Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan makan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami


gangguan parah pada perilaku makan mereka dan berhubungan dengan pikiran
serta emosi. Seseorang dengan gangguan makan biasanya menjadi terobsesi
dengan makanan dan berat badan mereka.

Gangguan makan dapat mempengaruhi beberapa juta orang pada waktu


tertentu, paling sering pada perempuan diantara usia 12 dan 35. Ada tiga jenis
utama gangguan makan, yaitu : anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan gangguan
makan berlebih (binge eating disorder).

Diketahui jumlah pasien dengan gangguan makan telah meningkat secara


global sejak 50 tahun yang lalu. Di Amerika Serikat, dilaporkan satu hingga dua
juta wanita memenuhi kriteria diagnostik untuk Bulimia nervosa, dan 500.000
wanita memenuhi kriteria diagnostik untuk Anoreksia nervosa1. Peningkatan ini
berkaitan dengan kesadaran ekstrim tentang berat badan dan penampilan fisik,
kebanyakan dikalangan generasi muda. Di Indonesia, 12-22% wanita berusia 15-
29 tahun menderita defisiensi energi kronis (IMT <18,5) di beberapa kawasan 2.

Seseorang dengan anoreksia nervosa dan bulimia nervosa cenderung menjadi


perfeksionis dengan harga diri yang rendah dan sangat kritis terhadap diri dan
tubuh mereka. Mereka biasanya “merasa gemuk” dan melihat diri mereka seperti
kelebihan berat badan (overweight), meskipun kadang-kadang bisa menyebabkan
kelaparan yang mengancam hidup (malnutrisi). Terjadi ketakutan yang hebat
akan kenaikan berat badan dan menjadi gemuk. Pada tahap awal gangguan,
biasanya pasien menyangkal bahwa mereka mempunyai masalah.

Anoreksia nervosa ditandai dengan keengganan untuk menetapkan berat


badan normal, penyimpangan pandangan terhadap tubuh, ketakutan ekstrim untuk
menjadi gemuk, dan perilaku makan yang sangat terganggu. Bulimia nervosa
ditandai dengan perilaku makan dalam jumlah yang besar yang sering dan

1
berulang-ulang, kemudian mencoba memuntahkan kembali, penggunaan obat
pencahar, berpuasa atau berolahraga secara berlebihan3.

Dalam beberapa kasus, gangguan makan terjadi bersamaan dengan gangguan


kejiwaan lain seperti kecemasan, panik, gangguan obsesif kompulsif dan masalah
penyalahgunaan narkoba dan alkohol. Adanya bukti baru menunjukkan bahwa
faktor keturunan mungkin berperan dalam terjadinya gangguan makan pada
orang-orang tertentu, Tetapi gangguan ini juga dialami oleh banyak orang yang
tidak memiliki riwayat keluarga sebelumnya.

Akibat dari gangguan makan yang berkepanjangan, bisa terjadi hipotensi


kronis, bradikardia, hipotermia, pembengkakan kelenjar liur, anemia, dehidrasi,
alkalosis dan hipokloremia dapat dilihat. Ruptur lambung juga dapat terjadi. Lebih
dari 90% penderita Anoreksia Nervosa mengalami amenorrea sekunder
disebabkan oleh malnutrisi kronis. Pengurangan densitas tulang merupakan
masalah yang serius karena sukar diobati, dan keadaan ini meningkatkan resiko
fraktur tulang. Gangguan makan juga dapat menyebabkan gangguan pada
jantung. Resiko tertinggi pada penderita dengan gangguan makan adalah gagal
jantung4.

Tanpa adanya pengobatan baik dari gejala fisik maupun emosional pada
gangguan ini, maka kemungkinan dari malnutrisi, masalah pada jantung, dan
kondisi berpotensi fatal lainnya dapat terjadi. Namun, dengan perawatan medis
yang tepat, seseorang dengan gangguan makan dapat melanjutkan kembali
kebiasaan makan yang benar, dan kembali pada kesehatan psikologis dan
emosional yang lebih baik 5.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Makan


2.1.1 Definisi
Gangguan makan dapat terjadi ekstrem. Gangguan makan hadir ketika
seseorang mengalami gangguan parah dalam tingkah laku makan, seperti
mengurangi kadar makanan dengan ekstrem atau makan terlalu banyak yang
ekstrem, atau perasaan menderita atau keprihatinan tentang berat atau bentuk
tubuh yang ekstrem. Seseorang dengan gangguan makan mungkin berawal dari
mengkonsumsi makanan yang lebih sedikit atau lebih banyak daripada biasa,
tetapi pada tahap tertentu, keinginan untuk makan lebih sedikit atau lebih banyak
terus menerus di luar keinginan5.

2.1.2 Tipe
Terdapat dua tipe utama bagi gangguan makan adalah anoreksia nervosa dan
bulimia nervosa. Kategori ketiga adalah “gangguan makan lain yang tidak
ditetapkan” (EDNOS – eating disorders not otherwise specified) yang
memasukkan beberapa variasi gangguan makan. Kebanyakannya adalah mirip
dengan anoreksia atau bulimia tetapi dengan karakter yang berbeda sedikit. Binge-
eating disorder, yang menerima peningkatan dalam jumlah penelitian dan
perhatian media dalam beberapa tahun kebelakangan ini adalah salah satu tipe
EDNOS5.
Salah satu alat bantu untuk membedakan tipe-tipe gangguan makan adalah
Eating Attitudes Test (EAT-26). Tujuan skrining ialah untuk mengidentifikasi
individu-individu yang cenderung mempunyai gangguan terhadap pola makannya
dan memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut.6
Untuk melakukan skrining gangguan makan, pengukuran skrining yang
digunakan secara meluas ialah Eating Attitudes Test (EAT-26). EAT-26 tidak
digunakan untuk mendiagnosis gangguan makan, tetapi hanya untuk keperluan
skrining. EAT-26 telah digunakan sebagai alat skrining untuk menilai risiko

3
gangguan makan di sekolah dan sampel berisiko seperti atlet. EAT-26 dapat
membedakan penderita dengan AN, BN, dan BED daripada kontrol. Walaupun
EAT-26 tidak dapat membedakan penderita AN dengan penderita BN, ia dapat
membedakan penderita AN dan BN daripada penderita BED.

2.2 Anoreksia Nervosa

2.2.1 Definisi
Anoreksia nervosa adalah jenis gangguan makan dimana individu menjaga
bentuk tubuhnya agar tetap kurus atau untuk lebih kurus lagi dibawah berat badan
normal. Individu dengan anoreksia nervosa sangat takut dirinya bertambah berat
badan, ia akan mempertahankan rasa lapar secara ekstrim, bila ia merasa makan
agak berlebihan maka ia akan segera memuntahkannya. Hal ini untuk
mempertahankan atau mengurangi berat badan mereka melalui kontrol ketat
asupan kalori mereka.

Kriteria anorexia nervosa menurut DSM-V adalah :

1. Pengurangan asupan energi dalam cara untuk mempertahankan berat badan


yang kurang serta menolak semua usaha yang dapat meningkatkan berat
badan. Berat badan umumnya kurang atau sangat kurang yang dipertahankan.

