Anda di halaman 1dari 23

Thalassemia pada Anak

Mohamad Pujiyantoro

102014115/D7

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat

Abstrak

Thalassemia adalah kelompok kelainan hematologik diturunkan akibat defek sintesis satu

atau lebih rantai globin. Thalassemia alfa disebabkan oleh kurangnya atau tidak adanya sintesis

rantai globin alfa dan thalassemia beta disebabkan oleh kurangnya atau tidak adanya sintesis

rantai globin beta. Ketidakseimbangan rantai globin menyebabkan hemolisis. Pembawa sifat

thalassemia baik alfa maupun beta bersifat asimtomatis dan tidak membutuhkan terapi. Pasien

dengan thalassemia beta mayor beresiko meninggal karena komplikasi kardiak akibat kelebihan

besi.

Kata kunci: thalasemia

ABSTRACT
Thalassemia is a group of hematologic disorders derived from a synthetic defect of one
or more globin chains. Thalassemia alfa is caused by the lack or absence of alpha globin chain
synthesis and beta thalassemia due to the lack or absence of beta globin chain synthesis. Globin
chain imbalance causes haemolysis. Carrier of thalassemia properties both alpha and beta are
asymptomatic and do not require therapy. Patients with major beta thalassemia are at risk of
dying from cardiac complications due to iron overload.

Key words: thalassemia


Pendahuluan

Darah merupakan cairan yang terdapat di makhluk hidup tingkat tinggi yang berfungsi
untuk mengirimkan zat dan oksigen yang diperlukan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan
kimia hasil metabolism dan juga sebagai pertahan tubuh terhadap virus, bakteri, maupun mikroba
lainnya.Darah merupakan jaringan cair yang terdiri dari dua bagian, yaitu unsur padat dan cair.
Unsur padat yang terdapat dalam darah adalah sel-sel darah. Sedangkan unsur cair adalah baahn
interseluler yang disebut juga plasma. Volume darah secara total kurang lebih seperduabelas
berat badan. Lima puluh lima persen dari volume darah adalah cairan , sedangkan 45 % sisanya
terdiri atas unsure padat darah yaitu sel darah.1

Unsur padat darah yang merupakan sel darah terdiri atas tiga jenis sel, yaitu sel darah
merah, sel darah putih, dan keeping darah.Sel darah merah disebut juga eritrosit.Sel darah merah
berbentuk cakram bikonkaf dan tidak memiliki inti.Komponen utama sel darah merah adalah
molekul haemoprotein, hemoglobin yang terdiri dari 60-70%, H2O, 28-35% hemoglobin mengisi
kira-kira sepertiga dari masa eritrosit.Dengan menggunakan metode elektrophoretik, hemoglobin
dapat ditemukan.Molekul hemoglobin terdiri atas dua cincin, haem dan globin yang disintesis
sendiri-sendiri.Rantai haem mengandung besi dan merupakan tempat pengikatan
oksigen.Molekul ini memiliki kemampuan mengambil dan menggantikan oksigen dengan
tekanan relatif tipis.Fungsi sel darah merah adalah mengikat oksigen (oksihemoglobin) dari
paru–paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon dioksida dari jaringan
tubuh untuk dikeluarkan melalui paru–paru.1

Darah terdiri dari beragam komponen yang saling menyokong satu sama lain. Kelainan
pada darah dapat sangat beragam tergantung kepada unsur mana yang terlibat.Dalam makalah
ini, penulis akan membahas lebih mendalam dan spesifik terhadap gangguan pada darah,
khususnya sel darah merah. Tujuan penulis dalam penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui dan mempelajari lebih dalam tentang gangguan sistem hematologi manusia,
khususnya thalasemiaserta mengetahui dan mempelajari dalam cara anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang lainnya untuk pemeriksaan terhadap gangguan
yang terjadi pada skenario kasus IXdan ditegakkan melalui diagnosis apakah yang terjadi pada
anak laki-laki usia 6 tahun tersebut dan mengetahui tatalaksana yang tepat diberikan kepada
pasien.

2
Pembahasan

Berdasarkan kasus yang ada, penulis akan membahas satu persatu masalah pada skenario
studi kasus ditinjau berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang telah dirumuskan dalam
bentuk mind map sebagai berikut:

Anamnesis
Pemeriksaan
Prognosis fisik dan
penunjang

Diagnosis
Komplikasi Kerja dan
Anak laki-laki 6
Banding
tahun pucat sejak 3
bulan yang lalu

Penatalaksanaan Epidemiologi

Patofisiologi Etiologi

Anamnesis

Sebagai seorang dokter harus menampilkan sikap hormat, sopan, dan bersahabat saat
pasien datang. Pertama-tama memberikan ucapan selamat pagi, siang atau sore dan berjabat
tangan, serta mempersilahkan duduk berhadapan dengan posisi duduk sopan. Usahakan supaya
suasana menyenangkan, relaks, bersahabat sehingga pasien tidak merasa takut. Pertanyaan yang
diberikan adalah:2
1. Identitas Pasien
Nama, tanggal lahir atau umur, tempat lahir, pekerjaan, alamat, jenis kelamin, suku
bangsa, agama, dan pendidikan.

