Anda di halaman 1dari 18

Referat

Bulimia Nervosa

Oleh :
Nirwana Emsa Mangopo
210141010204
Masa KKM: 30 Januari – 26 Februari 2023

Pembimbing :
dr. L. F. Joyce Kandou, Sp.KJ

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul:

“Bulimia Nervosa”

Telah dibacakan, dikoreksi dan disetujui pada Februari 2023

Oleh:
Nirwana Emsa Mangopo
210141010204
Masa KKM: 30 Januari – 26 Februari 2023

Pembimbing :

dr. L. F. Joyce Kandou, Sp.KJ

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6

A. DEFINISI..........................................................................................................6

B. EPIDEMIOLOGI................................................................................................6

C. ETIOLOGI.........................................................................................................7

D. DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIS..............................................................8

E. SUBTIPE........................................................................................................11

F. DIAGNOSIS BANDING....................................................................................12

G. PERJALANAN GANGGUAN DAN PROGNOSIS.................................................12

H. TERAPI..........................................................................................................13

BAB III PENUTUP...............................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN

Masa remaja merupakan masa yang dialami oleh semua orang yang
terjadinya banyak perubahan terutama dikarenakan mengalami pubertas. Pada
masa tersebut, remaja biasanya mulai berusaha untuk menemukan jati diri mereka
dan mengalami krisis identitas. Salah satu cara untuk mewujudkan keinginannya
menjadi “seseorang”, mereka biasanya melakukan yang terbaik untuk
menampilkan sesuatu dari dirinya secara intelektual, bakat, kepribadian, maupun
penampilannya. Namun, dari semua hal tersebut, penampilan merupakan hal yang
menjadi sorotan utama dikarenakan mudah untuk dilihat secara langsung.
Penampilan yang menarik dan enak dilihat merupakan sesuatu yang diinginkan
oleh banyak orang. Salah satu kriteria yang dapat dibilang sebagai penampilan
menarik untuk seseorang adalah memiliki bentuk tubuh yang ideal dan langsing.1
Banyak orang akan berusaha untuk berpenampilan menarik, namun, tidak
sedikit pula orang menggunakan cara yang tidak sehat dan berbahaya. Untuk
mendapatkan bentuk tubuh ideal dan langsing, salah satu cara yang bisa dilakukan
adalah mengatur pola makan dan asupan. Namun, seringkali, terutama kaum
perempuan, memiliki kekhawatiran bahwa akan mengalami kegagalan dalam
usahanya karena ingin terhindar dari mengalami kenaikan berat badan dan terlihat
gemuk. Karena kekhawatiran berlebihan ini, mereka melakukan diet yang terlalu
ketat, membatasi asupan makan yang tidak normal, bahkan kebiasaan makan yang
tidak sehat, yang hingga dapat justru mengakibatkan mengalami gangguan makan
atau disebut dengan eating disorder, seperti bulimia nervosa.1
Eating disorder merupakan gangguan mental dengan penderitanya
khawatir secara berlebihan dengan asupan makanan, berat dan bentuk badannya.
Menurut DSM V, eating disorder ditandai dengan gangguan perilaku makan atau
perilaku yang berhubungan dengan makan yang terus-menerus yang
mengakibatkan konsumsi atau penyerapan makanan berubah dan yang secara
signifikan mengganggu kesehatan fisik atau fungsi psikososial. Eating disorders
merupakan gangguan mental yang meskipun berhubungan dengan pola makan