2. Ketakutan yang kuat mengalami kenaikan berat badan atau menjadi gemuk,
walaupun sesungguhnya memiliki berat badan kurang

3. Gangguan dalam cara memandang berat atau bentuk badannya sendiri; berat
badan atau bentuk badan yang tidak pantas atas dasar pemeriksaan sendiri,
atau menyangkal keseriusan berat badannya yang rendah. 7

Anoreksia Nervosa terbagi menjadi dua jenis. Dalam jenis membatasi


(restricting type), selama periode anoreksia nervosa, seseorang hanya akan
membatasi asupan makanannya saja, tanpa makan berlebih atau memuntahkan
kembali atau menggunakan laksatif atau diuretik. Sedangkan pada tipe makan
berlebih/muntah kembali (binge eating/purging type) selama periode anoreksia
nervosa, seseorang akan terlibat dalam makan berlebih atau memuntahkan
kembali atau menggunakan laksatif atau diuretik7.

4
Kebanyakan orang dengan AN melihat diri mereka sebagai orang dengan
kelebihan berat badan, walaupun sebenarnya mereka menderita kekurangan
nutrisi.
Membatasi makanan dan kontrol berat badan menjadi suatu obsesi. Seseorang
dengan AN akan sentiasa mengukur berat badannya berulang kali, menjaga porsi
makanan dengan berhati-hati, dan makan dengan jumlah yang sangat kecil dan
hanya sebagian jenis makanan saja.
Penderita anoreksia nervosa biasanya memiliki kebiasaan makan yang aneh,
seperti menyisihkan makanan di piringnya dan memotong-motongnya menjadi
bagian kecil-kecil, mengunyah lambat-lambat, serta menghindari makan bersama
keluarga. Mereka sangat suka mengumpulkan resep-resep dan masak untuk
keluarga dan teman-temannya, tetapi tidak makan sedikitpun makanan yang
mereka masak. Dengan berlanjutnya gangguan ini, penderita mulai suka
menyendiri dan menarik diri dari teman dan keluarga8.

2.2.2 Epidemiologi
Gangguan makan dalam berbagi bentuk telah dilaporkan pada sampai 4%
pelajar remaja dan dewasa muda. Sekitar 95% penderita adalah wanita, kelainan
ini biasanya terjadi pada masa remaja dan terkadang pada masa dewasa. Biasanya
menyerang orang-orang golongan social ekonomi menengah ke atas. Lebih sering
pada Negara yang maju, dan mungkin ditemukan dengan frekuensi tertinggi pada
wanita muda yang profesinya memerlukan kekurusan , seperti model dan penari
balet1

2.2.3 Etiologi

Faktor biologis, social, dan psikologis adalah terlibat dalam penyebab


anoreksia nervosa.
 Faktor biologis
Kelaparan menyebabkan banyak perubahan biokimia, beberapa diantaranya
juga ditemukan pada depresi, seperti hiperkortisolemia yang tidak tersupresi oleh
deksametason. Terjadi penekanan fungsi tiroid, amenore, yang mencerminkan
penurunan kadar hormonal. Kelainan tersebut dapat dikoreksi dengan pemberian
makanan kembali. Para ilmuwan menduga bahwa terdapat ketidaknormalan dalam

5
mekanisme otak yang mengatur rasa lapar dan kenyang pada penderita anoreksia
nervosa kemungkinan terbesar berkaitan dengan serotonin kimiawi otak.

 Faktor sosial
Penderita menemukan dukungan untuk tindakan mereka dalam masyarakat
yang menekankan kekurusan dan latihan. Pada penderita anoreksia nervosa sering
terjadi kurangnya komunikasi dengan keluarga. Pasien dengan anoreksia nervosa
kemungkinan terdapat riwayat keluarga yang depresi, ketergantungan alkohol,
atau suatu gangguan makan lainnya.

 Faktor psikologis dan psikodinamis


Anoreksia nervosa tampaknya merupakan suatu reaksi terhadap keinginan
pada remaja untuk menjadi lebih mandiri dan meningkatkan fungsi sosial.
Biasanya mereka tidak mempunyai rasa otonomi dan kemandirian, biasanya
tumbuh di bawah kendali orang tua. Kelaparan yang diciptakan sendiri (self
starvation) mungkin merupakan usaha untuk meraih pengakuan sebagai orang
yang unik dan spesial. Hanya melalui tindakan disiplin diri yang tidak lazim
tersebut pasien anoreksia dapat mengembangkan rasa otonomi dan kemandirian.

2.2.4 Gambaran Klinis


Ada 2 macam subtype dari anoreksia nervosa yang didasarkan atas metode yang
digunakan untuk mengkontrol berat badan, yaitu :

1. Mengkontrol pengurangan berat badan dengan mengkonsumsi kalori yang


sangat rendah dan olah raga.

2. Terkadang terjadi bulimia diantara jarak makan, dan kelaparan dengan


mempunyai kebiasaan memuntahkan dan penggunaan laksatif dan diuretik
daripada menggunakan obat penurun berat badan.

 Gejala klinis/symptom
1. Gejala yang predominan adalah sangat ketakutan akan kenaikan berat badan,
sampai terjadi phobia terhadap makanan. Ketakutan terhadap makanan
disertai dengan penyalahartian dari body image; banyak pasien merasa diri
mereka sangat gendut, walaupun sebenarnya mereka sangat kurus.

6
2. Banyak penderita anoreksia nervosa mempunyai obsessive compulsive
behavior, misalnya mereka sering sekali mencuci tangan berulang-ulang,
pasien cenderung kaku dan perfeksionis yang mengarahkan pada diagnosis
gangguan kepribadian, seperti narcissisme, atau riwayat gangguan
kepribadian.
3. Penyesuaian seksual yang buruk
4. Penderita anoreksia nervosa biasanya menunjukan perilaku yang aneh
tentang makanan, seperti menyembunyikan makanan, membawa makanan
dalam kantong, saat makan mereka membuang makanan, memotong makanan
menjadi potongan kecil-kecil.
5. Gangguan tidur dan gangguan depresi pada umumnya.
6. Muntah yang dipaksakan
7. Biasanya aktifitas dan program olah raga yang berlebihan

 Tanda Anoreksia nervosa


1. Menyamarkan kekurusan mereka dengan baju dan make-up
2. Kulit kering dan kusam, rambut halus, dan alopesia ringan.
3. Subtype bulimia berat, seperti kehilangan enamel gigi karena asam lambung,
ketika penderita muntah. Bahkan terdapat scar pada dorsum akibat jari-jari
yang dimasukan ke mulut untuk memaksakan muntah.
4. Hypokalemi dan kelainan EKG
5. Kelainan neurology (seperti seizure dan neuropaty) dan anemia yang
berhubungan dengan kekurangan gizi dan kelaparan 3.

