Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Sering terlihat anak-anak yang tidak mau ditinggal oleh ibunya ketika
diantar ke sekolah, mereka menempel pada ibunya dan menolak setiap upaya
untuk menempatkan mereka ke sekolah. Pemandangan itu telah begitu umum,
bahwa banyak orang menganggap hal itu menjadi bagian integral dari
pertumbuhan anak. Tidak ada yang suka pergi ke sekolah dan perilaku ini bisa
dimengerti. Tapi ada beberapa anak-anak yang tidak tahan untuk melihat orang
tua mereka keluar dari pandangan. Adegan ini tidak hanya di depan sekolah,
tetapi juga ketika orang tua pergi untuk bekerja atau contoh-contoh seperti
ketika anak itu ditinggalkan. Sementara kebanyakan orang tua mengabaikan
insiden tersebut sebagai bagian alami dari pertumbuhan anak. Namun kasus ini
penting untuk dinilai dan mempertimbangkannya.1,2
Meskipun kebanyakan anak-anak segera cenderung lupa bahwa orang
tua mereka tidak dekat mereka dan bergabung dengan lingkungan sekitar
mereka, ada beberapa yang menderita gangguan kecemasan pemisahan. Anak-
anak seperti ini akan terus merenung dan menampilkan rasa ketakutan untuk
diri mereka sendiri dan orang yang mereka cintai. Jika kita memberikan nasihat
yang tapat kepada anak, anak dapat mengatasi rasa takut ini. Namun, jika kita
mengabaikannya, maka kondisi ini dapat memiliki efek pada perkembangan
anak dan pandangan masa depan. 1,2,3
Gangguan cemas merupakan representasi dari salah satu masalah
psikiatrik pada anak dan dewasa muda yang paling sering pada masa kini.
Walaupun gangguan cemas perpisahan dikenal sebagai masalah pada masa
kanak-kanak, namun sekarang gangguan lain seperti gangguan cemas
menyeluruh, fobia social, fobia spesifik, dan gangguan panik juga dapat muncul
pada masa kanak-kanak dan dewasa muda. Penelitian yang meneliti mengenai

1
penyebab, penanganan dan perjalanan dari gangguan cemas sangatlah banyak
dalam beberapa tahun belakangan ini. Kemajuan yang signifikan dalam hal ini
termasuk penanganan farmakologi, dan perkembangan intervensi psikososial.1,2
Factor komorbid sangat sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda pada
masa kini. Dalam studi terkini , anak-anak (usia 8-13 tahun) yang mempunyai
diagnosis gangguan cemas, 79 persen dari total keseluruhan sampel, memiliki
komorbid untuk gangguan cemas, mood dan tingkah laku. Fobia spesifik, fobia
social, dan gangguan cemas menyeluruh adalah diagnosis yang paling sering.
Berturut-turut 46 persen, 34 persen, dan 29 persen. Sebuah studi baru-baru ini
menunjukkan bahwa, anak-anak dengan diagnosis primer gangguan kecemasan
umum, gangguan kecemasan pemisahan, atau fobia sosial, anak-anak dengan
gangguan kecemasan pemisahan memiliki jumlah paling tinggi dari diagnosis
komorbiditas dan bahwa gangguan suasana hati lebih sering terjadi pada anak-
anak dengan gangguan kecemasan umum dan fobia sosial.1,2
Mungkin sebagai fungsi tingkat komorbiditas yang tinggi dan kebutuhan untuk
meningkatkan ukuran sampel, adalah umum untuk penelitian yang memeriksa
anak-anak dan remaja dengan gangguan kecemasan untuk memasukkan anak-
anak dari lebih dari satu diagnosis kecemasan. Sebuah tinjauan dari penelitian
yang ada mengungkapkan bahwa banyak penelitian termasuk anak-anak dengan
gangguan kecemasan umum, gangguan kecemasan pemisahan, dan fobia sosial
dalam sampel keseluruhan mereka. Studi anak-anak dengan fobia spesifik dan
gangguan panik lebih mungkin untuk memasukkan hanya satu kategori
diagnostik dalam sampel mereka.1,2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Gangguan kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) adalah
bentuk kecemasan berlebihan yang dialami anak ketika berpisah dari orang-
orang yang dekat dengannya (major attachment figure), misalnya ibu, atau
ketika jauh dari rumah. Diperkirakan bahwa beberapa jenis gangguan
kecemasan masa kanak-kanak mempengaruhi hingga 10% dari anak usia
sekolah.1,2
Keengganan atau penolakan untuk pergi ke sekolah termasuk ke dalam
gangguan kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) karena pada
gangguan school refusal ini gejala yang muncul adalah rasa khawatir, cemas
dan takut yang berlebihan yang dialami anak ketika harus pergi ke sekolah,
karena ketika ia pergi ke sekolah berarti berpisah dari ibu atau jauh dari rumah.2
Beberapa tahap kecemasan berpisah adalah normal dan dialami hampir
setiap anak-anak, khususnya pada anak yang sangat kecil. Sebaliknya,
gangguan kecemasan berpisah adalah kegelisahan berlebihan yang melebihi apa
yang diharapkan untuk tingkat perkembangan anak. Kecemasan berpisah
dipertimbangkan sebagai gangguan jika berlangsung setidaknya sebulan dan
menyebabkan gangguan yang sangat berarti atau merusak fungsi. Durasi pada
gangguan tersebut menggambarkan keparahannya.1,2,3
Suatu tingkat cemas perpisahan (separation anxiety) adalah fenomena
yang universal, dan merupakan bagian yang diperkirakan pada perkembangan
anak yang normal. Bayi menunjukkan cemas perpisahan dalam bentuk cemas
terhadap orang asing (stranger anxiety) pada usia kurang dari 1 tahun jika bayi
dan ibunya dipisahkan. Beberapa cemas perpisahan juga normal pada anak-
anak kecil yang masuk sekolah untuk pertama kalinya. Tetapi, gangguan cemas
perpisahan, ditemukan jika secara perkembangannya adalah tidak sesuai dan
kecemasan yang berlebihan timbul dalam hal perpisahan dari tokoh perlekatan