4
dan berat badan, gangguan tersebut bukanlah mengenai makanan, tetapi mengenai
perasaan dan ekspresi diri. Eating disorder biasanya dialami pada usia 15-25
tahun, dimana merupakan usia saat perkembangan dalam tahap yang sensitif, dan
rata-rata penyakit berdurasi selama 6 tahun. Perempuan membentuk mayoritas
dari penderita eating disorder, dan kebanyakan dari negara bagian barat dan
berpendapatan tinggi, namun terjadi peningkatan penderita dari negara-negara
berkembang dan bagian non-barat.2
Data epidemiologis yang paling kuat tentang eating disorder di Asia
datang dari asia timur. Salah satu penelitian tentang eating disorder dilakukan di
Jakarta pada remaja menunjukkan prevalensi kecenderungan mengalami anorexia
nervosa sebesar 11.6% dan 27% kecenderungan pada bulimia nervosa.
Sayangnya, perhitungan statistika tentang eating disorder di Indonesia masih
cukup sulit diketahui secara pasti karena adanya rasa malu pada penderita untuk
mendatangi pihak professional untuk mendapatkan diagnosis atau kebingungan
akan gejala yang dialaminya dan belum adanya penelitian spesifik prevalensi
penderita bulimia nervosa secara nasional di Indonesia.3,4
Tiga fitur penting dari bulimia adalah episode berulang dari binge-eating
yang didefinisikan sebagai makan dalam periode waktu yang pendek sejumlah
makanan yang lebih banyak dari biasanya; perilaku kompensasi yang tidak tepat
atau purging berulang untuk mencegah kenaikan berat badan seperti muntah yang
diinduksi sendiri, penyalahgunaan pencahar atau diuretik, puasa, atau olahraga
berlebihan; dan evaluasi diri yang terlalu dipengaruhi oleh bentuk dan berat
badan.2,3
Gangguan makan merupakan kondisi serius yang berpotensi
mempengaruhi kesehatan emosional dan fisik seseorang. Perilaku makan seorang
penderita bulimia yang mengkonsumsi makanan secara banyak dan kemudian
melakukan kompensasi atas konsumsinya, dapat berdampak buruk bagi kesehatan
dan konsekuensi kesehatan dari bulimia paling sering terkait dengan perilaku
kompensasi diri, seperti mengalami dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, detak
jantung tidak teratur, kerusakan gigi, refluks asam lambung, peradangan dan
pecahnya esofagus, bahkan gangguan dan iritasi di usus.1,4

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Bulimia berarti makan berlebihan, yang didefinisikan sebagai makan
lebih banyak makanan dibandingkan sebagian besar orang pada situasi yang
sama dan dalam periode waktu yang sama, disertai dengan rasa yang kuat
bahwa ia kehilangan kendali. Ketika makan berlebihan ini terjadi pada orang
dengan berat badan relatif normal, atau orang dengan berat badan berlebihan
yang juga memiliki kekhawatiran berlebihan mengenai bentuk dan berat
tubuhnya serta secara teratur terlibat di dalam perilaku menghilangkan kalori
yang didapat saat makan berlebihan tersebut.5,6
Ketidaknyamanan fisik yang sering muncul misalnya, sakit perut atau
mual mengakhiri pesta makan, yang sering diikuti oleh perasaan bersalah,
depresi, atau jijik pada diri sendiri. Berbeda dengan pasien dengan anoreksia
nervosa, penderita bulimia nervosa biasanya mempertahankannya berat badan
normal.5

B. Epidemiologi
Bulimia nervosa lebih sering daripada anoreksia nervosa dan lazim
terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Perkiraan bulimia nervosa
berkisar dari 1 hingga 3 persen pada perempuan muda. Awitannya lebih
sering terjadi pada masa remaja yang lebih akhir dibandingkan dengan awitan
anoreksia nervosa. Menurut edisi revisi kelima Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders (DSM V), angka kejadian pada laki-laki adalah
sepersepuluh angka kejadian pada perempuan. Awitan bahkan dapat terjadi
pada masa dewasa awal. Bulimia nervosa sering terdapat pada perempuan
berberat badan normal, tetapi kadang- kadang pasien memiliki riwayat
obesitas. Di negara industri, prevalensinya kira-kira 1 persen populasi umum.
Di negara-negara industri prevalensinya sekitar 1 persen dari populasi umum.
Di Amerika Serikat, bulimia nervosa mungkin lebih umum di kalangan
Hispanik dan kulit hitam daripada kulit putih non-Hispanik.5,8