2.2.5 Diagnosis
 Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III dan DSM-V :
A. Ciri khas gangguan adalah mengurangi berat badan dengan sengaja,
dipacu dan atau dipertahankan oeh penderita
B. Untuk suatu diagnosis yang pasti, dibutuhkan semua hal-hal seperti
dibawah ini:
1. Berat badan tetap dipertahankan 15% dibawah yang seharusnya (baik
yang berkurang maupun yang tak pernah dicapai), atau “Quetelet’s
body-mass index” adalah 17,5 atau kurang (Quetelet’s body-mass

7
index = berat [kg] / tinggi [m]kuadrat). Pada penderita pra pubertas
bisa saja gagal mencapai berat badan yang diharapkan selama periode
pertumbuhan.
2. Berkurangnya berat badan dilakukan sendiri dengan menghindarkan
makanan yang mengandung lemak dan salah satu atau lebih dari hal-
hal yang berikut ini:
 Merangsang muntah oleh diri sendiri
 Menggunakan pencahar
 Olahraga berlebihan
 Memakai obat penekan nafsu makan dan / atau diuretika
3. Terdapat distorsi “body-image” dalam bentuk psikopatologi yang
spesifik dimana ketakutan gemuk terus menerus menyerang penderita,
penilaian yang berlebihan terhadap berat badan yang rendah
4. Adanya gangguan endokrin yang meluas, melibatkan “hypothalamic-
pituitary-gonadal axis” dengan manifestasi pada wanita sebagai
amenore dan pada pria sebagai kehilangan minat dan potensi seksual.
(suatu pengecualian adalah perdarahan vagina yang menetap pada
wanita yang anoreksia yang menerima terapi hormon,umumnya
dalam bentuk pil kontrasepsi). Juga dapat terjadi kenaikan hormon
pertumbuhan, naiknya kadar kortisol, perubahan metabolisme
periferal dari hormon tiroid, dan sekresi insulin abnormal
5. Jika onset terjadinya pada masa pra-pubertas, perkembangan pubertas
tertunda, atau dapat pula tertahan (pertumbuhan berhenti, pada anak
perempuan buah dadanya tidak berkembang dan terdapat amenore
primer, pada anak laki-laki genitalnya tetap kecil). Pada
penyembuhan, pubertas kembali normal, tetapi “menarche” terlambat.

2.2.6 Pemeriksaan Patologi dan Laboratorium

Tidak ada tes laboratorium tunggal yang mutlak membantu diagnosis


anoreksia nervosa. Bermacam-macam masalah endokrin dan medis dapat
berkembang sekunder karena kelaparan. Dengan demikian uji laboratorium

8
diperlukan pada orang yang memenuhi kriteria diagnosti anoreksia nervosa. Tes
tersebut dapat berupa elektrolit serum dengan tes fungsi ginjal, tes glukosa,
amilase, dan hematologis, elektrokardiogram, kadar kolesterol, tes supresi
deksametason (nonsupresi kortisol setelah deksametason), dan kadar karoten.
Mungkin ditemukan penurunan hormon tiroid, penurunan glukosa serum, ,
hipokalemia, peningkatan BUN, dan hiperkolesterolemia.
Komplikasi kardiovaskular sering ditemukan, berupa hipertensi dan bradikardia7.

2.2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding anoreksia nervosa dipersulit oleh penyangkalan pasien
akan gejalanya, kerahasiaan pasien mengenai kebiasaan makan pasien yang aneh,
dan keengganan pasien untuk mencari pengobatan. Jadi, sulit untuk
mengidentifikasi mekanisme kehilangan berat badan dan pikiran yang salah
tentang distorsi citra tubuh pasien.
Pemeriksa harus meyakinkan bahwa pasien tidak memiliki penyakit medis
yang dapat menyebabkan penurunan berat badan (sebagai contohnya, tumor otak
atau kanker).
Anoreksia nervosa harus dibedakan dari bulimia nervosa, suatu gangguan
dimana terjadi perilaku makan berlebih yang berulang diikuti oleh mood depresif,
pikiran menyalahkan diri sendiri, dan seringkali muntah yang diinduksi diri
sendiri, terjadi saat pasien mempertahankan berat badannya dalam rentang
normal. Selain itu, pada bulimia nervosa pasien jarang mengalami penurunan
berat badan 15%. Dua keadaan tersebut jarang terjadi bersama-sama7.

2.2.8 Terapi
Memandang dampak medis dan psikologis anoreksia nervosa, maka
disarankan untuk melakukan rencana terapi yang komprehensif termasuk rawat
inap dirumah sakit, jika diperlukan, dan terapi individual maupun keluarga.
Pendekatan kognitif, interpersonal, dan perilaku, serta pada beberapa kasus, obat-
obatan harus dipertimbangkan.
1) Rawat inap di rumah sakit
Pertimbangan pertama di dalam terapi anoreksia nervosa adalah
mengembalikan keadaan nutrisi pasien, mengatasi dehidrasi, kelaparan, dan

9
ketidakseimbangan elektrolit yang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang
serius, bahkan kematian. Pada umumnya, pasien anoreksia nervosa yang berat
badannya 20% dibawah berat badan normal, disarankan untuk menjalani program
rawat inap di rumah sakit, dan pasien yang berat badannya dibawah 30% dari
berat badan normal membutuhkan perawatan psikiatrik yang berkisar antara 2
hingga 6 bulan.

2) Psikoterapi
Sebagian besar pasien dengan anoreksia nervosa memerlukan intervensi yang
terus menerus setelah dipulangkan dari rumah sakit. Psikoterapi membantu
beberapa pasien anoreksia nervosa jika mereka telah distabilkan.
 Terapi perilaku kognitif  Prinsip terapi perilaku dan kognitif dapat
diterapkan di lingkungan rawat inap maupun rawat jalan. Terapi perilaku
ternyata efektif untuk mencetuskan peningkatan berat badan. Pemantauan
merupakan komponen penting pada terapi perilaku kognitif. Pasien diajarkan
untuk mengawasi asupan makanan, emosi, perasaan, perilaku makan dan
mengeluarkan kembali makanan, serta masalah interpersonal mereka.
 Psikoterapi Dinamik  Psikoterapi suportif-ekspresif dinamik kadang-
kadang digunakan untuk pengobatan pasien anoreksia nervosa. Tetapi
penolakan pasien menyebabkan proses ini sulit dilakukan dengan seksama.
Ahli terapi harus menghindari upaya yang berlebihan dalam usaha merubah
perilaku makan pasien.
 Terapi Keluarga  Analisis keluarga harus dilakukan pada semua pasien
anoreksia nervosa yang tinggal dengan keluarganya. berdasarkan analisis ini,
penilaian klinis dapat dibuat untuk menentukan jenis terapi keluarga atau
konseling yang disarankan.

3) Farmakoterapi
Penilitian farmakologis belum mengidentifikasi adanya medikasi yang
menyebabkan perbaikan definitif pada gejala inti anoreksia nervosa. Beberapa
laporan mendukung penggunaan Cyproheptadine (Periactin), suatu obat dengan
sifat antihistaminik dan antiserotonergik, pada pasien dengan tipe restricting
anoreksia nervosa . Obat lain Amitriptyline (Elavil) telah dilaporkan memberikan

10
manfaat pada pasien dengan anoreksia nervosa. Medikasi lain yang telah diuji
pada pasien anoreksia nervosa termasuk Clomipramine (Anafranil), Pimozide
(Orap), dan Chlorpromazine (Thorazine) belum menunjukkan respon yang positif.
Percobaan Fluoxetine (Prozac) dalam beberapa laporan menghasilkan kenaikan
berat badan 7.

