PENDAHULUAN
Kebiasaan makan yang kurang baik pada remaja dan keinginan untuk
terlihat langsing, khususnya pada remaja putri seringkali menimbulkan gangguan
makan (eating disorder). Gangguan pola makan yang umum diderita khususnya
oleh remaja putri adalah bulimia dan anoreksia nervosa. Pada masa remaja
banyak anak, khususnya remaja putri, dengan berat badan normal tidak puas
dengan bentuk dan berat badannya dan ingin menjadi lebih kurus. Pada remaja
putri ini pada umumnya ingin mempunyai bentuk badan yang lebih langsing,
ramping dan menarik. Untuk mencapai hal tersebut mereka tidak segan-segan
melakukan hal-hal yang justru tidak mereka sadari dapat membahayakan diri dan
kesehatannya. Agar tampak langsing dan menarik mereka tidak mau makan pagi,
mengurangi frekuensi makan bahkan melakukan diet yang berlebihan. Hal senada
diungkapkan oleh Daniel dalam Arisman (2002) hampir 50% remaja terutama
remaja yang lebih tua, tidak sarapan. Penelitian lain membuktikan masih banyak
remaja sebesar 89% yang meyakini kalau sarapan memang penting, namun yang
sarapan secara teratur hanya 60%. Remaja putri malah melewatkan dua kali waktu
makan, dan lebih memilih kudapan. [1]
Gangguan makan yang umumnya ditemui pada remaja putri adalah
anoreksia nervosa dan bulimia. Anoreksia adalah aktivitas untuk menguruskan
badan dengan melakukan pembatasan makan secara sengaja dan melalui kontrol
yang ketat karena ketakutan akan kegemukan dan bertambahnya berat badan.
Penderita anoreksia sadar bahwa mereka merasa lapar namun takut untuk
memenuhi kebutuhan makan mereka karena bisa berakibat naiknya berat badan.
Persepsi mereka terhadap rasa kenyang terganggu sehingga pada saat mereka
mengkonsumsi sejumlah makanan dalam porsi kecil sekalipun, mereka akan
segera merasa ‘penuh’ atau bahkan mual. Mereka terus menerus melakukan diet
mati-matian untuk mencapai tubuh yang kurus. Pada akhirnya kondisi ini bisa
menimbulkan efek yang berbahaya yaitu kematian. Diperkirakan satu dari seratus
remaja putri atau 1% antara usia 12 tahun sampai 18 tahun mengalami anoreksia
nervosa. [1]
PEMBAHASAN
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
1. Restricting type, pembatasan secara berat asupan makanan (jumlah dan tipe
makanan yang dikonsumsi). Hal ini dapat dilihat dalam jalur yang berbesa
meliputi beberapa atau semua hal yang ada dibawah ini :
a. Pembatasan tipe makanan tertentu (contoh: karbohidrat dan berlemak)
b. Menghitung jumlah kalori
c. Melewatkan makan
d. Aturan obsesif dan pikiran yang kaku (contoh: hanya memakan makanan
yang sewarna). Pembatasan makanan dapat diikuti dengan olahraga yang
berlebih.[2]
2. Binge-eating/purging type, terdapat periode dimana untuk melakukan
kompensasi terhadap makanan yang telah dikonsumsi mereka melakukan
induksi muntah, penyalahgunaan diuretik dan pencahar, dan atau olahraga
secara berlebih.[2]
ETIOLOGI
1. Faktor Biologis
Opioid endogen dapat turut berperan dalam penyangkalan rasa lapar
pada pasien anoreksia nervosa. Kelaparan menimbulkan banyak perubahan
biokimia, beberapa diantaranya juga terdapat pada depresi, seperti
hiperkortisolemia dan nonsupresi oleh deksametason. Fungsi tiroid juga
ditekan. Kelainan ini diperbaiki dengan pemberian asupan nutrisi kembali.
