PENDAHULUAN
1
berulang-ulang, kemudian mencoba memuntahkan kembali, penggunaan obat
pencahar, berpuasa atau berolahraga secara berlebihan3.
Tanpa adanya pengobatan baik dari gejala fisik maupun emosional pada
gangguan ini, maka kemungkinan dari malnutrisi, masalah pada jantung, dan
kondisi berpotensi fatal lainnya dapat terjadi. Namun, dengan perawatan medis
yang tepat, seseorang dengan gangguan makan dapat melanjutkan kembali
kebiasaan makan yang benar, dan kembali pada kesehatan psikologis dan
emosional yang lebih baik 5.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Tipe
Terdapat dua tipe utama bagi gangguan makan adalah anoreksia nervosa dan
bulimia nervosa. Kategori ketiga adalah “gangguan makan lain yang tidak
ditetapkan” (EDNOS – eating disorders not otherwise specified) yang
memasukkan beberapa variasi gangguan makan. Kebanyakannya adalah mirip
dengan anoreksia atau bulimia tetapi dengan karakter yang berbeda sedikit. Binge-
eating disorder, yang menerima peningkatan dalam jumlah penelitian dan
perhatian media dalam beberapa tahun kebelakangan ini adalah salah satu tipe
EDNOS5.
Salah satu alat bantu untuk membedakan tipe-tipe gangguan makan adalah
Eating Attitudes Test (EAT-26). Tujuan skrining ialah untuk mengidentifikasi
individu-individu yang cenderung mempunyai gangguan terhadap pola makannya
dan memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut.6
Untuk melakukan skrining gangguan makan, pengukuran skrining yang
digunakan secara meluas ialah Eating Attitudes Test (EAT-26). EAT-26 tidak
digunakan untuk mendiagnosis gangguan makan, tetapi hanya untuk keperluan
skrining. EAT-26 telah digunakan sebagai alat skrining untuk menilai risiko
3
gangguan makan di sekolah dan sampel berisiko seperti atlet. EAT-26 dapat
membedakan penderita dengan AN, BN, dan BED daripada kontrol. Walaupun
EAT-26 tidak dapat membedakan penderita AN dengan penderita BN, ia dapat
membedakan penderita AN dan BN daripada penderita BED.
2.2.1 Definisi
Anoreksia nervosa adalah jenis gangguan makan dimana individu menjaga
bentuk tubuhnya agar tetap kurus atau untuk lebih kurus lagi dibawah berat badan
normal. Individu dengan anoreksia nervosa sangat takut dirinya bertambah berat
badan, ia akan mempertahankan rasa lapar secara ekstrim, bila ia merasa makan
agak berlebihan maka ia akan segera memuntahkannya. Hal ini untuk
mempertahankan atau mengurangi berat badan mereka melalui kontrol ketat
asupan kalori mereka.
2. Ketakutan yang kuat mengalami kenaikan berat badan atau menjadi gemuk,
walaupun sesungguhnya memiliki berat badan kurang
3. Gangguan dalam cara memandang berat atau bentuk badannya sendiri; berat
badan atau bentuk badan yang tidak pantas atas dasar pemeriksaan sendiri,
atau menyangkal keseriusan berat badannya yang rendah. 7
4
Kebanyakan orang dengan AN melihat diri mereka sebagai orang dengan
kelebihan berat badan, walaupun sebenarnya mereka menderita kekurangan
nutrisi.
Membatasi makanan dan kontrol berat badan menjadi suatu obsesi. Seseorang
dengan AN akan sentiasa mengukur berat badannya berulang kali, menjaga porsi
makanan dengan berhati-hati, dan makan dengan jumlah yang sangat kecil dan
hanya sebagian jenis makanan saja.
Penderita anoreksia nervosa biasanya memiliki kebiasaan makan yang aneh,
seperti menyisihkan makanan di piringnya dan memotong-motongnya menjadi
bagian kecil-kecil, mengunyah lambat-lambat, serta menghindari makan bersama
keluarga. Mereka sangat suka mengumpulkan resep-resep dan masak untuk
keluarga dan teman-temannya, tetapi tidak makan sedikitpun makanan yang
mereka masak. Dengan berlanjutnya gangguan ini, penderita mulai suka
menyendiri dan menarik diri dari teman dan keluarga8.
