Anda di halaman 1dari 19

Struktur dan Fungsi Sistem Berkemih pada Manusia

Ricky Sunandar

10.2012.227

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Rickz.Sun@gmail.com

I. Pendahuluan

Semua manusia pasti harus mengeluarkan zat-zat sisa dari tubuh mereka, salah satunya
dengan cara berkemih. Manusia dapat berkemih karena adanya urin yang diolah di ginjal.
Fungsi utama ginjal adalah mengeluarkan sisa hasil ekskresi dari tubuh. Bagian dari ginjal
yang berfungsi untuk menyaring zat-zat tesebut disebut dengan unit kerja ginjal atau lebih
lazim disebut dengan nefron. Nefron terdiri dari glomerulus, tubulus kontortus proksimal,
ansa henle pars desendens, ansa henle pars asendens, tubulus kontortus distal, dan duktus
koligentes. Glomerulus sendiri terdapat pada korteks ginjal, sedangkan bagian lainnya
mungkin ditemukan baik pada korteks ginjal maupun pada medula ginjal. Hasil saringan
tersebut akan dialirkan kedalam kalix minor, kalik mayor lalu ke dalam pelvis renalis. Nefron
sendiri dibagi menjadi dua yaitu nefron panjang atau yokstamedular dan nefron pendek yang
disebut dengan nefron korteks. Unit fungsional pertama yang akan dibahas adalah korpuskel
dari ginjal. Korpuskel ginjal dapat menjadi dua bagian utama yaitu glomerulus dan kapsula
bowman’s. Gromerulus merupakan suatu anyaman dari kapiler darah yang disebut dengan
kapiler fenestra. Kapiler tersebut memiliki banyak lubang yang mungkin dilewati oleh
berbagai zat yang akan difiltrasi. Pada glomerulus terdapat dua pintu yaitu arteriol afferen
yang berfungsi sebagai tempat masuknya darah dan arteriol eferen yang berfungsi sebagai
tempat keluarnya darah.
II. Pembahasan

Struktur Makroskopis

Ginjal

Ginjal terletak di belakang peritoneum pada bagian belakang rongga abdomen, mulai
dari vertebra torakalis ke dua belas (T12) sambai vertebra lumbalis ketiga (L3). Ginjal kanan
lebih rendah daripada ginjal kiri karena adanya hati. Saat inspirasi, kedua ginjal tertekan ke
bawah karena kontraksi diafragma. Setiap ginjal diselubungi oleh kapsula fibrosa, lalu
dikelilingi oleh lemak perinefrik, kemudian oleh fasia perinefrik (perirenal) yang juga
menyelubungi kelenjar adrenal. Korteks ginjal merupakan zona luar ginjal dan medula ginjal
merupakan zona dalam yang terdiri dari piramida-piramida ginjal. Korteks terdiri dari semua
glomerulus dan medula terdiri dari ansa Henle, vasa rekta, dan bagian akhir dari duktus
kolektivus. 1

Gambar 1. Letak Ginjal

Sumber: http://www.arizonatransplant.com/images/kidney_large_2.JPG

Tabel 1. Topografi Ginjal


Ginjal kiri Ginjal kanan

Anterior Dinding dorsal gaster Lobus kanan hati

Pankreas Duodenum pars


descendens
Limpa
Fleksura hepatica
Vasa lienalis
Usus halus
Usus halus

Fleksura lienalis

Posterior Diafragma, m.psoas major, m. quadratus lumborum,


m. transversus abdominis(aponeurosis), n.subcostalis,
n.iliohypogastricus, a.subcostalis, aa.lumbales 1-2(3),
iga 12 (ginjal kanan) dan iga 11-12 (ginjal kiri).

Ginjal dibungkus oleh 3 pembungkus yaitu :2

1. Capsula Fibrosa merupakan lapisan yang menempel pada ginjal. Lapisan ini
melapisi bagian ginjal saja dan anak ginjal tidak. Lapisan ini mudah dilepas.
2. Capsula Adiposa berbentuk seperti bursa. Lapisan ini yang berfungsi untuk
mempertahankan ginjal pada tempatnya.
3. Fascia renalis (Gerota’S) lapisan ini terdiri atas dua bagian yaitu bagian anterior
dan posterior. Bagian anterior yaitu fasia prerenalis dan bagian posterior yaitu
fasia retrorenalis.

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian: 2

1. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus


renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal
dan tubulus kontortus distalis.
2. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
a. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan
calix minor.
b. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
c. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
d. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara
calix major dan ureter.
3. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
4. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
5. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.

1
Perdarahan Ginjal

Pada ginjal terdapat empat jenis arteri yaitu :

1. A. Renalis yang merupakan cabang dari aorta abdominalis yang kemudian


bercabang masuk ke hilus renalis. Arteri ini juga disebut garis Broedel.
2. A. Interlobaris
3. A. Arcuata atau A. Arciformis berada pada basis renis
4. A. Interlobularis yang berada pada kortex renis.