Kelaparan menyebabkan amenore, yang mencerminkan penurunan kadar
hormon (luteinzing hormone, follicle-stimulating hormone, dan
gonadotrophin-releasing hormone), namun beberapa pasien anoreksia nervosa
menjadi amenorik sebelum menurunnya berat badan secara signifikan.
Beberapa studi computed tomographic (CT) mengungkapkan pembesaran
ruang CSS (melebarnya sulkus dan ventrikel) pada pasien anoreksia nervosa
selama kelaparan, sesuatu temuan yang dibalik dengan meningkatnya berat
badan. Pada satu studi positron emission tomographic (PET) scan,
metabolisme nukleus kaudatus lebih tinggi pada keadaan anorektik
dibandingkan setelah pemberian asupan nutrisi kembali.[1]
2. Faktor Sosial
Pasien anoreksia nervosa mendapat dukungan atas perbuatan mereka
melalui tekanan masyarakat akan olahraga dan kekurusan. Tidak ada
kelompok keluarga yang spesifik untuk anoreksia nervosa, tetapi beberapa
bukti menunjukkan bahwa pasien ini memiliki hubungan yang dekat tetapi
bermasalah dengan orang tuanya. Di dalam keluarga dengan anak yang
memiliki gangguan makan, terutama makan berlebihan atau subtipe
mengeluarkan kembali, mungkin terdapat tingkat permusuhan, kekacauan, dan
isolasi yang tinggi, serta tingkat empati dan pengasuhan yang rendah. Seorang
remaja dengan gangguan makan berat mungkin cenderung menjauhkan
perhatian dari hubungan perkawinan yang tidak nyaman.[1]
Diagnosis
A. Penolakan mempertahankan berat badan pada atau diatas berat badan normal
minimal sesuai dengan usia dan tinggi badan (contoh : penurunan berat badan
untuk mempertahankan berat badan hingga di bawah 85% dari yang diharapkan;
atau kegagalan mencapai berat badan yang diharapkan selama periode
pertumbuhan, sehingga menyebabkan berat badan di bawah 85% dari yang
diharapkan).
B. Rasa takut yang hebat akan kenaikan berat badan atau menjadi gemuk
meskipun berat badannya kurang.
C. Gangguan cara menghayati berat atau bentuk tubuhnya, pengaruh yang tidak
semestinya pada evaluasi diri mengenai berat badan atau bentuk tubuh, atau
penyangkalan betapa seriusnya berat badan saat ini yang rendah.
D. Pada perempuan pasca-menstruasi, amenore, yaitu, tidak adanya siklus
menstruasi sedikitnya tiga bulan berturut-turut. (Seorang perempuan dianggap
mengalami amenore jika periode menstruasinya terjadi hanya setelah pemberian
hormon, contoh; estrogen).
Tanda Fisik
a. Penurunan berat badan yang cepat atau perubahan berat badan sering
terjadi
b. Kehilangan atau gangguan periode menstruasi pada wanita dan penurunan
libido pada pria
c. Pingsan atau pusing
d. Seringkali merasa dingin, walaupun di musim panas (dikarenakan
sirkulasi yang buruk)
e. Merasa penuh, konstipasi atau dapat menjadi intoleransi terhadap
makanan
f. Merasa lelah dan tidur yang terganggu
g. Letargi atau kekurangan energi
h. Perubahan pada wajah (tampak pucat, mata cekung). [2]
Gejala psikologi
Perubahan kebiasaan
KOMPLIKASI
Komplikasi tersering yang dapat terjadi bagi pasien yang mnedertia anoreksia: [7]
inti tubuh.
mendadak.
Hematologys : leucopenia.
penyalahgunaan laksatif).
Gigi: erosi enamel gigi, terutama bagian depan, dengan dengan kerusakan gigi
yang bersangkutan.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding anoreksia nervosa dipersulit oleh penyangkalan pasien
terhadap gejala, kerahasiaan seputar ritual makan mereka yang aneh, dan
penolakan mereka untuk mencari terapi. Dengan demikian, pengidentifikasian
mekanisme penurunan berat badan dan pikiran mengenai distorsi citra tubuh
mungkin sulit.[1]
Klinis harus memastikan bahwa pasien tidak memiliki penyakit medis yang
dapat menyebabkan penurunan berat badan (contohnya tumor atau kanker otak).