3
yang utama. Penghindaran sekolah (school avoidance) dapat terjadi. Menurut
Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-
IV), gangguan cemas perpisahan memerlukan adanya sekurangnya tiga gejala
yang berhubungan dengan kekhawatiran berlebihan tentang perpisahan dari
tokoh perlekatan utama. Ketakutan mungkin mengambil bentuk penolakan
sekolah, ketakutan dan ketegangan akan perpisahan, keluhan berulang gejala
fisik tertentu seperti nyeri kepala dan nyeri perut jika akan dihadapi perpisahan,
dan mimpi buruk tentang masalah perpisahan. Kriteria diagnostic DSM-IV
memasukkan durasi sekurangnya empat minggu dan onset sebelum usia 18
tahun.2,3,4,5
Gangguan cemas perpisahan adalah gangguan kecemasan satu-satunya
yang sekarang dimasukkan dalam bagian anak-anak dan remaja dalam DSM-
IV. Sebaliknya, bagian anak dan remaja dalam DSM edisi ketiga yang direvisi
(DSM-III-R) memasukkan gangguan cemas berlebihan (over-anxious disorder)
dan gangguan menghindar (avoidant disorder) pada masa anak-anak atau masa
remaja sebagai tambahan gangguan cemas perpisahan. Dalam DSM-III-R,
gangguan cemas berlebihan ditandai oleh kecemasan yang berlebihan yang
tidak berhubungan dengan masalah perpisahan. Anak-anak dengan gejala yang
konsisten dengan gangguan cemas berlebihan sekarang dicakup oleh kategori
dewasa gangguan kecemasan umum (generalized anxiety disorder) dalam
DSM-IV. Dalam kategori DSM-III-R gangguan menghindar masa anak-anak
atau remaja, anak menunjukkan hubungan yang hangat dan memuaskan dengan
anggota keluarga tetapi menghindari kontak dengan orang yang tidak dikenal;
tidak ditemukan kategori diagnostik yang sejajar dalam bagian masa anak-anak
dari DSM-IV. Anak-anak dengan gejala gangguan menghindar memenuhi
kriteria diagnostic DSM-IV untuk fobia sosial, yang juga digunakan untuk
dewasa. Anak-anak dan remaja mungkin juga menunjukkan gangguan cemas
yang digambarkan dalam bagian dewasa DSM-IV, termasuk fobia spesifik,
gangguan panik, gangguan obsesif kompulsif, dan gangguan stress
pascatraumatik.4,5,6,7,8

4
2. Epidemiologi
Gangguan cemas perpisahan adalah lebih sering terjadi pada anak kecil
dibandingkan remaja dan dilaporkan terjadi sama seringnya pada anak laki-laki
dan anak perempuan. Onset dapat terjadi pada tahun-tahun prasekolah tetapi
yang tersering ditemukan pada usia 7 sampai 8 tahun. Prevalensi gangguan
cemas perpisahan diperkirakan 3 sampai 4 persen dari semua anak usia sekolah
dan 1 persen dari semua remaja.7,8

3. Etiologi
Faktor Psikososial
Anak kecil, imatur dan tergantung pada tokoh ibu, adalah yang terutama
rentan terhadap kecemasan yang berhubungan dengan peprisahan. Karena anak
mengalami urutan ketakutan perkembangan – takut kehilangan ibu, takut
kehilangan cinta ibu, takut cedera tubuh, takut akan impulsnya, dan takut akan
cemas hukuman (punishing anxiety) dari superego dan rasa bersalah – sebagian
besar anak mengalami cemas perpisahan didasarkan pada salah satu atau lebih
ketakutan-ketakutan tersebut. Tetapi, gangguan cemas perpisahan terjadi jika
anak memiliki ketakutan yang tidak sesuai akan kehilangan ibu. Dinamika yang
sering adalah penyangkalan dan pengalihan perasaan kemarahan anak terhadap
tokoh orangtua kepada lingkungan, yang selanjutnya menjadi sangat
mengancam. Rasa takut akan luka terhadap diri sendiri dan bahaya pada salah
satu orang tua adalah preokupasi yang menetap; anak dapat merasa aman dan
yakin hanya dengan kehadiran orang tua. Sindrom sering ditemukan pada masa
anak-anak, terutama dalam bentuk ringan yang tidak mencapai tempat periksa
dokter. Hanya jika gejala menjadi ditegakkan dan mengganggu adaptasi umum
anak dalam kehidupan keluarga, teman sebaya, dan sekolah, mereka datang
untuk mendapatkan perhatian professional.8,9,10
Pola struktur karakter pada banyak anak dengan gangguan adalah
berhati-hati, hasrat untuk menyenangkan, dan kecenderungan ke arah

5
kecocokan. Keluarga cenderung erat dan mengasuh, dan anak sering tampak
manja atau sasaran perhatian orang tua secara berlebihan.4,6
Stres kehidupan luar sering bersamaan dengan perkembangan
gangguan. Kematian seorang sanak saudara, penyakit pada anak, perubahan
lingkungan anak, atau pindah ke rumah baru atau sekolah baru sering kali
ditemukan dalam riwayat anak dengan gangguan.4,5

Faktor Belajar
Kecemasan fobik dapat dikomunikasikan dari orangtua kepada anak-
anak dengan modeling langsung. Jika orangtua penuh ketakutan, anak
kemungkinan memiliki adaptasi fobik terhadap situasi baru, terutama pada
lingkungan sekolah. Beberapa orangtua tampaknya mengajari anak-anaknya
untuk cemas dengan melindungi mereka secara berlebihan (overprotecting) dari
bahaya yang diharapkan atau dengan membesar-besarkan bahaya. Sebagai
contoh, orang tua yang ngeri di ruangan selama kilatan cahaya mengajarkan
anaknya untuk melakukan hal yang sama. Orangtua yang ketakutan terhadap
tikus atau serangga menyampaikan afek takut kepada anaknya. Sebaliknya,
orangtua yang menjadi marah pada anak selama awal permasalahan fobik
tentang binatang dapat menanamkan permasalahan fobik pada anak-anak
dengan intensitas kemarahan yang diekspresikan.9,10,11

