gangguan menstruasi. Hipotensi dan
bradikardia terjadi pada beberapa pasien.8

2.3.7 Diagnosa Banding


Diagnosis bulimia nervosa tidak dapat ditegakkan jika perilaku makan berlebihan dan
memuntahkan kembali hanya terjadi selama episode anoreksia nervosa. Pada kasus seperti
ini, diagnosisnya adalah anoreksia nervosa, tipe makan berlebihan/mengeluarkan kembali
(binge eating/ purging type). Seorang klinisi harus memastikan bahwa pasien tidak memiliki

16
penyakit neurologis seperti kejang epileptik-ekuivalen, tumor sistem saraf pusat (SSP),
Sindrom Kluver-Bucy atau sindrom Kleine-Levin.16

2.3.8 Tatalaksana
Terapi bulimia nervosa terdiri dari berbagai intervensi, termasuk psikoterapi individual
dengan pendekatan kognitif-perilaku, perilaku kelompok, terapi keluarga, dan farmakoterapi.
Karena komorbiditas gangguan mood, gangguan kecemasan, dan gangguan kepribadian pada
bulimia nervosa, klinisi harus memasukkan gangguan tambahan tersebut dalam rencana
pengobatan. Sebagian besar pasien bulimia nervosa tanpa komplikasi tidak membutuhkan
rawat inap dirumah sakit. Umumnya pasien bulimia nervosa tidak terlalu merahasiakan
gejalanya seperti pada pasien anorexia nervosa. Sehingga terapi rawat jalan biasanya tidak
sulit.16
1. Psikoterapi
 Terapi perilaku kognitif (Cognitive Behavioral Therapy)
Suatu kontrak perilaku dan desensitisasi terhadap pikiran dan perasaan yang
dimiliki pasien bulimia nervosa tepat sebelum makan berlebih. Tetapi, banyak pasien
bulimia nervosa memiliki psikopatologi yang melebihi perilaku makan berlebih.
Sehingga pendekatan psikoterapik tambahan seperti terapi psikodinamik,
interpersonal dan keluarga dapat sangat bermanfaat.
 Psikoterapi Dinamik
Mengkonkretkan mekanisme pertahanan introjektif dan proyektif. Dengan cara
yang mirip dengan membelah, pasien diharapkan akan mampu membagi makanan
dalam dua kategori. Makanan yang bergizi dan makanan yang tidak sehat. Makanan
yang dianggap bergizi mungkin diingesti karena makanan tersebut secara tidak sadar
menyimbolkan introjeksi yang baik. Tetapi makanan yang buruk secara tidak sadar
dihubungkan dengan introjeksi yang buruk sehingga dikeluarkan melalui muntah,
dengan khayalan bawah sadar bahwa semua destruktivitas, kebencian, dan kejahatan
telah dibuang. Pasien mungkin sementara merasa sehat setelah muntah karena
pembuangan yang dikhayalkannya, tetapi perasaan segalanya baik adalah singkat,
karena didasarkan pada kombinasi yang tidak stabil dari pembelahan dan proyeksi.17
2. Farmakoterapi

17
Medikasi antidepresan dapat menurunkan perilaku makan berlebihan dan mengeluarkan
kembali, terlepas dari adanya gangguan mood. Jadi, untuk gangguan makan berlebih yang tidak
responsif terhadap psikoterapi saja, antidepresan telah digunakan dengan berhasil. Imipramine
(Tofranil), Despiramine (Norpramin), Trazodone (Desyrel), dan Monoamine Oxidase Inhibitor
(MAOI) telah membantu. Fluoxetine (Prozac) juga merupakan terapi yang efektif. Pada
umumnya, sebagian besar antidepresan efektif pada dosis yang biasanya diberikan dalam terapi
gangguan depresif. Meskipun demikian, dosis fluoxetine yang efektif untuk mengurangi makan
berlebihan ini dapat lebih tinggi 60 hingga 80 mg/hari daripada dosis yang diberikan untuk
gangguan depresif. Carbamazepine (Tegretol) dan Lithium (Eskalith) belum menunjukkan hasil
yang mengesankan sebagai pengobatan untuk bulimia nervosa, tetapi obat tersebut telah
digunakan dalam pengobatan pasien bulimia nervosa dengan gangguan mood komorbid, seperti
gangguan bipolar.16

