Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MATA KULIAH PSIKOLOGI ABNORMAL

“Gangguan Makan dan Somatoform”

DOSEN PENGAMPU :

Wening Wihartati., S. Psi., M. Psi.

Disusun Oleh :

Isna Rizki Hidayati 1806016067

Amelia Rizky Ayu Anggraeni 1807016069

Ayu Laili Nurrohmawati 1807016070

Astrid Melliani Pratiwi 1807016071

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UIN WALISONGO SEMARANG

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah pada mata kuliah
Psikologi Abnormal.

Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi tugas pada mata kuliah Psikologi
Abnormal dengan judul “Gangguan Makan dan Somatoform”. Selain membuat makalah ini,
kami juga membuat presentasi dalam bentuk power point dengan judul yang sama.

Terlepas dari itu semua, kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan
dalam penyusunan kalimatnya. Oleh karena itu kami akan dengan lapang dada menerima
segala macam kritik dan saran baik itu dari dosen maupun dari teman-teman sekalian agar
kami dapat memperbaiki diri kedepannya.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman,
serta khususnya kelompok kami sendiri.

Semarang, 4 Maret 2020

Kelompok 4

1
Daftar Isi

Kata Pengantar ..........................................................................................................................

Daftar Isi .....................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................................

1.1 Latar Belakang................................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................................

1.3 Tujuan .............................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................................

2.1 Definisi Gangguan Makan ..........................................................................................

2.2 Penyebab-penyebab Gangguan Makan ......................................................................

2.3 Macam-macam Gangguan Makan .............................................................................

2.3.1 Anoreksia Nervosa ..................................................................................................

2.3.2 Bulimia Nervosa .....................................................................................................

2.3.3 Gangguan Makan Berlebihan Binge-Eating Disorder/BED ..................................

2.3.4 Obesitas ...................................................................................................................

2.3.5 Pica..........................................................................................................................

2.4 Penanganan Gangguan Makan ..................................................................................

2.5 Upaya Pencegahan Gangguan Makan .......................................................................

2.6 Gangguan Somatoform ...............................................................................................

2.7 Macam-macam Gangguan Somatoform ....................................................................

2.8 Gejala Gangguan Somatoform....................................................................................

2.9 Penanganan Gangguan Somatoform ..........................................................................

III PENUTUP .............................................................................................................................

3.1 Kesimpulan .....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Dalam satu di antara banyak negara, terdapat beberapa orang yang secara sengaja
membuat diri mereka sendiri lapar, bahkan terkadang sampai meninggal. Mereka terobsesi
dengan berat badan dan bermaksud untuk mencapai citra tubuh yang terlalu kurus. Ada juga
yang memiliki siklus dimana mereka makan banyak dan kemudian berkeinginan untuk
menghilangkan kelebihan makan mereka, antara lain dengan memuntahkannya. Pola yang
yang disfungsional ini adalah dua tipe utama dari gangguan makan, yaitu anoreksia nervosa
(anorexia nervosa) dan bulimia nervosa. Ganguan makan (eating disorder) memiliki
karakteristik pola makan yang terganggu dan cara yang maladaptif dalam mengontrol berat
badan. Seperti gangguan psokologis lainnya, anoreksia dan bulimia sering disertai dengan
berbagai bentuk psikopatologi, termasuk depresi, gangguan kecemasan dan gangguan
penyalahgunaan Zat. Untuk dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman akan gangguan
makan tersebut, maka kami buat makalah ini yang membahas tentang gangguan makan lebih
lanjut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud gangguan makan?
2. Apa saja penyebab gangguan makan?
3. Apa saja macam atau jenis gangguan makan?
4. Bagaimana penanganan gangguan makan?
5. Bagaimana upaya pencegahan gangguan makan?
6. Apa itu gangguan somatoform
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu gangguan makan.
2. Untuk mengetahui penyebab-penyebab gangguan makan.
3. Untuk mengetahui macam atau jenis dari gangguan makan.
4. Untuk mengetahui bagaimana penanganan gangguan makan.
5. Untuk mengetahui bagaimana upaya mencegah gangguan makan.
6. Untuk mengetahui apa yang dimaksud somatoform.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Gangguan Makan