Faktor Genetik
Intensitas nama cemas perpisahan dialami oleh anak individual
kemungkinan memiliki dasar genetik. Penelitian keluarga telah menunjukkan
bahwa keturunan biologis dari orang dewasa dengan gangguan kecemasan
adalah rentan terhadap gangguan cemas perpisahan pada masa anak-anak.
Orang tua yang memiliki gangguan panik dengan agorafobia tampaknya
memiliki risiko tinggi untuk memiliki anak dengan gangguan cemas
perpisahan. Gangguan cemas perpisahan dan depresi pada anak-anak adalah

6
bertumpang tindih, dan beberapa klinisi memandang gangguan cemas
perpisahan sebagai varian dari gangguan depresif.10,11,12

Faktor Predisposisi
Beberapa tekanan hidup, seperti kematian seorang keluarga, teman, atau
binatang peliharaan atau pindah wilayah atau pindah sekolah, bisa memicu
gangguan tersebut. Genetika yang mudah terkena kegelisahan juga umumnya
memainkan sebuah peranan kunci. Gangguan ini bisa terjadi karena mungkin
anak terlalu medapatkan perhatian lebih dari anda, sehingga ia terlanjur merasa
nyaman dalam “pelukan” dan perhatian. Sehingga saat anak harus menunjukkan
eksistensi dirinya di lingkungan, ia menjadi merasa tidak nyaman. Apalagi
harus ditinggal oleh orang tua. Selain memang diri si anak yang mungkin
cenderung tidak "eksploratif," peran pengasuhan orangtua memegang
kontribusi yang luar biasa besar. Biasanya, anak dengan gangguan kecemasan
berpisah dibesarkan oleh orangtua dengan gangguan kecemasan yang sama.
Orangtua yang terlalu melindungi anaknya, orangtua yang terlalu overprotektif,
atau keluarga dengan budaya yang terlalu akrab biasanya rentan pada
pengasuhan anak yang dapat menimbulkan gangguan kecemasan berpisah. pada
anak-anak dengan karakteristik seperti anak tunggal, anak bungsu, anak laki-
laki/perempuan satu-satunya di keluarga, anak pertama meninggal sehingga
anak kedua jadi harapan keluarga, anak yang lahir dengan susah payah
(misalnya bayi tabung) menyebabkan orangtua berpotensi menjadi
"over".10,11,12,13,14

Faktor Presipitasi
Jika keluarga baru saja pindah ke lingkungan baru atau kota atau jika
baru saja mengalami perceraian, kecemasan pemisahan dapat dipicu pada anak
bahkan jika ia tidak pernah mengalaminya sebelumnya Anak dengan gangguan

7
ini mengalami gangguan hebat ketika dipisahkan dari rumah atau dari orang
yang mereka sayangi.13,14

4. Psikodinamika dan Patopsikologi


Dari perspektif psikodinamika, kecemasan merefleksikan energi yang
dilekatkan kepada konflik-konflik tak sadar dan usaha ego untuk
membiarkannya tetap terepresi. Psikoanalisis tradisional menyadarkan bahwa
kecemasan merupakan simbolisasi dari konflik dalam diri. Dengan adanya
simbolisasi ini ego dapat dibebaskan dari menghabiskan energi untuk
melakukan represi. Dengan demikian ego dapat memberi perhatian lebih
terhadap tugas-tugas yang lebih kreatif dan memberi peningkatan. Begitu juga
dengan yang modern, akan tetapi yang modern lebih menjajaki sumber
kecemasan yang berasal dari keadaaan hubungan sekarang daripada hubungan
masa lampau. Selain itu mereka mendorong klien untuk mengembangkan
tingkah laku yang lebih adaptif.14,15
Ketakutan itu mungkin berpusat pada apa yang mungkin terjadi dengan
individu yang berpisah dengan anak itu (misalnya orang tua akan meninggal,
atau tidak kembali karena satu alasan lain) atau apa yang terjadi dengan anak
itu bila terjadi perpisahan (ia akan hilang, diculik, disakiti, atau dibunuh).
Karena alasan tersebut, anak itu enggan dipisahkan dari orang lain, dan
mungkin karena itulah ia tidak mau tidur sendirian tanpa ditemani atau
didampingi oleh tokoh kesayangannya atau tidak mampu meninggalkan rumah
tanpa disertai orang lain. Dalam beberapa kasus, anak mungkin mengeluh
terhadap simtom-simtom fisik (misalnya, rasa mual, sakit kepala, sakit perut,
muntah-muntah, dsb) atau tidak mau pergi kesekolah semata-mata karena takut
akan terjadinya perpisahan bukan karena alasan lain, seperti kekhawatiran akan
peristiwa-peristiwa di sekolah. Selain masalah itu, gangguan rasa cemas akan
perpisahan dapat menganggu dan memperlambat perkembangan social anak
karena ia tidak mengembangkan independentsi atau belajar bergaul dengan
teman-teman sebayanya. Selanjutnya bila anak dipisahkan (ditinggalkan), ia

8
tidak dapat berfungsi dengan baik karena ia tercekam oleh rasa takut terhadap
apa yang terjadi dengan dirinya atau terhadap orang-orang yang berpisah
dengannya. Meskipun ia berada bersama dengan orang-orang yang penting bagi
dirinya, tetapi fungsi anak itu bisa terganggu karena adanya kecemasan
antisipatori terhadap kemungkinan terjadinya perpisahan. Karena merasa sedih
yang berlebihan, maka anak itu akan menangis, mengadat, merana, apatis, atau
mengundurkan diri secara social pada saat sebelum atau sesudah
berlangsungnya perpisahan dengan tokoh yang penting atau akrab
dengannya.15,16,17,18