2.2.2 Epidemiologi
Gangguan makan dalam berbagi bentuk telah dilaporkan pada sampai 4%
pelajar remaja dan dewasa muda. Sekitar 95% penderita adalah wanita, kelainan
ini biasanya terjadi pada masa remaja dan terkadang pada masa dewasa. Biasanya
menyerang orang-orang golongan social ekonomi menengah ke atas. Lebih sering
pada Negara yang maju, dan mungkin ditemukan dengan frekuensi tertinggi pada
wanita muda yang profesinya memerlukan kekurusan , seperti model dan penari
balet1
2.2.3 Etiologi
5
mekanisme otak yang mengatur rasa lapar dan kenyang pada penderita anoreksia
nervosa kemungkinan terbesar berkaitan dengan serotonin kimiawi otak.
Faktor sosial
Penderita menemukan dukungan untuk tindakan mereka dalam masyarakat
yang menekankan kekurusan dan latihan. Pada penderita anoreksia nervosa sering
terjadi kurangnya komunikasi dengan keluarga. Pasien dengan anoreksia nervosa
kemungkinan terdapat riwayat keluarga yang depresi, ketergantungan alkohol,
atau suatu gangguan makan lainnya.
Gejala klinis/symptom
1. Gejala yang predominan adalah sangat ketakutan akan kenaikan berat badan,
sampai terjadi phobia terhadap makanan. Ketakutan terhadap makanan
disertai dengan penyalahartian dari body image; banyak pasien merasa diri
mereka sangat gendut, walaupun sebenarnya mereka sangat kurus.
6
2. Banyak penderita anoreksia nervosa mempunyai obsessive compulsive
behavior, misalnya mereka sering sekali mencuci tangan berulang-ulang,
pasien cenderung kaku dan perfeksionis yang mengarahkan pada diagnosis
gangguan kepribadian, seperti narcissisme, atau riwayat gangguan
kepribadian.
3. Penyesuaian seksual yang buruk
4. Penderita anoreksia nervosa biasanya menunjukan perilaku yang aneh
tentang makanan, seperti menyembunyikan makanan, membawa makanan
dalam kantong, saat makan mereka membuang makanan, memotong makanan
menjadi potongan kecil-kecil.
5. Gangguan tidur dan gangguan depresi pada umumnya.
6. Muntah yang dipaksakan
7. Biasanya aktifitas dan program olah raga yang berlebihan
2.2.5 Diagnosis
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III dan DSM-V :
A. Ciri khas gangguan adalah mengurangi berat badan dengan sengaja,
dipacu dan atau dipertahankan oeh penderita
B. Untuk suatu diagnosis yang pasti, dibutuhkan semua hal-hal seperti
dibawah ini:
1. Berat badan tetap dipertahankan 15% dibawah yang seharusnya (baik
yang berkurang maupun yang tak pernah dicapai), atau “Quetelet’s
body-mass index” adalah 17,5 atau kurang (Quetelet’s body-mass
7
index = berat [kg] / tinggi [m]kuadrat). Pada penderita pra pubertas
bisa saja gagal mencapai berat badan yang diharapkan selama periode
pertumbuhan.
2. Berkurangnya berat badan dilakukan sendiri dengan menghindarkan
makanan yang mengandung lemak dan salah satu atau lebih dari hal-
hal yang berikut ini:
Merangsang muntah oleh diri sendiri
Menggunakan pencahar
Olahraga berlebihan
Memakai obat penekan nafsu makan dan / atau diuretika
3. Terdapat distorsi “body-image” dalam bentuk psikopatologi yang
spesifik dimana ketakutan gemuk terus menerus menyerang penderita,
penilaian yang berlebihan terhadap berat badan yang rendah
4. Adanya gangguan endokrin yang meluas, melibatkan “hypothalamic-
pituitary-gonadal axis” dengan manifestasi pada wanita sebagai
amenore dan pada pria sebagai kehilangan minat dan potensi seksual.
(suatu pengecualian adalah perdarahan vagina yang menetap pada
wanita yang anoreksia yang menerima terapi hormon,umumnya
dalam bentuk pil kontrasepsi). Juga dapat terjadi kenaikan hormon
pertumbuhan, naiknya kadar kortisol, perubahan metabolisme
periferal dari hormon tiroid, dan sekresi insulin abnormal
5. Jika onset terjadinya pada masa pra-pubertas, perkembangan pubertas
tertunda, atau dapat pula tertahan (pertumbuhan berhenti, pada anak
perempuan buah dadanya tidak berkembang dan terdapat amenore
primer, pada anak laki-laki genitalnya tetap kecil). Pada
penyembuhan, pubertas kembali normal, tetapi “menarche” terlambat.