3
2. Keluhan Utama dan Penyerta
- Keluhanapa yang dirasakan oleh pasien? Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada,
atau tanpa gejala?Pada talasemia, umumnya pasien muncul pada usia sekitar 3-6
bulan atau kurang lebih dalam usia 1 tahun pertama, gejala diawali dengan pucat
disusul splenomegali, demam, dan sakit berat.
- Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap?
- Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia?Kelelahan dan berkurangnya
kemampuan untuk mengerjakan pekerjaan berat biasanya dapat disebabkan
berkurangnya Hb yang beredar. Tanyakan apakah ada rasa ingin memakan bahan
yang tidak lazim seperti es, tanah, dan sebagainya. Gejala tersebut dapat ditemukan
pada anemia defisensi Fe (pica).
- Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe, asam folat, dan vitamin B12?
Riwayat makanan penting ditanyakan. Tanyakan kecukupan makanan dan
kandungan Fe untuk menyingkirkan diagnosis bandingnya.
- Adakah gejala yang konsisten dengan malabsorpsi? Adakah tanda-tanda kehilangan
darah dari saluran cerna (tinja gelap, darah per rektal, muntah darah)?
- Adakah terlihat warna kulit dan sklera mata yang kuning?
- Adakah riwayat demam?
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Adakah riwayat penyakit kronis sebelumnya?
- Adakah tanda-tanda perdarahan sebelumnya (memar, pendarahan, dan infeksi,
epistaksis)?
- Adakah tanda-tanda defisiensi vitamin seperti neuropati perifer (pada defisiensi
vitamin B12 subacute combined degeneration of the cord[SACDOC])?
- Adakah alasan untuk mencurigai adanya hemolisis (misalnya ikterus, katub buatan
yang diketahui bocor)?
- Adakah riwayat anemia sebelumnya?
- Apakah pernah mengkonsumsi obat-obatan?
4. Riwayat Keluarga
Adakah riwayat anemia dalam keluarga? Khususnya penyakit sel sabit, thalassemia,
dan anemia hemolitik yang diturunkan. Pada thalassemia merupakan penyakit yang
diturunkan secara resesif.2
5. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
risiko thalassemia.Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat.Apabila diduga faktor
risiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya
nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.2
6. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal
ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.2

4
7. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh
kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat
kronik.Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor.Pertumbuhan fisik anak adalah
kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan rambut pubis dan ketiak.Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalassemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak
normal.2
8. Riwayat Bepergian
Tanyakan riwayat bepergian dan pertimbangkan kemungkinan infeksi
parasit(misalnya cacing tambang dan malaria).2
9. Riwayat Sosial dan Nutrisi
Bagaimana perilaku dan aktivitas? Aktif atau tidak?Sering berolahraga?Pola makan?
Lingkungan tempat tinggal?2
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya.Anak banyak tidur atau banyak
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah. Karena adanya
anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat rendah
dan tidak sesuai dengan usianya.2

Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah anak seusianya
yang normal.2

2. Tanda Vital
 Tekanan darah: 90/60 mmHg
 Frekuensi nadi
Pemeriksaan denyut nadi dilakukan dengan palpasi pada arteri radialis, arteri
carotis, atau arteri radialis. Ujung-ujung jari ditekan makin lama makin kuat di atas
arteri sampai denyut maksimum teraba. Hitunglah denyut nadi dalam satu menit penuh.
Selain itu, ketika memeriksa denyut nadi, kita juga harus memperhatikan kecepatannya,
iramanya, volumenya, dan konturnya. Denyut nadi normal untuk anak usia 2-10 tahun
adalah 55-90x/menit (waktu istirahat) dan bisa sampai 200 x/menit pada saat aktif atau
pada saat demam.2Pada skenario didapatkan hasil frekuensi nadi 130x/menit.
 Frekuensi napas
Kecepatan pernafasan adalah jumlah inspirasi per menit. Selain kecepatan
pernafasan kita juga perlu memperhatikan volume, uasaha bernafas, dan pola
pernafasan.Rata-rata frekuensi normal pernafasan pada anak 10 tahun atau lebih adalah
15-30x/menit dan pada waktu tidur 15x/menit.2
 Suhu tubuh

5
3. Inspeksi
a. Kepala, bentuk muka, dan keadaan kulit
Facies cooley adalah ciri khas thalassemia mayor, yakni batang hidung masuk ke
dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk
mengatasi kekurangan hemoglobin.3
Warna kulit (ikterus, pucat, coklat, kehitaman). Pucat sering terlihat pada
penderita anemia. Penilaian paling baik adalah pada telapak tangan atau kaki, kuku,
mukosa mulut, dan konjungtiva. Elastisitas kulit (menurun pada orang tua dan
dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites).Adanya bekas-bekas garukan (penyakit
ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan parut (tentukan lokasinya), striae (gravidarum
atau cushing syndrome), pelebaran pembuluh darah vena (obstruksi vena kava inferior
& kolateral pada hipertensi portal).3Pada skenario didapatkan hasil sklera ikterik dan
konjungtiva anemis.

b. Abdomen
 Besar dan bentuk abdomen: rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).
 Simetrisitas: adanya benjolan local (hernia, hepatomegali, splenomegali, kista
ovarii, hidronefrosis).
 Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.
 Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa
atau tumor apa.
 Peristaltik: gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada
dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).
 Pulsasi: pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan
gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.
 Perhatikan juga gerakan pasien:4
- pasien sering merubah posisi  adanya obstruksi usus.
- pasien sering menghindari gerakan  iritasi peritoneum generalisata.
- pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen berkurang atau
relaksasi  peritonitis.
- pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur pada saat
nyeri  pankreatitis parah.