6
C. Etiologi
1. Faktor Biologis
Beberapa peneliti berupaya menghubungkan perilaku makan
berlebihan dan mengeluarkannya kembali dengan berbagai
neurotransmiter. Oleh karena antidepresan sering bermanfaat bagi pasien
bulimia nervosa dan serotonin dikaitkan dengan perasaan puas, serotonin
dan norepinefrin telah dilibatkan di sini. Oleh karena kadar endorfin
plasma meningkat pada pasien bulimia nervosa yang muntah, perasaan
nyaman setelah muntah yang dialami beberapa pasien ini mungkin
diperantarai oleh meningkatnya kadar endorfin. Menurut DSM V, terdapat
peningkatan frekuensi bulimia nervosa pada kerabat derajat pertama orang
dengan gangguan ini.5
2. Faktor Sosial
Pasien bulimia nervosa, seperti pasien anoreksia nervosa,
cenderung memiliki standar yang tinggi dan memberikan respons terhadap
tekanan sosial yang menuntut orang untuk ramping. Seperti pada pasien
anoreksia nervosa, banyak pasien bulimia nervosa mengalami depresi dan
depresi familial yang meningkat, tetapi keluarga pasien bulimia nervosa
umumnya kurang dekat dan lebih memiliki konflik dibandingkan keluarga
pasien anoreksia nervosa. Pasien bulimia nervosa menggambarkan orang
tuanya sebagai orang tua yang mengabaikan dan lalai.5
3. Faktor Psikologis
Pasien bulimia nervosa, sama dengan pasien anoreksia nervosa,
memiliki kesulitan dengan tuntutan masa remaja, tetapi pasien bulimia
nervosa lebih terbuka, pemarah dan impulsif daripada pasien anoreksia
nervosa. Ketergantungan alkohol, mengutil, dan kelabilan emosional
(termasuk upaya bunuh diri) menyebabkan dengan bulimia nervosa.
Pasien-pasien ini umumnya merasa perilaku makan yang tidak
terkendalinya lebih ego-distonik dibandingkan pada pasien anoreksia
nervosa sehingga lebih mudah untuk mencari pertolongan.5

7
Pasien bulimia nervosa tidak memiliki kendali superego dan
kekuatan ego, berbeda dengan pasien anoreksia nervosa. Kesulitan
mengendalikan impuls mereka sering ditunjukkan dengan keter-
gantungan terhadap zat serta hubungan seksual yang merusak diri, di
samping makan berlebihan dan mengeluarkan kembali yang menandai
gangguan ini. Kebanyakan pasien bulimia nervosa memiliki riwayat
kesulitan berpisah dengan pengasuh, yang di- tunjukkan dengan tidak
adanya objek transisional selama tahun awal masa kanak-kanaknya.
Sejumlah klinisi mengamati bahwa pasien bulimia nervosa menggunakan
tubuhnya sendiri sebagai objek transisional. Pergulatan dalam perpisahan
dengan figur ibu ditunjukkan melalui ambivalensi terhadap makanan;
makan dapat menunjukkan keinginan untuk menyatu dengan pengasuh dan
mengeluarkan kembali makanan yang telah ditelan secara tidak sadar
dapat menunjukkan keinginan untuk berpisah.7

D. Diagnosis dan Gambaran Klinis


Menurut DSM V, gambaran penting pada bulimia nervosa adalah
episode berulang makan berlebihan; suatu rasa tidak adanya kendali terhadap
makan saat sedang makan berlebihan: muntah yang dicetuskan sendiri,
penggunasalahan laksatif atau diuretik, berpuasa, maupun olah raga
berlebihan untuk mencegah naiknya berat badan; dan evaluasi diri terus-
menerus yang terlalu dipengaruhi bentuk dan berat badan (Tabel 1). Makan
berlebihan biasanya dilakukan kira-kira 1 jam sebelum muntah.5
Tabel Kriteria Diagnostik DSM V Bulimia Nervosa5
A Episode makan berlebihan berulang. Episode ini ditandai dengan kedua hal berikut
ini:
(1) Makan, dalam periode waktu terpisah (cth., dalam periode waktu 2 jam), jumlah
makanan yang jelas lebih besar daripada yang dapat dimakan oleh sebagian besar
orang selama periode waktu yang sama dan dalam keadaan yang sama.
(2) Rasa tidak adanya kendali terhadap makan selama episode ini (cth., perasaan
bahwa ia tidak dapat berhenti makan atau mengendalikan apa atau berapa banyak
yang dimakan).
B