Pembuluh darah dan ureter berhubungan dengan ginjal pada hilus ginjal. Arteri renalis
berasal dari aorta dan biasanya terbagi menjadi tiga cabang. Dua cabang berjalan di depan
ureter dan satu dibelakangnya. Lima atau enam vena kecil menyatu membentuk vena renalis,
yang meninggalkan ginjal di depan cabang anterior arteri renalis dan masuk ke vena kava
inferior. Posisi limfe bermuara di nodus limfe aorta lateral. Pembuluh balik ginjal sama
dengan nadi ginjal. Dari vena interlobularis menuju vena arcuata kemudian masuk ke vena
interlobaris, vena renalis dan pada akhirnya masuk ke vena cava inferior.

Saraf simpatis mempersarafi permbuluh darah ginjal dan aparatus jukstaglomerular,


sampai ke nefron. Serabut aferen memasuki korda spinalis pada T10, T11 dan T12.
Gambar 2. Sruktur Makroskopis Ginjal

Sumber : http://www.interactive-biology.com/wp-
content/uploads/2012/04/KidneyAnatomy.jpg

Ureter

Terdapat dua ureter berupa dua pipa saluran, yang masing-masing bersambung
dengan ginjal dan dari ginjal berjalan ke kandung kencing. Tebal setiap ureter kira-kira
setebal tangkai ulu angsa dan panjangnya 35 sampai 40 centimeter. Terdiri atas dinding luar
yang fibrus, lapisan tengah yang berotot, dan lapisan mukosa sebelah dalam. Ureter mulai
sebagai pelebaran hilum ginjal dan berjalan ke bawah melalui rongga abdomen masuk ke
dalam pelvis dan bermuara ke dalam sebelah posterior kandung kencing.3

Kandung kemih (Vesica Urinaria)

Organ muscular yang berfungsi sebagai penampung urin. Pada laki-laki vesica
urinaria terletak tepat di belakang simpisis pubis dan di depan rectum, pada perempuan,
organ ini terletak agak di bawah uterus di depan vagina. Ukuran organ ini sebesar kacang
kenari dan terletak di pelvis saat kosong dan mencapai umbilicus dalam rongga abdomen
pelvis jika penuh berisi urin.

Epitel transisional yang mempunyai gambaran khas dapat berdistensi (meregang),


kontraksi (berkerut), dan impermeable terhadap air, adalah membrane mukosa yang melapisi
bagian dalam vesica urinaria. Membrane mukosa ini tersusun dalam bentuk lipatan-lipatan,
yang memungkinkan vesica urinaria dapat mengalami distensi.

Dinding vesica urinaria terdiri sari 4 lapisan, yaitu:4

• Serosa adalah lapisan terluar. Lapisan ini merupakan perpanjangan lapisan peritoneal
rongga abdominopelvis dan hanya ada di bagian atas pelvis.

• Otot destrusor adalah lapisan tengah. Lapisan ini tersusun dari berkas-berkas otot
polos yang satu sama lain saling membentuk sudut. Ini untuk memastikan bahwa
selama urinasi, kandung kemih akan berkontraksi dengan serempak ke segala arah.

• Submukosa adalah lapisan jaringan ikat yang terletak dibawah mukosa dan
menghubungkannya dengan muskularis.

• Mukosa adalah lapisan terdalam. Lapisan ini merupakan lapisan epitel yang tersusun
dari epithelium transisional. Pada kandung kemih yang rileks, mukosa membentuk ruga
(lipatan-lipatan), yang akan memipih dan mengembang saat urine berakumulasi dalam
kandung kemih.

Trigonum juga disebut basis vesica urinaria, dan berbentuk segitiga (triangular),
masing-masing sisi segitiga tersebut ukuran panjangnya 2,5 cm pada saat vesica urinaria
berkontraksi. Jika dalam keadaan meregang ukuran tersebut dapat meningkat sampai 5 cm.
kedua ureter memasuki vesica urinaria pada sudut lateral secara miring yang menyusuri
dinding vesica urinaria sejauh 2 cm. kedua ureter saat memasuki vesica urinaria
menyebabkan lapisan epitel pada vesica urinaria tersebut menonjol. Penonjolan ini membantu
mencegah aliran balik urin ke ureter pada saat vesica urinaria penuh, karena terdapat tekanan
pada jaringan yang menonjol tersebut.4

Urethra

Urethra pada laki-laki (masculina) dan wanita (feminina) berbeda. Perbedaannya di


dapat akibat perbedaan organ kelamin antara feminina dan masculina. Urethra merupakan
pipa fibromuscularis dengan panjang 18-22 cm pada masculina dan 3-4 cm pada feminina.1
Pada urethra masculina terdiri atas 4 bagian, yaitu urethra pars preprostatika/intramuralis,
pars prostatika, pars membranasea (bagian terpendek, sepanjang 1-2 cm membentang dari
apex prostata sampai bulbus penis; bagian ini paling tipis dan sempit sehingga mudah sekali
ruptur pada pemasukan kateterisasi) dan pars spongiosa (panjangnya 15 cm membentang dari
bulbus penis menuju orificium urethra externa (Gambar 5). Pada urethra pars ini seluruh
bagiannya dikelilingi oleh caverna corpora spongiosa; pada sisi anteriornya bermuara pada gl.
Urethralis Littre).5

Struktur Mikroskopis

Ginjal 6,7

Nefron.