Gangguan makan adalah gangguan berat pada makan. Beberapa ahli mengatakan
bahwa dieting disorder (gangguan diet) adalah istilah yang lebih akurat, karena ketakutan
menambah berat badan dan obsesi mengurangi berat badan sering menjadi fitur sentral
gangguan makan. DSM IV TR mendaftar dua tipe gangguan makan yaitu anoreksia nervosa
dan bulimia nervosa.
a. Karakteristik jelas pada anoreksia nervosa adalah emasiasi (kekurusan) ekstrem,
atau secara lebih teknis menolak untuk mempertahankan berat badan yang paling
tidak normal. Istilah anorexia secara harfiah berarti “kehilangan nafsu makan”
tetapi hal ini merupakan nama yang salah kaprah. Pada penderita anoreksia
nervosa merasa lapar, tetapi membiarkan dirinya kelaparan. Beberapa yang
mengidap gangguan ini akan membiarkan dirinya kelaparan sampai mati.
b. Bulimia Nervosa ditandai oleh episode bing-eating berulang kali, yang diikuti
oleh perilaku kompensatorik yang tidak semestinya, seperti muntah yang
diinduksi sendiri, penyalahgunaan pencahar atau olahraga eksesif. Makna harfiah
dari istilah bulimia adalah “ox appetitie” (cukup lapar untuk melahap seekor
kerbau). Akan tetapi para penderita bulimia nervosa biasanya mempunyai nafsu
makan normal

Secara paradoksal, masalahnya sering kali merupakan akibat dari berusaha menjaga
berat badan di bawah titik normal, sebuah upaya yang mengakibatkan pergulatan
berkelanjutan dengan binge-eating dan usaha untuk mengompensasinya. Kebanyakan
penderita melihat bing-eating sebagai kegagalan mengontrol, padahal sebenarnya itu adalah
reaksi alamiah tubuh terhadap rasa lapar yang disebabkan oleh penekanan berat badan yang
tidak alamiah (Keel et al. 2007).
Anoreksia maupun bulimia 10 kali lipat lebih sering dijumpai pada perempuan
dibanding laki-laki, dan mereka paling lazim berkembang dikalangan perempuan pada umur
belasan dan awal dua puluhan tahun. Meningkatnya insiden dikalangan orang mudaf
merefleksikan fokus intenst pada penampilan fisik perempuan muda dan kesulitan yang
dialami oleh banyak remaja putri dalam menyesuaikan diri dengan perubahan cepat pada
bentuk dan berat badan yang dimulai bersama pubertas (Field & Kitos,2010).

2.2 Penyebab Gangguan Makan


1. FAKTOR SOSIAL
Standar kecantikan dan nilai tinggi yang diberikan pada penampilan
perempuan berkontribusi menyebabkan gangguan makan. Kesimpulan ini didukung
oleh bukti-bukti epidiemologis dan penelitian lain yang mendokumentasikan bahwa :
a. Gangguan makan jauh lebih lazim dikalangan perempuan muda dibanding laki-
laki muda.

4
b. Prevalensi gangguan makan meningkat, ketika gambaran tentang perempuan
ideal semakin menekankan kekurusan ekstrem.
c. Perempuan muda sangat berkemungkinan untuk mengembangkan gangguan
makan selama masa remaja dan dewasa muda, umur dimana budaya kita
memberikan penekanan besar pada penampilan kecantikan, dan kekurusan.
d. Gangguan makan bahkan lebih lazim lagi di kalangan perempuan muda yang
bekerja di bidang-bidang yang menekankan berat badan dan penampilan, seperti
model, penari balet, dan pesenam.

Fakta tersebut memperjelas bahwa gadis remaja dan perempuan muda


beresiko untuk mengembangkan gangguan makan, sebagian karena mereka berusaha
membentuk dirinya, secara cukup harfiah, agar cocok dengan gambaran proporsi
perempuan kurus.

2. FAKTOR PSIKOLOGIS

Para peneliti telah menghipotesiskan tentang banyak faktor psikologis yang


berkontribusi pada gangguan makan, yaitu yang terdiri dari :