8
diperlukan pada orang yang memenuhi kriteria diagnosti anoreksia nervosa. Tes
tersebut dapat berupa elektrolit serum dengan tes fungsi ginjal, tes glukosa,
amilase, dan hematologis, elektrokardiogram, kadar kolesterol, tes supresi
deksametason (nonsupresi kortisol setelah deksametason), dan kadar karoten.
Mungkin ditemukan penurunan hormon tiroid, penurunan glukosa serum, ,
hipokalemia, peningkatan BUN, dan hiperkolesterolemia.
Komplikasi kardiovaskular sering ditemukan, berupa hipertensi dan bradikardia7.
2.2.8 Terapi
Memandang dampak medis dan psikologis anoreksia nervosa, maka
disarankan untuk melakukan rencana terapi yang komprehensif termasuk rawat
inap dirumah sakit, jika diperlukan, dan terapi individual maupun keluarga.
Pendekatan kognitif, interpersonal, dan perilaku, serta pada beberapa kasus, obat-
obatan harus dipertimbangkan.
1) Rawat inap di rumah sakit
Pertimbangan pertama di dalam terapi anoreksia nervosa adalah
mengembalikan keadaan nutrisi pasien, mengatasi dehidrasi, kelaparan, dan
9
ketidakseimbangan elektrolit yang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang
serius, bahkan kematian. Pada umumnya, pasien anoreksia nervosa yang berat
badannya 20% dibawah berat badan normal, disarankan untuk menjalani program
rawat inap di rumah sakit, dan pasien yang berat badannya dibawah 30% dari
berat badan normal membutuhkan perawatan psikiatrik yang berkisar antara 2
hingga 6 bulan.
2) Psikoterapi
Sebagian besar pasien dengan anoreksia nervosa memerlukan intervensi yang
terus menerus setelah dipulangkan dari rumah sakit. Psikoterapi membantu
beberapa pasien anoreksia nervosa jika mereka telah distabilkan.
Terapi perilaku kognitif Prinsip terapi perilaku dan kognitif dapat
diterapkan di lingkungan rawat inap maupun rawat jalan. Terapi perilaku
ternyata efektif untuk mencetuskan peningkatan berat badan. Pemantauan
merupakan komponen penting pada terapi perilaku kognitif. Pasien diajarkan
untuk mengawasi asupan makanan, emosi, perasaan, perilaku makan dan
mengeluarkan kembali makanan, serta masalah interpersonal mereka.
Psikoterapi Dinamik Psikoterapi suportif-ekspresif dinamik kadang-
kadang digunakan untuk pengobatan pasien anoreksia nervosa. Tetapi
penolakan pasien menyebabkan proses ini sulit dilakukan dengan seksama.
Ahli terapi harus menghindari upaya yang berlebihan dalam usaha merubah
perilaku makan pasien.
Terapi Keluarga Analisis keluarga harus dilakukan pada semua pasien
anoreksia nervosa yang tinggal dengan keluarganya. berdasarkan analisis ini,
penilaian klinis dapat dibuat untuk menentukan jenis terapi keluarga atau
konseling yang disarankan.
3) Farmakoterapi
Penilitian farmakologis belum mengidentifikasi adanya medikasi yang
menyebabkan perbaikan definitif pada gejala inti anoreksia nervosa. Beberapa
laporan mendukung penggunaan Cyproheptadine (Periactin), suatu obat dengan
sifat antihistaminik dan antiserotonergik, pada pasien dengan tipe restricting
anoreksia nervosa . Obat lain Amitriptyline (Elavil) telah dilaporkan memberikan
10
manfaat pada pasien dengan anoreksia nervosa. Medikasi lain yang telah diuji
pada pasien anoreksia nervosa termasuk Clomipramine (Anafranil), Pimozide
(Orap), dan Chlorpromazine (Thorazine) belum menunjukkan respon yang positif.
Percobaan Fluoxetine (Prozac) dalam beberapa laporan menghasilkan kenaikan
berat badan 7.
