Abstrak
Kelainan refraksi mata dapat mengenai semua orang dengan berbagai lapisan usia.
Salah satu kelainan refraksi yang banyak ditemukan ialah hipermetropia, terutama pada bayi
dan orang dewasa. Hipermetropia merupakan keadaan di mana mata yang tidak
berakomodasi memfokuskan sinar di belakang makula lutea. Hipermetropia dapat disebabkan
oleh faktor keturunan, panjang aksial bola mata yang berkurang, kelengkungan kornea yang
berkurang, serta lensa yang lemah atau menebal. Tujuannya adalah untuk mengetahui
pendekatan klinis pada pasien yang menderita kelainan hipermetropi. Hasil anamnesis,
penglihatan jarak jauh makin lama makin kabur dan memicingkan mata agar dapat melihat
dengan jelas. Pemeriksaan fisik menunjukkan visus okuli dextra dan sinistra 6/40. Disarankan
penggunaan lensa sferis positif tertinggi yang dapat memberikan ketajaman visus yang
normal. Tindakan lain yang dapat diberikan adalah antikolinesterase ataupun tindakan
operasi.
Kata kunci: hipermetropia, kelainan refraksi
Abstract
Refractive errors may happen to all people, despite of the age. One of the common
refractive errors found is hypermetropia, which mostly is found in infants and adults.
Hypermetropia is a condition where non-accomodated eye focuses light rays behind macula
lutea. Hypermetropia can be caused by hereditary factors, reduced eye’s axial length,
change of cornea curvature, and weak or thickened lens. The purpose is to know clinical
approach to hypermetropia patients. History results shows progressive farsight vision blur
and squinting to enable clear vision. Physical examination shows both ringht and left eyes’
vision is 6/40. It is recommended to use highest spherical positive lens that gives normal
vision. Other alternatives are admission to anticholinesterase and surgical method.
Keywords: hypermetropia, refraction errors
Pendahuluan
Interpretasi informasi visual yang baik dipengaruhi oleh kemampuan mata untuk
memfokuskan cahaya ke retina. Oleh karena itu penting untuk mengetahui proses melihat dan
faktor yang mempengaruhinya, sehingga alat bantu penglihatan dapat digunakan secara
maksimal. Kecepatan dan panjang gelombang cahaya yang masuk melalui media optik yang
berbeda akan berubah. Kecepatan cahaya yang berubah menyebabkan terjadinya refraksi atau
pembiasan cahaya.1 Pada mata, cahaya akan masuk melewati media penglihatan yang terdiri
1
dari kornea, cairan mata, lensa, dan badan kaca, untuk dibiaskan tepat di daerah makula lutea.
Hasil pembiasan cahaya pada mata ditentukan oleh media penglihatan dan panjang bola mata.
Mata yang normal atau mata emetropia memiliki media penglihatan dan panjang bola mata
yang seimbang sehingga bayangan benda akan ditempatkan tepat pada retina dalam keadaan
mata tidak melakukan akomodasi.2
Kelainan refraksi pada mata secara umum dapat disebut sebagai ametropia. Kelainan
refraksi pada mata meliputi presbiopia, miopia, hiperopia atau hipermetropia, dan astigmat.
Presbiopia merupakan keadaan terganggu atau hilangnya daya akomodasi yang terjadi pada
orang-orang berusia lanjut, umumnya dimulai pada usia sekitar 40 tahun. Presbiopia dapat
disebabkan oleh kelemahan otot akomodasi mata atau lensa mata yang elastisitasnya
berkurang akibat sklerosis lensa. Koreksi yang dapat diberikan untuk membantu penglihatan
pada presbiopia adalah lensa sferis positif. Miopia merupakan keadaan di mana mata tidak
dapat melihat obyek pada jarak yang jauh dengan jelas atau dikenal dengan istilah rabun jauh.