a. Perjuangan untuk Meraih Kesempurnaan dan Kontrol


Salah satu pengamat klinis gangguan makan yang pertama dan paling
produktif adalah Hilde Bruch (1904-1984). Bruch mengamati bahwa para gadis
penderita gangguan makan tampak terlalu conforming dan sangat ingin
menyenangkan orang lain. Ia mengatakan bahwa mereka kehilangan banyak hal
dalam perjuangan normal remaja untuk otonomi. Penyebabnya orang muda yang
melakukan perjuangan kontrol ini, beberapa menderita anoreksia nervosa dan
bangga akan penegndalian ekstrem mereka. Sebaliknya, para penderita bulimia
nervosa terus berjuang dan gagal untuk mengontrol makan dan berat badan
mereka.
Perfeksionisme adalah bagian lain dari perjuangan tanpa akhir untuk
meraih kontrol. Perfeksionisme menetapkan standar yang tinggi secara tidak
realistis, kritis terhadap diri sendiri, dan menuntut penampilan nyaris tanpa cacat
dari dirinya sendiri. Penelitian mendemonstrasikan bahwa para perempuan muda
dengan gangguan makan mengejar tujuan perfeksionis tentang makan maupun
berat badan dan tentang ekspekasi umum untuk dirinya.
Sebuah studi skala besar menemukan bahwa kurangnya kesadaran
introseptif memprediksi perkembangan gangguan makan 2 tahun yang akan
datang. Para penderita gagguan makan tampaknya lebih peduli dengan
penampilannya daripada dengan perasaannya, sedih, marah, senang, atau lapar.

b. Depresi, Self Esteem Rendah dan Disforia


Depresi sering komorbid dengan gangguan makan khususnya bulimia
nervosa. Obat-obatan anti depresan mengurangi sebagian simtom bulimia
nervosa, yang menunjukan bahwa di sebagian kasus bulimia adalah sebuh reaksi
terhadap depresi. Secara khusus perempuan penderita gangguan makan mungkin

5
terokupasi dengan social self mereka, bagaimana mereka tampil di depan publik
dan bagaimana orang lain memersepsi dan mengevaluasi dirinya.
Perempuan penderita bulimia nervosa atau pencitraan tubuh negatif
melaporkan public self consciousness, kecemasan sosial, dan ketidakjujuran yang
tinggi. Mereka juga memperlihatkan peningkatan dalam self critism (kritis
terhadap diri sendiri) dan kemunduran dalam suasana perasaan menyusul
interaksi sosial negatif. Pendek kata, para penderita gangguan makan sering
menggantungkan self-esteem pada orang lain.

c. Pencitraan Tubuh Negatif


Pencitraan tubuh negatif, evaluasi yang sangat kritis terhadap berat dan
bentuk badan sendiri, secara luas dianggap berkontribusi pada perkembangan
gangguan makan. Salah satu cara untuk mengases pencitraan tubuh negatif adalah
membandingkan rating orang terhadap ukuran tubuhnya “saat ini” dan “ideal”
dengan meminta mereka memilih dari skematika. Beberapa studi
longitudinaltelah menemukan bahwa evaluasi negatif terhadap berat badan,
bentuk badan, dan penampilan memprediksi perkembangan gangguan makan
yang akan datang. Pencitraan tubuh negatif dapat menjadi masalah berat jika
berkombinasi dengan faktor risiko lain, termasuk perfeksionisme dan self esteem
rendah.

2.3 Macam-macam Gangguan Makan


2.3.1 Anoreksia Nervosa
2.3.1.1 Definisi Anoreksia Nervosa
Anorexia nervosa (AN) adalah gangguan pola makan dengan cara membuat
dirinya merasa tetap lapar (self-starvation). Suatu gangguan makan yang ditandai oleh
adanya usaha untuk mempertahankan berat badan di bwah setandar normal, akibat
pencitraan diri yang menyimpang. Pencitraan diri pada penderita AN dipengaruhi
oleh bias kognitif (pola penyimpangan dalam menilai suatu situasi) dan memengaruhi
cara seseorang dalam berpikir serta mengevaluasi tubuh dan makanannya.
Anoreksia nervosa berkembang pada tahap remaja awal dan akhir, antara usia
12 tahun sampai 18 tahun. Salah satu pola anoreksia yang paling umum terjadi,
bermula setelah menarche (setelah mendapatkan haid pertama). Pada saat itu wanita
mulai sadar akan pertumbuhan berat badan dan bersikeras untuk menghilangkannya
dengan berbagai cara. Seperti diet yang ekstrem, olahraga yang berlebihan,
mengkonsumsi obat, dll.
Seseorang yang menderita AN disebut sebagai anoreksik atau (lebih tidak
umum) anorektik. Istilah ini sering kali namun tidak benar disingkat menjadi
anorexia, yang berarti gejala medis kehilangan nafsu makan.