6
4. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan. Sedangkan
untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan agar tidak melakukan
penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding abdomen. Palpasi dimulai
dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah yang dikeluhkan nyeri,
sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir. Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran atatu
besarnya, bentuknya, lokasinya, konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi atau
mobilitasnya, nyeri spontan atau tekan, dan warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan
skematisnya.4
Pada perabaan hepar, secara normal teraba 1-2 cm di bawah arkus kosta kanan pada
bayi dan anak kecil. Besarnya hepar diukur di bawah batas kosta di garis midclavicula dan
dari prosessus xiphoideus ke umbilikus. Hepatomegali terdapat pada penyakit infeksi
(hepatitis, sepsis), anemia (thalassemia dan anemia sickle cell), gagal jantung kongestif,
sumbatan saluran empedu, keganasan.3
Pada perabaan limpa dapat dibedakan dari lobus kiri hepar karena bentuk limpa yg
seperti lidah yang menggantung ke bawah, ikut bergerak dalam pernapasan, mempunyai
incisura lienalis serta dapat didorong ke medial, lateral, dan atas. Besarnya limpa diukur
dengan cara Schuffner: jarak maksimum dari pusat ke garis singgung pada arcus costae kiri
dibagi menjadi 4 bagian yang sama. Garis ini diteruskan kebawah sehingga memotong lipat
paha, garis dari pusat ke lipat paha ini pun dibagi menjadi 4 bagian yang sama. Pembesaran
limpa (splenomegali) dinyatakan dengan memproyeksikannya dalam bagian-bagian ini.
Limpa yang membesar sampai pusat dinyatakan Schuffner IV, sampai lipat paha Schuffner
VIII. Splenomegali terdapat pada berbagai penyakit infeksi, penyakit darah (thalasemia atau
anemia sickle cell), serosis hepatis, hipertensi porta, gagal jantung kongestif.4Pada skenario
didapatkan hasil pemeriksaan fisik pada limpa yaitu Schufner III, dimana mengacu pada
pembesaran limpa atau splenomegali.
Pada pasien thalassemia biasanya didapatkan organomegali: hepatosplenomegali
diakibatkan oleh destruksi eritrosit berlebihan, hemopoeiesis ekstramedular, dan penumpukan
besi. Splenomegali meningkatkan kebutuhan darah dan meningatkan volume plasma.3

5. Perkusi
Perkusi menggambarkan batas-batas statik antara jaringan-jaringan dengan kepadatan
yang berbeda. Pada pemeriksaan abdomen perkusi berguna untuk menilai keadaan abdomen
secara keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat
atau massa berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta
adanya udara bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah
timpani (organ berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).4

6. Auskultasi

7
Dengan mendengar apakah terdapat kelainan suara baik pada pemeriksaan abdomen
(seperti peningkatan bising usus).4

Pemeriksaan Penunjang

1. PemeriksaanDarah Rutin Lengkap


Untuk melihat keadaan darah secara umum, yaitu pemeriksaan Hb, Hematokrit (Ht),
jumlah SDM, leukosit, dan trombosit. Nilai normal Hb (laki-laki >13 g/dL wanita >12g/dL),
Ht (37-42%), SDM (4-6 juta sel/uL), leukosit (4.500-11.000 sel/uL), dan trombosit (150.000-
350.000 sel/uL). Dari pemeriksaan keadaan umum darah terkadang sudah dapat menjawab
apakah seseorang menderita kelainan darah ataupun tidak. Anemia biasannya berat, dengan
kadar hemoglobin berkisar antara 3-9 g/dl.3
2. Sediaan Hapus Darah Tepi (SHDT)
Apusan darah digunakan untuk menilai ukuran/bentuk sel darah merah; gambaran dan
diferensial sel darah putih; sel abnormal; ukuran dan morfologi trombosit, dan
lainnya.Eritrosit memperlihatkan anisositosis, poikilositosis, dan mikrositer hipokromia berat.
Sering ditemukan sel target dan tear drop cell. Normoblas (eritrosit berinti) banyak ditemukan
terutama pasca splenektomi. Leukosit dan trombosit normal.3
3. Elektroforesis
Pemeriksaan ini digunakan hanya untuk kasus-kasus hemoglobinopati seperti
thalassemia. Pemeriksaan ini menggunakan agar elektroforesis dan darah, dengan bahan yang
ada akan dibentuk suatu gambaran kurva yang menunjukan kadar masing-masing globin
dalam suatu SDM. Petunjuk adanya thalassemia alfa adalah ditemukannya Hb Bart’s dan
HbH. Pada thalassemia beta, kadar HbF bervariasi antara 10-90 %, sedangkan dalam keadaan
normal kadarnya tidak melebihi 1%.3
5. Aspirasi Sumsum Tulang
Pemeriksaan ini jarang digunakan bila tidak ada indikasi khusus karena pemeriksaan ini
bersifat invasive dan berisiko tinggi serta membuat pasien merasa tidak nyaman. Pemeriksaan
ini digunakan hanya pada pasien yang kooperatif dan memiliki indikasi anemia defisiensi besi
berat, anemia sideroblastik, anemia aplastik, keganasan, limfoma, monitor pasca kemoterapi,
dan untuk melihat keadaan hematopoesis sumsum tulang. Gambaran sumsung tulang
memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif sebanding dengan anemianya.3

Diagnosis Kerja

Pada pembahasan akan skenario, pasien anak laki-laki tersebut diduga menderita
thalasemia dengan diagnosis pembandingnya anemia defisiensi besi dan anemia akibat penyakit
kronis.
Thalassemia adalah kelompok kelainan hematologik diturunkan akibat defek sintesis satu
atau lebih rantai globin. Thalassemia alfa disebabkan oleh kurangnya atau tidak adanya sintesis

8
rantai globin alfa dan thalassemia beta disebabkan oleh kurangnya atau tidak adanya sintesis
rantai globin beta. Ketidakseimbangan rantai globin menyebabkan hemolisis. Pembawa sifat
thalassemia baik alfa maupun beta bersifat asimtomatis dan tidak membutuhkan terapi. Pasien
dengan thalassemia beta mayor beresiko meninggal karena komplikasi kardiak akibat kelebihan
besi.3

Genotip dan fenotipe thalassemia tipe β


Individu normal memiliki dua alel gen globin- β, sehingga genotype thalassemia tipe β
dapat muncul dalam bentuk heterozigot atau homozigot. Kedua bentuk genotype ini dapat
melahrikan berbagai bentuk fenotipe thalassemia-β. Heterozigositas thalassemia-β disebut
sebagai thalassemia-β trait. Homozigositas atau heterozigositas ganda siebut thalassemia β
mayor.5