5. Manifestasi Klinis
Anak dengan gangguan ini mengalami gangguan hebat ketika
dipisahkan dari rumah atau dari orang yang mereka sayangi. Mereka seringkali
perlu tahu dimana orang - orang dan terlalu sibuk dengan rasa takut bahwa
sesuatu yang mengerikan akan terjadi baik terhadap mereka atau terhadap orang
yang mereka kasihi. Bepergian sendiri membuat mereka tidak nyaman dan
mereka bisa menolak untuk datang ke sekolah atau kemah atau untuk
mengunjungi rumah teman. Beberapa anak tidak bisa tinggal sendirian di dalam
sebuah ruangan, melekat pada orang tua atau membuntuti orangtua di sekitar
rumah.4,5,8,
Kesulitan pada waktu tidur adalah sering terjadi. Anak dengan
gangguan kecemasan berpisah bisa mendesak seseorang tetap tinggal di
ruangan sampai mereka tertidur. Mimpi buruk bisa memperlihatkan ketakutan
anak tersebut, seperti kerusakan pada keluarga melalui kebakaran atau bencana
alam.1,3
Gangguan kecemasan adalah suatu kondisi yang ditandai dengan
perasaan ketakutan atau ekstrim kecemasan. Hal ini dapat memanifestasikan
dirinya secara fisik dengan berkeringat, mempercepat denyut jantung atau
palpitasi, hiper-ventilasi, dan sejumlah gejala lain. Bisa berakibat pula pada
prestasi belajarnya atau interaksi dengan lingkungan sekitarnya Anak yang

9
susah berpisah dengan pengasuh, anak takut atau enggan ke sekolah, atau anak
yang tidak mau keluar rumah.1,3,4
Anak- anak dengan gangguan ini cenderung terikat pada orang tua dan
mengikuti kemana pun mereka berada di lingkungan rumahnya. Anak- anak itu
dapat mengemukakan kecemasan tentang kematian dan memaksa seseorang
untuk menemani mereka saat mereka tidur. Ciri lain dari gangguan ini
mencakup mimpi buruk, sakit perut, mual dan muntah ketika mengantisipasi
perpisahan (seperti pada hari- hari sekolah, memohon agar orang tua tidak pergi
bekerja, atau temper trantum bila orang tua kan pergi. Anak- anak ini dapat
menolak pergi ke sekolah karena takut bahwa sesuatu akan terjadi pada orang
tua ketika mereka pergi.1,4
Ciri penting dari gangguan cemas perpisahan adalah kecemasan yang
ekstrem yang dicetuskan oleh perpisahan dari orangtua, rumah, dan lingkungan
yang dikenal. Kecemasan anak dapat mendekati teror atau panik. Penderitaan
lebih besar dibandingkan yang normalnya diharapkan menurut tingkat
perkembangan anak dan tidak dapat dijelaskan oleh adanya gangguan lain. Pada
banyak kasus gangguan adalah suatu jenis fobia, walaupun permasalahan fobik
merupakan sesuatu yang umum dan tidak berhubungan dengan objek simbolik
tertentu. Karena gangguan berhubungan dengan masa anak-anak, maka
gangguan tidak dimasukkan dalam fobia masa dewasa, yang memerlukan
strukturalisasi kepribadian yang jauh lebih besar.1,2,3,4
Ketakutan, preokupasi, dan ruminasi morbid adalah karakteristik dari
gangguan cemas perpisahan. Anak-anak dengan gangguan merasa ketakutan
bahwa seseorang yang dekat dengannya akan terluka atau bahwa sesuatu yang
menakutkan akan terjadi pada mereka jika mereka jauh dari tokoh penting yang
mengasuh. Banyak anak takut bahwa mereka atau orangtuanya akan mengalami
kecelakaan atau menjadi takut. Rasa takut akan tentang kehilangan dan akan
diculik dan tidak pernah menemukan lagi orangtuanya adalah sering
ditemukan.1,3

10
Remaja mungkin tidak secara langsung mengekspresikan kecemasan
tentang perpisahan dari tokoh ibu. Tetapi pola perilaku mereka masih sering
mencerminkan cemas perpisahan di mana mereka mengekspresikan
ketidaknyamanan untuk meninggalkan rumah, terlibat dalam aktivitas
sendirian, dan terus menggunakan tokoh ibu sebagai penolong dalam membeli
pakaian dan memasuki aktivitas sosial dan rekreasional.1,3,4
Gangguan cemas perpisahan pada masa anak-anak sering
dimanifestasikan pada pikiran bepergian atau dalam perjalanan bepergian dari
rumah. Anak-anak mungkin menolak pergi berkemah, ke sekolah baru, atau
bahkan ke rumah seorang teman. Seringkali, ada kesinambungan antara
kecemasan antisipatorik ringan dan kecemasan pervasif setelah terjadi
perpisahan dari tokoh yang penting dan kecemasan pervasif setelah terjadi
perpisahan. Tanda pramonitorik adalah iritabilitas, kesulitan makan, merengek,
tinggal sendirian di ruangan, menggendong ke orangtua, dan mengikuti
orangtua kemana saja. Seringkali, jika keluarga pindah, anak menunjukkan
kecemasan perpisahan dengan menggendong terus kepada tokoh ibu. Kadang-
kadang cemas relokasi geografik (geographic relocation anxiety) diekspreikan
dalam perasaan kerinduan akan rumah yang akut atau gejala psikologis yang
timbul jika anak jauh dari rumah atau pergi ke tempat yang baru. Anak-anak
ingin pulang ke rumah dan menjadi asyik dengan khayalan tentang betapa lebih
baiknya rumah yang lama. Integrasi ke dalam situasi hidup yang baru menjadi
sangat sulit.1,2,3,4,5
Kesulitan tidur sering ditemukan dan mungkin mengharuskan seseorang
menemani anak-anak sampai mereka tertidur. Anak-anak sering pergi ke tempat
tidur orangtua atau bahkan tidur di pintu orangtua jika ruang tidur terkunci bagi
mereka. Mimpi buruk dan ketakutan morbid adalah ekspresi lain dari
kecemasan.2,3
Ciri penyerta adalah ketakutan akan kegelapan dan ketakutan yang
dikhayalkan dan aneh. Anak-anak mungkin melihat mata memandang pada diri