Di dalam tiap ginjal terdapat satu juta atau lebih nefron. Nefron merupakan unit dasar
ginjal. Nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus terkait yang menuju pada duktus
kolektivus. Urin dibentuk oleh filtrasi di glomerulus yang kemudian dimodifikasi di tubulus
melalui proses reabsorpsi dan sekresi. Nefron kortikal tersebar di seluruh korteks ginjal dan
memiliki ansa Henle yang pendek. Sedangkan nefron jukstamedular bermula di dekat
persambungan kortikomedular dan memiliki ansa Henle yang panjang, yang turun jauh ke
medula dan memungkinkannya memekatkan urin dengan efektif. Perbandingan jumlah
nefron kortikal dan jukstamedular adalah 7:1.

Glomelurus Ginjal (korpus Malphigi).


Bentuknya khas bundar dengan warna yang lebih tua dari sekitarnya karena sel-selnya
tersurun lebih padat. Paling luar diliputi epitel selapis gepeng dan disebut kapsula Bowman
lapis parietal. Kadang ditemukan kapsula Bowman lapis parietal yang bersambung dengan
kontortus proksimal membentuk kutub tubular/urinari. Di bawah kapsula Bowman lapis
parietal terdapat ruangan kosong yang dalam keadaan hidup terisi cairan ultrafiltrat.

Pada arah yang berlawanan dari kutub tubular terdapat kutub vaskular, tempat masuk
dan keluarnya arteriol pada glomerulus. Arteriol yang masuk disebut vasa aferen yang
kemudian bercabang - cabang menjadi kapiler yang bergelung - gelung di dalam glomerulus.
Kapiler ini sebenarnya di liputi oleh podosit yang membentuk kapsula Bowman lapis viseral,
namun sulit membedakan antara sel endotel kapiler dengan podosit. Kapiler kemudian
bergabung menjadi satu lagi membentuk arteriol keluar dari glomerulus dan disebut vasa
eferen.
Pada beberapa glomerulus dapat dibedakan vasa eferen dan vasa eferen, bila
terpotong pada sel – sel yuksta glomerular. Sel-sel ini merupakan sel otot polos dinding vasa
aferen di dekat glomerulus yang berubah sifatnya menjadi epiteloid. Sel-sel tersebut tampak
terang dan kadang di dalam sitoplasmanya terdapat granula. Ditempat ini, arteriol tidak
mempunyai lapis elastika interna.

Sel-sel yuksta glomerular disebelah luar berhimpit dengan sel-sel makula densa yang
merupakan epitel dinding tubulus tersusun lebih padat daripada di bagian lain. Sel-sel makula
densa dan yuksta glomerulus bersama-sama membentuk aparatus yuksta glomerulus. Di
antara aparatus yuksta glomerulus dan tempat keluarnya vasa eferen glomerulus terdapat
kelompokan sel kecil-kecil yang terang, dan disebut sel mesangial (ekstraglomerular) atau
polkisen (bantalan).

Tubulus Kontortus Proksimal.


Saluran ini selalu terpotong dalam berbagai potongan karena jalannya yang berkelok -
kelok. Dindingnya disusun oleh selapis sel kuboid dengan batas-batas sel yang sukar dilihat.
Intinya bulat, biru dan biasanya terletak agak berjauhan dengan inti sel di sebelahnya.
Sitoplasmanya berwarna asidofil (merah). Permukaan sel yang menghadap lumen
mempunyai jumbai (brush border).

Tubulus Kontortus Distal.


Seperti yang proksimal, saluran ini selalu terpotong dalam berbagai arah. Disusun
oleh selapis kuboid yang batas-batas antar selnya agak lebih jelas dibandingkan yang
proksimal. lnti sel juga bulat dan berwarna biru, tLtapi bila diperhatikan, jarak antara inti sel
yang bersebelahan agak berdekatan satu sama lain. Sitoplasmanya kelihatan basofil
(kebiruan) dan permukaan sel yang menghadap lumen tidak mempunyai jumbai (brush
border).