11
b. Jantung : hilangnya otot jantung, aritmia, kontraksi premature atrium dan
ventrikel, perpanjangan transmisi berkas HIS (perpanjangan interval QT,
bradikardia, takikardia ventricular, kematian mendadak.
c. Pencernaan-gastrointestinal: perlambatan pengosongan lambung, kembung,
konstipasi, nyeri abdomen.
d. Reproduktif : Amenore, kadar leutenizing hormone (LH) dan follicle
stimulating hormone (FSH) yang rendah.
e. Dermatologis: lanugo (rambut halus tumbuh di seluruh tubuh), edema.
f. Hematologys : leukopenia
g. Neuropsikiatri : sensasi kecap yang abnormal ( mungkin karena defesiensi
dari Zn ), depresi apatetik, gangguan kognitif ringan.
h. Metabolisme : kelainan elektrolit, terutama alkalosis hipokalemik,
hipokloremik, dan hipomagnesimia.
i. Gigi: erosi enamel gigi, dengan kerusakan gigi.
j. Neuropsikiatrik : kejang (berhubungan dengan pergeseran cairan yang besar
dan gangguan elektrolit), neuropati ringan, kelelahan, dan kelemahan,
gangguan kognitif lainnya.
12
makanan secara sengaja atau menyalahgunakan obat pencahar, diuretik atau
enema. Pada nonpurging type, individu tersebut menggunakan cara lain selain
cara yang digunakan pada purging type, seperti berpuasa atau berolahraga secara
berlebihan7.
2.3.2 Epidemiologi
Studi epidemiologi tentang gangguan makan berdasarkan populasi,
mengungkapkan bahwa prevalensi bulimia nervosa pada remaja telah meningkat
dalam beberapa dekade terakhir. Diperkirakan bahwa bulimia memiliki tingkat
prevalensi sekitar 1,1% pada anak perempuan dan 0,2% pada anak laki. Pada
pengamatan klinis bahwa kebanyakan pasien dengan bulimia sering terjadi pada
wanita remaja atau usia sekolah. Di Amerika Serikat, bulimia diduga
mempengaruhi 3-5% dari seluruh penduduk, dengan prevalensi pada wanita umur
sekolah dilaporkan setinggi 19%. Sekali lagi, karena sifat rahasia dari gangguan
dan keengganan perempuan muda untuk mencari pengobatan, angka pastinya sulit
untuk diukur 10.
2.3.3 Etiologi
Faktor Biologi Beberapa peneliti telah menemukan adanya hubungan
perilaku makan berlebih dan kompensasi dengan berbagai neurotransmitter.
Terbukti oleh pemberian antidepresan yang bermanfaat pada pasien bulimia
nervosa yang melibatkan serotonin dan norepinefrin. Kadar endorfin plasma
akan meningkat pada beberapa pasien yang telah muntah, sehingga akan
timbul perasaan sehat yang dirasakan pasien setelah muntah.
Faktor Sosial Pasien dengan bumilia nervosa, seperti pada pasien
anoreksia nervosa, cenderung pada mereka yang ingin mencapai kedudukan
tinggi dan memiliki tekanan sosial untuk menjadi kurus.
Faktor Psikologis Pasien dengan bulimia nervosa memiliki kesulitan
dalam mengendalikan impulsnya dimana sering dihubungkan dengan
ketergantungan zat, alkohol, dan labilitas emosional (termasuk usaha bunuh
diri)7.
13
2.3.4 Gambaran klinis
Menurut DSM-V, gambaran penting pada bulimia nervosa adalah episode
berulang makan berlebihan, suatu perasaan tidak adanya kendali terhadap makan
saat makan banyak, muntah yang dicetuskan sendiri, penyalahgunaan laksatif atau
diuretik, berpuasa, maupun olahraga berlebihan untuk mencegah naiknya berat
badan, dan penilaian diri sendiri terus menerus yang terlalu dipengaruhi bentuk
dan berat badan. Makan berlebihan biasanya dilakukan kira-kira 1 jam sebelum
muntah.
Muntah sering terjadi dan biasanya dipicu dengan cara mencolokkan jari
kedalam tenggorokan. Muntah akan mengurangi nyeri abdomen dan perasaan
kembung serta memungkinkan pasien untuk terus makan tanpa takut akan
kenaikan berat badan. Depresi sering mengikuti episode ini dan disebut
penderitaan setelah makan berlebih (postbinge anguish). Selama makan banyak,
pasien memakan makanan manis, berkalori tinggi, dan umumnya lembut dan
teksturnya halus seperti cake dan kue kering. Beberapa pasien menyukai makan
makanan besar tanpa memandang rasanya. Makanan dimakan diam-diam dan
dengan cepat bahkan kadang-kadang tidak dikunyah. Sebagian besar pasien
bulimia nervosa berat badannya berada didalam kisaran normal, tetapi beberapa
pasien merasa prihatin tentang tubuh dan penampilannya, khawatir tentang
bagaimana orang lain memandang dirinya.