2.3.9 Prognosis
Sedikit yang diketahui tentang perjalanan jangka panjang bulimia nervosa dan hasil jangka
pendek adalah bervariasi. Secara keseluruhan, bulimia nervosa tampaknya memiliki prognosis
yang lebih baik dibandingkan anoreksia nervosa. Dalam jangka pendek, pasien bulimia nervosa
yang mampu menjalani terapi dilaporkan mengalami 50% perbaikan perilaku makan berlebihan
dan mengeluarkan kembali. Diantara pasien rawat jalan, perbaikan tampaknya berlangsung lebih
dari 5 tahun. Prognosis bergantung pada keparahan sisa mengeluarkan makanan kembali yaitu
apakah pasien mengalami ketidakseimbangan elektrolit dan sampai derajat berapa seringnya
muntah menyebabkan esofagitis, amilasemia, pembesaran kelenjar saliva, dan karies gigi.Pada
beberapa kasus bulimia nervosa yang tidak diobati, remisi spontan terjadi dalam 1-2 tahun.16

2.4 Gangguan makan berlebih yang berhubungan dengan gangguan psikologis lainnya
(Binge-eating disorder) F50.4

18
2.4.1 Definisi
Binge-eating disorder adalah keadaan mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang banyak
dan tidak dapat dikontrol oleh individu itu sendiri. Masa compulsive eating yang digunakan
untuk mengidentifikasi binge eating karena pada pasien binge eating tidak melakukan
pemuntahan setelah mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak. Karakteristik penderita
binge eating diantaranya; pengkonsumsian makanan dalam jumlah banyak yang terus berulang,
namun tidak disertai dengan pemuntahan (menyerupai bulimia nervosa) dengan frekuensi binge
eating pada penderita rata-rata 2 kali dalam seminggu. Setelah makan dalam jumlah besar
biasanya penderita merasa bersalah dan malu dengan perilakunya.16,17
Menurut DSM-IV, kriteria Binge-Eating Disorder (BED) memerlukan komponen epiosde
makan berlebihan, sama seperti bulimia nervosa, tetapi yang membedakan BED dengan bulimia
nervosa ialah pada BED tidak melibatkan perbuatan untuk melawan perilaku makan berlebihan,
seperti memuntahkan kembali makanan dan penggunaan obat pencahar berlebihan. Pada DSM-V
yang dirilis Mei 2013, BED telah dimasukkan sebagai suatu diagnosa gangguan makan.
Sedangkan pada DSM-IV, BED tersebut dimasukkan dalam subkategori Gangguan Makan Tidak
Dinyatakan Tertentu (EDNOS).16

2.3.2 Etiologi
Penyebab utama BED belum diketahui sampai sekarang, namun seperti tipe gangguan makan
lainnya dapat ditimbulkan oleh kombinasi beberapa faktor seperti riwayat keluarga, stres
interpersonal, perasaan negatif terkait berat badan, bentuk badan dan makanan, pembatasan pola
makan serta kebosanan. Pengalaman masa kecil yang buruk oleh adanya masalah dalam keluarga
atau komentar kritis mengenai bentuk badan, berat badan, atau pola makan yang dialami pasien
dapat berhubungan dengan perkembangan BED. Anggota dalam keluarga yang memiliki riwayat
gangguan makan mempunyai risiko tinggi. Gaya kepribadian impulsif dan ekstrovert termasuk
pola makan tidak sehat misalnya melewati waktu makan, tidak makan dalam porsi cukup, atau
menghindari jenis makanan tertentu, dapat memberikan kontribusi terjadinya gangguan ini.
Pembatasan pola makan, baik dengan diet rendah kalori maupun melewati waktu makan
terutama di siang hari oleh pasien BED akan meningkatkan keinginan pasien untuk melakukan
binge eating, terutama jika memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah dan gejala depresi.

19
Proses makan dijadikan penderita BED sebagai sarana untuk mengurangi kecemasan, mengatasi
kebosanan, dan meringankan perasaan tertekan atau depresi.17