Arteri dan vena interlobularis. Pembuluh ini disebut juga A/V intralobularis atau A/V
kortikalis radiata. Kedua pembuluh ini sering terlihat berjalan berdampingan dan berwujud
arteriol dan venul. Tergantung pada arah potongannya, kedua pembuluh ini dapat terpotong
melintang atau memanjang tetapi selalu berada di dalam jaringan korteks ginjal.

Medula ginjal.
Jaringan medula hanya terdiri atas saluran-saluran yang kurang lebih berjalan lurus.
Di dalam korteks ginjal terdapat berkas-berkas jaringan medula yang disebut Prosesus
Ferreini. Bila terpotong melintang, berkas ini tampak terdiri atas sekelompok saluran-saluran,
penampilannya berbeda dari jaringan korteks. Biasanya lumennya lebih kecil-kecil dan
dinding saluran lebih tipis. Di dalam jaringan medula, baik yang terdapat pada prosesus
Ferrein maupun pada piramid dapat di pelajari saluran-saluran sebagai berikut:
1. Ansa Henle segmen tebal turun (pars desenden/tubulus rektus proksimal).
Penampilannya mirip tubulus kontortus proksimal, tetapi garis tengahnya lebih
kecil.
2. Ansa Henle tipis. Penampilannya mirip pembuluh kapiler darah, tetapi
epitelnya lebih tebal sedikit sehingga sitoplasmanya lebih jelas terlihat. Selain
itu di dalam lumennya tidak terdapat sel-sel darah.
3. Ansa-Henle segmen tebal naik (pars asenden/ tubulus rektus distal).
Penampilannya mirip tubulus kontortus distal, tetapi garis tengahnya lebih
kecil.
4. Duktus koligen. Gambarannya mirip tubulus kontortus distal tetapi batas-batas
sel epitelnya jauh lebih jelas, selnya lebih tinggi dan lebih pucat.

Jaringan medulla pada piramid gambarannya sama dengan yang terdapat pada
Prosesus Ferreini, tetapi didalam aiai di dekat papilla renis, saluran-saluran tampak bergaris
tengah lebih besar yang dindingnya dil apisi epitel selapis kubis tinggi sampai torak yang
disebut duktus papilaris Bellini. Saluran yang terakhir ini bermuara ke dalam kaliks minor.4

Ureter

Dinding ureter terdiri atas beberapa lapis, yakni: 6,7


1. Tunika mukosa : lapisan dari dalam ke luar sebagai berikut :
 Epithelium transisional : pada kaliks dua sampai empat lapis, pada
ureter empat sampai lima lapis, pada vesica urinaria 6-8 lapis.
 Tunika submukosa tidak jelas
 Lamina propria beberapa lapisan
 Luar jaringan ikat padat tanpa papila, mengandung serabut elastis dan
sedikit noduli limfatiki kecil, dalam jaringan ikat longgar
 Kedua-dua lapisan ini menyebabkan tunika mukosa ureter dan vesika
urinaria dalam keadaan kosong membentuk lipatan membujur
2. Tunika muskularis : otot polos sangat longgar dan saling dipisahkan oleh
jaringan ikat longgar dan anyaman serabut elastis. Otot membentuk tiga
lapisan : stratum longitudinale internum, stratum sirkulare dan stratum
longitudinale eksternum.
3. Tunika adventisia : jaringan ikat longgar.

Vesica urinaria 7

Kantong air seni merupakan kantong penampung urine dari kedua belah ginjal Urine
ditampung kemudian dibuang secara periodik.

Mukosa, memiliki epithel peralihan (transisional) yang terdiri atas lima sampai
sepuluh lapis sel pada yang kendor, apabila teregang (penuh urine) lapisan nya menjadi tiga
atau empat lapis sel.

Propria mukosa terdiri atas jaringan ikat, pembuluh darah, saraf dan jarang terlihat
limfonodulus atau kelenjar. Pada sapi tampak otot polos tersusun longitudinal, mirip
muskularis mukosa. Sub mukosa terdapat dibawahnya, terdiri atas jaringan ikat yang lebih
longgar.

Tunika muskularis cukup tebal, tersusun oleh lapisan otot longitudinal dan sirkuler
(luar), lapis paling luar sering tersusun secara memanjang, lapisan otot tidak tampak adanya
pemisah yang jelas, sehingga sering tampak saling menjalin. Berkas otot polos di daerah
trigonum vesike membentuk bangunan melingkar, mengelilingi muara ostium urethrae
intertinum. Lingkaran otot itu disebut m.sphinter internus. Lapisan paling luar atau tunika
serosa, berupa jaringat ikat longgar (jaringan areoler), sedikit pembuluh darah dan saraf.