Tabel 1. Genotipe dan fenotipe thalassemia-β5

Bentuk thalassemia-β Genotip Fenotip


Thalassemia-β0 Thalassemia homozigot Bervariasi (ringan-berat)
(β0 β0)
Thalassemia-β+ Mutasi gen bervariasi Bervariasi (ringan-berat)
heterozigot
Thalassemia-β0 dan thalassemia-β+ Heterozigot ganda:
 2 β0 berbeda atau
2 β+ berbeda
 Atau β0 danβ+

1. Thalassemia-β0, thalassemia-β+, thalassemia homozigot dan heterozigot thalassemia- β0


(βzero thalassemia)
Terjadi karena gen normal tidak dieskpresikan atau bentuk lebih jarang terjadi karena
delesi gen. Pada thalassemia homozigot (β0 β0) rantai-β0 tidak diproduksi sama sekali dan
hemoglobin A tidak dapat diproduksi.5
Pada thalassemia- β+ (β plus-thalassemia) ekspresi gen βmenurun namun tidak menghilang
sama sekali, dengan demikian HbA tetap diproduksi walaupun akan menurun. Hingga saat ini
banyak ditemukan mutasi dari thalassemia-β+ dengan berat gangguan dalam sintesis rantai-βyang
bervariasi, hal ini juga mengakibatkan gejala yang ditimbulkan juga bervariasi berat ringannya.5

9
Thalassemia-β dengan genotip yang homozigot juga menunjukkan fenotip yang bervariasi,
dari yang ringan sampai yang sangat berat. Thalassemia-β heterozigot ganda dapat memiliki dua
gen thalassemia-β+ atau thalassemia-β0 yang berbeda atau dapat pula kombinasi dari gen β0 atau
gen β+.5

2. Thalassemia-βtrait
Thalassemia- β trait mempunyai genotip berupa heterozigot thalassemia-β, sering disebut
juga sebagai thalassemia-βminor. Fenotip kelainan ini sering kali asimtomatik.5
3. Thalassemia-βmayor
Thalassemia-βmayor, dengan genotip homozigot atau heterozigot ganda thalassemia-β,
menunjukkan fenotip klinis berupa kelainan yang sangat berat dan penderita bergantung
sepenuhnya pada transfusi darah untuk memperpanjang usia.5
4. Thalassemia-βintermedia
Thalassemia-βintermedia menunjukkan fenotip klinis di antara thalassemia-β mayor dan
thalassemia-β minor. Penderita thalassemia- βintermedia secara klinis dapat asimptomatik
namun disaat tertentu memerlukan transufi darah. Transufi darah pada thalassemia-βintermedia
tidak bertujuan untuk mempertahankan hidup. Thalassemia-βintermedia merupakan kelompok
kelainan yang heterogen dan mencakup:5
 Homozigot dan heterozigot ganda thalassemia- βminor, atau
 Heterozigot thalassemia-βyang diperberat dengan faktor pemberat genetik berupa triplikasi
alfa baik dalam bentuk heterozigot maupun homozigot.
5. Thalassemia-βdominan
Thalassemia-βdominan dikaitkan dengan fenotip klinis yang abnormal dari bentuk
heterozigot.5

Genotip dan Fenotip Thalassemia-α


Thalassemia-α u dikelompokkan kedalam empat bentuk genotip dengan fenotip yang
berbeda yang akan dijabarkan dibawah ini:5
1. Thalassemia-2-α trait (-α/αα)
Ditemukan delesi satu rantai α (-α), yang didapatkan dari salah satu orang tuanya.
Sedangkan rantai-α lainnya yang lengkap (αα), diwarisi dari pasangan orang tuanya dengan

10
rantai-α normal. Penderita kelainan ini merupakan pembawa fenotip yang asimptomatik atau
silent carrier state. Kelainan ini ditemukan pada 15-20% populasi keturunan Afrika.5
2. Thalassemia-1-α trait (-α/-α atau αα/--)
Pada keadaan ini ditemukan delesi dua lokus. Delesi ini daoat berbentuk thalassemia-2 a-α
homozigot (-α/-α) atau thalassemia-1a-α heterozigot (αα/ --). Fenotip thalassemia-1-α trait
menyerupai fenotip thalassemia-α minor.
3. Hemoglobin H disease (--/-α)
Pada penderita ditemukan delesi tiga lokus, berbentuk heterozigot ganda untuk
thalassemia-2-α dan thalassemia 1-α (--/-α). Fetus yang menderita keadaan ini dapat kita
temukan akumulasi beberapa rantai –β yang tidak berpasangan (unpaired –β chains). Sedangkan
pada orang dewasa yang menderita hemoglobin H akumulasi unpaired –β chains lebih mudah
larut dan akan membentuk tetramer β4, yang disebut HbH. HbH membentuk sejumlah inklusi
kecil di eritroblast, tetapi tidak ditemukan pada eritrosit yang sudah matang dan beredar di darah
tepi. Delesi tiga lokus ini memberikan fenotip yang lebih berat. Fenotipe HbH diseasemirip
dengan anemia hemolitik sedang-berat, namun disertai dengan inefektivitas eritropoeisis yang
lebih ringan.5
4. Hydrops Fetalis dengan Hb Bart’s (--/--)
Pada keadaan ini ditemukan delesi dari 4 lokus. Pada keadaan embrional sama sekali tidak
diproduksi rantai globin α. Keadaan ini kemudian akan mengakibatkan dibentuknya rantai globin
γ yang berlebihan dan membentuk tetramer globin γ 4, yang disebut Hb Bart’s. Tetramer ini
mempunyai afinitas terhadap oksigen yang sangat tinggi, hal ini mengakibatkan oksigen tidak
dapat mencapai jaringan fetus, sehingga terjadi asfiksia jaringan, edema (hydrops fetalis), gagal
jantung kongsetif dan meninggal dalam uterus.5