8
Perilaku kompensatorik berulang yang tidak tepat untuk mencegah kenaikan berat
badan, seperti muntah yang diinduksi sendiri; penggunasalahan laksatif, diuretik,
C enema, atau obat lain; berpuasa; atau olah raga berlebihan.
Makan berlebihan dan perilaku kompensatorik yang tidak tepat ini keduanya ada,
D rata-rata setidaknya dua kali seminggu selama 3 bulan.
E Evaluasi diri terlalu dipengaruhi bentuk dan berat badan.
Gangguan ini tidak hanya terjadi selama episode anoreksia saraf.
Menentukan tipe:
Tipe mengeluarkan kembali makanan: selama episode bulimia nervosa saat ini, orang
tersebut secara teratur terlibat di dalam muntah yang diinduksi diri sendiri atau
penggunasalahan laksatif, diuretik atau enema.
Tipe tidak mengeluarkan kembali makanan: selama episode bulimia nervosa saat ini,
orang tersebut menggunakan perilaku kompulsatorik yang tidak tepat lainnya, seperti
berpuasa atau olah raga berlebihan, tetapi tidak secara teratur muntah yang diinduksi oleh
diri sendiri atau penggunasalahan laksatif, diuretik atau enema.

Muntah lazim terjadi dan biasanya dipicu dengan cara mencolokkan jari ke
dalam tenggorok walaupun beberapa pasien bisa muntah jika mereka
menginginkannya. Muntah mengurangi nyeri abdomen dan perasaan kembung
serta memungkinkan pasien terus makan tanpa takut akan kenaikan berat badan.
Depresi, kadang-kadang disebut postbinge anguish, sering menyertai episode ini.
Selama makan berlebihan, pasien memakan makanan manis, berkalori tinggi, dan
umumnya lembut atau teksturnya halus, seperti cake dan pastry. Beberapa pasien
lebih menyukai makanan yang besar tanpa memandang rasanya. Makanan
dimakan diam-diam dan dengan cepat bahkan kadang-kadang tidak dikunyah.5,6
Sebagian besar pasien bulimia nervosa berat badannya berada di dalam
kisaran normal, tetapi beberapa berbadan kurang atau berlebihan. Pasien ini
khawatir akan citra tubuh dan penampilan mereka, khawatir mengenai pandangan
orang terhadap mereka, dan khawatir akan daya tarik seksual mereka. Sebagian
besar mereka aktif secara seksual, dibandingkan dengan pasien anorek- sia
nervosa, yang tidak tertarik terhadap seks. Pika dan pergulatan saat makan
kadang-kadang terungkap dalam anamnesis pasien bulimia nervosa. 5,6