2.3.1.2 Simtom-simtom Anoreksia Nervosa

1. Menolak Untuk Mempertahankan Berat Badan Normal


Simtom paling tampak jelas berbahaya dari anoreksia nervosa adalah
penolakan untuk mepertahankan berat badan minimal-normal. Anoreksia nervosa

6
sering kali dimulai dengan die untuk mengurangi beberapa pon saja, namun
dietnya menjadi tidak terkendali, dan mengurangi berat badan akhirnya menjadi
fokus kuncinya. Berat badan menjadi sangat kurang dari rentang normal dan
sering kali anjlok ke tingkat rendah yang berbahaya.

2. Gangguan Dalam Mengevaluasi Berat Atau Bentuk Badan


Simtom penentu kedua anoreksia nervosa yaitu dengan mengingkari masalah
berat badan mereka. Bahkan, ketika dihadapkan dengan bayangan dirinya di
depan cermin, sebagian penderita anoreksia merasa tidak ada masalah dengan
berat badannya. Apapun bentuk spesifiknya, salah satu karakteristik penentu
anoreksia nervosa adalah gangguan dalam mempersepsi atau mengevaluasi tubuh
atau berat badan sendiri. Para penderita anoreksia nervosa tidak mengakui
kekurus-keringannya seperti apa adanya.

3. Takut Menambah Berat Badan


Ketakutan intens untuk menjadi gemuk adalah karakteristik ketiga anoreksia
nervosa. Ketakutan untuk menambah berat badan menjadi masalah bagi
penanganan. Dorongan terapis untuk makan lebih banyak menjadi ketakutan bagi
seseorang penderita anoreksia nervosa akan kehilangan kontrolnya.

4. Berhenti Menstruasi
Amonerrhea (amenore), tidak hadirnya siklus menstruasi selama tiga kali
berurut-turut menjadi simtom selanjutnya anoreksia nervosa. Amenore biasanya
adalah reaksi terhadap hilangnya lemak tubuh dan perubahan-perubahan fisik
terkait. Tidak adanya minat seksual juga merupakan salah satu reaksi lazim
terhadap kehilangan berat badan dalam jumlah besar.

5. Komplikasi Medis
Anoreksia nervosa dapat menyebabkan sejumlah komplikasi medis. Para
penderita anoreksia biasanya mengeluhkan tentang kontipasi, nyeri perut,
intoleransi terhadap dingin, dan kelesuan. Sebagian keluhan ini berasal dari efek
semi-kelaparan pada tekanan darah da suhu tubuh, yang keduanya mungkin
berada di bawah normal. Selain itu, kulit menjadi kering dan pecah-pecah, dan
sebagian orang mengalami lanugo, rambut halus di wajah atau batang tubuhnya.
Ini dapat menimbulkan anemia, infertilitas, gagal fungsi ginjal, kesulitan-kesulitan
kardiovaskular, erosi gigi, dan osteopenia. Anoreksia nervosa dapat dimulai
dengan keinginan yang nampak tidak merugikan, tetapi gangguan makan itu dapat
mengakibatkan masalah kesehatan serius, termasuk kematian.

6. Gangguan Psikologis Komorbid


Anoreksia nervosa berkaitan dengan masalah psikologis lain, termasuk
gangguan obsesif-kompulsif dan ganguan kepribadian obsesif-kompulsif.
Kebanyakan penderita anoreksia nervosa juga memperlihatkan simtom depresi,

7
seperti suasana-perasaan sedih, iritabilitas, insomnia, menarik diri secara sosial,
dan berkurangnya minat pada seks.

2.3.2 Bulimia
2.3.2.1 Definisi Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa adalah kelainan cara makan yang dimana biasanya seseorang
memiliki kebiasan makan yang berlebihan dan terjadi secara terus menerus. Bulimia
biasanya lebih sering dialami oleh wanita, biasanya kelainan ini merupakan bentuk
penyiksaan terhadap diri sendiri, dimana biasanya orang yang menderita bulimia
nervosa akan membuat dirinya memuntahkan makanan yang telah mereka makan.

Bulimia adalah penyakit yang diakibatkan psikologi pasien yang


mengakibatkan kelainan makan. Bulimia merupakan keadaan dimana orang yang
menderita tersebut akan makan secara berlebihan dan secara berulang-ulang ( Binge )
dan kemudian makan yang telah dimakan akan dikeluarkan dengan cara
memuntahkannya yang biasanya diinduksi dengan obat pencahar dan juga dengan
mengeluarkannya lewat kencing, dimana kencing disini disebabkan oleh obat diuretik
yang konsumsi.