2.3.3 Epidemiologi
BED adalah gangguan makan paling sering ditemukan pada 21 – 48% pasien overweight dan
5-30% obesitas serta 50-75% pasien dengan severe obesity yang mencari perawatan medis 4-6.
Sejumlah 3,5 – 4% wanita dewasa dan 2% pria dewasa memiliki BED. Pada pria paling sering
dalam rentang usia 45 – 59 tahun dan pada wanita sejak masa dewasa muda yaitu 18 – 29 tahun.
Sekitar 1,6% remaja diketahui mengalami gangguan makan ini. Proporsi penderita lebih banyak
ditemukan pada kulit hitam dibanding kulit putih, namun onset pola binge eating pada penderita
kulit putih lebih dini.
Meskipun demikian, psikopatologinya sama pada seluruh kelompok ras dan etnis. Prevalensi
gangguan ini lebih banyak pada kelompok individu overweight dan obesitas yang mencari
penanganan penurunan berat badan, namun BED dapat timbul pada populasi umum, sekalipun
dengan berat badan normal.17
2.3.4 Gambaran Klinis
Terjadi komplikasi fisik Binge Eating Disorder termasuk peningkatan berat badan.Individu
dengan Binge Eating Disorder juga mengalami rasa bersalah, malu dan tertekan akan perilaku
makannya, yang dapat mengakibatkan keadaan perilaku makannya lebih buruk.17

2.3.5 Diagnosis
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III dan DSM-V:7
F50.4 Makan Berlebihan Yang Berhubungan dengan Gangguan Psikologis Lainnya.
 Makan berlebihan sebagai reaksi terhadap hal-hal yang membuat stres (emotionally
distressing events), sehingga menimbulkan “obesitas reaktif”, terutama pada individu
dengan predisposisi untuk bertambah berat badan.
 Obesitas sebagai penyebab timbulnya berbagai gangguan psikologis tidak termasuk disini
(obesitas dapat menyebabkan seseorang menjadi sensitif terhadap penampilannya dan
meningkatkan kurang percaya diri dalam hubungan interpersonal).
 Obesitas sebagai efek samping penggunaan obat-obatan (neuro leptika, antidepresan, dll)
juga tidak termasuk disini.7
Sementara pedoman diagnostik berdasarkan DSM-IV adalah:8

20
1. Episode makan berlebihan yang berulang, yang ditandai oleh 2 hal berikut ini:
a) Makan, dalam periode waktu yang jelas (misal,dalam tiap periode 2 jam), jumlah
makanan yang jelas lebih besar dibandingkan yang dapat dimakan oleh sebagian besar
orang selama periode waktu yang sama dan dalam situasi yang sama)
b) Perasaan hilang kendali terhadap makan selama episode ini (misal, perasaan bahwa ia
tidak dapat berhenti makan atau mengendalikan apa dan berapa banyak yang dimakan)
2. Disertai oleh 3 atau lebih hal berikut :
a) Makan jauh lebih cepat daripada biasa/normal
b) Makan sampai merasa kekenyangan hingga mengganggu
c) Makan sejumlah besar makanan saat tidak merasa lapar secara fisik
d) Makan sendirian karena merasa malu dengan jumlah makanan yang dikonsumsinya
e) Perasaan benci terhadap diri sendiri, depresi, dan merasa bersalah setelah makan
3. Terdapat kekhawatiran yang jelas tentang perilaku makan berlebih
4. Perilaku makan tersebut terjadi minimal 2 hari/minggu selama 6 bulan
5. Perilaku makan berlebih tidak disertai dengan penggunaan perilaku kompensasi yang
tidak layak ( laksatif, puasa, olahraga berat ) dan tidak terjadi selama perjalanan anoreksia
nervosa atau bulimia nervosa.8

2.3.6 Diagnosis Banding


1. Bulimia Nervosa (BN)
BED memiliki pola makan berulang yang menyerupai BN, namun berbeda dalam
beberapa hal mendasar. Perilaku kompensasi yang tidak wajar dalam usaha mengeluarkan
makanan yang telah dikonsumsi, seperti purging atau mencoba muntah, penyalahgunaan
laksatif, pengaturan pola makan berlebihan, hanya dimiliki oleh BN. Individu BED sering
mengupayakan restriksi asupan makan yang dirancang untuk mempengaruhi berat dan
bentuk badan tanpa hasil. BED juga berbeda dari BN dalam hal respons terhadap
pengobatan, perbaikan klinis secara konsisten lebih tinggi pada BED.

2. Obesitas Pasien
Obesitas secara umum tidak mengalami proses makan berulang dalam waktu singkat,
sehingga pada pasien obesitas jarang terjadi fenomena weight cycling, yaitu naik turun