Beberapa bukti menyatakan bahwa terapi elektrokonvulsif (ECT) bermanfaat


pada kasus anoreksia nervosa tertentu dan gangguan depresif berat.

2.2.9 Prognosis dan Komplikasi


Perjalanan gangguan anorexia nervosa sangat bervariasi. Pemulihan spontan
tanpa pengobatan, pemulihan setelah berbagai pengobatan, perjalanan kenaikan
berat badan yang berfluktuasi disertai kekambuhan, perjalanan gangguan yang
secara bertahap memburuk sehingga terjadi kematian yang disebabkan komplikasi
kelaparan. Pada umumnya, prognosis tidak baik. Pada mereka yang telah
mencapai kembali berat badan yang cukup, preokupasi dengan makanan dan berat
badan seringkali terus terjadi, hubungan sosial seringkali buruk. Dan banyak
pasien mengalami depresi. Respon jangka pendek pasien terhadap hampir semua
program pengobatan rumah sakit biasanya baik. Penelitian telah menunjukkan
rentang angka mortalitas mulai dari 5-18%. 30 sampai 50% pasien anoreksia
nervosa memiliki gejala bulimia nervosa, biasanya terjadi dalam 1,5 tahun setelah
awal anoreksia nervosa7.
Gangguan makan dapat berakibat fatal akibat dari defisiensi nutrisi yang
berkelanjutan. Pasien dengan gangguan makan kadang kala mencoba untuk bunuh
diri atau menghindari kegiatan sosialnya. Perlu ditekankan bahwa gangguan ini
tidak hanya mengganggu perilaku makan, tetapi juga mendatangkan akibat pada
fisik, psikologis dan aspek sosial pasien 9.
Komplikasi medis yang dapat terjadi antara lain (berhubungan dengan penurunan
berat badan) :9
a. Kaheksia : hilangnya lemak, massa otot, penurunan metabolisme tiroid
(sindrom T3 rendah), intoleransi dingin, dan sulit mempertahankan
temperatur inti tubuh.

11
b. Jantung : hilangnya otot jantung, aritmia, kontraksi premature atrium dan
ventrikel, perpanjangan transmisi berkas HIS (perpanjangan interval QT,
bradikardia, takikardia ventricular, kematian mendadak.
c. Pencernaan-gastrointestinal: perlambatan pengosongan lambung, kembung,
konstipasi, nyeri abdomen.
d. Reproduktif : Amenore, kadar leutenizing hormone (LH) dan follicle
stimulating hormone (FSH) yang rendah.
e. Dermatologis: lanugo (rambut halus tumbuh di seluruh tubuh), edema.
f. Hematologys : leukopenia
g. Neuropsikiatri : sensasi kecap yang abnormal ( mungkin karena defesiensi
dari Zn ), depresi apatetik, gangguan kognitif ringan.
h. Metabolisme : kelainan elektrolit, terutama alkalosis hipokalemik,
hipokloremik, dan hipomagnesimia.
i. Gigi: erosi enamel gigi, dengan kerusakan gigi.
j. Neuropsikiatrik : kejang (berhubungan dengan pergeseran cairan yang besar
dan gangguan elektrolit), neuropati ringan, kelelahan, dan kelemahan,
gangguan kognitif lainnya.

2.3 Bulimia Nervosa


2.3.1 Definisi
Bulimia Nervosa didefinisikan sebagai makan banyak / berlebihan yang
terjadi secara berulang disertai dengan perasaan diluar kendali dan setelah itu
diikuti oleh depresi dan rasa bersalah terhadap diri sendiri. Pada gangguan ini
akan terjadi perilaku kompensasi berulang seperti : muntah yang diinduksi sendiri,
pemakaian laksatif, diuretik, puasa atau latihan yang berat untuk mencegah
penambahan berat badan. Namun, tidak seperti pasien anoreksia nervosa, pasien
bulimia nervosa dapat mempertahankan berat badan yang normal.
Menurut kriteria DSM-V, makan berlebih dan perilaku kompensasi harus
terjadi minimal 2 kali seminggu selama 3 bulan. Selain itu, DSM-V
mengklasifikasikan Bulimia Nervosa menjadi dua tipe yaitu purging type dan non
purging type. Pada purging type, individu tersebut memuntahkan kembali

12
makanan secara sengaja atau menyalahgunakan obat pencahar, diuretik atau
enema. Pada nonpurging type, individu tersebut menggunakan cara lain selain
cara yang digunakan pada purging type, seperti berpuasa atau berolahraga secara
berlebihan7.

2.3.2 Epidemiologi
Studi epidemiologi tentang gangguan makan berdasarkan populasi,
mengungkapkan bahwa prevalensi bulimia nervosa pada remaja telah meningkat
dalam beberapa dekade terakhir. Diperkirakan bahwa bulimia memiliki tingkat
prevalensi sekitar 1,1% pada anak perempuan dan 0,2% pada anak laki. Pada
pengamatan klinis bahwa kebanyakan pasien dengan bulimia sering terjadi pada
wanita remaja atau usia sekolah. Di Amerika Serikat, bulimia diduga
mempengaruhi 3-5% dari seluruh penduduk, dengan prevalensi pada wanita umur
sekolah dilaporkan setinggi 19%. Sekali lagi, karena sifat rahasia dari gangguan
dan keengganan perempuan muda untuk mencari pengobatan, angka pastinya sulit
untuk diukur 10.

2.3.3 Etiologi
 Faktor Biologi  Beberapa peneliti telah menemukan adanya hubungan
perilaku makan berlebih dan kompensasi dengan berbagai neurotransmitter.
Terbukti oleh pemberian antidepresan yang bermanfaat pada pasien bulimia
nervosa yang melibatkan serotonin dan norepinefrin. Kadar endorfin plasma
akan meningkat pada beberapa pasien yang telah muntah, sehingga akan
timbul perasaan sehat yang dirasakan pasien setelah muntah.
 Faktor Sosial  Pasien dengan bumilia nervosa, seperti pada pasien
anoreksia nervosa, cenderung pada mereka yang ingin mencapai kedudukan
tinggi dan memiliki tekanan sosial untuk menjadi kurus.
 Faktor Psikologis  Pasien dengan bulimia nervosa memiliki kesulitan
dalam mengendalikan impulsnya dimana sering dihubungkan dengan
ketergantungan zat, alkohol, dan labilitas emosional (termasuk usaha bunuh
diri)7.