Pasien dengan bulimia nervosa pada purging type mungkin beresiko untuk
mengalami komplikasi medis tertentu, seperti hipokalemia akibat muntah atau
penyalahgunaan laksatif, dan alkalosis hipokloremik. Mereka yang muntah
berulangkali memiliki resiko mengalami robekan lambung dan esofagus. Pasien
bulimia dengan purging type mungkin memiliki perjalanan penyakit yang berbeda
dari pasien yang makan banyak dan selanjutnya diet atau berlatih (non purging
type).
Bulimia nervosa terdapat pada pasien dengan angka gangguan mood dan
gangguan kendali impuls yang tinggi, juga memiliki gangguan kecemasan,
gangguan bipolar 1, dan gangguan disosiatif yang tinggi7.
2.3.5 Diagnosis
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III dan DSM-V :
14
a) Untuk diagnostik pasti, dibutuhkan semua berikut ini:
1. Terdapat preokupasi yang menetap untuk makan, dan ketagihan (craving)
terhadap makanan yang tidak bisa dilawan, penderita tidak berdaya
terhadap datangnya episode makan berlebihan dimana makanan dalam
jumlah yang besar dimakan dalam waktu yang singkat
2. Pasien berusaha melawan efek kegemukan dengan salah satu atau lebih
cara seperti berikut :
Merangsang muntah oleh diri sendiri
Menggunakan pencahar berlebihan
Puasa berkala
Memakai obat-obatan seperti penekan nafsu makan, sediaan tiroid atau
diuretik. Jika terjadi pada penderita diabetes, mereka akan
mengabaikan pengobatan insulinnya.
3. Gejala psikopatologinya terdiri dari ketakutan yang luar biasa akan
kegemukan dan penderita mengatur sendiri batasan yang ketat dari
ambang berat badannya, sangat dibawah berat badan sebelum sakit
dianggap berat badan yang sehat atau optimal. Seringkali, tetapi tidak
selalu, ada riwayat episode anoreksia nervosa sebelumnya, interval antara
ke dua gangguan tersebut berkisar antara beberapa bulan sampai beberapa
tahun. Episode sebelumnya ini dapat jelas terungkap, atau dalam bentuk
ringan yang tersembunyi dengan kehilangan berat badan yang sedang dan
atau suatu fase sementara dari amenore.
b) Bulimia nervosa harus dibedakan dari gangguan depresif, walaupun penderita
bulimia sering mengalami gejala-gejala depresi.
15
Pasien dengan bulimia nervosa seringkali menunjukkan hipomagnesemia dan
hiperamilasemia. Walaupun bukan merupakan ciri diagnostik inti, banyak pasien
dengan bulimia nervosa memiliki gangguan menstruasi. Hipotensi dan bradikardia
terjadi pada beberapa pasien7.
2.3.8 Terapi
Terapi bulimia nervosa terdiri dari berbagai intervensi, termasuk psikoterapi
individual dengan pendekatan kognitif-perilaku, perilaku kelompok, terapi
keluarga, dan farmakoterapi. Karena komorbiditas gangguan mood, gangguan
kecemasan, dan gangguan kepribadian pada bulimia nervosa, klinisi harus
memasukkan gangguan tambahan tersebut dalam rencana pengobatan.
Sebagian besar pasien bulimia nervosa tanpa komplikasi tidak membutuhkan
rawat inap dirumah sakit. Umumnya pasien bulimia nervosa tidak terlalu
merahasiakan gejalanya seperti pada pasien anorexia nervosa. Sehingga terapi
rawat jalan biasanya tidak sulit.
1) Psikoterapi
Terapi perilaku kognitif suatu perbaikan perilaku dan desensitisasi
terhadap pikiran dan perasaan yang dimiliki pasien bulimia nervosa tepat
sebelum makan berlebih. Tetapi, banyak pasien bulimia nervosa memiliki
psikopatologi yang melebihi perilaku makan berlebih. Sehingga, pendekatan
psikoterapik tambahan seperti terapi psikodinamik, interpersonal, dan
keluarga dapat sangat bermanfaat.