Urethra

Saluran terakhir sebagai saluran pengeluaran ialah urethra. Urethra pada wanita dan laki-laki
pada kenyataannya adalah berbeda. Bila perbedaan pada ureter dikarenakan bentuk pelvis
wanita dan laki-laki berbeda, maka pada kejadian urethra dikarenakan jalur keluran organa
genital antara wanita dan laki-laki.2 Pada urethra laki-laki terdiri dari beberapa bagian, yaitu
Pars prostatika (terdapat verumontanum, yang menonjol ke bagian dalam urethra tersebut;
terdapat juga utrikulus prostatikus yang bermuara ke puncak verumontanum; ductus
ejaculatorius bermuara pada sisi veromontanum; cairan semen masuk ke dalam urethra
proksimal melalui ductus ini; epitelnya adalah epitel transisional), Pars membranosa
(memiliki panjang 1 cm; dilapisi epitel berlapis / bertingkat silindris; terdapat sfingter otot
rangka, sfingter urethra eksterna; sfingter ini untuk menambah tekanan penutupan yang telah
ditimbulkan oleh sfingter urethra involunter), Pars bulosa dan Pars pendulosa (berlokasi di
korpus spongiosum penis; epitelnya berupa epitel bertingkat dan silindris dengan daerah
gepeng dan berlapis).2 Sedangkan saluran urethra wanita merupakan suatu tabung dengan
panjang 4 – 5 cm, yang dilapisi dengan epitel gepeng berlapis dan memiliki area dengan
epitel silindris bertingkat. Bagian tengah urethra dikelilingi sfingter lurik volunteer eksterna
(Gambar 10).8

Mekanisme Kerja Ginjal

Filtrasi 9,10
Darah yang masuk ke dalam nefron melalui arteriol aferen dan selanjutnya menuju
glomerulus akan mengalami filtrasi, tekanan darah pada arteriol aferen relatif cukup tinggi
sedangkan pada arteriol eferen relatif lebih rendah, sehingga keadaan ini menimbulkan filtrasi
pada glomerulus. Cairan filtrasi dari glomerulus akan masuk menuju tubulus, dari tubulus
masuk kedalam ansa henle, tubulus distal, duktus koligentes, pelvis ginjal, ureter, vesica
urinaria, dan akhirnya keluar berupa urine. Membran glomerulus mempunyai ciri khas yang
berbeda dengan lapisan pembuluh darah lain, yaitu terdiri dari: lapisan endotel kapiler,
membrane basalis, lapisan epitel yang melapisi permukaan capsula bowman. Permiabilitas
membarana glomerulus 100-1000 kali lebih permiabel dibandingkan dengan permiabilitas
kapiler pada jaringan lain.

Laju filtrasi glomerulus (GFR= Glomerulus Filtration Rate) dapat diukur dengan
menggunakan zat-zat yang dapat difiltrasi glomerulus, akan tetapi tidak disekresi maupu
direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang terdapat dalam urin diukur persatuan
waktu dan dibandingkan dengan jumlah zat yang terdapat dalam cairan plasma.

Pengaturan GFR (Glomerulus Filtration Rate) 9,10

Rata-rata GFR normal pada laki-laki sekitar 125 ml/menit. GFR pada wnita lebih
rendah dibandingkan pada pria. Factor-faktor yang mempengaruhi besarnya GFR antara lain
ukuran anyaman kapiler, permiabilitas kapiler, tekanan hidrostatik, dan tekanan osmotik yang
terdapat di dalam atau diluar lumen kapiler. Proses terjadinya filtrasi tersebut dipengaruhi
oleh adanya berbagai tekanan sebagai berikut:

1. Tekanan hidrostatik kapiler pada glomerulus yang bersifat mendorong filtrasi


2. Tekanan hidrostatik pada kapsula Bowman yang bersifat melawan filtrasi
3. Tekanan onkotik protein plasma yang bersifat mendorong filtrasi

Ketiga factor diatas berperan penting dalam laju peningkatan filtrasi. Semakin tinggi
tekanan hidrostatik glomerulus semakin meningkat filtrasi dan sebaliknya semakin tinggi
tekanan hidrostatik kapsula Bowman serta tekanan onkotik protein plasma akan
menyebabkan semakin rendahnya filtrasi yang terjadi pada glomerulus.

Tekanan hidrostatik kapiler glomerulus dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:

1. Tekanan darah sistemik merupakan faktor yang paling kuat dan yang mempengaruhi
laju filtrasi.
2. Diameter arteriola aferen dan eferen, apabila terjadi vasokontriksi arteriol aferen akan
menyebabakan aliran darah ke glomerulus menurun. Keadaan ini akan menyebabakan
laju filtrasi glomerulus menurun begitupun sebaliknya. Perubahan arteriol efferent,
pada kedaan vasokontriksi arteriol eferen akan terjadi peningkatan laju filtrasi
glomerulus begitupun sebaliknya.