13
2.3.4 Gambaran klinis
Menurut DSM-V, gambaran penting pada bulimia nervosa adalah episode
berulang makan berlebihan, suatu perasaan tidak adanya kendali terhadap makan
saat makan banyak, muntah yang dicetuskan sendiri, penyalahgunaan laksatif atau
diuretik, berpuasa, maupun olahraga berlebihan untuk mencegah naiknya berat
badan, dan penilaian diri sendiri terus menerus yang terlalu dipengaruhi bentuk
dan berat badan. Makan berlebihan biasanya dilakukan kira-kira 1 jam sebelum
muntah.
Muntah sering terjadi dan biasanya dipicu dengan cara mencolokkan jari
kedalam tenggorokan. Muntah akan mengurangi nyeri abdomen dan perasaan
kembung serta memungkinkan pasien untuk terus makan tanpa takut akan
kenaikan berat badan. Depresi sering mengikuti episode ini dan disebut
penderitaan setelah makan berlebih (postbinge anguish). Selama makan banyak,
pasien memakan makanan manis, berkalori tinggi, dan umumnya lembut dan
teksturnya halus seperti cake dan kue kering. Beberapa pasien menyukai makan
makanan besar tanpa memandang rasanya. Makanan dimakan diam-diam dan
dengan cepat bahkan kadang-kadang tidak dikunyah. Sebagian besar pasien
bulimia nervosa berat badannya berada didalam kisaran normal, tetapi beberapa
pasien merasa prihatin tentang tubuh dan penampilannya, khawatir tentang
bagaimana orang lain memandang dirinya.
Pasien dengan bulimia nervosa pada purging type mungkin beresiko untuk
mengalami komplikasi medis tertentu, seperti hipokalemia akibat muntah atau
penyalahgunaan laksatif, dan alkalosis hipokloremik. Mereka yang muntah
berulangkali memiliki resiko mengalami robekan lambung dan esofagus. Pasien
bulimia dengan purging type mungkin memiliki perjalanan penyakit yang berbeda
dari pasien yang makan banyak dan selanjutnya diet atau berlatih (non purging
type).
Bulimia nervosa terdapat pada pasien dengan angka gangguan mood dan
gangguan kendali impuls yang tinggi, juga memiliki gangguan kecemasan,
gangguan bipolar 1, dan gangguan disosiatif yang tinggi7.

2.3.5 Diagnosis
 Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III dan DSM-V :

14
a) Untuk diagnostik pasti, dibutuhkan semua berikut ini:
1. Terdapat preokupasi yang menetap untuk makan, dan ketagihan (craving)
terhadap makanan yang tidak bisa dilawan, penderita tidak berdaya
terhadap datangnya episode makan berlebihan dimana makanan dalam
jumlah yang besar dimakan dalam waktu yang singkat
2. Pasien berusaha melawan efek kegemukan dengan salah satu atau lebih
cara seperti berikut :
 Merangsang muntah oleh diri sendiri
 Menggunakan pencahar berlebihan
 Puasa berkala
 Memakai obat-obatan seperti penekan nafsu makan, sediaan tiroid atau
diuretik. Jika terjadi pada penderita diabetes, mereka akan
mengabaikan pengobatan insulinnya.
3. Gejala psikopatologinya terdiri dari ketakutan yang luar biasa akan
kegemukan dan penderita mengatur sendiri batasan yang ketat dari
ambang berat badannya, sangat dibawah berat badan sebelum sakit
dianggap berat badan yang sehat atau optimal. Seringkali, tetapi tidak
selalu, ada riwayat episode anoreksia nervosa sebelumnya, interval antara
ke dua gangguan tersebut berkisar antara beberapa bulan sampai beberapa
tahun. Episode sebelumnya ini dapat jelas terungkap, atau dalam bentuk
ringan yang tersembunyi dengan kehilangan berat badan yang sedang dan
atau suatu fase sementara dari amenore.
b) Bulimia nervosa harus dibedakan dari gangguan depresif, walaupun penderita
bulimia sering mengalami gejala-gejala depresi.

2.3.6 Pemeriksaan Patologi dan Laboratorium


Bulimia nervosa dapat menyebabkan kelainan elektrolit dan berbagai derajat
kelaparan, walaupun mungkin tidak sejelas pada pasien anoreksia nervosa dengan
berat badan rendah. Jadi meskipun berhadapan dengan pasien bulimia nervosa
dengan berat badan normal, klinisi harus melakukan pemeriksaan laboratorium
untuk elektrolit dan metabolisme. Dehidrasi dan gangguan elektrolit kemungkinan
terjadi pada pasien bulimia nervosa yang secara teratur menggunakan pencahar.

15
Pasien dengan bulimia nervosa seringkali menunjukkan hipomagnesemia dan
hiperamilasemia. Walaupun bukan merupakan ciri diagnostik inti, banyak pasien
dengan bulimia nervosa memiliki gangguan menstruasi. Hipotensi dan bradikardia
terjadi pada beberapa pasien7.

2.3.7 Diagnosa Banding


Diagnosis bulimia nervosa tidak dapat ditegakkan jika perilaku makan
berlebihan dan memuntahkan kembali hanya terjadi selama episode anoreksia
nervosa. Pada kasus seperti ini, diagnosisnya adalah anoreksia nervosa, tipe
makan berlebihan/mengeluarkan kembali (binge eating/ purging type).
Seorang klinisi harus memastikan bahwa pasien tidak memiliki penyakit
neurologis seperti kejang epileptik-ekuivalen, tumor sistem saraf pusat (SSP),
Sindrom Kluver-Bucy atau sindrom Kleine-Levin7.

2.3.8 Terapi
Terapi bulimia nervosa terdiri dari berbagai intervensi, termasuk psikoterapi
individual dengan pendekatan kognitif-perilaku, perilaku kelompok, terapi
keluarga, dan farmakoterapi. Karena komorbiditas gangguan mood, gangguan
kecemasan, dan gangguan kepribadian pada bulimia nervosa, klinisi harus
memasukkan gangguan tambahan tersebut dalam rencana pengobatan.
Sebagian besar pasien bulimia nervosa tanpa komplikasi tidak membutuhkan
rawat inap dirumah sakit. Umumnya pasien bulimia nervosa tidak terlalu
merahasiakan gejalanya seperti pada pasien anorexia nervosa. Sehingga terapi
rawat jalan biasanya tidak sulit.

1) Psikoterapi
 Terapi perilaku kognitif  suatu perbaikan perilaku dan desensitisasi
terhadap pikiran dan perasaan yang dimiliki pasien bulimia nervosa tepat
sebelum makan berlebih. Tetapi, banyak pasien bulimia nervosa memiliki
psikopatologi yang melebihi perilaku makan berlebih. Sehingga, pendekatan
psikoterapik tambahan seperti terapi psikodinamik, interpersonal, dan
keluarga dapat sangat bermanfaat.

16
 Psikoterapi Dinamik Pasien diharapkan akan mampu membagi makanan
dalam dua kategori. Makanan yang bergizi dan makanan yang tidak sehat.
Makanan yang dianggap bergizi dimakan dan dipertahankan karena makanan
tersebut secara tidak sadar menyimbolkan “masukan” yang baik. Sedangkan
makanan yang tidak sehat secara tidak sadar dihubungkan dengan “masukan”
yang buruk sehingga dikeluarkan melalui muntah, dengan khayalan tidak
disadari bahwa semua kerusakan, kebencian, dan keburukan sedang
disingkirkan. Pasien mungkin sementara merasa sehat setelah muntah karena
pembuangan yang dikhayalkannya, tetapi perasaan terkait akan “segalanya
baik” berlangsung singkat, karena didasarkan pada kombinasi yang tidak
stabil antara pemisahan dan proyeksi.