16
Psikoterapi Dinamik Pasien diharapkan akan mampu membagi makanan
dalam dua kategori. Makanan yang bergizi dan makanan yang tidak sehat.
Makanan yang dianggap bergizi dimakan dan dipertahankan karena makanan
tersebut secara tidak sadar menyimbolkan “masukan” yang baik. Sedangkan
makanan yang tidak sehat secara tidak sadar dihubungkan dengan “masukan”
yang buruk sehingga dikeluarkan melalui muntah, dengan khayalan tidak
disadari bahwa semua kerusakan, kebencian, dan keburukan sedang
disingkirkan. Pasien mungkin sementara merasa sehat setelah muntah karena
pembuangan yang dikhayalkannya, tetapi perasaan terkait akan “segalanya
baik” berlangsung singkat, karena didasarkan pada kombinasi yang tidak
stabil antara pemisahan dan proyeksi.
2) Farmakoterapi
Medikasi antidepresan dapat menurunkan perilaku makan berlebihan dan
mengeluarkan kembali, terlepas dari adanya gangguan mood. Jadi, untuk
gangguan makan berlebih yang tidak responsif terhadap psikoterapi saja,
antidepresan telah digunakan dengan berhasil. Imipramine (Tofranil),
Despiramine (Norpramin), Trazodone (Desyrel), dan Monoamine Oxidase
Inhibitor (MAOI) telah membantu. Fluoxetine (Prozac) juga merupakan
terapi yang efektif. Pada umumnya, sebagian besar antidepresan efektif pada
dosis yang biasanya diberikan dalam terapi gangguan depresif. Meskipun
demikian, dosis fluoxetine yang efektif untuk mengurangi makan berlebihan
ini dapat lebih tinggi 60 hingga 80 mg/hari daripada dosis yang diberikan
untuk gangguan depresif.
Carbamazepine (Tegretol) dan Lithium (Eskalith) belum menunjukkan
hasil yang mengesankan sebagai pengobatan untuk bulimia nervosa, tetapi
obat tersebut telah digunakan dalam pengobatan pasien bulimia nervosa
dengan gangguan mood komorbid, seperti gangguan bipolar I7.
17
Dalam jangka pendek, pasien bulimia nervosa yang mampu menjalani terapi
dilaporkan mengalami 50% perbaikan perilaku makan berlebihan dan
mengeluarkan kembali. Diantara pasien rawat jalan, perbaikan tampaknya
berlangsung lebih dari 5 tahun.
Prognosis bergantung pada keparahan sisa mengeluarkan makanan kembali, yaitu
apakah pasien mengalami ketidakseimbangan elektrolit, dan sampai derajat berapa
seringnya muntah menyebabkan esofagitis, amilasemia, pembesaran kelenjar
saliva, dan karies gigi.
Pada beberapa kasus bulimia nervosa yang tidak diobati, remisi spontan
terjadi dalam 1-2 tahun7.
2.4.2 Etiologi
Obesitas semasa kecil dan orang tua yang mengalami obesitas merupakan
faktor risiko spesifik untuk terjadinya Binge Eating Disorder, dan berkaitan
dengan kelainan genetik yang sangat jarang, yaitu mutasi pada gen untuk reseptor
melanokortin 4 11.
18
Terjadi komplikasi fisik Binge Eating Disorder termasuk peningkatan berat
11
badan, dan ruptur lambung (jarang) . Individu dengan Binge Eating Disorder
juga mengalami rasa bersalah, malu dan tertekan akan perilaku makannya, yang
dapat mengakibatkan keadaan perilaku makannya lebih buruk 3.