21
berat badan lebih dari 10 kg yang tidak stabil. Berdasarkan penelitian di Amerika, jika
dibandingkan dengan pasien obesitas tanpa BED dengan berat badan yang sama, pasien
BED cenderung mengonsumsi kalori lebih besar di setiap proses makan terlepas kondisi
BED pasien, patologi gangguan makan lebih hebat seperti emotional eating atau kebiasaan
makan yang buruk, memiliki gangguan fungsional yang lebih buruk, kualitas hidup lebih
rendah, tekanan yang lebih hebat, serta komorbiditas psikiatrik yang lebih besar.
3. Gangguan Bipolar dan Depresi
Peningkatan nafsu makan dan berat badan termasuk dalam kriteria major depressive
episode dan secara atipik menentukan diagnosis gangguan bipolar dan depresi. Namun,
peningkatan asupan makan dalam konteks major depressive episode ataupun gangguan
bipolar dapat atau tidak terkait dengan hilangnya kontrol, sehingga jika kriteria lengkap
untuk kedua gangguan terpenuhi, kedua diagnosis dapat ditegakkan.
4. Borderline Personality Disorder (BED), termasuk dalam kriteria gangguan perilaku
impulsif yang merupakan bagian dari definisi borderline personality disorder. Jika kriteria
untuk kedua gangguan terpenuhi, maka kedua diagnosis harus ditegakkan.17

2.3.7 Tatalaksana
Beberapa obat seperti selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), desipramine,
imipramine, topiramate, dan sibutramine memberikan hasil yang bermakna. SSRI yang telah
berhasil pada kasus BED termasuk dengan perbaikan mood meliputi fluvoxamine, citalopram,
dan sertraline. Beberapa studi menunjukkan bahwa terapi SSRI dosis tinggi, seperti fluoxetine
60 – 100 mg, sering menurunkan berat badan selama pengobatan tetapi kembali naik saat obat
dihentikan. Lisdexamfetamine menjadi obat yang pertama (dan satusatunya) yang disetujui oleh
U.S. Food and Drug Administration untuk mengobati pasien dengan BED. Efek potensiasi
lisdexamfetamine harus diwaspadai sehingga harus dimonitor secara ketat.Dalam satu studi di
Amerika Serikat, kombinasi psikoterapi CBT, lisdexamfetamine, dan antidepresan generasi
kedua membantu pasien BED mengurangi frekuensi binge eating dan mampu mengontrol
keinginan makannya, serta mengatasi masalah kurang percaya diri. Pasien BED memiliki
berbagai tingkat distres yang terkait dengan pemikiran obsesif dan kompulsif, kekhawatiran
tentang bentuk dan berat badan, dan gejala mood negatif yang dapat dikurangi dengan kombinasi

22
terapi ini. Aktivitas fisik juga menghasilkan penurunan kejadian BED bila dikombinasikan
dengan CBT.17

2.3.8 Prognosis
Binge Eating Disorder mempunyai kadar remisi yang tinggi, walaupun tanpa pengobatan.
Juga tidak ada kecenderungan untuk Binge Eating Disorder beralih ke tipe gangguan makan
yang lain.14

2.4 Muntah yang behubungan dengan gangguan psikologis lainnya (F50.5)

2.4.1 Diagnosis muntah yang berhubungan dengan gangguan psikologis lainnya


berdasarkan PPDGJ III

 Selain merangsang muntah oleh diri sendiri pada bulimia nervosa, muntah berulang dapat
juga terjadi pada Gangguan Disosiatif (F44,-), Gangguan Hipokondrik (F45.2) dimana
muntah merupakan salah satu dari beberapa gejala-gejala fisik. Ini di-diagnosis sesuai
dengan gangguan utamanya.
 Diagnosis ini termasuk : hiperemesis gravidarum psikogenik, muntah psikogenik.7