Secara ringkas genotip dan fenotip dari berbagai mutasi gen pada thalassemia-α akan
dipersingkat dalam bentuk tabel di bawah ini

11
Tabel 2. Genotip dan fenotip thalassemia-α5

Bentuk thalassemia- α Genotip Fenotip


Thalassemia-2-α trait (-α/ αα) Asimptomatik
Thalassemia-1-α trait:
 Thalassemia-2a-α (-α/ -α) Menyerupai thalassemia-β minor
homozigot
 Thalassemia-1a-α (αα / - -)
heterozigot
Hemoglobin H disease ( - - / - α) Thalassemia intermedia
Hydrops fetalis dengan Hb Barts (- - / - -) Hydrops fetalis  meninggal in utero

Di samping itu thalassemia juga dibedakan berdasarkan jenis mayor dan minor,
diantaranya adalah:5
1. Thalassemia beta mayor
Jenis thalassemia yang paling parah, penderita thalassemia jenis ini harus melakukan
transfusi darah terus menerus sejak diketahui melalui diagnosa, meskipun sejak bayi.
Umumnya bayi yang lahir akan sering mengalami sakit selama 1-2 tahun pertama
kehidupannya, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya yang
mengakibatkan keterlambatan sirkulasi zat gizi yang kurang lancar.5
2. Thalassemia beta minor
Yakni jenis thalassemia yang menyebabkan penderitanya mengalami anemia ringan
dan ketidaknormalan sel darah minor. Namun, keuntungannya penderita thalassemia jenis
ini tidak perlu melakukan transfusi darah, cukup dengan menjaga pola makan yang banyak
mengandung zat besi serta kalsium.5
3. Thalassemia beta intermedia
Yakni penderita jenis ini hanya perlu melakukan transfusi darah sewaktu-waktu jika
diperlukan dilihat dari parah tidaknya thalassemia yang diderita dan kebutuhannya
menambah darah.5
4. Thalassemia alfa mayor
Jenis thalassemia satu ini umumnya terjadi pada bayi sejak masih dalam masa
kandungan. Thalassemia ini terjadi apabila seseorang tidak memiliki gen perintah produksi
protein globin, keadaan ini akan membuat janin atau bayi menderita anemia yang cukup

12
parah, penyakit jantung, dan penimbunan cairan tubuh. Oleh karenanya, apabila bayi yang
sudah diketahui menderita thalassemia ini, bayi harus mendapatkan transfusi darah sejak
dalam kandungan dan setelah lahir agar tetap sehat.5
5. Thalasemia alfa minor
Termasuk jenis thalasemia ringan yang tidak menyebabkan gangguan pada fungsi
kesehatan tubuh. Namun, jenis thalassemia ini umumnya dimiliki oleh wanita dengan latar
belakang memiliki penyakit anemia ringan, kelainan gen ini kemudian diwariskan kepada
anak. Keuntungan yang dimiliki dari thalassemia jenis ini satu ini tidak memerlukan
transfusi darah. Hanya disarankan untuk banyak mengkonsumsi nilai gizi yang seimbang
untuk menunjang kesehatan tubuh, dan pengoptimalan sel darah merah yang sehat dari
berbagai sumber makanan yang banyak mengandung zat besi, kalsium, magnesium dan
lainnya.5

Diagnosis Banding

Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi
untuk eritropoesis. Karena cadangan besi kosong (deplated iron store) yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi ditandai oleh
anemia hiprokrom mikrositer dan hasil laboratorium yang menentukan cadangan makanan besi
dari system retikuloendotelial berkurang, sedangkan cadangan besi masih normal. Anemia
defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di Negara Negara tropik
karena sangat berkaitan dengan taraf sosial ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari 1/3
penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak
sosial yang cukup serius. Gejala anemia defisiensi besi digolongkan menjadi 3 golongan besar,
yaitu:6

1. Gejala Umum Anemia


Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada
anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dL Gejala ini berupa
badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, dan telinga mendenging. Pada

13
pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di
bawah kuku.6
2. Gejala Khas Akibat Anemia Defisiensi Besi6
 Koilonychia (kuku sendok): kuku menjadi rapuh ber garis-garis vertical dan menjadi
cekung sehingga mirip sendok.
 Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papillidah
menghilang.
 Stomatitis angularis: adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai
bercak berwarna pucat keputihan.
 Dysfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
3. Gejala Penyakit Dasar
Pada Anemia Defisiensi Besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi
penyebab anemia defisiensi tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing
tambang dijumpai dyspepsia, karotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna
kuning.6

Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnosis6


1. Penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat
2. MCV dan MCH menurun
3. MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama
4. Hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, dan
poikilositosis
5. Lekosit dan trombosit pada umumnya normal
6. Konsentrasi besi serum menurun
7. TIBC (total iron binding capacity) meningkat

Secara labatoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria
diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut:6
Anemia hipokrom mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV < 80 fl dan MCHC < 31 %
dengan salah satu criteria di bawah ini:
 Dua dari tiga parameter di bawah ini:

14
- besi serum < 50 mg/dL7
- TIBC > 350 mg/dL
- saturasi transferin < 15 %, atau
 Feritin serum < 20 mg/L, atau
 Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia menunjukkan cadangan besi (butir-butir
hemosiderin) negatif, atau
 Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari selama 4 minggu disertai kenaikan kadar
hemoglobin lebih dari 2 g/dL (hematologi ukrida).