2.4.4 Diagnosis
Kriteria diagnostik menurut DSM-V yaitu:
A. Episode makan berlebihan yang berulang, ditandai oleh 2 hal berikut ini :
1. Makan, dalam periode waktu yang jelas (misal,dalam tiap periode 2 jam),
jumlah makanan yang jelas lebih besar dibandingkan yang dapat dimakan oleh
sebagian besar orang selama periode waktu yang sama dan dalam situasi yang
sama)
2. Perasaan hilang kendali terhadap makan selama episode ini (misal, perasaan
bahwa ia tidak dapat berhenti makan atau mengendalikan apa dan berapa
banyak yang dimakan)
B. Disertai oleh 3 atau lebih hal berikut :
1. Makan jauh lebih cepat daripada biasa/normal
2. Makan sampai merasa kekenyangan hingga mengganggu
3. Makan sejumlah besar makanan saat tidak merasa lapar secara fisik
4. Makan sendirian karena merasa malu dengan jumlah makanan yang
dikonsumsinya
5. Perasaan benci terhadap diri sendiri, depresi, dan merasa bersalah setelah
makan
C. Terdapat kekhawatiran yang jelas tentang perilaku makan berlebih
D. Perilaku makan tersebut terjadi minimal 2 hari/minggu selama 6 bulan
E. Perilaku makan berlebih tidak disertai dengan penggunaan perilaku
kompensasi yang tidak layak ( laksatif, puasa, olahraga berat ) dan tidak terjadi
selama perjalanan anoreksia nervosa atau bulimia nervosa7.
Karakteristik BED12
Individu dengan BED mungkin menampilkan beberapa karakteristik perilaku,
emosional dan fisik di bawah ini. Tidak setiap orang yang menderita BED akan
menampilkan semua karakteristik yang terkait, dan tidak setiap orang
19
menampilkan karakteristik ini menderita BED, tetapi ini dapat digunakan sebagai
titik referensi untuk memahami kecenderungan perilaku BED.
Karakteristik perilaku
20
- Sebuah kebutuhan yang kuat untuk mengendalikan
- Kesulitan mengekspresikan perasaan dan kebutuhan
- kecenderungan perfeksionis
- Bekerja keras untuk menyenangkan orang lain
Karakter fisik
Berat badan bervariasi dari normal, obesitas ringan, sedang, atau berat.
Berat badan mungkin tekait atau tidak terkait dengan BED. Hal ini
penting untuk dicatat bahwa sementara ada korelasi antara tidur dan
berat badan, tidak semua orang yang kelebihan berat badan atau
memiliki kebiasaan binges merupakan BED.
2.4.5 Terapi
Tujuan terapi pada pasien dengan Binge Eating Disorder yaitu untuk
megurangi perilaku makan berlebihan, memperbaiki gejala gangguan mood dan
rasa cemas yang berkaitan dengan gangguan makan, dan mengurangi berat badan
pada individu yang obesitas. Terapi psikologis seperti cognitive behavioral
therapy dan farmakologis bukan saja efektif mengobati Bulimia Nervosa tetapi
berguna untuk mengurangi frekuensi makan pada pasien dengan Binge Eating
Disorder dan memperbaiki gangguan mood 13.
1. Psikoterapi
Cognitive behavioral therapy (CBT) merupakan tatalaksana psikologis
yang dianggap paling efektif.7 CBT menghasilkan penurunan BED dan masalah
yang berkaitan, seperti depresi; namun tidak ada penurunan berat badan hanya
dengan CBT.7
Psikoterapi interpersonal efektif, namun terapi tersebut lebih
menekankan hubungan interpersonal dibandingkan gangguan utama BED.7 Dalam
dua studi14,15 ditemukan bahwa psikoterapi interpersonal hasilnya lebih rendah
dibandingkan CBT pada akhir terapi, namun pasien psikoterapi interpersonal terus
menunjukkan perbaikan berkelanjutan setiap tahun setelah terapi selesai, sehingga
kesimpulan akhirnya seimbang.16 Berdasarkan teori CBT dan psikoterapi
interpersonal, penekanan fokus terapi pada hubungan interpersonal akan dapat
mempersiapkan individu lebih menyeluruh untuk tantangan kehidupan sosial
21
sehari-hari dibandingkan CBT yang meskipun bekerja cepat, namun hanya fokus
pada gangguan BED saja, sehingga angka relapsnya cukup tinggi.16
2. Farmakoterapi
Beberapa obat seperti selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI),
desipramine, imipramine, topiramate, dan sibutramine memberikan hasil yang
bermakna.4 SSRI yang telah berhasil pada kasus BED termasuk dengan perbaikan
mood meliputi fluvoxamine, citalopram, dan sertraline. Beberapa studi
menunjukkan bahwa terapi SSRI dosis tinggi, seperti fluoxetine 60 – 100 mg,
sering menurunkan berat badan selama pengobatan tetapi kembali naik saat obat
dihentikan.7
Pada bulan Januari 2015, lisdexamfetamine menjadi obat yang pertama (dan
satu-satunya) yang disetujui oleh U.S. Food and Drug Administration untuk
mengobati pasien dengan BED. Lisdexamfetamine dikenal luas sebagai stimulan
sistem saraf pusat dan prodrug dextroamphetamine yang bekerja mengurangi
gejala impulsif, gejala attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) pasien
anak dan dewasa, dengan efek samping mulut kering, gelisah, insomnia,
menurunkan nafsu makan serta gangguan pencernaan. Penelitian
lisdexamfetamine terhadap hampir 1.000 pasien memberikan hasil sangat
bermakna dalam mengurangi frekuensi binge eating, pemikiran obsesif dan
kompulsif terhadap binge eating, dan berat badan. Efek potensiasi
lisdexamfetamine harus diwaspadai sehingga harus dimonitor secara ketat.17
22
Binge Eating Disorder mempunyai tingkat remisi yang tinggi, walaupun
tanpa pengobatan. Juga tidak ada kecenderungan untuk Binge Eating Disorder
beralih ke tipe gangguan makan yang lain11. Serta bisa menyebabkan distress yang
signifikan5.