Penurunan berat badan, perilaku makan aneh, dan muntah dapat terjadi pada
beberapa gangguan jiwa. Gangguan depresif dan anoreksia nervosa memiliki
beberapa gambaran yang sama, seperti perasaan depresi, menangis sambil
mengutuk, gangguan tidur, pikiran obsesif yang dalam, dan kadang-kadang
pikiran bunuh diri. Meskipun demikian, kedua gangguan ini, memiliki beberapa
ciri yang membedakan. Umumnya, seorang pasien dengan gangguan depresi
mengalami berkurangnya nafsu makan, sedangkan pasien anoreksia mengatakan
memiliki nafsu makan normal dan merasa lapar; hanya pada tahap anoreksia
nervosa yang berat saja pasien benar-benar mengalami penurunan nafsu makan.
Berlawanan dengan agitasi depresif, hiperaktivitas yang terlihat pada anoreksia
nervosa direncanakann bersifat ritualistik. Preokupasi dengan resep dan
kandungan kalori makanan serta persiapan makanan pesta khas pada pasien
anoreksia nervosa tetapi tidak pada pasien dengan gangguan depresif dan pada
gangguan depresif, pasien tidak memiliki rasa takut yang hebat terhadap obesitas
atau gangguan citra tubuh.[1]
Fluktuasi berat badan, muntah, dan penanganan makanan yang aneh dapat
terjadi pada gangguan somatisasi. kadang-kadang, seorang pasien memenuhi
kriteria baik diagnosis gangguan somatisasi maupun anoreksia nervosa; pada
kasus seperti itu, kedua diagnosis harus ditegakkan. Umumnya, kehilangan berat
badan pada anoreksia nervosa, pasien dengan gangguan somatisasi juga tidak
menunjukkan rasa takut yang patologis akan memiliki berat badan berlebihan,
seperti yang lazim ditemukan pada pasien anoreksia nervosa. Amenore selama 3
bulan atau lebih tidak lazim ditemukan pada gangguan somatisasi.
Pada pasien skizofrenik. waham mengenai makanan jarang berkaitan dengan
kandungan kalori. Mereka lebih cenderung yakin bahwa makananya diracun.
Pasien skizofrenik jarang memiliki preokupasi dengan rasa takut mengalami
obesitas dan tidak memiliki hiperakitvitas yang terlihat pada pasien anoreksia
nervosa. Pasien skizofrenik memiliki kebiasaan makan yang aneh tetapi tidak
memiliki semua sindrom anoreksia nervosa.[1]
Anoreksia nervosa harus dibedakan dengan bulimia nervosa yaitu suatu
gangguan dengan perilaku makan berlebihan yang episodik, disertai dengan mood
depresif, pikiran mencela diri, dan sering muntah yang dibuat sendiri terjadi
sedangkan pasien berat badan dipertahankan dalam batas normal. Pasien bulimia
nervosa jarang kehilangan 15% berat badannya, tetapi kedua keadaan tersebut
sering terdapat bersamaan.[1]
TERAPI
Memandang dampak medis dan psikologis anoreksia nervosa yang rumit,
disarankan melakukan rencana terapi yang komprehensif termasuk rawat inap di
rumah sakit. Jika diperlukan, dan terapi individual maupun keluarga. Pendekatan
kognitif, interpersonal. Dan perilaku, serta pada beberapa kasus, obat-obatan.
Harus dipertimbangkan.[1]
2. Psikoterapi
Terapi Perilaku - Kognitif. Prinsip terapi perilaku dan kognitif
dapat diterapkan di lingkungan rawat inap maupun rawat jalan. Terapi
perilaku ternyata efektif untuk mencetuskan peningkatan berat badan.