9
Bulimia nervosa terdapat pada pasien dengan angka gangguan mood dan
gangguan kendali impuls yang tinggi. Bulimia nervosa juga dilaporkan terjadi
pada orang dengan risiko tinggi untuk gangguan terkait zat serta berbagai
gangguan kepribadian. Pasien bulimia nervosa juga memiliki angka gangguan
ansietas, ganggu an bipolar I, dan gangguan disosiatif yang tinggi, serta riwayat
penganiayaan seksual. 5,6
Tabel Diagnostik Bulimia Nervosa berdasarkan PPDGJ-III 6
F50.2 Bulimia Nervosa
 Untuk diagnosis pasti, dibutuhkan semua berikut ini:
(a) Terdapat preokupasi yang menetap untuk makan, dan ketagihan (craving)
terhadap makanan yang tidak bisa dilawan; penderita tidak berdaya terhadap
datangnya episode makan berlebihan dimana makanan dalam jumlah yang besar
dimakan dalam waktu yang singkat.
(b) Pasien berusaha melawan efek kegemukkan dengan salah satu atau lebih cara
seperti berikut:
- Merangsang muntah oleh diri sendiri,
- Menggunakan pencahar berlebihan,
- Puasa berkala.
- Memakai obat-obatan seperti penekan nafsu makan, sediaan tiroid atau
diuretika. Jika terjadi pada penderita diabetes, mereka akan mengabai-
kan pengobatan insulinnya.
(c) Gejala psikopatologi-nya terdiri dari ketakutan yang luas biasa akan
kegemukkan dan penderita mengatur sendiri batasan yang ketat dari ambang
berat badan- nya, sangat dibawah berat badan sebelum sakit dianggap berat
badan yang sehat atau optimal. Seringkali, tetapi tidak selalu, ada riwayat
episode anoreksia nervosa sebelumnya, interval antara ke dua gangguan
tersebut berkisar antara beberapa bulan sampai beberapa tahun. Episode
sebelumnya ini dapat jelas terungkap, atau dalam bentuk ringan yang ter-
sembunyi dengan kehilangan berat badan yang sedang dan atau suatu fase
sementara dari amenore.
 Bulimia nervosa harus dibedakan dari gangguan depresif, walaupun penderita
bulimia sering mengalami gejala- gejala depresi.

10
F50.3 Bulimia Nervosa Tak Khas 6
 Diagnosis ini digunakan untuk penderita yang tidak menunjukan satu atau
lebih gambaran utama (key features) dari bulimia nervosa (F50.2), tetapi
masih ada gambaran klinis yang agak khas.
 Umumnya hal ini ditujukan pada orang yang mempunyai berat badan
normal atau berlebihan, tetapi mengalami periode khas kebanyakan makan
yang diikuti dengan muntah atau memakai pencahar

E. Subtipe Bulimia Nervosa


Terdapat bukti bahwa orang dengan bulimia nervosa yang
mengeluarkan kembali makanan berbeda dengan orang yang makan
berlebihan tetapi tidak mengeluarkan kembali. Orang yang makan berlebihan
dan tidak mengeluarkan kembali cenderung lebih sedikit memiliki gangguan
citra tubuh dan lebih tidak cemas mengenai makan. Pasien bulimia nervosa
yang tidak mengeluarkan kembali cenderung mengalami obesitas juga
terdapat perbedaan psikologis yang khas antara pasien bulimia yang
mengelurkan makanan kembali dan yang tidak. Karena semua perbedaan ini
diagnosis bulimia nervosa dibagi lagi menjadi tipe mengeluarkan kembali
makanan (purging), untuk mereka yang secara teratur terlibat dalam perilaku
menginduksi sendiri muntah atau menggunakan laksatif maupun diuretik,
serta tipe tidak mengeluarkan kembali makanan (nonpurging), untuk mereka
yang melakukan diet ketat, puasa, atau olah raga berlebihan tetapi tidak
secara teratur terlibat dalam perilaku mengeluarkan kembali makanan.5,9
Pasien dengan tipe mengeluarkan kembali makanan mungkin
memiliki risiko komplikasi medis tertentu, seperti hipokalemia akibat muntah
atau penggunaan laksatif, dan alkalosis hipoklo remik. Mereka yang muntah
berulang memiliki risiko mengalami robekan lambung atau esofagus
meskpun komplikasi ini jarang terjadi. Pasien yang mengeluarkan kembali

11
makanan memiliki perjalanan gangguan yang berbeda dengan pasien yang
makan berlebihan kemudian berdiet atau berolah raga. 5,9