Miopia dapat disebabkan oleh ukuran bola mata yang memanjang (axial myopia) atau indeks
bias media penglihatan yang menjadi lebih kuat (curvature atau refractive myopia), yang
menyebabkan bayangan benda difokuskan di depan retina dalam keadaan mata tidak
berakomodasi. Miopia dapat dikoreksi dengan lensa sferis negatif terkecil yang memberikan
visus maksimal. Astigmat merupakan kondisi di mana bayangan benda difokuskan pada
beberapa titik pada retina karena kelainan kelengkungan permukaan kornea sehingga
penglihatan menjadi buram. Koreksi yang diberikan pada astigmat adalah lensa silinder
negatif dengan sumbu 180 derajat.1,2
2
yang tidak diimbangi dengan refraksi sehingga memerlukan kacamata sferis positif;
hipermetropia manifes fakultatif merupakan hipermetropia yang dapat diimbangi baik dengan
akomodasi maupun dengan kacamata sferis positif; hipermetropia laten, di mana tanpa
sikloplegia dapat diimbangi seluruhnya dengan akomodasi; dan hipermetropia total,
hipermetropia laten dan manifes yang ukurannya didapatkan sesudah pemberian obat
sikloplegia.1,2
Anamnesis
Keluhan utama merupakan tujuan utama pasien ketika datang kepada dokter.
Informasi mengenai keluhan utama pasien umumnya diperinci dalam riwayat penyakit
sekarang. Riwayat penyakit sekarang merupakan bagian anamnesis yang memuat uraian yang
lengkap, jelas, dan kronologis mengenai berbagai permasalahan yang mendorong pasien
untuk mendapatkan perawatan. Isi dari RPS meliputi onset penyakit situasi atau lingkungan
ketika penyakit tersebut timbul, manifestasi klinis dan setiap terapinya. Gejala utama harus
diterangkan secara jelas dengan menyebutkan lokasi, kualitas, kuantitas atau intensitas, waktu
(awitan, durasi, dan frekuensi), situasi ketika gejala tersebut timbul, faktor yang memperberat
atau meringankan gejala, serta manifestasi lain yang menyertainya. Semua hal ini penting
dalam penilaian riwayat sistem yang berhubungan dengan keluhan utama pasien dan berperan
untuk menentukan diagnosis banding terhadap pasien. Obat-obatan juga harus dicatat,
meliputi nama obat, dosis, cara pemberian, dan frekuensi penggunaan. Keluhan-keluhan yang
dapat ditanyakan berhubungan dengan mata adalah penglihatan, pemakaian kacamata atau
lensa kontak, pemeriksaan mata terakhir, rasa nyeri, kemerahan, pengeluaran air mata yang
berlebihan, penglihatan ganda, penglihatan yang kabur, bintik-bintik, bercak, silau,
glaukoma, dan katarak.3
3
Riwayat penyakit dahulu berpusat pada kondisi kesehatan pasien secara umum dan
penyakit sistemik yang penting. Penyakit vaskuler, seperti hipertensi dan diabetes, umumnya
berhubungan dengan manifestasi di mata harus ditanyakan serta pengobatan-pengobatan
sistemik secara umum. Dengan demikian kondisi kesehatan dan pengobatan yang
berhubungan dengan kesehatan mata dapat diketahui, termasuk alergi.1
Riwayat kelainan mata pada keluarga juga harus dicatat, seperti strabismus,
ambliopia, glaucoma, katarak, dan masalah pada retina. Selain itu juga penyakit sistemik
yang menurun, seperti diabetes.1
Secara umum, urutan yang dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan fisik
dimulai dengan menilai keadaan umum pasien. Pemeriksaan keadaan umum dapat meliputi:
kesan umum yang didapatkan pada inspeksi seluruh tubuh, seperti penurunan kesadaran,
bentuk kepala yang terlalu besar atau kecil, edema generalisata, tampak sakit atau gelisah;
juga pemeriksaan tanda-tanda vital. Kemudian dapat dilakukan terkait keluhan pada mata
adalah memperhatikan posisi dan kelurusan kedua mata. Observasi kelopak mata dan
inspeksi sklera serta konjungtiva tiap-tiap mata. Dapat juga dilakukan pemeriksaan refleks
pupil.3
4
Tonometri adalah metode pemeriksaan tekanan intraokuler bola mata dengan
menggunakan alat yang sudah terkaliberasi. Nilai normal tekanan bola mata berkisar antara
10 sampai 21 mmHg. Pemeriksaan tonometri sebaiknya dilakukan pada setiap orang berusia
40 tahun pada saat pemeriksaan medik dan umum. Adapun cara memeriksa tekanan bola
mata ada 5, yaitu tonometer digital, tonometer Schiotz, tonometer aplanasi Goldman,
noncontact air-puff tonometer, dan hand held aplanasi.1,2
Pemeriksaan segmen anterior bola mata dapat dilakukan menggunakan lensa positif
tinggi dan oftalmoskop langsung, sehingga dapat memperbesar gambaran konjungtiva,
kornea dan iris. Hasil pemeriksaan akan lebih besar dan jelas apabila menggunakan slitlamp,
yang tidak selalu tersedia. Pemeriksaan segmen posterior bola mata dikenal dengan istilah
funduskopi, yang pemeriksaannya menggunakan oftalmoskop di kamar gelap. Oftalmoskop
dapat dibedakan menjadi oftalmoskop langsung dan tidak langsung. Keduanya bertujuan
untuk menyinari fundus okuli untuk dilihat. Oftalmoskop langsung dapat melihat daerah
perifer hingga ke ekuator, tidak stereoskopis, berdiri tegak, dan pembesarannya 15 kali.