11
mereka dan menjadi asyik dengan tokoh atau monster mitos yang akan
mengambil mereka dari tempat tidurnya.2
Kebanyakan anak menuntut dan mengganggu ke dalam hubungan orang
dewasa dan memerlukan perhatian terus-menerus untuk menghilangkan
kecemasan mereka. Gejala timbul jika perpisahan dari tokoh orang tua yang
penting menjadi diperlukan. Jika perpisahan diancamkan, banyak anak dengan
gangguan tidak mengalami kesulitan interpersonal. Tetapi, mereka mungkin
terlihat sedih dan mudah menangis. Mereka kadang-kadang mengeluh bahwa
mereka tidak dicintai, mengekspresikan keinginan untuk mati, atau mengeluh
bahwa sanak saudara mereka adalah lebih disukai daripada mereka. Mereka
seringkali menunjukkan gejala gastrointestinal mual, muntah, dan nyeri perut
dan mengalami rasa sakit pada berbagai bagian tubuh, sakit tenggorok, dan
gejala mirip flu. Pada anak-anak yang lebih besar, dilaporkan gejala
kardiovaskular dan respirasi yang tipikal berupa palpitasi, pusing, pingsan dan
tercekik.2,3
Gangguan kecemasan yang paling sering bersamaan dengan gangguan
cemas perpisahan adalah fobia spesifik, yang terjadi pada kira-kira sepertiga
dari semua kasus gangguan emas perpisahan yang dirujuk.2

6. Diagnosis 1,2,3,4,5,6
Gangguan kecemasan akan perpisahan (separation anxiety disorder)
didiagnosis jika kecemasan akan perpisahan tersebut persisten dan berlebihan
atau tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Jadi, anak usia 3 tahun
seharusnya dapat mengikuti kegiatan prasekolah tanpa merasa mual dan muntah
karena cemas. Anak usia 6 tahun seharusnya dapat mengikuti sekolah dasar
tanpa rasa ketakutan yang terus- menerus bahwa sesuatu yang buruk akan
terjadi kepadanya atau orang tuanya
Untuk memenuhi kriteria diagnostik, menurut DSM-IV, gangguan harus
ditandai oleh tiga dari empat gejala berikut untuk sekurangnya empat minggu :

12
1. Ketakutan persisten dan berlebihan tentang kehilangan atau
kemungkinan bahaya yang jatuh pada tokoh perlekatan yang utama;
2. Ketakutan yang persisten dan berlebihan bahwa peristiwa yang tidak
diharapkan akan menyebabkan perpisahan dari tokoh perlekatan utama.
3. Keengganan atau penolakan yang persisten untuk bersekolah atau
tempat lain karena takut akan perpisahan.
4. Ketakutan yang persisten dan berlebihan atau keengaganan untuk
sendirian atau tanpa tokoh perlekatan utama di rumah atau tanpa orang
dewasa yang penting pada lingkungan lain.
5. Keengganan atau penolakan yang persisten untuk tidur tanpa dekat
dengan tokoh perlekatan yang utama atau tidur jauh dari rumah
6. Mimpi buruk berulang kali dengan tema perpisahan
7. Keluhan berulang gejala fisik, termasuk nyeri kepala dan nyeri perut,
jika perpisahan dari tokoh perlekatan utama dihadapi
8. Penderitaan yang berlebihan dan berulang jika perpisahan dari rumah
atau tokoh perlekatan utama dihadapi atau dilibatkan.
Menurut DSM-IV, gangguan harus juga menyebabkan penderitaan
bermakna atau gangguan dalam fungsi.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Cemas Perpisahan


A. Kecemasan yang berlebihan dan tidak sesuai menurut perkembangan
terhadap perpisahan dari rumah atau dari orang dengan siapa individu dekat,
seperti yang ditunjukkan oleh tiga (atau lebih) berikut:
1. Penderitaan yang berlebihan yang rekuren jika terjadi atau akan
dihadapi perpisahan dari rumah atau tokoh perlekatan utama
2. Ketakutan yang persisten dan berlebih tentang kehilangan, atau tentang
kemungkinan bahaya yang mengenai tokoh perlekatan utama
3. Kekhawatiran yang persisten dan berlebihan bahwa kejadian yang tidak
diharapkan akan menyebabkan perpisahan dari tokoh perlekatan utama
(misalnya, hilang atau diculik)

13
4. Keengganan atau penolakan yang persisten untuk pergi ke sekolah atau
tempat lain karena rasa takut akan perpisahan
5. Secara persisten dan berlebihan merasa takut atau enggan untuk
sendirian atau tanpa tokoh perlekatan utama di rumah atau tanpa orang
dewasa yang penting dalam situasi lain
6. Keengganan atau penolakan yang persisten untuk pergi tidur tanpa dekat
dengan tokoh perlekatan utama atau untuk tidur jauh dari rumah
7. Mimpi buruk berulang kali dengan tema tentang perpisahan
8. Keluhan gejala fisik yang berulang kali (seperti nyeri kepala, nyeri
perut, mual, atau muntah) jika terjadi atau akan dihadapi perpisahan dari
tokoh perlekatan utama
B. Lama gangguan sekurangnya 4 minggu
C. Onset adalah sebelum usia 18 tahun
D. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, akademik (pekerjaan) atau fungsi penting lain
E. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan
perkembangan pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain dan, pada
remaja dan dewasa, tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan panik
dengan agorafobia.
Sebutkan jika:
Onset awal: jika onset terjadi sebelum usia 6 tahun

Riwayat pasien dapat mengungkapkan episode penting perpisahan pada


kehidupan anak, terutama karena penyakit dan perawatan di rumah sakit,
penyakit orangtua, kehilangan salah satu orangtua, atau pindah tempat. Klinisi
harus memeriksa dengan cermat periode masa bayi untuk adanya tanda-tanda
gangguan separasi-individuasi atau adanya tokoh ibu yang adekuat. Pemakaian
khayalan, mimpi, dan material bermain dan pengawasan anak adalah sangat
membantu dalam membuat diagnosis. Klinisi harus memeriksa bukan saja isi
pikiran tetapi juga cara dengan mana pikiran diekspresikan. Sebagai contoh,

14
anak-anak mungkin mengekspresikan rasa takut bahwa orang tuanya akan
meninggal, walaupun perilaku mereka tidak menunjukkan bukti kecemasan
motorik. Demikian juga, kesulitan mereka dalam menggambarkan peristiwa
atau penyangkalan mereka yang lunak tetang peristiwa pencetus kecemasan
dapat menyatakan adanya gangguan cemas perpisahan. Kesulitan mengingat
dalam tema yang mengekspresikan kecemasan dan pemutarbalikan orangtua
dalam menceritakan tema tersebut dapat memberikan petunjuk adanya
gangguan.1,2,3,4