Pemantauan adalah komponen penting pada terapi perilaku-kognitif. Pasien
diajarkan untuk mengawasi asupan makanan, emosi, dan perasaan. Perilaku
makan berlebihan dan mengeluarkan kembali, serta masalah mereka di dalam
hubungan interpersonal. Pembentukan ulang struktur kognitf adalah metode
yang diajarkan pada pasien untuk mengidentifikasi pikiran autonom dan
untuk menantang keyakinan inti mereka. Pemecahan masalah merupakan
metode yang spesifik; pada metode ini, pasien belajar berpikir dan membuat
strategi untuk menghadapi masalah interpersonal serta masalah yang
berkaitan dengan makanan. Kerentanan pasien untuk mengandalkan perilaku
anoreksik sebagai cara menghadapi masalah dapat diatasi jika mereka belajar
menggunakan teknik ini dengan efektif. [15]
Psikoterapi Dinamik. Psikoterapi ekspresif-suportif yang dinamik
kadang-kadang digunakan untuk terapi pasien anoreksia nervosa. Tetapi
resistensi pasien dapat membuat proses menjadi sulit dan harus dilakukan
dengan seksama. Karena pasien memandang gejala mereka sebagai inti
keistimewaan mereka, terapis harus menghindari upaya yang berlebihan
untuk mengubah perilaku makan pasien. Fase pembukaan proses psikoterapi
harus diarahkan untuk membangun hubungan terapeutik. Pasien mungkin
akan merasakan interpretasi awal seolah-olah seseorang mengatakan pada
mereka apa yang benar-benar mereka rasakan sehingga yang sebenarnya
dirasakan sendiri menjadi minimal dan tidak berlaku lagi. Namun, terapis
yang berempati terhadap cara pandang pasien dan menunjukkan minat aktif
terhadap apa yang pasien pikirkan dan rasakan. Akan membuat pasien
merasakan bahwa otonomi mereka dihormati. Di atas semua itu, psikoterapi
harus fleksibel, persisten, dan tahan lama dalam menghadapi kecenderungan
pasien mengalahkan semua upaya untuk membantu mereka. [1]
Terapi Keluarga. Analisis keluarga harus dilakukan pada semua
pasien anoreksia nervosa yang tinggal dengan keluarganya. Berdasarkan
analisi ini, penilaian klinis dapat dibuat untuk menentukan jenis terapi
keluarga atau konseling yang disarankan. Pada beberapa kasus, terapi
keluarga tidak mungkin dilakukan, dengan demikian terapi individu
disarankan untuk menyelesaikan masalah hubungan keluarga. [16] Di dalam
satu studi terapi keluarga terkontrol di London, pasien anorektik yang berusia
dibawah 18 tahun memperoleh keberhasilan melalui terapi keluarga
sedangkan pasien berusia diatas 18 tahun menjadi lebih buruk dengan terapi
keluarga dibandingkan dengan terapi kontrol. Tidak ada studi terkontrol
untuk kombinasi terapi individu dan terapi keluarga. Meskipun demikian,
didalam praktik sebenarnya sebagian besar klinisi memberikan terapi individu
sekaligus beberapa bentuk konseling keluarga di dalam mengelola pasien
anoreksia nervosa. [17]
3. Farmakoterapi
Studi farmakologis belum berhasil menemukan obat yang
menghasilkan perbaikan yang pasti untuk gejala inti anoreksia nervosa.
