Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Orang yang menderita pagofobia adalah orang yang takut kalau dirinya akan terluka
karena es, misalnya tergelincir karena es yang licin. Pada kondisi yang parah, seseorang
dengan pagofobia dapat mengurung diri dalam rumah dan tidak keluar sama sekali jika
mereka tahu kalau ada es atau diluar sedang dingin. Pagofobia berasal dari bahasa
yunani “paggos” yang berarti es dan “phobos” yang berarti takut. [1]

Pagofobia biasanya dikarenakan oleh kejadian traumatik dalam kehidupan seseorang.


Pengalaman tersebut secara konstan berhubungan dengan es atau sesuatu yang beku.
Biasanya seseorang yang selalu hidup di daerah beriklim panas dan tiba-tiba pindah di
daerah yang memiliki musim dingin. Kemungkinan mereka akan mengalami kejadian
traumatic seperti sering tergelincir ketika berjalan, atau mengalami “frost bite”. Bisa
juga seseorang mendengarkan pengalaman menyakitkan orang lain dan mereka
menjadi takut kalau mereka akan mengalami hal yang serupa. [1]

Apapun penyebabnya, penderita pagofobia dapat merasakan kecemasan yang sangat


mengganggu dirinya dan menghambat kemampuan mereka dalam bekerja dan
beraktivitas. Gejala yang muncul biasanya bervariasi tiap individu. Beberapa orang
ketika dihadapkan dengan es, akan mulai berkeringat, muncul perasaan tidak nyaman
atau mual muntah. Bagi individu yang sama sekali tidak dapat berkompromi dengan
fobia ini, individu tersebut bias juga mengalami serangan panik. [1]
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut “ diagnostic and statistical manual of mental disorder V” (DSM V), fobia
adalah ketakutan yang mengganggu terhadap suatu objek atau situasi, yang normalnya
tidak membahayakan. Gejala fobia sangat menyusahkan dan dapat menganggu
kehidupan dan aktivitas sosial dari individu tersebut. Fobia yang spesifik adalah
ketakutan yang tidak diinginkan akibat kehadiran dari suatu objek atau situasi yang
spesifik, misalnya ketakutan akan ketinggian, ular, terbang, atau es. DSM V
mengkategorikan fobia spesifik menurut sumber yang ditakutkan. Setiap orang dengan
satu tipe fobia specific sering mempunyai satu tipe spesifik lainnya. [2]

Specific phobia memiliki kemiripan dalam hal diagnosis dengan fobia sosial.
Keduanya dalam situasi yang ditakutkan, sering menimbulkan gejala kecemasan.
Dimana gejala ini muncul secara tiba-tiba dan dapat berubah menjadi serangan panik.
Fobia spesifik bertahan dalam jangka waktu yang lama, menyebabkan reaksi fisik dan
psikis yang mengganggu rutinitas normal sehari-hari, termasuk kemampuan akademik,
atau aktivitas sosial suatu individu. Fobia spesifik menimbulkan suatu ketakutan yang
irasional, persisten yang tidak proposional dengan resiko yang sebenarnya. [3]

Pagofobia umumnya adalah ketakutan terhadap es atau sesuatu yang membeku, seperti
kaca yang membeku, atau jalanan pada saat musim salju. Ketika seseorang menderita
pagofobia, biasanya akan menghidari tempat-tempat yang penuh es. Ketakutan mereka
akan es disebabkan karena kejadian traumatic di masa lalu. Misalnya pernah tergelincir
di jalan licin penuh es, tersedak es batu saat minum. Kejadian-kejadian traumatic ini
dapat membuat seseorang menimbulkan ketakutan yang irasional dan persisten. [1]

Beberapa fobia yang mirip dengan pagofobia adalah, cheimaphobia (ketakutan akan
udara dingin atau musim dingin), cryophobia (takut merasa dingin), frigophobia (takut
membeku). [1]
DIAGNOSIS