Penderita bulimia pada umumnya mereka cendrung melakukan diet dengan


sangat ketat dan diimbangi dengan olahraga yang berlebihan . orang yang menderita
bulimia biasanya mereka memiliki kebiasaan untuk mengeluarkan makanan yang
telah mereka makan dengan cepat. Memuntahkan makan yang dilakukan oleh
penderita bulimia merupakan aksi untuk mengurangi rasa benci atau rasa bersalah
karena sudah melakukan Binge atau makan secara berlebihan. Karena penderita
bulimia terobsesi untuk membersihkan diri mereka dari makanan yang dikonsumsi,
sehingga makanan yang mereka makan belum sempat terserap oleh tubuh jadi mereka
berusaha untuk memuntahkan makanan yang telah mereka makan.

Sesorang yang menderita bulimia ketika melakukan pesta makan, biasanya


didorong oleh perasaan depresi atau strees karena masalah yang berhubungan dengan
perihal berat badan, bentuk badan. Penderita bulimia beranggapan bahwa makan
merupakan kegiatan yang sangat menyenangkan dan juga dapat menghiluangkan
depresi, namun perasaan bahagai tersebut hanya akan berlangsung sebentar dan
setelah itu mereka akan kembali membenci makanan serta marah atas kontrol diri
terhadap pesta makan yang telah dilakukannya, kemudian menimbulkan rasa benci
dan hal tersebut membuat mereka terobsesi untuk membersihkan makanan tersebut
dari tubuh.

Penderita bulimia biasanya selalu berhubungan dengan kontrol diet ataupun


berat badan. Penderita bulimia pada umumnya selalu memperhatikan berat badan,
selalu merasa kurang percaya diri terhadap berat badan sehingga mereka cendrung
selalu melakukan diet ketat.

2.3.2.2 Simtom-simtom Bulimia Nervosa

8
1) Berat badan biasanya diperhatikan dalam kisaran normal.
2) Perhatian yang berlebihan terhadap bentuk tubuh dan juga berat badan.
3) Makan berlebihan kemudian memuntahkannya dan kemudian dapat
menghasilkan komplikasi medis yang seirus.
4) Biasanya mempengaruhi wanita muda Eropa-Amerika

2.3.2.3 Akibat Bulimia Nervosa


1) Pembengkakan kelenjar ludah di pipi
2) Jaringan parut di buku jari tangan yang digunakan untuk merangsang muntah
3) Pengikisan email gigi akibat bulimia yang sering muntah dan mengeluarkan
asam lambung
4) Kadar kalium yang rendah dalam darah.
5) Gigi sensitive terhadap panas atau dingin
6) Masalah pada kelenjar ludah yang berupa rasa nyeri atau pembengkakan
7) Paparan asam lambung berlebih pada kerongkongan bisa menyebabkan borok,
pecah atau penyempitan.
8) Terganggunya proses pencernaan akibat pencahar, bisa mengakibatkan
disfungsi organ pencernaan .
9) Ketidakseimbangan cairan tubuh akibat stimulus zat diuretic secara berlebih.

2.3.3 Gangguan Makan Berlebihan Binge-Eating Disorder/BED

2.3.3.1 Definisi Binge-Eating Disorder


Ganguan makan berlebihan atau binge-eating disorder/BED merupakan
ganguan makan yang memiliki karakteristik makan yang berlebihan yang berulang
tanpa memuntahkannya . ganguan ini masih dikelompokkan sebagai gangguan yang
masih potensial akan tetapi juga masih perlu dipelajari lebih lanjut. BED seringkali
dianggap sebagai bagian dari depresi dan usaha yang gagal dalam menurunkan berat
badan, sehingga mereka memilih untuk mempertahankannya.

3.3.2.2 Gejala-gejala Binge-Eating Disorder


1) Individu dengan BED seringkali digambarkan sebagai pemakan berlebihan
yang kompulsif
2) Biasanya menyerang wanita obesitas yang usianya lebih tua daripada mereka
yang menderita anoreksia dan bulimia

2.3.4 Obesitas

2.3.4.1 Definisi Obesitas

Obesitas adalah suatu kondisi dengan kelebihan lemak pada tubuh disebabkan
oleh makan yang secara berlebihan atau terus menerus. Obesitas dikelompokkan
sebagai gangguan medis kronis, bukan gangguan psikologis. Obesitas juga merupakan
faktor resiko terbesar untuk penyakit kronis yang secara potensial membahayakan
jiwa seperti sakit jantung, diabetes, dan beberapa bentuk kanker.