2) Farmakoterapi
Medikasi antidepresan dapat menurunkan perilaku makan berlebihan dan
mengeluarkan kembali, terlepas dari adanya gangguan mood. Jadi, untuk
gangguan makan berlebih yang tidak responsif terhadap psikoterapi saja,
antidepresan telah digunakan dengan berhasil. Imipramine (Tofranil),
Despiramine (Norpramin), Trazodone (Desyrel), dan Monoamine Oxidase
Inhibitor (MAOI) telah membantu. Fluoxetine (Prozac) juga merupakan
terapi yang efektif. Pada umumnya, sebagian besar antidepresan efektif pada
dosis yang biasanya diberikan dalam terapi gangguan depresif. Meskipun
demikian, dosis fluoxetine yang efektif untuk mengurangi makan berlebihan
ini dapat lebih tinggi 60 hingga 80 mg/hari daripada dosis yang diberikan
untuk gangguan depresif.
Carbamazepine (Tegretol) dan Lithium (Eskalith) belum menunjukkan
hasil yang mengesankan sebagai pengobatan untuk bulimia nervosa, tetapi
obat tersebut telah digunakan dalam pengobatan pasien bulimia nervosa
dengan gangguan mood komorbid, seperti gangguan bipolar I7.

2.3.9 Prognosis dan Komplikasi


Sedikit yang diketahui tentang perjalanan jangka panjang bulimia nervosa,
sedangkan hasil jangka pendek bervariasi. Secara keseluruhan, bulimia nervosa
tampaknya memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan anoreksia nervosa.

17
Dalam jangka pendek, pasien bulimia nervosa yang mampu menjalani terapi
dilaporkan mengalami 50% perbaikan perilaku makan berlebihan dan
mengeluarkan kembali. Diantara pasien rawat jalan, perbaikan tampaknya
berlangsung lebih dari 5 tahun.
Prognosis bergantung pada keparahan sisa mengeluarkan makanan kembali, yaitu
apakah pasien mengalami ketidakseimbangan elektrolit, dan sampai derajat berapa
seringnya muntah menyebabkan esofagitis, amilasemia, pembesaran kelenjar
saliva, dan karies gigi.
Pada beberapa kasus bulimia nervosa yang tidak diobati, remisi spontan
terjadi dalam 1-2 tahun7.

2.4 Gangguan Makan Berlebih ( Binge Eating Disorder )


2.4.1 Definisi
Gangguan makan berlebih (binge eating disorder) yaitu suatu episode makan
berlebih dimana seseorang akan mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang
sangat besar dalam waktu yang singkat dan merasa diluar kendali/tidak terkontrol
selama makan.
Tidak seperti pasien dengan bulimia nervosa, mereka tidak mencoba untuk
mengeluarkan makanan dengan menginduksi muntah atau menggunakan cara-cara
yang tidak aman lainnya, seperti berpuasa secara berlebihan dan penyalahgunaan
laksatif.
Gangguan makan berlebih (binge eating disorder) bersifat kronis dan dapat
menyebabkan komplikasi yang serius, seperti obesitas, diabetes, hipertensi dan
penyakit kardiovaskular5.

2.4.2 Etiologi
Obesitas semasa kecil dan orang tua yang mengalami obesitas merupakan
faktor risiko spesifik untuk terjadinya Binge Eating Disorder, dan berkaitan
dengan kelainan genetik yang sangat jarang, yaitu mutasi pada gen untuk reseptor
melanokortin 4 11.

2.4.3 Gambaran klinis

18
Terjadi komplikasi fisik Binge Eating Disorder termasuk peningkatan berat
11
badan, dan ruptur lambung (jarang) . Individu dengan Binge Eating Disorder
juga mengalami rasa bersalah, malu dan tertekan akan perilaku makannya, yang
dapat mengakibatkan keadaan perilaku makannya lebih buruk 3.

2.4.4 Diagnosis
Kriteria diagnostik menurut DSM-V yaitu:
A. Episode makan berlebihan yang berulang, ditandai oleh 2 hal berikut ini :
1. Makan, dalam periode waktu yang jelas (misal,dalam tiap periode 2 jam),
jumlah makanan yang jelas lebih besar dibandingkan yang dapat dimakan oleh
sebagian besar orang selama periode waktu yang sama dan dalam situasi yang
sama)
2. Perasaan hilang kendali terhadap makan selama episode ini (misal, perasaan
bahwa ia tidak dapat berhenti makan atau mengendalikan apa dan berapa
banyak yang dimakan)
B. Disertai oleh 3 atau lebih hal berikut :
1. Makan jauh lebih cepat daripada biasa/normal
2. Makan sampai merasa kekenyangan hingga mengganggu
3. Makan sejumlah besar makanan saat tidak merasa lapar secara fisik
4. Makan sendirian karena merasa malu dengan jumlah makanan yang
dikonsumsinya
5. Perasaan benci terhadap diri sendiri, depresi, dan merasa bersalah setelah
makan
C. Terdapat kekhawatiran yang jelas tentang perilaku makan berlebih
D. Perilaku makan tersebut terjadi minimal 2 hari/minggu selama 6 bulan
E. Perilaku makan berlebih tidak disertai dengan penggunaan perilaku
kompensasi yang tidak layak ( laksatif, puasa, olahraga berat ) dan tidak terjadi
selama perjalanan anoreksia nervosa atau bulimia nervosa7.

 Karakteristik BED12
Individu dengan BED mungkin menampilkan beberapa karakteristik perilaku,
emosional dan fisik di bawah ini. Tidak setiap orang yang menderita BED akan
menampilkan semua karakteristik yang terkait, dan tidak setiap orang

19
menampilkan karakteristik ini menderita BED, tetapi ini dapat digunakan sebagai
titik referensi untuk memahami kecenderungan perilaku BED.

 Karakteristik perilaku

 Bukti BED, termasuk hilangnya sejumlah besar makanan dalam periode


waktu yang singkat atau banyak bungkus kosong yang menunjukkan
konsumsi sejumlah besar makanan.
 perilaku makanan Secretive, termasuk makan diam-diam (misalnya,
makan sendirian atau di dalam mobil), mencuri, bersembunyi, atau
menimbunan makanan.
 Gangguan dalam perilaku makan normal, termasuk makan sepanjang hari
dengan tidak ada perencanaan waktu makan; melewatkan jam makan atau
mengambil porsi kecil makanan saat makan teratur; terlibat dalam puasa
sporadis atau diet berulang; dan mengembangkan ritual makanan
(misalnya, hanya makan makanan atau makanan kelompok tertentu
[misalnya, bumbu], mengunyah berlebihan.
 Dapat melibatkan pembatasan ekstrim terhadap makanan (hanya makan
makanan tertentu) dan diet periodik dan / atau puasa.
 Memiliki periode yang tidak terkendali, impulsif, atau terus-menerus
makan.
 Membuat jadwal gaya hidup atau ritual untuk membuat waktu untuk sesi
pesta

 Karakteristik emosional dan Mental

 Mengalami perasaan marah, kecemasan, tidak berharga, atau malu


sebelum makan. Mengadakan pesta merupakan sarana untuk melepaskan
ketegangan atau menghilangkan perasaan negatif.
 Kondisi lain dapat menyertai seperti depresi. Mereka yang BED mungkin
juga mengalami penarikan sosial, kemurungan, dan mudah tersinggung.
 Merasa jijik tentang ukuran tubuhnya.
 Menghindari konflik; mencoba untuk "menjaga perdamaian."