7. Diagnosis Banding1,2
Suatu tingkat cemas perpisahan adalah fenomena yang normal dan harus
digunakan pertimbangan klinis dalam membedakan kecemasan normal tersebut
dari gangguan cemas perpisahan. Pada gangguan kecemasan umum, kecemasan
tidak dipusatkan pada perpisahan. Pada gangguan perkembangan pervasif dan
skizofrenia, kecemasan tentang perpisahan mungkin terjadi tetapi dipandang
disebabkan oleh kondisi tersebut, bukan suatu gangguan yang terpisah. Pada
gangguan depresif yang terjadi pada anak-anak, diagnosis gangguan cemas
perpisahan harus juga dibuat jika kriteria untuk kedua gangguan dipenuhi; dua
diagnosis sering terjadi bersamaan. Gangguan panik dengan agoraobia adalah
jarang sebelum usia 18 tahun dan ketakutan ditandai oleh serangan
panik,bukannya perpisahan dari tokoh orangtua; tetapi pada beberapa kasus
dewasa, banyak gejala gangguan cemas perpisahan dapat ditemukan. Pada
gangguan konduksi, membolos adalah sering, tetapi anak pergi dari rumah dan
tidak memiliki kecemasn tentang perpisahan. Penolakan sekolah merupakan
gejala yang sering ditemukan pada gangguan cemas perpisahan tetapi bukan
patognomonik untuk gangguan. anak – anak dengan diagnosis lain, seperti
fobia, dapat tampak dengan penolakan sekolah; pada gangguan tersebut, usia
onset mungkin lebih lambat dan penolakan sekolah adalah lebih parah
dibandingkan gangguan cemas perpisahan.

15
Karakteristik Umum Gangguan Kecemasan Tertentu yang Terjadi pada
Anak-anak
Gangguan Cemas Gangguan
Kriteria Fobia Sosial
Perpisahan Kecemasan Umum
Durasi minimal
untuk menegakkan Sekurangnya 4 minggu Tidak ada minimal Sekurangnya 6 bulan
diagnosis
Usia onset Prasekolah – 18 tahun Tidak ditentukan Tidak ditentukan
Tekanan yang tidak
Perpisahan dari tokoh lazim pada kinerja,
Tekanan untuk berperan serta
Stres pencetus parental, kehilangan lain, kerusakan harga diri,
dengan teman sebaya
bepergian perasaan tidak
memiliki kecakapan
Keinginan yang jelas
untuk
menyenangkan,
Hubungan teman Baik jika tidak ada
Tentatif, jelas terhambat teman sebaya dicari
sebaya perpisahan
dan hubungan
ketergantungan
ditegakkan
Enggan atau menolak pergi
Tidur tidur, takut terhadap gelap, Kadang-kadang sulit tertidur Sulit tertidur
mimpi buruk
Nyeri perut, mual,
Keluhan nyeri perut, mual,
muntah, benjolan di
Gejala muntah, gejala mirip flu,
Sedih, ketegangan tubuh tenggorok, napas
psikofisiologis nyeri kepala, berdebar,
sesak, pusing,
pusing, pingsan
berdebar
Gangguan kecemasan umum, Gangguan penyesuaian Gangguan cemas
skizofrenia, gangguan dengan mood terdepresi, perpisahan,
Diagnosis banding
depresif, gangguan konduksi, gangguan kecemasan umum, gangguan defisit-
gangguan perkembangan gangguan cemas perpisahan, atensi/hiperaktivitas,

16
pervasif, gangguan depresif gangguan depresi berat, fobia sosial,
berat, gangguan panik gangguan distimik, gangguan gangguan
dengan agorafobia kepribadian menghindar, penyesuaian dengan
gangguan kepribadian kecemasan,
menghindar, gangguan gangguan obsesif-
kepribadian ambang kompulsif, gangguan
psikotik, gangguan
mood

8. Terapi
Pendekatan terapi multimodal- termasuk psikoterapi individual,
pendidikan keluarga, dan terapi keluarga adalah dianjurkan untuk gangguan
cemas perpisahan. Terapi keluarga membantu orangtua mengerti kebutuhan
akan cinta yang konsisten dan suportif dan kepentingnan mempersiapkan tiap
perubahan penting dalam kehidupan, seperti penyakit, pembedahan, atau
perpindahan tempat. Strategi kognitif tertentu dan latihan relaksasidapat
membantu anak mengendalikan kecemasan. Farmakoterapi juga berguna jika
psikoterapi saja tidak mencukupi.11,17
Penolakan sekolah yang berhubungan dengan gangguan cemas
perpisahan dapat dipandang sebagai kegawatdaruratan psikiatrik. Rencana
terapi yang menyeluruh melibatkan anak, orangtua, dan teman sebaya dan
sekolah anak. Anak harus didorong untuk masuk sekolah, tetapi, jika kembali
ke hari sekolah yang penuh dirasakan berat, harus disusun program bagi anak
untuk secara progresif meningkatkan waktunya di sekolah. Kontak yang
bertahap dengan objek kecemasan adalah bentuk modifikasi perilaku yang
dapat diterapkan pada tiap jenis cemas perpisahan. Pada kasus penolakan
sekolah yang parah, mungkin diperlukan perawatan di rumah sakit.6,8,19
Seorang anak yang memiliki gangguan ini seringkali menghindari
sekolah. Sebuah tujuan segera pada pengobatan memungkinkan anak tersebut