Kriteria Diagnosis Fobia Spesifik


A. Rasa takut berlebihan yang nyata, menetap dan tidak beralasan, dicetuskan
oleh adanya atau antisipasi terhadap suatu objek atau situasi spesifik ( cth :
terbang, ketinggian, hewan , disuntik, melihat darah).
B. Pajanan terhadap stimulus fobik hampir selalu mencetuskan respons ansietas
segera, dapat berupa serangan panic terikat secara situasional atau serangan
panic dengan predisposisi situasional.
C. Orang tersebut menyadari bahwa rasa takutnya berlebihan atau tidak
beralasan
D. Situasi fobik dihindari atau dihadapi dengan ansietas maupun penderitaan
yang intens
E. Penghindaran, antisipasi ansietas atau distress pada situasi yang ditakuti
mengganggu fungsi rutin normal, pekerjaan (atau akademik) atau aktivitas
maupun hubungan social secara bermakna, atau terdapat distress yang nyata
karena memiliki fobia ini.
F. Pada seseorang berusia dibawah 18 tahun, durasinya sedikitnya 6 bulan.
G. Ansietas, serangan panic, atau penghindaran fobik yang berkaitan dengan
objek atau situasi spesifik tidak disebabkan gangguan jiwa lain, seperti
gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress pascatrauma, atau gangguan
ansietas perpisahan, fobia social, gangguan panic dengan agoraphobia, atau
agoraphobia tanpa riwayat gangguan panic.

Tabel 1. Kriteria diagnostic fobia spesifik

Diagnosis dari fobia dideskripsikan dalam edisi pertama dari DSM pada tahun 1952
yang mengatakan bentuk yang paling sering muncul adalah takut akan sifilis, kotor,
tempat tertutup, tempat tinggi, tempat terbuka, binatang, dan lain-lain. Pasien mencoba
mengontrol ketakutannya dengan menghindari hal-hal tersebut. Sejak itu tipe fobia
(termasuk fobia sosial, agoraphobia, dan fobia spesifik) lebih di persempit dan lebih
spesifik. Diagnosis dari fobia spesifik mengharuskan adanya ketakutan yang irasional
dengan objek atau situasi yang spesifik, menghindari objek atau situasi, ketakutan
persisten sepanjang waktu, dan gangguan yang signifikan dalam beraktivitas. [2] [3]

Pengertian oleh seorang individu mengenai objek atau situasi yang ditakutkan sangat
dapat membantu diagnosis. Kesadaran akan ketakutan yang irasional mengindikasikan
tilikan yang baik. Fobia spesifik dapat didiagnosis dengan hanya beberapa pertanyaan.
Sebagai contoh, pertanyaan pertama mengenai ketakutan dan keinginan untuk
menghindar, misalnya “pernahkah punya perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan
ketika melihat es?”. Pertanyaan selanjutnya dapat ditanyakan mengenai persisten dan
durasi. Misalnya “ apakah ketakutan ini bertahan samapi sebulan atau bertahun-tahun?”
dapat juga dilanjutkan dengan pertanyaan mengenai mengkonsumsi obat, aktivitas
sosial, dan pekerjaan. [3]

PREVALENSI DAN INSIDEN

Dalam sebuah studi mengenai prevalensi fobia spesifik pada orang dewasa di 25
populasi tahun 1984-2016, didapatkan gambaran prevalensi fobia seumur hidup adalah
7,2%. Di populasi asia timu, variasi geografi rendah, prevalensi kejadian fobia spesifik
di china 2,6%, Jepang 3,4% dan korea 3,8%. [4]