Anemia Penyakit Kronik


Anemia sering dijumpai pada pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis maupun
keganasan. Anemia ini umumnya ringan atau sedang, disertai oleh rasa lemah dan penurunan
berat badan dan disebut anemia pada penyakit kronis.6
Derajat anemia sebanding dengan berat ringannya gejala, seperti demam, penurunan berat
badan dan debilitas umum. Untuk terjadinya anemia memerlukan waktu 1-2 bulan setelah infeksi
terjadi dan menetap, setelah terjadi keseimbangan antara produksi dan penghancuran eritrosit dan
Hb menjadi stabil.6

Salah satu anemia yang paling sering terjadi pada pasien yang menderita berbagai penyakit
keganasan dan radang kronik. Gambaran khasnya adalah:6
1. Indeks dan morfologi eritrosit normositik normokrom atau hipokrom ringan (MCV jarang
< 75 fL);
2. Anemia bersifat ringan dan tidak progresif (Hb jarang < 9,0 g/dL) – beratnya anemia
terkait dengan beratnya penyakit;

15
3. Baik kadar besi serum maupun Transferin Iron Binding Capacity(TIBC) menurun; kadar
Serum Transferrin Receptor (sTfR) normal

4. Kadar ferritin serum normal atau meningkat; dan


5. Kadar besi cadangan di sumsum tulang (retikuloendotel) normal tetapi kadar besi dalam
eritroblas berkurang.

Patogenesis anemia ini tampaknya terkait dengan menurunnya pelepasan besi dari makrofag ke
plasma, memendeknya umur eritrosit, dan respon eritropoietin yang tidak adekuat terhadap
anemia yang disebabkan oleh efek sitokin seperti IL-1 dan TNF pada eritropoiesis. Anemia ini
hanya terkoreksi dengan keberhasilan pengobatan penyakit yang mendasari dan tidak berespons
terhadap terapi besi walaupun kadar besi serum rendah. Pemberian eritropoietin rekombinan
memperbaiki keadaan anemia pada beberapa kasus. Pada banyak keadaan, anemia ini dipersulit
oleh anemia yang disebabkan oleh penyebab lain, seperti defisiensi besi, vitamin B 12, atau folat,
gagal ginjal, kegagalan sumsum tulang, hipersplenisme, kelainan endokrin, anemia
leukoeritroblastik, dan lain-lain.

Etiologi

Sindrom thalassemia akibat tidak adanya sintesis satu atau lebih rantai polipeptida globin
yang bergabung membentuk hemoglobin. Sindrom thalassemia-α biasanya disebabkan oleh
delesi satu gen globin atau lebih. Thalassemia- dapat juga karena delesi gen, tetapi lebih lazim
merupakan akibat kelainan pembacaan atau pemrosesan DNA. Pada tingkat molekular,
sekurang-kurangnya diketahui 100 mutasi yang mengakibatkan kelainan ini. Mutasi ini dapat
mengurangi produksi atau mengubah pemrosesan mRNA. Cara lain pergeseran kerangka atau
mutasi nonsense dapat menggambarkan mRNA nonfungsional. Pada tingkat fenotip, tidak dibuat
-globin (thalassemia-0) atau pengurangan jumlah -globin. normal yang dihasilkan
(thalassemia-+). Hanya rantai globin normal yang dihasilkan pada kelainan ini, tetapi ada
bentuk thalassemia tidak biasa lain yang secara struktural disintesis rantai globulin abnormal.7

Epidemiologi

Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Dilaporkan,
orang-orang pembawa thalassemia di India sendiri jumlahnya sekitar 30 juta. Fakta ini

16
mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak pada manusia;
menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia.8
Sekitar 5% populasi dunia memiliki varian globin tetapi hanya 1,7% memiliki trait
talasemia alfa atau beta. Talasemia mengenai baik laki-laki maupun perempuan dan terjadi
sekitar 4,4 setiap 10.000 kelahiran hidup. Talasemia alfa terjadi paling sering pada keturunan
Afrika dan Asia Tenggara, sedangkan talasemia beta paling umum terjadi pada orang
Mediterania, Afrika, dan keturunan Asia Tenggara.3

Tabel 3. Peta sebaran populasi thalassemia5

Jenis Thalassemia Peta Sebaran


Thalassemia-α Terentang dari Afrika ke Mediteranian, Timur Tengah, Asia Timur,
dan Tenggara
Thalassemia-β Populasi Mediteranian, Timur Tengah, India, Pakistan, Asia
Tenggara, Rusia Selatan, Cina. Jarang di: Afrika, kecuali Liberia
dan di beberapa bagian Afrika Utara Sporadik: pada semua ras.

Yayasan Thalassemia Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya 100.000 anak lahir di


dunia dengan Thalassemia mayor. Di Indonesia sendiri, tidak kurang dari 1.000 anak kecil
menderita penyakit ini. Sedang mereka yang tergolong thalassemia trait jumlahnya mencapai
sekitar 200.000 orang.9
Di RSCM sampai dengan akhir tahun 2003 terdapat 1060 pasien thalassemia mayor yang berobat
jalan di Pusat Thalassemia Departemen Anak FKUI-RSCM yang terdiri dari 52,5 % pasien
thalassemia β homozigot, 46,2 % pasien thalassemia HbE, serta thalassemia α 1,3%. Sekitar 70-
80 pasien baru, datang tiap tahunnya

Patofisiologi

1. Patofisiologi Thalassemia – β
Pada thalassemia – β terdapat penurunan produksi rantai β, dan terjadi produksi
berlebihan rantai α. Meskipun pada pasca kelahiran juga di produksi rantai globin ã, yang
kemudian dapat mengikat rantai globin α membentukα2γ2 (HbF), tetapi tidak cukup untuk
mengkompensasi kekurangan α2β2 (HbA). Hal ini menunjukkan bahwa produksi rantai globin