Autoregulasi

Autoregulasi dipengaruhi oleh dua faktor internal yaitu:9,10

1. Mekanisme Miogenik. Perubahan tekanan arteri, peningkatan tekanan arteri


melalui autoregulasi akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteriol
aferen sehinnga menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan sebaliknya
2. Tubuloglomerular feedback. Penurunan tekanan arteri akan menaikan GFR dan
arus filtrasi akan menurun. Karena arus filtrasi menurun, durasi reabsorbsi
menjadi lebih lama daripada biasanya diakibatkan karena tekanan arteri yang
kurang. Lamanya durasi reabsorbsi membuat filtrat mengandung banyak Na+ dan
membuat kadar Na+ pada tubulus proximal semakin sedikit. Sedikitnya Na+
dideteksi oleh macula densa dan kemudian mengaktifkan RAS (Renin
Angiotensin Aldosteron) dan pada akhirnya tekanan arteri, arus darah dan juga
GFR kembali meningkat.

Autoregulasi diatur juga oleh :

1. Sistem saraf intrinsik


2. Faktor-faktor humoral :
a. Angiotensin II merupakan vasokontriktor kuat
b. Prostaglandin Intrarenal merupakan vasodilator potent

c. Vasopressin dari hipofise posterior (ADH) yang aktif dalam arteriol juxta

Reabsorbsi 9,10

Hampir 99% dari cairan filtrate direabsorpsi kembali bersama zat-zat yang terlarut
didalam cairan filtrate tersebut. Akan tetapi tidak semua zat-zat yang terlarut dapat
direabsorpsi dengan sempurna, antara lain glukosa dan asam amino. Mekanisme terjadinya
reabsorpsi pada tubulus melalui dua cara yaitu:

Transport aktif

Zat-zat yang mengalami transport aktif pada tubulus proksimal yaitu ion Na+, K+,
PO4-, NO3-, glukosa dan asam amino. Terjadinya difusi ion-ion khususnya ion Na+, melalui
sel tubulus kedalam pembuluh kapiler peritubuler disebabkan perbedaan potensial listrik
didalam ep-itel tubulus (-70mvolt) dan diluar sel (-3m volt). Perbedaan electrochemical
gradient ini membentu terjadinya proses difusi. Selain itu perbedaan konsentrasi ion Na+
didalam dan diluar sel tubulus membantu meningkatkan proses difusi tersebut. Meningkatnya
difusi natrium diesbabkan permiabilitas sel tubuler terhadap ion natrium relative tinggi.
Keadaan ini dimungkinkan karena terdapat banyak mikrovilli yang memperluas permukaan
tubulus. Proses ini memerlukan energi dan dapat berlangsung terus-menerus.

Transport pasif

Terjadinya transport pasif ditentukan oleh jumlah konsentrasi air yang ada pada
lumen tubulus, permiabilitas membrane tubulus terhadap zat yang terlarut dalam cairan
filtrate dan perbedaan muatan listrik pada dinding sel tubulus. Zat yang mengalami transfor
pasif, misalnya ureum, sedangkan air keluar dari lumen tubulus melalui proses osmosis.
Perbedan potensial listrik didalam lumen tubulus dibandingkan diluar lumen tubulus
menyebabkan terjadinya proses difusi ion Na+ dari lumen tubulus kedalam sel epitel tubulus
dan selanjutnya menuju kedalam sel peritubulus. Bersamaan dengan perpindahan ion Na+
diikuti pula terbawanya ion Cl-, HCO3- kedalam kapiler peritubuler. Kecepatan reabsorpsi
ini ditentukan pula oleh perbedaan potensial listrik yang terdapat didalam dan diluar lumen
tubulus.

11,12
Sekresi

Sekresi tubulus melibatkan transportasi transepitel seperti yang dilakukan epitel


reabsorpsi tubulus, tetapi langkah-langkahnya berlawanan arah. Seperti reabsorpsi, sekresi
tubulus dapat aktif dan pasif.bahan yang paling penting disekresi adalah ion hidrogen dan ion
kalium, anion dan kation organik, serta senyawa-senyawa asing bagi tubuh.

Sekresi H+ ginjal sangatlah penting dalam pengaturan keseimbangan asam-basa


tubuh. Ion hidrogen dapat ditambahkan ke cairan filtrasi melalui proses sekresi di tubulus
proksimal, distal, dan koligens. Tingkat konsentrasi H+ bergantung pada keasaman tubuh.