Dalam semua studi, prevelnsi dari fobia spesifik lebih tinggi pada wanita dari pada pria.
Perbedaan yang paling signifika terdapat di Chile, Norwegia, dan Hong kong, dimana
prevalensi wanita 3 kali lebih tinggi dari pria. Dan perbedaan paling rendah di Mexico
dan Puerto Rico. Prevalensi wanita lebih tinggi sesuai dengan “Darwinian
interpretation”, yang mengatakan wanita lebih sering menghindari hal yang
menurutnya dapat membahayakan dengan alasan yang tidak jelas, terutama pada saat
hamil. Namun belum ada penjelasan yang pasti mengenai ratio wanita lebih tinggi di
bandingkan pria. [4]

Tabel 2. Prevalensi seumur hidup mengenai fobia spesifik terhadap 25 jenis populasi
Kemunculan pertama kali dari fobia spesifik dapat terjadi setiap saat dalam rentang
usia seorang individu. Menurut sebuah studi di Baltimore epidemiologi, ketika ditanya
mengenai kemunculan pertama dari suatu fobia, banyak yang menjawab sejak kecil,
menghasilkan insiden paling tinggi kemunculan fobia pertama kali usia dibawah 5
tahun. Penemuan ini konsisten dengan stadium perkembangan awal dari studi
psikopatologi di Jerman (fobia muncul pada usia anak-anak), the National Comorbidity
Survey (onset usia15 tahun), the World Mental Health Survey (onset usia 8 tahun).
Insiden dari fobia spesifik yang baru pada anak perempuan lebih tinggi dari anak laki-
laki, dan mulai menurun pada saat usia remaja (sekitar usia 20 tahun) dan meningkat
lagi ketika usia sekitar 30 tahun pada wanita. Insiden tertinggi wanita muncul saat
sedang usia reproduktif dan saat hamil. Laki-laki dan wanita memiliki puncak insiden
yang terakhir pada usia tua. [4]

Grafik 1. Insiden fobia spesifik berdasarkan onset usia

Ketakutan akan objek spesifik merupakan kejadian yang banyak terjadi di masyarakat.
Contohnya terdapat lebih dari 70% masyarakat di Amerika melaporkan memiliki satu
atau lebih ketakutan yang irasional terhadap suatu objek atau situasi. Prevalensi dari
ketakutan ini ini lebih tinggi dari yang terdiagnosis, dimana membutuhkan keinginan
untuk menghindari hal yang ditakutkan dan kesulitan dalam aktivitas berkaitan dengan
hal yang ditakutkan. Dalam data di Amerika dan Belanda, ditemukan bahwa takut akan
binatang dan ketinggian adalah yang paling sering. [4]

Tabel 3. Prevalensi dari fobia spesifik berdasarkan objek atau situasi yang ditakuti

ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO

Belum ada studi yang khusus membicarakan mengenai faktor resiko dari fobia spesifik.
Studi yang paling berkaitan tentang faktor resiko gangguan kecemasan. Faktor resiko
yang paling penting diketahui adalah jenis kelamin perempuan. Dari studi yang
membandingkan daerah perkotaan dan pedesaan tidak memiliki perbedaan yang
signifikan. [4]

Banyak studi dalam tiga decade terakhir menunjukkan bahwa, fobia lebih mudah
terjadi pada orang yang memiliki anggota keluarga yang juga mengalami fobia. Hal ini
dikarenakan faktor lingkungan yang sama sewaktu masa kanak-kanak. [4]

Fobia spesifik memiliki etiologic yang kompleks dimana faktor seperti tingkat
pendidikan, pengalaman masa lalu, dan biologi. Fobia spesifik dapat muncul akibat
pengalaman yang tramuatik. Misalnya seseorang dapat mengalami pagofobia karena
pernah tergelincir di es dan membentur kepalanya sampai terjadi perdarahan.
Ketakutan juga dapat muncul lewat pengalaman orang lain yang tidak menyenangkan,
misalnya seorang ayah takut akan ketinggian, maka anaknya juga menjadi takut akan
ketinggian, atau menjadi takut berpergian dengan pesawat setelah melihat berita
mengenai kecelakaan pesawat. Beberapa faktor biologis juga dapat menyebabkan fobia
spesifik. Ketika seseorang berhadapan dengan ketakutannya banyak perubahan yang
terjadi dalam tubuhnya. Perubahan pada otak, terjadi pelepasan kortisol, insulin dan
growth hormone; dan meningkatkan detak jantung dan tekanan darah. [3]