F. Diagnosis Banding
Diagnosis bulimia nervosa tidak dapat ditegakkan jika perilaku makan
berlebihan dan memuntahkan kembali hanya terjadi selama episode anoreksia
nervosa. Pada kasus seperti ini, diagnosisnya adalah anoreksia nervosa, tipe makan
berlebihan/mengeluarkan kembali (binge-eating/purging type). 10
Klinisi harus memastikan bahwa pasien tidak memiliki penyakit neurologis
seperti bangkitan epileptik-ekuivalen, tumor sistem saraf pusat (SSP), sindrom
Klüver-Bucy, atau sindrom Kleine-Levin. 10
Gambaran patologis yang ditunjukkan oleh sindrom Klüver-Bucy adalah
agnosia visual, menjilat dan menggigit kompulsif, memeriksa objek dengan mulut,
ketidakmampuan mengabaikan semua stimulus, plasiditas, gangguan perilaku
seksual (hiperseksual), dan perubahan kebiasaan diet, terutama hiperfagia. Sindrom
ini sangat jarang dan cenderung tidak menyebabkan masalah dalam menegakkan
diagnosis banding. Sindrom Kleine-Levin terdiri atas hipersomnia periodik yang
berlangsung 2 hingga 3 minggu serta hiperfagia. Seperti pada bulimia nervosa,
awitan biasanya saat remaja, tetapi sindrom ini lebih lazim pada laki-laki di-
bandingkan perempuan. Pasien dengan gangguan kepribadian ambang kadang-
kadang makan berlebihan, tetapi perilaku makan ini diakibatkan tanda lain
gangguan ini.10

G. Perjalanan Gangguan dan Prognosis


Dengan cepat, pasien bulimia nervosa yang mampu menjalani terapi
dilaporkan mengalami lebih dari 50 persen perbaikan perilaku makan
berlebihan dan mengeluarkan kembali, di antara pasien rawat jalan, perbaikan
tampaknya berlangsung lebih dari 5 tahun. Meskipun demikian, pasien tidak
bebas gejala selama periode perbaikan, bulimia nervosa merupakan gangguan
kronis dengan perjalanan gangguan yang maju mundur. Beberapa pasien
dengan perjalanan gangguan ringan mengalami masa remisi jangka panjang.
Pasien lain menjadi lemah akibat gangguan ini dan dirawat di rumah sakit;
kurang dari sepertiga pasien yang baik-baik saja pada pemantauan lanjutan 3

12
tahun, lebih dari seper- tiga yang mengalami perbaikan gejala, dan kira-kira
sepertiganya memiliki hasil buruk dengan gejala kronis dalam 3 tahun. Pada
studi terkini, dalam 5 hingga 10 tahun, kira-kira setengah pasien pulih
sempurna dari gangguan ini, sedangkan 20 persennya terus memenuhi seluruh
kriteria diagnostik bulimia nervosa.10,11
Prognosis bergantung pada keparahan gejala sisa mengeluarkan
makanan kembali yaitu apakah pasien mengalami ketidakseimbangan
elektrolit, dan sampai derajat berapa seringnya muntah menyebabkan
esofagitis, amilasemia, pembesaran kelenjar saliva, dan karies gigi. Pada
beberapa kasus bulimia nervosa yang tidak diterapi, remisi spontan terjadi
dalam 1 hingga 2 tahun.10

H. Terapi
Sebagian besar pasien bulimia nervosa tanpa komplikasi tidak
membutuhkan rawat inap di rumah sakit. Umumnya, pasien bulimia nervosa
tidak terlalu merahasiakan gejalanya seperti pada pasien anoreksia nervosa.
Dengan demikian, terapi rawat jalan biasanya tidak sulit, tetapi psikoterapi
sering "mengalami kendala dan dapat berlangsung lama. Beberapa pasien
obesitas dengan bulimia nervosa yang menjalani psikoterapi jangka panjang
mem- baik secara mengejutkan. Pada beberapa kasus ketika makan berlebihan
tidak dapat terkendali, terapi pasien rawat jalan tidak berhasil, atau pasien
menunjukkan gejala psikiatrik tambahan seperti bunuh diri dan
penyalahgunaan zat-rawat inap di rumah sakit mungkin perlu dilakukan. Di
samping itu. pada kasus me- ngeluarkan makanan kembali yang berat,
gangguan metabolik dan elektrolit yang ditimbulkan mungkin sangat
memerlukan rawat inap di rumah sakit.12
1. Psikoterapi
- Terapi perilaku-kognitif.
Terapi perilaku-kognitif harus dipertimbangkan sebagai acuan, terapi
lini pertama bulimia nervosa. Data yang menyokong efektivitas terapi
perilaku-kog- nitif didasarkan pada eratnya kelekatan terhadap terapi
yang ter- pedoman, sangat rinci, dan telah banyak diterapkan, yang