2.5 Gangguan makan lainnya (F50.8)

2.5.1 Diagnosis gangguan makan lainnya berdasarkan PPDGJ III

 Termasuk : pica non-organik masa dewasa, kehilangan nafsu makan psikogenik.7

2.6 Gangguan makan YTT (Yang Tak Tergolong) (F50.9)

BAB III

Penutup

23
Gangguan makan (eating disorder) merupakan gangguan persisten pada perilaku makan dan
psikopatologi utama terpusat pada kekhawatiran terhadap makanan, pola makan, dan citra
tubuh.4 Masa remaja merupakan satu tahap perkembangan yang kritis karena terjadi proses
transisi dari anak-anak menjadi dewasa.2 Pada masa remaja umumnya mulai memperhatikan hal-
hal khusus seperti penampilan fisik (misalnya bentuk tubuh) dan kemampuan sosial dengan
lingkungan pergaulannya. Remaja menyadari bahwa daya tarik fisik berperan dalam hubungan
sosial.2 Berdasarkan pemaparan tersebut menunjukkan bahwa perhatian terhadap persepsi tubuh
sangat kuat terjadi pada masa remaja. Para remaja melakukan berbagai usaha agar mendapatkan
tubuh ideal sehingga terlihat menarik, salah satunya melakukan pembatasan konsumsi jenis
makanan tertentu atau mempunyai kebiasaan diet yang tidak terkontrol dengan tujuan untuk
mendapatkan tubuh ideal.3 Anorexia nervosa merupakan keadaan berat badan sangat rendah yang
diinduksi restriksi asupan energi.4 Terjadi ketakutan yang berlebihan akan terjadi gemuk,
meskipun memiliki berat badan yang kurang dan tidak mengalami menstruasi selama 3 siklus
berturut-turut. Adapun tujuannya adalah agar mereka memiliki penampilan fisik yang ramping
dan menarik perhatian lawan jenisnya. Anorexia nervosa merupakan sebuah penyakit yang
kompleks dan melibatkan komponen psikologikal, sosiologikal, dan fisiologikal. Memandang
dampak medis dan psikologis anoreksia nervosa, maka disarankan untuk melakukan rencana
terapi yang komprehensif termasuk rawat inap dirumah sakit jika diperlukan dan terapi
individual maupun keluarga.

Daftar pustaka
1. Fassah DR, Retnowati S. Hubungan antara emotional distress dengan perilaku makan
tidak sehat pada mahasiswa baru. Jurnal psikologi.2014;10(1). h.11.
2. Syarafina A, Probosari E. Hubungan eating disorder dengan status gizi pada remaja
putri modeling agency Semarang. Journal of nutrition collage.2014;3(2).h.48-53.
3. Kurniawan MY, Briawan D, Caraka RE. Persepsi tubuh dan gangguan makan pada
remaja. Jurnal gizi klinik Indonesia. 2015;11(3).h.106.
4. Ricca V, Castellini G, Trisolini F. Psychopathology of eating disorders. Journal of
psychopathology. 2014;20.h.461-67.

24
5. Tumenggung I, Talibo S. Eating disorders pada siswa SMA di Kota Gorontalo. Health
and nutritions journal. 2018;IV(1).h.27-32.
6. Mangindaan L, Dharmono S. Buku ajar psikiatri : Diagnosis psikiatri. Edisi ketiga.
2017. Jakarta : Badan penerbit FKUI.h.93.
7. Maslim R. Buku saku : Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari ppdgj-iii dan
dsm-5. Jakarta: Bag. ilmu kedokteran jiwa FK UNIKA ATMA JAYA; 2019.h.90-2.
8. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. 2015. Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry.
Edisi 2. EGC. Jakarta
9. Wonderlich, S.A., Lilenfield, L.R., Riso, L.P., Engel, S., Mitchell, J.E., 2005.
Personality and Anorexia Nervosa. International Journal of Eating Disorders, 37:
S68-S71
10. Puri BK, Laking PJ, Treasaden IH. Buku ajar psikiatri. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2011.h. 346-56.
11. Dahlmann BH, Seitz J, Konrad K. Aetiology of anorexia nervosa : from
a :psychosomatic family model” to a neuropsychiatric disorder. European archives of
psychiatry and clinical neuroscience. 2011.
12. Scharner S, Stengel A.Alterations of brain structure and functions in anorexia nervosa.
Clinical nutrion experimental 28. 2019.h.22-23.
13. Brooks SJ, O’daly O, Uher R, dkk. Thinking about eating food activates visual cortex
with reduced bilateral cerebellar activation in females with anorexia nervosa : An Fmri
study. Plos one. 2012;7(3).h.2-8.
14. American Psychiatric Association (APA), 2015. Let’s Talk Facts About Eating
Disorders. Available from: http://www.psychiatry.org/patients-families/eating-
disorders/what-are-eating-disorders. Diunduh pada 1 Desember 2020.
15. Binge eating disorder. Diunduh dari https://www.eatingdisorders.org.au/eating-
disorders-a-z/binge-eating-disorder/ Diunduh pada 1 Desember 2020.
16. Lubis WH, Siregar JH. Ganguan makan. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/63004/5-GANGGUAN.pdf?
sequence=1&isAllowed=y. Diunduh pada 1 Desember 2020.

25
17. Gutama, IL. 2016. Pendekatan Klinis Binge Eating Disorder. CDK-247/ vol. 43 no.
12.Jakarta.Diunduhdari:http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_247Pendekatan
%20Klinis%20Binge%20Eating%20Disorder.pdf. Diunduh pada 1 Desember 2020.

26

Anda mungkin juga menyukai