Fobia spesifik biasanya menjadi komorbid dengan gangguan kecemasan lainnya seperti
gangguan panik dengan agorafobia. Seorang individu dengan fobia spesifik bisa
mengalami perburukan kualitas hidup yang parah, misalnya sulit melakukan aktivitas
sosial, sulit berkonsentrasi dalam belajar, atau produktivitas dalam pekerjaan menurun.
Mereka akan memiliki gaya hidup yang menghindari stimulus yang dapat membuat
mereka ketakutan. Mayoritas individu dengan fobia spesifik memiliki gangguan
psikiatrik lainnya selama hidup mereka. [3]

A. Farmakoterapi

1. Golongan Trisiklik

Mekanisme kerja : Obat–obat ini menghambat re-uptake aminergic neurotransmitter


(noradrenalin, serotonin, dan dopamine) dan menghambat penghancuran oleh enzim
Monoamine Oxidase sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic neurotransmitter
pada cela sinaps neuron tersebut yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.

- Klomipramin: Dosis lazim : 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan


maksimum dosis 250 mg sehari.

- Imipramin: Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai


maksimum 250-300 mg sehari.

2. Monoamin Oxidase Inhibitors

Monoamin Oxidase Inhibitors digunakan untuk depresi dan gangguan anxietas seperti
fobia sosial, gangguan panik disertai agorafobia dan obsesif kompulsif disorder.
MAOIs menghambat secara irreversibel enzim monoamine oxidase yang berlokasi di
sistem saraf pusat, saluran cerna, dan platelet. MAOIs menghalangi monoamine
oxidase pada dinding saluran cerna yang mana meningkatkan penyerapan dari
tyramine. Tyramine ini dapat meningkatkan tekanan darah.

- Phenelzine (Nardil): 30-60 mg sehari.

- Tranylcypromine (Parnate): 20-40 mg sehari.

3. Selective Seratonin Reuptake Inhibitors/SSRIs

SSRIS menghalangi re-uptake serotonin ke dalam presynaptic saraf terminal.


Digunakan terutama pada pasien gangguan panik yang disertai dengan depresi. SSRIs
lebih disukai karena efek sampingnya lebih sedikit dan tidak terlalu menyebabkan
ketergantungan fisik. SSRIs menjadi first-line pengobatan untuk fobia sosial. Obat
Selective Seratonin Reuptake Inhibitors/SSRIs seperti fluoksetin, sertralin, citalopram,
fluvoxamine, paroxetine.

- Fluoxetine: 100-300 mg/hari

4. Benzodiazepine

Obat anti anxietas benzodiazepine yang bereaksi dengan reseptornya (benzodiazepine


receptor) akan meng-reinforce GABA-ergic neuron sehingga hiperaktivitas dari system
limbic SSP. Golongan Benzodiazepine meerupakan drug of choice dari semua obat
yang mempunyai efek anti anxietas. Bekerja lebih cepat daripada anti depresi, tetapi
bisa menyebabkan ketergantungan fisik dan menimbulkan beberapa efek samping
seperti, rasa mengantuk, gangguan koordinasi dan perlambatan waktu reaksi.

- Alprazolam: 0,25-1 mg/hari

B. Cognitive Behaviour Theraphy (CBT)

Cognitive Behaviour Theraphy (CBT) adalah terapi perilaku kognitif yang


dapat dilakukan sendiri atau dalam bentuk kelompok yang dapat berlangsung sekitar
12 minggu. Penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif (cognitive
behaviour therapy) secara profesional akan sangat efektif. Terapi beberapa macam.
Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru
bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah
dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik
learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih
efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas proses
penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman
belajar yang di dalamnya terdapat respons-respons yang layak, namun belum
dipelajari.

a. Desensitisasi

Terapi perilaku dengan cara Desensitisasi (memperkenalkan atau


mendekatkan kepada objek/situasi yang ditakuti secara bertahap mulai dari ringan
sampai pada situasi yang paling ditakuti) atau melalui latihan berulang-ulang, latihan
di rumah (homework) dan latihan relaksasi.