13
mencakup kira-kira 18 hingga 20 sesi selama 5 sampai 6 bulan. Terapi
perilaku kognitif menerapkan sejumlah prosedur perilaku untuk (1)
menghentikan siklus perilaku makan berlebihan dan diet yang
dipertahankan sendiri ini, serta (2) mengubah kognisi dan keyakinan
seseorang yang mengalami disfungsi mengenai makan- an, berat dan
bentuk tubuh, serta konsep diri secara keseluruhan.12,13
- Psikoterapi Dinamik.
Terapi psikodinamik pada pasien bulimia nervosa mengungkapkan
adanya kecenderungan mewujudkan mekanisme defensi introjeksi dan
proyeksi Di dalam sikap yang serupa dengan pemisahan, pasien
membagi makanan menjadi dua kategori, makanan bergizi dan
makanan tidak sehat. Makanan yang disebut bergizi mungkin dimakan
dan dipertahankan karena secara tidak sadar menyimbolkan introjeksi
yang baik, sedangkan makanan "sampah" secara tidak sadar dikaitkan
dengan introjeksi buruk sehingga dikeluarkan dengan cara muntah, dan
khayalan tidak disadari bahwa semua kerusakan, kebencian, dan
keburukan, sedang disingkirkan. Pasien sementara dapat merasa baik
setelah muntah karena evakuasi khayalan tetapi perasaan terkait akan
"semuanya baik" berlangsung singkat karena didasar- kan pada
kombinasi yang tidak stabil antara pemisahan dan proyeksi.5,12,13

2. Farmakoterapi
Obat antidepresan telah menunjukkan manfaat pada bulimia. Obat
ini mencakup serotonin reuptake inhibitors (SSRI) seperti fluoxetine
(Prozac). Manfaatnya dapat didasarkan pada peningkatan kadar 5-
hydroxytryptamine. Obat antidepresan dapat mengurangi perilaku makan
berlebihan dan mengeluarkan kembali tanpa bergantung adanya gangguan
mood. Dengan demikian, untuk siklus makan berlebihan-mengeluarkan
kembali yang sulit dan tidak berespons terhadap psikoterapi saja,
antidepresan telah berhasil digunakan. Imipramine (Tofranil), desipramine
(Norpramin), trazodone (Desyrel), dan monoamine oxidase inhibitor
(MAOI) telah membantu. Umumnya, sebagian besar antidepresan efektif

14
pada dosis yang biasanya diberikan dalam terapi gangguan depresif.
Meskipun demikian, dosis fluoxetine yang efektif untuk mengurangi
makan berlebihan ini dapat lebih tinggi (60 hingga 80 mg per hari)
daripada dosis yang digunakan untuk gangguan depresif. Pada kasus
gangguan depresif serta bulimia nervosa yang bersamaan, terapi dengan
obat tampaknya membantu. Carbamazepine (Tegretol) dan lithium
(Eskalith) tidak menunjukkan hasil yang mengesankan sebagai terapi
perilaku makan berlebihan, tetapi telah digunakan dalam terapi pasien
bulimia nervosa disertai gangguan mood, seperti gangguan bipolar I.
Terdapat bukti bahwa penggunaan antidepre- san saja menghasilkan 22
persen penghentian perilaku makan berlebihan dan mengeluarkan kembali.
Studi lain menunjukkan bahwa kombinasi terapi perilaku-kognitif dan obat
merupakan terapi yang paling efektif.5