Ion kalium adalah zat yang secara selektif berpindah dengan arah berlawanan
diberbagai bagian tubulus; zat ini secara aktif direabsorpsi di tubulus proksimal dan secara
aktif disekresi di tubulus distal dan koligens. Sekresi ion kalium di tubulus distal dan
pengumpul digabungkan dengan reabsorpsi Na+ melalui pompa Na+-K+ basolateral yang
berganung energi. Pompa ini tidak saja memindahkan Na+ ke luar ke ruangan lateral, tetapi
juga memindahkan K+ ke dalam sel tubulus. Konsentrasi K+ intrasel yang meningkat
mendorong difusi K+ dari sel ke dalam lumen tubulus. Perpindahan menembus membran
luminal berlangsung secara pasif melalui sejumlah besar saluran K+ di sawar tersebut.
Dengan menjaga konsentrasi K+ di cairan interstisium rendah, yaitu memindahkan K+ ke
dalam sel tubulus. Dari cairan interstium di sekitarnya, pompa basolateral mendorong difusi
pasif K+ keluar dari plasma kapiler peritubulus ke dalam cairan interstisium. Kalium yang
keluar melalui cara ini kemudian dipompakan ke dalam sel, dan dari tempat ini kalium
berdifusi ke dalam lumen. Dengan cara ini, pompa basolateral secara aktif menginduksi
sekresi netto K+ dari plasma kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus.
Tubulus proksimal mengandung dua jenis pembawa sekretorik yang terpisah, satu
untuk sekresi anion organik dan suatu sistem terpisah untuk sekresi kation organik. Fungsi
dari jalur sekresi ini, yaitu:

1. Dengan menambahkan lebih banyak ion organik tertentu ke cairan tubulus yang sudah
mengandung bahan yang bersangkutan melalui proses filtrasi, jalur sekretorik organik
mempermudah ekskresi bahan-bahan tersebut.

2. Mempermudah eliminasi ion-ion organik yang tidak dapat difiltrasi.

3. Mengeliminasi senyawa asing dari tubuh.

Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun


bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk
sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang
beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah
merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan
dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat
merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan
mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air
rendah.

Gambar 3. Proses Pembentukan Urin


Hormon yang Berperan pada Ginjal 11,12

Fungsi ginjal dipengaruhi oleh berbagai hormon yang memodulasi regulasi ion dan
air. Aldosteron dan ADH (Anti Diuretic Hormon) merupakan contoh hormon yang berperan
dalam mekanisme kerja ginjal. Aldosteron dapat ditemukan di tubuli distal dan ductus
kolegen bagian awal. Aldosteron berfungsi untuk meningkatkan permeabilitas tubuli terhadap
Na. ADH dapat ditemukan di ductus kolegens dan berfungsi untuk meningkatkan
permeabilitas air sehingga air dapat di reabsorbsi dalam volume yang banyak.

Renin diproduksi oleh aparatus jukstaglomerulus dan memacu pembentukan


angiostensin. Sekresinya dirangsang oleh volume arteri yang menurun, Na menurun pada
nefron bagian distal, dan hipokalemia. Renin mengkatalisis reaksi angiotensinogen menjadi
angiotensi I. Angiotensinogen adalah suatu protein yang dibuat oleh hati dan merupakan
substrat dari enzim renin. Angiotensinogen termasuk golongan alfa 2 globulin. Angiotensin I
adalah suatu dekapeptida hasil pemecahan angiotensinogen oleh renin. ACE (Angiotensin I
Converting Enzyme) mengkatalisis reaksi angiotensin I menjadi angiotensin II (suatu
oktapeptida). Angiotensinase adalah enzim yang fungsinya menginaktifkan angiotensin I dan
angiotensin II. ACE inhibitor yang menghambat enzim ACE sehingga angiotensin I tidak
dapat dirubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II sangat aktif dalam meningkatkan
tekanan darah (200x kekuatan noradrenalin). Angiotensin  peningkatan sekresi aldosteron
(angiotensin sebagai hormon tropik yang merangsang sekresi aldosteron).

Eritropoietin disintesis oleh sel-sel interstisial korteks, dan menstimulasi produksi sel
darah merah. Efek terhadap sumsum tulang. Eritropoetin dan eritrogenin mempengaruhi
pembentukan sel-sel darah merah. Jika pada payah ginjal kekurangan eritropoetin dan
eritrogenin akan menyebabkan anemia berat. Pembentukan eritropoetin dirangsang oleh
hipoksia.

Vitamin D dimetabolisme di ginjal menjadi bentuk aktif (1,25-


dihidroksikolekalsiferol), yang terlibat dalam regulasi Ca2+ dan fosfat. Berbagai prostaglandin
juga diproduksi di ginjal, dan mempengaruhi aliran darah ginjal.

Prostaglandin mempunyai efek langsung terhadap pembuluh darah. Berasal dari asam
pentanoat (asam lemak dengan 20 atom C). Derivat PG dihasilkan oleh jaringan diseluruh
tubuh (vesica seminalis, otak, kelenjar timus dan ginjal). Dalam ginjal terutama bagian
medulla ginjal dibentuk PGA2, PGE2 dan PGF2 alfa. Ketiga prostaglandin ini menyebabkan
relaksasi otot polos sehingga vasodilatasi arteri dan tekanan darah turun. PG menyebabkan
peningkatan aliran darah ginjal, natriuresis dan mengganggu fungsi ADH.