BED menghasilkan kenaikan berat badan yang mengarah pada obesitas dan
komplikasinya, meliputi diabetes melitus tipe, penyakit jantung, serta masalah
lain pada sistem pencernaan, atau nyeri sendi dan otot . BED umumnya memiliki
komorbiditas psikiatri yang signifikan seperti gangguan bipolar, gangguan
depresi, gangguan cemas, dan pada sejumlah kecil, penyalahgunaan obat yang
berhubungan dengan derajat keparahan BED18.
23
BAB III
DESKRIPSI KASUS
24
Pacarnya yang berusia 19 tahun seringkali menyebut Brenda dengan kata-
kata bodoh atau pelacur. Ia dan Brenda terlibat dalam hubungan seksual. Brenda
hanya memiliki sedikit teman, dan ia mulai menghindari teman-temannya saat
gejala-gejala muncul, menyatakan bahwa ia lebih suka makan sendirian. Ia tidak
ingin orang lain tahu bahwa ia sering memuntahkan makanan. Brenda merupakan
seorang siswi SMA swasta dengan nilai-nilai akademis rata-rata. Namun, saat ia
mulai mengalami gejala-gejala, nilai-nilai sekolahnya menurun secara signifikan.
(Krauter & Lock, 2004)
25
BAB IV
KESIMPULAN
3. Gangguan makan berlebih (binge eating disorder) yaitu suatu episode makan
berlebih dimana seseorang akan mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang
sangat besar dalam waktu yang singkat dan merasa diluar kendali/tidak terkontrol
selama makan. Namun berbeda dengan bulimia nervosa, pada gangguan ini tidak
ada perilaku kompensasi.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
11. Moore RHS, Wonderlich SA, Walsh BT, Mitchell JE, editors. Developing an
evidence based classification of eating disorders: Scientific findings for DSM-
V. 1st ed.Arlington: American Psychiatric Publ. Inc; 2011.
12. Hudson, J.I., Hiripi, E., Pope, H.G. et al. (2007)The prevalence and correlates
of eating disorders in the National Comorbidity Survey Replication.
Biol.Psychiatry, 61, 348– 358.
13. Kay, J., Tasman, A., 2006. Essentials of Psychiatry. Wiley Interscience
14. Mayo Clinic. Binge eating disorder [Internet]. 2016. Available from:
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/binge-eating-
disorder/home/ovc-20182926
15. Fairburn CG, Jones R, Peveler R, Carr SJ.Three psychological treatments for
bulimia nervosa: A comparative trial. Arch Gen Psychiatr. 1991; 48: 463–9.
16. Hilbert A, Bishop ME, Stein RI, Tanofsky-Kraff M, Swenson AK, Welch RR,
et al. Long-term efficacy of psychological treatments for binge eating
disorder. Br J Psychiatr. 2012;200 (3):232-7
17. Brownley KA, Berkman ND, Peat CM, Lohr KN, Cullen KE, Bann CM, et al.
Binge-eating disorder in adults: A systematic review and meta-analysis. Ann
Intern Med. 2016;165(6):409-20. doi: 10.7326/M15-2455.
18. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of
mental disorder. 5th Ed. “DSM-V”. Washington DC: American Psychiatric
Publ.; 2013. p.350-3
28