 Pola pikir tertentu dan tipe kepribadian berhubungan dengan gangguan


pesta makan. Ini termasuk:
- Kaku dan tidak fleksibel pola pikir "all or none"

20
- Sebuah kebutuhan yang kuat untuk mengendalikan
- Kesulitan mengekspresikan perasaan dan kebutuhan
- kecenderungan perfeksionis
- Bekerja keras untuk menyenangkan orang lain

 Karakter fisik

 Berat badan bervariasi dari normal, obesitas ringan, sedang, atau berat.

 Berat badan mungkin tekait atau tidak terkait dengan BED. Hal ini
penting untuk dicatat bahwa sementara ada korelasi antara tidur dan
berat badan, tidak semua orang yang kelebihan berat badan atau
memiliki kebiasaan binges merupakan BED.

2.4.5 Terapi
Tujuan terapi pada pasien dengan Binge Eating Disorder yaitu untuk
megurangi perilaku makan berlebihan, memperbaiki gejala gangguan mood dan
rasa cemas yang berkaitan dengan gangguan makan, dan mengurangi berat badan
pada individu yang obesitas. Terapi psikologis seperti cognitive behavioral
therapy dan farmakologis bukan saja efektif mengobati Bulimia Nervosa tetapi
berguna untuk mengurangi frekuensi makan pada pasien dengan Binge Eating
Disorder dan memperbaiki gangguan mood 13.

1. Psikoterapi
Cognitive behavioral therapy (CBT) merupakan tatalaksana psikologis
yang dianggap paling efektif.7 CBT menghasilkan penurunan BED dan masalah
yang berkaitan, seperti depresi; namun tidak ada penurunan berat badan hanya
dengan CBT.7
Psikoterapi interpersonal efektif, namun terapi tersebut lebih
menekankan hubungan interpersonal dibandingkan gangguan utama BED.7 Dalam
dua studi14,15 ditemukan bahwa psikoterapi interpersonal hasilnya lebih rendah
dibandingkan CBT pada akhir terapi, namun pasien psikoterapi interpersonal terus
menunjukkan perbaikan berkelanjutan setiap tahun setelah terapi selesai, sehingga
kesimpulan akhirnya seimbang.16 Berdasarkan teori CBT dan psikoterapi
interpersonal, penekanan fokus terapi pada hubungan interpersonal akan dapat
mempersiapkan individu lebih menyeluruh untuk tantangan kehidupan sosial

21
sehari-hari dibandingkan CBT yang meskipun bekerja cepat, namun hanya fokus
pada gangguan BED saja, sehingga angka relapsnya cukup tinggi.16

2. Farmakoterapi
Beberapa obat seperti selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI),
desipramine, imipramine, topiramate, dan sibutramine memberikan hasil yang
bermakna.4 SSRI yang telah berhasil pada kasus BED termasuk dengan perbaikan
mood meliputi fluvoxamine, citalopram, dan sertraline. Beberapa studi
menunjukkan bahwa terapi SSRI dosis tinggi, seperti fluoxetine 60 – 100 mg,
sering menurunkan berat badan selama pengobatan tetapi kembali naik saat obat
dihentikan.7
Pada bulan Januari 2015, lisdexamfetamine menjadi obat yang pertama (dan
satu-satunya) yang disetujui oleh U.S. Food and Drug Administration untuk
mengobati pasien dengan BED. Lisdexamfetamine dikenal luas sebagai stimulan
sistem saraf pusat dan prodrug dextroamphetamine yang bekerja mengurangi
gejala impulsif, gejala attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) pasien
anak dan dewasa, dengan efek samping mulut kering, gelisah, insomnia,
menurunkan nafsu makan serta gangguan pencernaan. Penelitian
lisdexamfetamine terhadap hampir 1.000 pasien memberikan hasil sangat
bermakna dalam mengurangi frekuensi binge eating, pemikiran obsesif dan
kompulsif terhadap binge eating, dan berat badan. Efek potensiasi
lisdexamfetamine harus diwaspadai sehingga harus dimonitor secara ketat.17

3. Kombinasi Psikoterapi dan Farmakoterapi


Dalam satu studi di Amerika Serikat, kombinasi psikoterapi CBT,
lisdexamfetamine, dan antidepresan generasi kedua membantu pasien BED
mengurangi frekuensi binge eating dan mampu mengontrol keinginan makannya,
serta mengatasi masalah kurang percaya diri. Pasien BED memiliki berbagai
tingkat distres yang terkait dengan pemikiran obsesif dan kompulsif, kekhawatiran
tentang bentuk dan berat badan, dan gejala mood negatif yang dapat dikurangi
dengan kombinasi terapi ini.17 Aktivitas fisik juga menghasilkan penurunan
kejadian BED bila dikombinasikan dengan CBT.7

2.4.6 Prognosis dan Komplikasi

22
Binge Eating Disorder mempunyai tingkat remisi yang tinggi, walaupun
tanpa pengobatan. Juga tidak ada kecenderungan untuk Binge Eating Disorder
beralih ke tipe gangguan makan yang lain11. Serta bisa menyebabkan distress yang
signifikan5.
BED menghasilkan kenaikan berat badan yang mengarah pada obesitas dan
komplikasinya, meliputi diabetes melitus tipe, penyakit jantung, serta masalah
lain pada sistem pencernaan, atau nyeri sendi dan otot . BED umumnya memiliki
komorbiditas psikiatri yang signifikan seperti gangguan bipolar, gangguan
depresi, gangguan cemas, dan pada sejumlah kecil, penyalahgunaan obat yang
berhubungan dengan derajat keparahan BED18.