15
BAB III
PENUTUP

Gangguan makan merupakan kondisi serius yang berpotensi


mempengaruhi kesehatan emosional dan fisik seseorang. Seseorang dapat
dikatakan mengalami gangguan pola makan apabila telah terobsesi dengan
pengaturan makanan dan berat badannya. Perilaku makan seorang penderita
bulimia yang mengkonsumsi makanan secara banyak dan kemudian melakukan
kompensasi atas konsumsinya, dapat berdampak buruk bagi kesehatan dan
konsekuensi kesehatan dari bulimia paling sering terkait dengan perilaku
kompensasi diri. Terdapat dua subtipe bumilia nervosa yaitu tipe mengeluarkan
kembali makanan (purging), untuk mereka yang secara teratur terlibat dalam
perilaku menginduksi sendiri muntah atau menggunakan laksatif maupun diuretik,
serta tipe tidak mengeluarkan kembali makanan (nonpurging), untuk mereka yang
melakukan diet ketat, puasa, atau olah raga berlebihan tetapi tidak secara teratur
terlibat dalam perilaku mengeluarkan kembali makanan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Syifa RSA, Pusparini P. Persepsi tubuh negatif meningkatkan kejadian


eating disorders pada remaja usia 15-19 tahun. J Biomedika
dan Kesehat. 2018;1(1):18–25.
2. Petry, N., Vasconcelos, F. D., & Costa, L. D. Feelings and perceptions of women
recovering from bulimia nervosa regarding their eating behavior. Cardenos De
Saúde Pública. 2017;33(2): 1–11.
3. Thomas, J. J., Lee, S., & Becker, A. E. Updates in the epidemiology of eating
disorders in Asia and the Pacific. Current Opinion in Psychiatry. 2016;29(1):354–
362.
4. Chairani, L. Body Shame dan Gangguan Makan kajian Meta-Analisis. Buletin
Psikologi. 2018;26(3):12–27.
5. Benjamin J. Sadock, 2014. Buku ajar psikiatri klinis: edisi 2. Jakarta : EGC. Hal
329-333.
6. Rusdi maslim, 2003. Buku saku diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari
PPDGJ-III. Jakarta : FK-Unika Atmajaya. Hal 90-91.
7. First, M. B. (2016). SCID-5-CV: Structured clinical interview for DSM-5
disorders, clinician version. Arlington, VA: American Psychiatric Association.
8. Garner, D. M. (2004). The Eating Disorder Inventory-3 professional manual.
Lutz. FL: Psychological Assessment Resources Italian Version: Giannini, M.,
Pannocchia, L., Dalle Grave, R., Muratori, F., & Viglione, V. Eating Disorder
Inventory-3. Manuale. Giunti OS—Organizzazioni Speciali: Firenze 2008.
9. Smith, K. E., Mason, T. B., Crosby, R. D., Cao, L., Leonard, R. C., Wetterneck,
C. T.,Moessner, M. (2019). A comparative network analysis of eating disorder
psychopathology and co-occurring depression and anxiety symptoms before and
after treatment. Psychological Medicine, 49, 314–324.
10. Castillo M, Weiselberg E. Bulimia Nervosa/Purging Disorder. Curr Probl Pediatr
Adolesc Health Care. 2017 Apr;47(4):85-94.

17
11. Ágh T, Kovács G, Supina D, et al. A systematic review of the health-related
quality of life and economic burdens of anorexia nervosa, bulimia nervosa, and
binge eating disorder. Eat Weight Disord. 2016;21:353–64.
12. Hail L, Le Grange D. Bulimia nervosa in adolescents: prevalence and treatment
challenges. AHMT. 2018;9:11–6.
13. Pietrabissa G, Castelnuovo G, Jackson JB, et al. Brief Strategic Therapy for
Bulimia Nervosa and Binge Eating Disorder: A Clinical and Research Protocol.
Front Psychol. 2019;10:373.
14. APA. Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Arlington
VA: American Psychiatric Publishing; 2013.

18

Anda mungkin juga menyukai