Oftalmoskop tidak langsung akan memperlihatkan daerah fundus okuli sebesar 8 kali
diameter papil, dapat dilihat sampai daerah ora serata, stereoskopik karena dilihat
menggunakan 2 mata, dan perbesaran 2-4 kali.1,2
Diagnosis
5
pasien. Pasien usia muda dengan hipermetropia manifes fakultatif rendah hingga sedang akan
memiliki hasil yang normal, walaupun setelah penggunaan yang berat akan menyebabkan
keburnya penglihatan. Tetapi pasien yang menderita hipermetropia berat akan mendapatkan
penurunan hasil pemeriksaan ketajaman visus.5
Diagnosis banding dari hipermetropia adalah tumor orbita, elevasi retina, skleritis
posterior, presbiopia, hipoglikemia, katarak, dan pasca operasi refraktif.4
Etiologi
Hipermetropia dapat disebabkan oleh: faktor keturunan; panjang aksial bola mata
yang berkurang, seperti pada kelainan kongenital (hipermetropia kongenital); kelainan
refraktif, di mana indeks bias cahaya menurun (hipermmetropia refraktif); kelengkungan
kornea yang berkurang; serta lensa yang lemah atau menebal (hipermetropia kurvatur).2,5
6
Di Asia, angka kejadian hipermetropia lebih rendah dari miopia. Berdasarkan studi
populasi berjumlah 1043 orang dewasa yang berusia 21 tahun ke atas di Sumatra,
hipermetropia dengan rata-rata kekuatan refraksi setara sferis ≥ +1.00 Dioptri memiliki
prevalensi sebesar 9,2 % dan jumlahnya lebih tinggi seiring bertambahnya usia. Di
Mahabubnagar, India Selatan, studi di antara 4,074 anak berusia 7 hingga 15 tahun
menunjukkan hipermetropia dengan kekuatan refraksi setara sferis ≥ +2.00 Dioptri ditemukan
setidaknya pada salah satu mata dari 0,8 % jumlah anak. Sedangkan di daerah Andhra
Pradesh, pada anak yang berusia 15 atau lebih muda didapatkan prevalensi sebesar 62,62 %
dan pada usia di atas 15 tahun sebesar 8.38%. Hasil studi ini lebih banyak pada subyek
berjenis kelamin perempuan.6
Manifestasi Klinis
Pada anak umumnya tidak ditemukan gejala, tetapi untuk tingkat yang lebih berat
anak dengan hipermetropia akan terlihat sering menggosok mata, sakit kepala, dan kesulitan
atau kehilangan minat untuk membaca. 4 Gejala yang dapat timbul pada penderita
hipermetropia adalah penglihatan jarak dekat dan jauh kabur, sakit kepala, silau, terkadang
rasa juling, dan penglihatan ganda. Penderita hipermetropia juga sering mengeluhkan mata
lelah dan sakit akibat usaha akomodasi terus menerus untuk memfokuskan bayangan di
daerah makula. Kondisi ini disebut astenopia akomodatif, yang menyebabkan mata akan
memiliki kedudukan esotropia atau juling ke dalam.2
Patofisiologi
Cahaya parallel yang masuk ke mata melalui media penglihatan akan dibelokkan
sehingga bayangan benda difokuskan di belakang retina. Hal ini dapat terjadi akibat
memendeknya jarak sumbu anteroposterior bola mata atau perubahan pada kornea dan/atau
lensa sehingga indeks bias menurun, sehingga bayangan benda dibelokkan lebih jauh dari
lokasi yang seharusnya. Keadaan mata yang lebih pendek terhadap titik difokuskannya