23
BAB III

DESKRIPSI KASUS

Brenda seorang remaja berusia 16 tahun yang terdiagnosa mengalami


gangguan makan AN (Anorexia Nervosa). Ia dirujuk untuk menemui dokter. Berat
badan ideal dari Brenda adalah 70 kg sementara ketika dirujuk ke dokter, berat
badan Brenda hanya 52 kg. Hanya dalam enam bulan saja sebelum terdiagnosa,
Brenda sudah kehilangan 17,5 kg yang menyebabkan dirinya mengalami masalah-
masalah medis yang cukup parah. Detak jantung dan suhu tubuhnya menjadi
sangat tidak stabil, dan ia berisiko mengalami serangan jantung. Brenda juga
mengalami malnutrisi, kehilangan rambut, dan lanugo pada tangan dan kakinya.
Brenda merupakan anak kedua dari pasangan John dan Judy. Kakak laki-
lakinya adalah Tom yang berusia 20 tahun. Mereka semua tinggal bersama-sama.
Brenda sendiri adalah seorang siswi SMA kelas 1. Tidak ada riwayat masalah
psikologis dalam keluarga inti Brenda, kecuali ayah dan ibunya yang suka
mengkoumsi alkhol saat pertemuan dan pesta. Tetapi, ibu dari John (nenek dari
Brenda) sebelum meninggal lima tahun sebelum Brenda terdiagnosis AN, sempat
terdiagnosis mengalami skizophrenia paranoid. Brenda sangat dekat dengan
neneknya ini. Brenda juga memiliki sejarah penggunaan zat dan masalah
psikologis. Mereka tidak percaya dokter dan menolak untuk diperiksakan ke
dokter, ibu dan kedua anaknya dilaporkan sangat pencemas. Sang ibu terkadang
menjadi depresi, anak pertama seorang pecandu alkohol dan juga sangat
pencemas. Anak kedua memiliki fobia spesifik dan juga seorang pecandu alkohol.
Brenda sendiri juga menggunakan alkohol dan mulai menggunakan
mariyuana semenjak satu tahun sebelum terdiagnosis AN. Ia juga menggunakan
metamphetamine semenjak berusia 15 tahun. Bagi Brenda, saat ia menggunakan
metamphetamine, tujuannya adalah agar mengurangi berat badan sekaligus
merasakan puncak dalam saat yang bersamaan. Namun, saat teman-temannya
berhenti menggunakan metamphetamine, Brenda juga berhenti. Saat ini Brenda
merokok setengah pack dalam sehari dan melakukan pola makan yang restriktif
dengan pola binge dan purge. Brenda merasa depresif dan mudah marah
sepanjang waktu.

24
Pacarnya yang berusia 19 tahun seringkali menyebut Brenda dengan kata-
kata bodoh atau pelacur. Ia dan Brenda terlibat dalam hubungan seksual. Brenda
hanya memiliki sedikit teman, dan ia mulai menghindari teman-temannya saat
gejala-gejala muncul, menyatakan bahwa ia lebih suka makan sendirian. Ia tidak
ingin orang lain tahu bahwa ia sering memuntahkan makanan. Brenda merupakan
seorang siswi SMA swasta dengan nilai-nilai akademis rata-rata. Namun, saat ia
mulai mengalami gejala-gejala, nilai-nilai sekolahnya menurun secara signifikan.
(Krauter & Lock, 2004)

25
BAB IV

KESIMPULAN

1. Anoreksia nervosa (AN) adalah penolakan yang menetap untuk mempertahankan


berat badan minimal atau diatasnya (penurunan berat badan menyebabkan berat
badan lebih rendah 15% dari berat badan ideal) atau kegagalan untuk mencapai
berat yang diharapkan selama masa pertumbuhan. Terjadi ketakutan yang
berlebihan akan terjadi gemuk, meskipun memiliki berat badan yang kurang. dan
tidak mengalami menstruasi selama 3 siklus berturut-turut7.

2. Bulimia Nervosa didefinisikan sebagai makan banyak / berlebihan yang terjadi


secara berulang disertai dengan perasaan diluar kendali dan setelah itu diikuti oleh
rasa bersalah, dan depresi terhadap diri sendiri. Pada gangguan ini akan terjadi
perilaku kompensasi berulang seperti ; muntah yang diinduksi sendiri, pemakaian
laksatif, diuretik, puasa atau latihan yang berat untuk mencegah penambahan berat
badan. Namun, tidak seperti pasien anoreksia nervosa, pasien bulimia nervosa
dapat mempertahankan berat badan yang normal.

3. Gangguan makan berlebih (binge eating disorder) yaitu suatu episode makan
berlebih dimana seseorang akan mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang
sangat besar dalam waktu yang singkat dan merasa diluar kendali/tidak terkontrol
selama makan. Namun berbeda dengan bulimia nervosa, pada gangguan ini tidak
ada perilaku kompensasi.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Academy for Eating Disorder, 2006. Prevalence of Eating Disorders. Austria:


Academy for Eating Disorder. Available from :
http://www.aedweb.org/eating disorders/prevalence.cfm
2. Atmarita, 2005. Nutrition Problems in Indonesia. Jakarta. Available from:
www.gizi.net/download/nutrition problem in Indonesia.pdf [Accessed 11
March 2010].
3. Chavez, M., Insel, T.R., 2007. Eating Disorders: National Institute of Mental
Health’s Perspective. American Psychology, 62(3): 159-166.
4. Tsuboi, K., 2005. Eating Disorders in Adolescence and Their Implications.
Japan of Japan Medical Association 48(3): 123-129.
5. American Psychiatric Association (APA), 2015. Let’s Talk Facts About
Eating Disorders. Available from: http://www.psychiatry.org/patients-
families/eating-disorders/what-are-eating-disorders [Accessed 17 December
2107].
6. Anderson, D. A., Lundgren, J. D., Shapiro, J. R., Paulosky, C. A., 2004.
Assessment of Eating Disorders: Review and Recommendations for Clinical
Use. Behavior Modification 763-782.
7. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. 2015. Kaplan and Sadock’s Synopsis of
Psychiatry. 11th edition. Chapter 15 : 1103-1156.
8. Wonderlich, S.A., Lilenfield, L.R., Riso, L.P., Engel, S., Mitchell, J.E., 2005.
Personality and Anorexia Nervosa. International Journal of Eating
Disorders, 37: S68-S71
9. Fo¨cker M., Knoll S., Hebebrand J. Anorexia nervosa: Eur Child Adolesc
Psychiatry (2013) 22 (Suppl 1):S29–S35
10. Flament, M; Ledoux, S; Jeammet, P; Choquet, M; Simon, Y: A population
study of bulimia nervosa and subclinical eating disorders in adolescence. In:
Steinhausen, HC(ed): Eating Disorders in Adolescence: Anorexia and
Bulimia Nervosa. 21-36. DeGruyter, New York 1995.

27
11. Moore RHS, Wonderlich SA, Walsh BT, Mitchell JE, editors. Developing an
evidence based classification of eating disorders: Scientific findings for DSM-
V. 1st ed.Arlington: American Psychiatric Publ. Inc; 2011.
12. Hudson, J.I., Hiripi, E., Pope, H.G. et al. (2007)The prevalence and correlates
of eating disorders in the National Comorbidity Survey Replication.
Biol.Psychiatry, 61, 348– 358.
13. Kay, J., Tasman, A., 2006. Essentials of Psychiatry. Wiley Interscience
14. Mayo Clinic. Binge eating disorder [Internet]. 2016. Available from:
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/binge-eating-
disorder/home/ovc-20182926
15. Fairburn CG, Jones R, Peveler R, Carr SJ.Three psychological treatments for
bulimia nervosa: A comparative trial. Arch Gen Psychiatr. 1991; 48: 463–9.
16. Hilbert A, Bishop ME, Stein RI, Tanofsky-Kraff M, Swenson AK, Welch RR,
et al. Long-term efficacy of psychological treatments for binge eating
disorder. Br J Psychiatr. 2012;200 (3):232-7
17. Brownley KA, Berkman ND, Peat CM, Lohr KN, Cullen KE, Bann CM, et al.
Binge-eating disorder in adults: A systematic review and meta-analysis. Ann
Intern Med. 2016;165(6):409-20. doi: 10.7326/M15-2455.
18. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of
mental disorder. 5th Ed. “DSM-V”. Washington DC: American Psychiatric
Publ.; 2013. p.350-3

28

Anda mungkin juga menyukai