Dalam metode ini, pertama-tama klien diajarkan keterampilan relaksasi


untuk mengontrol rasa takut dan kecemasan untuk fobia spesifik. Klien dianjurkan
menggunakannya untuk bereaksi terhadap situasi dan kondisi sedang ketakutan.
Tujuan dari proses ini adalah bahwa seorang individu akan belajar untuk menghadapi
dan mengatasi phobianya, yang kemudian mampu mengatasi rasa takut dalam
phobianya.

Afif Kurniawan, dari psikoligi Universitas Airlangga melakukan


penelitian tentang proses desensitisasi terhadap subjek yang mengalami gangguan
fobia spesifik, dalam hal ini adalah animal type, yaitu kucing. Setelah melakukan
serangkaian proses pemeriksaan psikologis dan fisiologis, subjek akan mulai
berhadapan dengan objek fobi melalui hirarki kecemasan yang disusunnya bersama
terapis. Sekitar 10-20 hirarki akan tersusun mulai dari tingkat terendah hingga tingkat
sangat menakutkan untuk subjek. Melalui proses in vivo desensitization, subjek akan
belajar menggantikan respon kecemasannya dengan relaksasi sehingga secara perlahan
ketakutannya terhadap objek fobi akan berkurang dan kemampuan dalam menghadapi
objek fobi akan meningkat. Hasil tersebut akan dilihat berdasarkan pemeriksaan fisik
dan psikologis yang dilakukan di akhir sesi.

Proses pelaksanaan yang dilakukan menunjukkan bahwa penggunaan


desensitisasi sistematis secara signifikan mampu mengurangi kecemasan pada kedua
subjek saat berhadapan dengan objek fobi. Namun demikian, terdapat perbedaan-
perbedaan kemajuan yang bersifat subjektif antara kedua subjek, yang mempengaruhi
kecepatan subjek untuk meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi objek fobi.

b. Exposure

Terapi perilaku kognitif dengan cara Exposure (membawa pasien


langsung pada situasi yang ditakutinya), atau melalui feedback videotape atau dengan
fantasi, cukup menolong beberapa individu yang takut bicara di depan umum dan
bentuk fobia lainnya. Terapi perilaku eksposur berbasis telah digunakan selama
bertahun-tahun untuk mengobati fobia spesifik. Orang yang secara bertahap
menemukan objek atau situasi yang ditakuti, mungkin pada awalnya hanya melalui
gambar atau kaset, kemudian tatap muka. Seringkali terapis akan menemani seseorang
ke situasi takut untuk memberikan dukungan dan bimbingan.

Metodenya dengan memaparkan pasien pada situasi dengan harapan muncul


kemampuan menghadapi respon (coping) yang akan mengurangi mengurangi tingkat
kecemasannya. Sehingga pasien bisa belajar dengan menciptakan coping strategy
terhadap keadaan yang bisa menyebabkan kecemasan perasaan dan pikiran. Coping
strategy ini dipakai untuk mengontrol situasi, diri sendiri dan yang lainnya untuk
mencegah timbulnya kecemasan.

c. Modifikasi Perilaku & Terapi Psikososial

Menggunakan teknik perubahan perilaku yang empiris untuk memperbaiki


perilaku, seperti mengubah perilaku individu dan reaksi terhadap rangsangan melalui
penguatan positif dan negatif. Salah satu cara untuk memberikan dukungan positif
dalam modifikasi perilaku dalam memberikan pujian, persetujuan, dorongan, dan
penegasan; rasio lima pujian untuk setiap satu keluhan yang umumnya dipandang
sebagai efektif dalam mengubah perilaku dalam cara yang dikehendaki dan bahkan
menghasilkan kombinasi stabil.