bayangan benda menyebabkan penglihatan yang kabur.2,7
Tatalaksana
7
total. Sedangkan pada pasien yang memiliki kecenderungan eksotropia dapat diberikan
koreksi positif kurang.2
Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat hipermetropia yang tidak ditangani adalah
esotropia, glaucoma sekunder, dan ambliopia monokuler.1,2
Prognosis
Prognosis pada hipermetropia secara umum baik. Pada penderita yang juga terkena
strabismus dan ambliopia, prognosisnya lebih kurang meyakinkan.5
Pencegahan
Akibat banyaknya kondisi hipermetropia pada bayi, tidak ada pencegahan terhadap
timbulnya hipermetropia. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah melakukan deteksi dini
dan memodifikasi tingkat hipermetropi. Pemeriksaan untuk deteksi dini yang dapat dilakukan
adalah tes +1.50 Dioptri, skrining autorefraktor, skrining retinoskopi, skrining ketajaman
8
visus sesuai usia, dan skrining stereopsis. Sedangkan modifikasi tingkat hipermetropia
dilakukan dengan kacamata koreksi sebagian pada bayi yang memiliki tingkat hipermetropia
yang signifikan. Penggunaan kacamata ini dapat mengurangi risiko terjadinya strabismus dan
ambliopia.5
Kesimpulan
Hipermetropia merupakan hasil penyimpangan pada bola mata, baik dari segi bentuk
bola mata maupun perubahan pada media refraksi yang menyebabkan menurunnya indeksi
bias, sehingga bayangan benda difokuskan di belakang makula lutea. Hal ini dapat
menimbulkan sejumlah gejala seperti terganggunya penglihatan jarak dekat dan juga jauh,
sakit kepala, silau, merasa juling, sakit dan kelelahan mata, serta penglihatan ganda. Insidens
hipermetropia banyak ditemukan pada bayi dan anak-anak, tetapi prevalensinya menurun
hingga mencapai usia dewasa. Hipermetropia sendiri dapat dikoreksi dengan penggunaan
lensa sferis positif terkuat yang memberikan ketajaman visus normal untuk mengistirahatkan
mata dan mencegah komplikasi yang dapat terjadi seperti strabismus dan ambliopia. Lensa
dapat diberikan dalam bentuk kacamata atau pun lensa kontak. Penanganan hipermetropia
lain yang dapat dilakukan ialah pemberian obat antikolinesterase dan tindakan operasi.
Prognosis hipermetropia baik, tetapi tidak ada pencegahan yang dapat dilakukan kecuali
melakukan pemeriksaan skrining dini dan memberikan terapi sedini mungkin untuk
mencegah adanya komplikasi.
Daftar Pustaka
9
Optometric Association; 2008 [diakses 24 Maret 2018]. Tersedia di:
https://www.aoa.org/documents/optometrists/cpg-16.pdf
6. Monsálvez/Romín D, Esteve-Taboada JJ, Montés P, Águila Ad, et.al. Global
prevalence of hyperopia [pdf]. Valencia: J Emmetropia 2015 [diakses pada 25 Maret
2018]; 6: 109-116. Tersedia di: www.journalofemmetropia.org/numeros/pdf/6-
2/Journal-update-1.pdf
7. Kolker RJ. Subjective refraction and prescribing glasses [pdf]. Baltimore: American
Academy of Ophtalmology; 2015 [diakses pada 26 November 2018]. Tersedia di:
https://www.aao.org/Assets/563fc40b.../subjective-refraction-prescribing-glasses-pdf
10