17
untuk kembali ke sekolah. Dokter, orangtua, dan anggota sekolah harus bekerja
sebagai tim untuk memastikan anak tersebut segera kembali ke sekolah.
Psikoterapi pribadi dan keluarga dan obat-obatan yang mengurangi kegelisahan
bisa memainkan sebuah peranan penting. Ketika permasalahan seperti ini
terjadi, maka jangan memaksakan anak untuk segera beradaptasi dengan
lingkungan barunya karena dapat menambah pengalaman negatif anak yang
berdampak pada munculnya seri permasalahan selanjutnya. Selain perlu
mengetahui penyebab utamanya juga perlu segera melakukan sesuatu sebelum
permasalahan berikutnya muncul. 18,19
Bermain merupakan media alami bagi ekspresi diri anak. Permainan
yang dilakukan bersama anak ini dapat menjadi sebuah terapi, yang disebut
terapi bermain. Dengan terapi bermain, anak memiliki kesempatan untuk
‘memainkan’ perasaan dan permasalahannya, anak merasa menjadi orang yang
paling penting, mengatur situasi dan dirinya, tidak ada kritikan dan aturan, dan
dapat diterima secara penuh. Situasi seperti ini sangat kondusif untuk anak yang
sedang mengalami kecemasan, sehingga rasa amannya terpenuhi. 11,14
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam tahap terapi bermain
dengan pendekatan ini antara lain:2,4,5,8
 Membangun rasa aman
Ketika anak mengalami kecemasan karena harus berelasi dengan dunia
baru, hal yang dibutuhkan anak adalah rasa aman, maka ciptakan rasa
aman pada diri anak dengan menungguinya di sekolah untuk beberapa
saat.
 Mengubah pemikiran yang salah
Anak yang mengalami kecemasan berpisah biasanya telah
mengembangkan pemikiran yang salah tentang dunia barunya, misalnya
dengan menganggap teman-teman barunya nakal, gurunya galak,
pelajarannya sulit, atau hal-hal negatif lainnya. Pemikiran anak ini perlu
segera diubah dengan cara memperlihatkan fakta yang sebaliknya
 Mengajak anak bermain bersama

18
Permainan yang digunakan tergantung pada pilihan anak. Yakinkan
bahwa anak menjadi aktor utama dalam permainan tersebut dan beri
kesempatan untuk banyak bermain peran. Melalui peran sebagai aktor
utama ini, anak telah mengekspresikan secara bebas apa yang sedang
dialaminya. Manfaatkan ekspresi anak ini untuk menggali apa yang
sebenarnya menjadi penyebab utama kecemasan anak.

Hal-hal tersebut mengubah pemikiran keliru anak secara tidak langsung


melalui percakapan dengan aktor utama. Guna mendukung efektivitas terapi ini,
lakukan terapi ini di lingkungan sekolah bersama teman-teman sekelas, agar
perasaan positif terhadap sekolah dapat terbentuk
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan setiap orangtua untuk
mengurangi rasa cemas perpisahan tersebut, yaitu;
1. Membuat perpisahan singkat dan manis; hal tersebut menunjukan
kepada anak bahwa kita percaya ia mampu mengatasi perpisahan
sementara ini.
2. Menciptakan ritual perpisahan; seperti memeluk 3 kali, mencium 5 kali
3. Memberikan pesan yang jelas bahwa anak harus tahu bahwa meskipun
ia menagis, menghentak-hentakan kakinya ke lantai, berteriak dsb, tetap
dia harus masuk sekolah atau berada di tempat penitipan anak
4. Jangan membawa anak pulang jika anak menangis karena akan
memberi pesan bahwa jika dia menangis sekeras kerasnya, dia tidak
perlu berpisah dari tokoh perlekatan utama
5. Mengundang anak lain yang sekelas untuk datang ke rumah sehingga
anak akan lebih mudah membina persahabatan dan mengatasi perubahan
dengan lebih mudah
6. Jangan menunjukkan sikap sedih saat berpisah. Dengan menujukan
sikap yang ceria dan positif tentang sekolahan, tempat penitipan anak,
guru atau pembina dan teman - teman, membantu anak merasa aman
dan menikmati waktunya di sekolah atau tempat penitipan anak

19
7. Meminta keluarga yang lain untuk mengantar atau menjemput dengan
bergilir
8. Melibatkan guru atau pembina untuk menyambut anak anda dan
mempermudah transisi ini
Farmakoterapi berguna untuk gangguan cemas perpisahan. Obat
trisiklik dan tetrasiklik, seperti tricyclic imipramine (Trofanil), biasanya
dimulai dengan dosis 25 mg sehari, ditingkatkan dengan penambahan dosis 25
mg sampai total 150-200 mg sehari, kadar plasma imipramine dan metabolit
aktifnya, desmethylimipramine, harus diukur untuk menurunkan panik dan
ketakutan yang berhubungan dengan perpisahan. Diphenhydramine (Benadryl)
dapat digunakan untuk mengahncurkan siklus berbahaya gangguan tidur.19

9. Prognosis1,2,18
Perjalanan penyakit dan prognosis gangguan cemas perpisahan adalah
bervariasi dan berhubungan dengan onset usia, lamanya gejala, dan
perkembangan gangguan kecemasan dan depresif komorbid. Anak-anak kecil
yang mengalammi ganguan tetapi mampu mempertahankan kehadirannya di
sekolah biasanya memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan remaja
dengan gangguan yang menolak hadir di sekolah untuk periode waktu yang
panjang. Laporan telah menyatakan adanya tumpang tindih yang bermakna
gangguan cemas perpisahan dan gangguan depresif. Pada kasus yang sulit
tersebut, prognosisnya adalah terbatas.
Sebagian besar penelitian follow-up meiliki masalah metodologis dan
adalah anak-anak fobik sekolah yang dirawat di rumah sakit, bukan anak
dengan gangguan cemas perpisahan sendiri. Sedikit yang dilaporkan tentang
hasil akhir dari kasus yang ringan, apakah anak ditemukan dalam terapi rawat
jalan atau tidak mendapatkan terapi. Terlepas dari keterbatasan penelitian,
penelitian menyatakan bahwa beberapa anak dengan fobia sekolah yang parah
terus menolak masuk sekolah selama bertahun-tahun. Selama tahun 1970-an
telah dilaporkan bahwa banyak wanita dewasa agorafobik menderita gangguan

20
cemas perpisahan pada masa anak-anaknya. Walaupun penelitian menyatakan
bahwa banyak anak dengan gangguan kecemasan memiliki risiko tinggi untuk
suatu gangguan kecemasan dewasa, hubungan spesifik antara gangguan cemas
perpisahan pada masa anak-anak dan agorafobia pada masa deawas belum
ditegakkan dengan jelas. Penelitian memang menyatakan bahwa orang tua yang
penuh kecemasan memiliki risiko tinggi untuk memiliki anak dengan gangguan
kecemasan. Di samping itu, pada tahun-tahun belakangan beberpa kasus telah
melaporkan aak-anak yang datang dengan gangguan panik dan gangguan cemas
perpisahan.