17
β dan rantai globin γ tidak pernah mencukupi untuk mengikat rantai globin α yang berlebihan.
Rantai α yang berlebihan ini merupakan penyebab utama patogenesa dalam proses
thalassemia-β.5
Rantai α yang berlebihan akan berpresipitasi pada prekusor sel darah merah dalam
sumsum tulang dan dalam sel progenitor dalam darah tepi. Presipitasi ini akan menimbulkan
gangguan pematangan precursor eritroid dan eritropoeisis yang tidak efektif (inefektif),
sehingga umur eritrosit menjadi lebih pendek. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya anemia.
Anemia lebih lanjut lagi akan menjadi pendorong (drive) proliferasi sel eritroid yang terus
menerus dalam sumsum tulang yang sudah inefektif, sehingga terjadi ekspansi sumsum
tulang. Hal ini kemudian akan menyebabkan deformitas skeletal dan berbagai gangguan
pertumbuhan dan metabolisme. Anemia kemudian akan ditimbulkan lagi dengan adanya
hemodilusi akibat adanya hubungan langsung (shunting) darah akibat sumsum tulang yang
berekspansi dan juga oleh adanya splenomegaly yang terjadi karena banyaknya sel darah
merah yang mengalami hemolysis. Pada limpa yang membesar terdapat sel darah merah
abnormal yang terjebak, yang kemudian akan dihancurkan oleh sistem fagosit di limpa.
Hiperplasi sumsum tulang akan meningkatkan absorpsi dan muatan ion besi. Hal ini akan
menyebabkan penimbunan besi yang progresif di jaringan berbagai organ yang akan diikuti
dengan keruskan organ yang diakhri dengan kematian, bila besi ini tidak segera di keluarkan.5

2. Patofisiologi Thalassemia-α
Patofisiologi thalassemia-α umumnya sama dengan yang dijumpai pada thalassemia-β
kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi (-) muatan (T) rantai globin-α. Hilangnya gen
globin-α tunggal (-α/αα atau αTα/αα) tidak berdampak pada fenotip. Sedangkan thalassemia-
2a-α homozigot (-α/-α) atau thalasemia-1a-α heterozigot (αα/- -) memberi fenotip seperti
thalassemia β carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen globin-α memberikan fenotip tingkat penyakit
berat menengah, yang dikatakan sebagai HbH disease. Sedangkan thalassemia α 0 homozigot
(--/--) tidak dapat bertahan hidup disebut sebagai Hb Bart’s hydrops syndrome.5
Kelainan dasar thalassemia-α sama dengan thalassemia-β yakni ketidak seimbangan
sintesis rantai globin. Namun ada perbedaan besar sewaktu masa fetus. Beberapa perbedaan
itu adalah:5

18
 Pertama, kedua rantai- α hemoglobin dimiliki bersama oleh hemoglobin fetus atau
dewasa (tidak seperti pada thalasemia-β), maka thalassemia-α bermanifestasi pada masa
fetus.5
 Kedua, sifat-sifat yang ditimbulkan akibat produksi secara berlebihan rantai globin-γ
dan -β yang disebabkan oleh defek produksi rantai globin-α berbeda dengan akibat
produksi berlebihan rantai-α pada thalassemia-β. Bila kelebihan rantai-α tersebut
menyebabkan presipitasi pada prekursor eritrosit, maka thalassemia- α menimbulkan
tetramer yang larut (soluble) yakni γ4, Hb Bart’s dan β4.5

Gejala Klinis

Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya
tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalm tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang
berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik,
maka tumbuh kembang anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak
tubuh, dan dapat disertai dengan demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama
biasanya menyebabkan pembesaran jantung.3
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang
yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoid akibat sistem eritropoesis yang hiperaktif.
Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menyebabkan fraktur patologis.
Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan
pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu
empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum
usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat menyebabkan kematian. Dapat timbul
pansitopenia akibat hipersplenisme.3
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan menars dan gangguan
perkembangan sifat seks sekunder), pankreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia,
gangguan hantaran, gagal jantung), dan perikardium (perikarditis).3

Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada thalassemia beta mayor atau intermedia berkaitan dengan
stimulasi berlebih sumsum tulang, eritropoeisis yang tidak efektif, dan kelebihan besi akibat

19
transfusi berulang. Masalah kelebihan besi (iron overload) merupakan masalah utama pada
thalassemia yang memerlukan transfusi berulang. Kondisi ini mengganggu semua fungsi organ
tubuh terutama jantung. Dengan transfusi darah berulang, penyerapan besi akan berlanjut dan
akan menimbulkan penimbunan besi pada organ viseral (hemosiderisis). Pada jantung
menyebabkan kardiomiopati, pada hati timbul gangguan pembekuan darah dan metabolik, pada
kelenjar endokrin dapat terjadi hipogonadisme dan diabetes melitus (pada remaja dan dewasa).3
Bayi yang tidak diberi tata laksanaakan mengalami keterlambatan pertumbuhan,
abnormalitas skeletal, pubertas terlambat, diabetes melitus, gangguan tiroid, dan osteoporosis.3
Splenomegali dapat terjadi pada thalassemia simtomatis. Splenomegali dapat memperburuk
anemia dan menyebabkan neutropenia dan trombositopenia. Pada umumnya kematian
diakibatkan komplikasi jantung dan infeksi (terlebih pada penderita dengan splenoktomi).3

Penatalaksanaan

1. Transfusi Darah
Transfusi teratur sangat penting untuk ketahanan hidup kebanyakan thalassemia-
homozigot.Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10 g/dL.
Regimen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata. Hal memungkinkan
pasien dapat lebih nyaman, mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah kosmetik
progresif yang terkait dengan perubahan tulang-tulang muka, dan meminimalkan dilatasi
jantung dan osteoporosis. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah terpampat
(PRC) biasanya diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus dikerjakan untuk mencegah
alloimunisasi dan mencegah reaksi transfusi. Lebih baik digunakan PRC yang relatif segar
(kurang dari 1 minggu dalam anti koagulan CPD).
Walapun dengan kehati-hatian yang tinggi, reaksi demam akibat tranfusi lazim ada. Hal
ini dapat di minimalkan dengan penggunaan eritrosit yang direkonstitusi dari darah beku atau
penggunaan filter leukosit, dan dengan pem-berian antipiretik sebelum transfusi.4
2. Terapi Khelasi Besi
Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang yang tidak dapat dihindari
karena setiap 500 ml darah membawa kira-kira 200 mg besi ke jaringan yang tidak dapat
diekskreksikan secara fisiologis. Hemosiderosis dapat diturunkan atau bahkandicegah dengan
pemberian parenteral obat pengkhelasi besi (iron-chelating drugs), deferoksamin, yang