Kinonigen juga merupakan hormon yang mempunyai sifat antihipertensi.

Hormon / zat yang dihancurkan / diubah oleh ginjal : insulin, glukagon, 25 OH


cholecalciferol dan aldosteron.

Mekanisme Mikturisi 12

Mikturisi atau berkemih adalah proses pengosongan kandung kemih yang diatur oleh
2 mekanisme yakni, refleks berkemih dan kontrol volunter. Refleks berkemih dicetuskan
apabila reseptor-reseptor regang di dalam kandung kemih terangsang. Kandung kemih pada
orang dewasa dapat menampung sampai 250 atau 400 ml urin sebelum tegangan di
dindingnya mulai meningkat untuk mengaktifkan reseptor regang. Semakin besar peregangan
melebihi ambang ini, semakin besar pula tingkat pengaktifan reseptor.

Serat-serat aferen dari reseptor regang membawa impuls ke korda spinalis dan
akhirnya, melalui antarneuron, merangsang saraf parasimpatis yang berjalan ke kandung
kemih dan menghambat neuron motorik yang mempersarafi sfingter eksterna. Stimulasi
parasimpatis pada kandung kemih menyebabkan organ ini berkontraksi. Untuk membuka
sfingter interna tidak diperlukan mekanisme khusus, perubahan bentuk kandung kemih
sewaktu organ tersebut berkontraksi secara mekanis menarik sfingter interna menjadi
terbuka. Secara simultan, sfingter eksterna melemas karena neuron-neuron motoriknya
dihambat. Kedua sfingter terbuka dan urin terdorong ke luar melalui uretra akibat gaya yang
ditimbulkan oleh kontraksi kandung kemih.

Refleks berkemih ini, yang seluruhnya merupakan refleks spinal, juga mengatur
pengosongan kandung kemih pada bayi. Segera setelah kandung kemih terisi dalam jumlah
yang cukup untuk memicu refleks tersebut, bayi secara otomatis mengompol.

`Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Pola Berkemih 12

1. Usia

Bayi atau anak kecil dengan usia sampai 18-24 bulan tidak mampu mengontrol secara
volunteer. Pada usia remaja dan dewasa, sudah dapat mengontrol berkemih secara volunteer.
Hal ini disebabkan karena pada usia dewasa sfingter uretra eksterna dapat dikendalikan,
sedangkan pada bayi tidak dapat.

Pada Lansia, frekuensi berkemih dan volume urine meningkat. Hal ini karena terjadi
penurunan kemampuan tonus otot dan daya tampung serta penurunan pengendalian terhadap
sfingter uretra eksterna. Pada wanita, hal ini juga bisa dipengaruhi oleh banyaknya ia
melahirkan, karena dinding abdomen dapat menekan vesika urinaria yang menyebabkan rasa
ingin berkemih menjadi lebih cepat.

2. Panjang Uretra

Pada pria, panjang uretra dapat mempengaruhi pola berkemih seseorang, khususnya
pada panjanganya uretra pars spongiosa.

III. Kesimpulan

Ginjal adalah organ pembentuk urin yang berguna untuk membuang sisa-sisa zat
dalam tubuh manusia. Wanita dalam kasus sering buang air kecil dikarenakan usianya dan
banyaknya ia telah melahirkan. Karena faktor usianya, maka kemampuan tonus otot sfingter
uretra eksterna mengalami penurunan. Banyaknya ia telah melahirkan juga menyebabkan
dinding abdomen menekan vesica urinaria sehingga rasa ingin berkemih menjai lebih cepat.

IV. Daftar Pustaka


1. Moore KL, Agur AMR, Dalley AF. Essential clinical anatomy. 4 th Edition .
Canada: Lippincott Williams & Wilkins, 2011.h.235-7.
2. Snell SR. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta:
EGC, 2006.h.135-8.
3. Pearce E.C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama; 2009.h.303-4.
4. Verralls S. Anatomi dan Fisiologi Terapan Dalam Kebidanan. Edisi ke 3.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC;1999.h.81-4.
5. Faiz Omar, Moffat Havid. At a Glance Anatomi. Edisi ke-2. Penerbit
Erlangga. 2006
6. Leeson. 2006. Buku ajar histologi. Jakarta: EGC.
7. Kartawiguna, E, Gunawijaya, F.A. 2007. Histologi. Jakarta :Universitas
Trisakti. h.148-52.
8. Carneiro Josẻ, Carlos Luiz. Histologi Dasar. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.2005
9. O’Callaghan, CA. At glance sistem ginjal. 2 th Ed. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2009.h.12-50.
10. Baradero M. Klien gangguan ginjal. Jakarta: EGC; 2008.h.1-13.
11. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC;
2006.
12. Sherwood L. Fisiologi manusia. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2011.

Anda mungkin juga menyukai