Sejumlah laporan menyokong penggunaan cyproheptadine (periactin), suatu
obat dengan sifat antihistaminik dan antiserotonergik, untuk pasien dengan
tipe anoreksia nervosa yang membatasi. Amitriptyline (Elavil) juga telah
dilaporkan memberikan manfaat. Obat lain yang telah dicobakan kepada
pasien anoreksia nervosa dengan beragam hasil mencakup clomipramine
(Anafranil), pimozide (Orap), dan chloropromazine (Thorazine). Percobaan
fluoxatine (Prozac) dalam beberapa laporan menyebabkan kenaikan berat
badan, dan agen serotonergik mungkin memberikan respons positif di masa
mendatang. Pada pasien anoreksia nervosa dengan gangguan depresif yang
juga ada, keadaan depresif harus diterapi. Terdapat kekhawatiran mengenai
penggunaan obat trisiklik pada pasien depresi dengan berat badan rendah dan
anoreksia nervosa, yang mungkin rentan terhadap hipotensi, aritmia jantung,
dan dehidrasi. Jika status gizi yang adekuat telah diperoleh. risiko efek
samping serius obat trisiklik mungkin berkurang; pada beberapa kasus,
depresi membaik di sertai penambahan berat badan dan status gizi normal. [1]
Selain itu anorexia mengakibatkan banyak komplikasi akibat
kurangnya nutrisi yang masuk ke dalam tubuh. Komplikasi yang sering
termasuk tulang. Karena itu penting juga untuk mengembangkan strategi
terapi yang meningkatkan kepadatan tulang agar tidak terjadi komplikasi
yang lebih parah. [18]
BAB III
KESIMPULAN
Awitan anoreksia nervosa yang paling lazim adalah pada usia remaja
pertengahan, tetapi hingga 5% pasien anorektik memiliki awitan gangguan ini
pada usia awal 20 tahun Memandang dampak medis dan psikologis anoreksia
nervosa yang rumit, disarankan melakukan rencana terapi yang komprehensif
termasuk rawat inap di rumah sakit. Jika diperlukan, dan terapi individual maupun
keluarga. Pendekatan kognitif, interpersonal dan perilaku, serta pada beberapa
kasus farmakoterapi harus dipertimbangkan.
Bibliography
[1] Andersen AE, Yager J, "Eating Disorders," in Kaplan & Sadock's Comprehensive
Textbook of Psychiatry, 10th Edition , Lippincott Williams & Wilkins, 2010, pp. 2003-
2027.
[2] Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA, "Gangguan Makan," in Kaplan-Sadock Sinopsis
Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis`, Binarupa Aksara, 2010, pp. 194-
203.
[3] A. P. Association, Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders 4th Edition,
Text-Revised: DSM-IV-TR., Washington DC: American Psychiatric Publishing Inc.,
2000.
[4] Zonnevijlle-Bendek MJS, Van Goozen SHM, Cohen-Kettenis PT, Van Elburg A, Van
Engelan H, "Do adolescent anorexia nervosa patients have deificit in emotional
functioning?," European Child & Adolescent Psychiatry, pp. 38-42, 2002.
[5] Soyka LA, Misra M, Frenchman A, Miller KK, Grinspoon S, Schoenfeld DA, Klibanski
A, "Abnormal bone mineral accrual in adolescent girls with anorexia nervosa," the
journal of Clinical Endocrinology, pp. 4177-4185, 2002.
[6] "Elevated peptide YY levels in adolescent girls with anorexia nervosa," the journal of
clinical endocrinology , pp. 1027-1033, 2006.
[8] Couturier J, Lock J, "What is recorvery in adolescent anorexia nervosa?," Int J Eat
Disord, pp. 50-55, 2006.
[10] Zonnevylle MJS, Van Goozen HM, Cohen PT, "Emotional functioninng in adolecent
anorexia nervosa patients a controlled study," European Child & Adoles Psychiatry,
pp. 28-34, 2004.
[13] Grange DL, Eisler I, "Family Interventions in Adolescent Anorexia Nervosa," Child
Adolesc Psychiatric Clin N Am, pp. 159-173, 2008.
[16] Lock J, Agras WS, Bryson S, Kraemer HC, "A comparison of short and long term
family therapy for adolescent anorexia nervosa," J Am Acad Child Adolesc, pp. 632-
640, 2005.
[17] Eisler I, Dare C, "Family therapy for adolecent anorexia nervosa : the result of a
controlled comparison of two family interventions," J child Psychi, pp. 727-736,
2000.