20
membentuk kompleks besi yang dapat diekskresikan dalam urin. Obat ini diberikan subkutan
dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selama tidur), 5 atau 6
malam/minggu. Penderita yang menerima regimen ini dapat memperlahankan kadar feritin
serum kurang dari 1.000 ng/mL, yang benar-benar di bawah nilai toksik.7,10

3. Splenektomi
Splenektomi dipertimbangkan pada penderita yang kebutuhan transfusinya bertambah di
luar porporsi pertumbuhan atau proporsi yang mengurangi gejala tekanan yang disebabkan
oleh hipertrofi limpa masif.Splenektomi meningkatkan risiko sepsis yang parah sekali, dan
oleh karena itu operasi harus dilakukan hanya untuk indikasi yang jelas dan harus ditunda
selama mungkin. Kebutuhan transfusi melebihi 240 ml/kg PRC/tahun biasanya merupakan
bukti hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk mempertimbangkan splenektomi.10

4. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B harus dilakukan pada semua pasien non-imun. Pada hepatitis C
yang ditularkan lewat transfusi, diobati dengan interferon-a dan ribavirin apabila ditemukan
genom virus dalam plasma.6,10

Pencegahan

Tidak ada pengobatan definitif yang tersedia dengan luas untuk thalassemia, penekanan
utama telah ditempatkan pada penapisan populasi yang berisiko agar dapat diberikan konseling
genetik. Ada beberapa cara yaituhindari menikah dengan orang yang memiliki riwayat talasemia
dan skrining sebelum menikah & ketika memiliki anak. Penapisan pembawa sifat thalassemia-
lebih berdaya guna bila dikerjakan dengan penilaian indeks sel darah merah.2

21
Di Indonesia program pencegahan thalassemia-mayor telah dikaji oleh Departemen
Kesehatan melalui program Health Technology Assesment (HTA), di mana beberapa butir
rekomendasi, sebagai hasil kajian, diusulkan dalam program prevensi talasemia, termasuk
tekhnik dan metoda uji saring laboratorium, strategi pelaksanaan dan aspek medikolegal,
psikososial, dan agama.5

Prognosis

Prognosis tergantung tipe thalassemia yang menyerang seseorang. Tanpa terapi penderita
akan meninggal pada dekade pertama kehidupan, pada umur 2-6 tahun, dan selama hidupnya
mengalami kondisi kesehatan buruk. Dengan transfusi saja penderita dapat mencapai dekade ke
dua, sekitar 17 tahun, tetapi akan meninggal karena hemosiderosis, sedangkan dengan transfusi
dan iron chelating agentatau terapi kelasi besi penderita dapat mencapai usia dewasa meskipun
kematangan fungsi reproduksi tetap terlambat. Namun pada kasus dalam skenario ini prognosis
penderita adalah dubia et malam.7,10

kesimpulan

pasien anak usia 6 tahun didiagnosis menderita talasemia. Talasemia adalah kelainan

sintesis hemoglobin, penyakit anemia hemolitik herediter, resesif. Talasemia dibedakan alfa &

beta (mayor dan minor) Talasemia mayor tergantung pada transfuse dan talasemia minor (karier)

biasa tanpa gejala

Daftar Pustaka

1. Rudolph,Abraham M. Rudolph’s pediatrics vol. 2 20th edition (edisi bahasa indonesia, ahli
bahasa: a. samik wahab, sugiarto). EGC: Jakarta; 2007.h.1290.
2. Gleadle Jonathan, Mehta A, Hoffbrand V. Anemia dalam buku At a Glance anamnesis
dan pemeriksaan Fisik. Alih bahasa, Rahmalia Annisa; editor, Safitri Amalia. Jakarta:
Penerbit Erlangga; 2005. h.18-25, 83-4.

22
3. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA, editor. Kapita selekta kedokteran Edisi 4.
Jilid 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.h.59-61.
4. Latief A, Tumbuleka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman MH, et all.
Diagnosis fisis pada anak. Jakarta: CV Sagung Seto; 2009.h.3-8, 35-8, 41, 115-7.
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, et all, editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi 5. Jilid 2. Jakarta: InternaPublishing; 2014.h.2625-38.
6. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi; alih bahasa: Lyana
Setiawan. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2005.h.67-87.
7. Mentzer WC. Talasemia dalam Buku Ajar Pediatrik Rudolf; editor, Abraham M.
Rudolph, et all; alih bahasa, A. Samik Wahab, Sugiarto; editor bahasa Indonesia, Natalia
Susi, et all. Edisi 20 Vol.2. Jakarta: EGC; 2006.h.1331-34.
8. Yaish Hassan M. Thalassemia. April 29, 2018. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/958850-overview#a7
9. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Hemoglobin Abnormal: Talasemia.
Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak.. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia.
Jakarta: 2010.h.64-84.
10. Honig GR. Kelainan hemoglobin dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Nelson; editor
Richard E. Behrnab, et all; Alih bahasa, A. Samik Wahab; editor bahasa Indonesia, A.
Samik Wahab, et all. Edisi 15 Vol.2. Jakarta: EGC; 2000.h.402-20.

23

Anda mungkin juga menyukai