Keluarga pasien dengan gangguan panik mungkin menjadi terganggu selama


perjalanan serangan panik, sehingga keluarga perlu untuk diarahkan agar bisa
menerima keadaan pasien.

d. Flooding (Banjir)

Flooding adalah teknik psikoterapi yang digunakan untuk mengobati fobia. Ini bekerja
dengan mengekspos pasien pada keadaan yang menakutkan mereka. Misalnya
ketakutan pada laba laba (arachnophobia), pasien kemudian dikurung bersama
sejumlah laba laba sampai akhirnya sadar bahwa tidak ada yang terjadi.

Banjir ini diciptakan oleh psikolog Thomas Stampfl pada tahun 1967. Flooding adalah
bentuk pengobatan yang efektif untuk fobia antara lain psychopathologies. Bekerja
pada prinsip-prinsip pengkondisian klasik-bentuk pengkondisian Pavlov klasik-di
mana pasien mengubah perilaku mereka untuk menghindari rangsangan negatif.

Tehnik Terapi flooding, yaitu:

1. Mencari stimulus yang memicu gejala gejala

2. Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan


perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.

3. Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa


disertai celaan atau judgement oleh terapis.

4. Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami


klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin
dihindarinya, dan

5. Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri
klien.

e. Latihan relaksasi
Relaksasi menghasilkan efek fisiologis yang berlawanan dengan kecemasan yaitu
kecepatan denyut jantung yang lambat, peningkatan aliran darah perifer, dan stabilitas
neuromuscular. Berbagai metode relaksasi telah dikembangkan, walaupun beberapa
diantaranya, seperti yoga dan zen, telah dikenal selama berabad-abad.

Sebagian besar metode untuk mencapai relaksasi didasarkan pada metode yang
dinamakan relaksasi progresif. Pasien merelaksasikan kelompok otot-otot besarnya
dalam urutan yang tertentu, dimulai dengan kelompok otot kecil di kaki dan menuju ke
atas atau sebaliknya. Beberapa klinisi menggunakan hypnosis untuk mempermudah
relaksasi atau menggunakan tape recorder untuk memungkinkan pasien
mempraktekkan relaksasi sendiri.

Khayalan mental atau mental imagery adalah metode relaksasi dimana pasien
diinstruksikan untuk mengkhayalkan diri sendiri di dalam tempat yang berhubungan
dengan rasa relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan pasien
memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi seperti yang dinamakan oleh Benson,
respon relaksasi.

Pada terapi perilaku kognitif, kemungkinan relaps kecil jika dihentikan karena active
coping dan adanya dorongan yang menumbuhkan kepercayaan diri pasien. Kombinasi
terapi farmakologik dan terapi perilaku kognitif bisa memberikan perbaikan lebih
bermakna khususnya pada pasien dengan gangguan berat dengan hendaya cukup
tinggi.
BAB III

KESIMPULAN

Pagofobia merupakan salah satu jenis fobia spesifik yang jarang di dapati dalam
masyarakat. Individu yang mengalami pagofobia memiliki ketakutan akan es atau
sesuatu yang membeku. Misalnya seseorang takut akan permukaan jalan yang
membeku pada musim dingin, ia takut akan tergelincir dan mengalami cedera kepala
yang parah.

Seseorang dapat mengalami pagofobia karena pengalaman menyakitkan yang dialami


diri sendiri maupun orang lain walaupun dirinya belum pernah mengalami hal itu.
Terapi terhadap fobia spesifik yang terutama adalah terapi perilaku yaitu terapi
pemaparan (exposure therapy). Penggunaan anti ansietas yaitu untuk terapi jangka
pendek.

Anda mungkin juga menyukai