21
BAB III
PENUTUP

Gangguan kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) adalah


bentuk kecemasan berlebihan yang dialami anak ketika berpisah dari orang-
orang yang dekat dengannya (major attachment figure), misalnya ibu, atau
ketika jauh dari rumah.Diperkirakan bahwa beberapa jenis gangguan
kecemasan masa kanak-kanak mempengaruhi hingga 10% dari anak usia
sekolah. Keengganan atau penolakan untuk pergi ke sekolah termasuk ke dalam
gangguan kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) karena pada
gangguan school refusal ini gejala yang muncul adalah rasa khawatir, cemas
dan takut yang berlebihan yang dialami anak ketika harus pergi ke sekolah,
karena ketika ia pergi ke sekolah berarti berpisah dari ibu atau jauh dari rumah.
Beberapa tahap kecemasan berpisah adalah normal dan dialami hampir setiap
anak-anak, khususnya pada anak yang sangat kecil.
Ketika permasalahan seperti ini terjadi pada anak, maka jangan
paksakan anak untuk segera beradaptasi dengan lingkungan barunya karena
dapat menambah pengalaman negatif anak yang berdampak pada munculnya
seri permasalahan selanjutnya. Selain perlu mengetahui penyebab utamanya
juga perlu segera melakukan sesuatu sebelum permasalahan berikutnya muncul.
Bermain merupakan media alami bagi ekspresi diri anak. Permainan yang
dilakukan bersama anak dapat menjadi sebuah terapi, yang disebut terapi
bermain.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, Benjamin J. dan Sadock, Virginia A. 2000. Kaplan & Sadock's


Comprehensive Textbook of Psychiatry 10th edition. Lippincott
Williams & Wilkins Publishers.

2. Allen JL, Lavallee KL, Herren C, Ruhe K, Schneider S: DSM-IV


criteria for childhood separation anxiety disorder: informant, age, and
sex differences. J Anxiety Disord 2010; 24:946–95.
3. Sadock BJ, Sadock VA. Medical Health Skizofrenia. In: Kaplan &
Sadock’s synopsis of psychiatry : Behavioral sciences/clinical
psychiatry. Edition 9th. Philadelphia : Lippincott Williams and
WOLTERS Kluwer business. 2009. Pp.1574-82.
4. Jestie DV, Lieberman JA, Fasler D, Peele R. Diagnostic and Statistical
Manual Of Mental Disorders (DSM 5). 5th Edition. Washington DC:
American Psychiatric Association. 2013.
5. Kessler RC, Berglund P, Demler O, Jin R, Merikangas KR, Walters EE:
Lifetime prevalence and age-of-onset distributions of DSMIV disorders
in the National Comorbidity Survey Replication. Arch Gen Psychiatry
2005; 62:593–602
6. Shear K,Jin R,Ruscio AM, WaltersEE, Kessler RC: Prevalence and
correlates of estimated DSM-IV child and adult separation anxiety
disorder in the National Comorbidity Survey Replication. Am J
Psychiatry 2006; 163:1074–1083
7. Hudson, J.L, Rapee, R.M, Lyneham, H.J., McLellan, L., Wuthrich, V.,
Schniering, C.A., Comparing outcomes for children with different
anxiety disorders following cognitive behavioural therapy, Behaviour
Research and Therapy (2015), doi: 10.1016/j.brat.2015.06.007.

23
8. Beesdo K, Pine DS, Lieb R, et al. Incidence and risk patterns of anxiety
and depressive disorders and categorization of generalized anxiety
disorder. Arch Gen Psychiatry. 2010;67(1):47-57
9. Waite P, Creswell C: Children and adolescents referred for treatment of
anxiety disorders: differences in clinical characteristics. Journal of
Affective Disorders 2014; 16:326-332.
10. Aschenbrand SG, Kendall PC, Webb A, Safford SM,
FlannerySchroeder E: Is childhood separation anxiety disorder a
predictor of adult panic disorder and agoraphobia? A seven-year
longitudinalstudy. JAm Acad Child Adolesc Psychiatry 2003; 42: 1478–
1485
11. Lewinsohn PM, Holm-Denoma JM, Small JW, Seeley JR, Joiner TE Jr:
Separation anxiety disorder in childhood as a risk factor for future
mental illness. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 2008; 47:548–555
12. Manicavasagar V, Silove D, Hadzi-Pavlovic D: Subpopulations of early
separation anxiety: relevance to risk of adult anxiety disorders. J Affect
Disord 1998; 48:181–190
13. Roberson-Nay R, Eaves LJ, Hettema JM, Kendler KS, Silberg JL:
Childhood separation anxiety disorder and adult onset panic attacks
share a common genetic diathesis. Depress Anxiety 2012; 29:320–327
14. Battaglia M, Pesenti-Gritti P, Medland SE, Ogliari A, Tambs K, Spatola
CA: A genetically informed study of the association between childhood
separation anxiety, sensitivity to CO(2), panic disorder, and the effect of
childhood parental loss. Arch Gen Psychiatry 2009; 66:64–71
15. Pini S, Abelli M, Mauri M, Muti M, Iazzetta P, Banti S, Cassano GB:
Clinical correlates and significance of separation anxiety in patients
with bipolar disorder. Bipolar Disord 2005; 7: 370–376
16. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya: Jakarta

24
17. Lavallee K, Herren C, Blatter-Meunier J, Adornetto C, In-Albon T,
Schneider S: Early predictors of separation anxiety disorder: early
stranger anxiety, parental pathology and prenatal factors.
Psychopathology 2011; 44:354–361
18. Silove D, Manicavasagar V, O’Connell D, Blaszczynski A, Wagner R,
Henry J: The development of the Separation Anxiety Symptom Inventory
(SASI). Aust N Z J Psychiatry 1993; 27:477–488
19. Topolski TD, Hewitt JK, Eaves LJ, Silberg JL, Meyer JM, Rutter M,
Pickles A, Simonoff E: Genetic and environmental influences on child
reports of manifest anxiety and symptoms of separation anxiety and
overanxious disorders: a community-based twin study. Behav Genet
1997; 27:15–28
20. Feigon SA, Waldman ID, Levy F, Hay DA: Genetic and environmental
influences on separation anxiety disorder symptoms and their
moderation by age and sex. Behav Genet2001; 31:403–411

25

Anda mungkin juga menyukai