9
2.3.4.2 Gejala Obesitas
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri
punggung bawah dan memperburuk osteoarthritis (terutama di daerah pinggul, lutut
dan pergelangan kaki). Juga kadang sering ditemukan kelainan kulit. Seseorang yang
menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relative lebih sempit
dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang
secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak.

2.3.4.3 Faktor Obesitas


1) Faktor makanan
2) Faktor keturunan
3) Faktor Hormon
4) Faktor Psikologis
Pada beberapa individu kebutuhan akan makan lebih banyak dari biasanya bia
ia merasa membutuhkan kebutuhan khusus untuk keamanan emisional.
5) Gaya Hidup yang kurang tepat
Kemajuan sosial ekonomi, teknologi dan informatika yang global telah
menyebabkan gaya hidup yang meliputi pola piker & sikap yang terlihat dari
pola makan & aktivis fisik biasanya.

2.3.5 Pica
2.3.5.1 Definisi Pica

Kebiasaan makan benda yang tidak bisa dimakan (tidak lazim dimakan), yang
tidak memiliki nutrisi dan nilai gizinya.

Ex: tanah, sabun mandi, obat nyamuk, dll.

2.3.5.2 Faktor Penyebab Pica


Pica terjadi karena kebiasaan anak mencoba-coba dan tidak disertai penjelasan
dan bimbingan/dibiarkan karena tidak diketahuiboleh orang tuanya. Selain itu,
kemiskinan & pendidikan rendah orangtua juga ikut mempengaruhi terjadinya
kebiasaan buruk tersebut.

2.4 Penanganan Gangguan Makan

Penanganan untuk gangguan makan menggunakan CBT ( Cognitive Behaviour


Therapy )

CBT atau yang dikenal dengan Terapi Kognitif Behavior adalah terapi yang berpusat
pada perubahan pola pikir kemudian diubah cara bertingkah laku pada klien. Adapun
prosedur dalam Terapi Kognitif Behaviour adalah 5 sesi untuk penanganannya. Menurut teori
CBT Indonesia, memerlukan 5 sesi pertemuan yang secara sitematis dan terencana, meliputi:

Sesi 1 : Assesment dan diagnosa awal

10
Sesi 2 : Mencari emosi negatif, pikiran otomatis dan keyakinan utama yang berhubungan
dengan gangguan.
Sesi 3 : Menyusun rencana intervensi dengan memberikan konsekwensi positif-konsekwensi
kepada klien dan significant person
Sesi 4 : Formulasi status, fokus terapi, intervensi tingkah laku lanjutan
Sesi 5 : Pencegahan Relapse

Terapi kognitif-perilaku (CBT) merupakan terapi yang mendasarkan pada teori


kognitif perilaku yang menekankan pada kesaling terkaitan antara pikiran, perasaan dan
perilaku, Menurut teori ini psikopatologi terjadi bila terdapat ketidak sesuaian antara
tuntutan-tuntutan lingkungan dengan kapasitas adaptif individu. Teoari ini sangat efektif
karena penderita telah memiliki kesadaran bahwa mereka memiliki berat badan yang
berlebih, pola makan yang tidak normal. Namun mereka tidak berdaya untuk mengendalikan
dorongan makan pada saat perut terasa lapar sehingga diperlukan penyadaran pikiran dan
perasaan agar subjek mampu mengenali dan kemudian mengevaluasi atau rnengubah cara
berfikir, keyakinan dan perasaannya (mengenali diri sendiri dan lingkungan) yang salah,
dapat mengubah perilaku maladaptive dengan cara mempelajari ketrampilan pengendalian
diri dan staregi pemecahan masalah yang efektif (Okun, 1990). Misalnya subjek diminta
untuk melakukan latihan-latihan menantang pikiran yang negative seperti membandingkan
gambar-gambar wanita atau pria yang mempunyai tubuh gemuk dan yang mempunyai tubuh
ramping dengan tujuan mernbangkitkán persepsi yang berhubungan dengan body image-nya.

2.5 Upaya Pencegahan Gangguan Makan

Upaya – upaya pencegahan yang lebih sukses tidak memfokuskan secara langsung
pada pencitraan tubuh atau gangguan makan. Sebuah contoh penting pendekatan tersebut
adalah “dissonance intervention” yang partisipannya menyelesaikan tuga-tugas yang tidak
konsisten dengan ideal tubuh kurus, misalnya mendiskusikan bagaimana cara membantu
“gadis-gadis yang lebih muda” agar tidak menjadi terobsesi dengan penampilan mereka.
Pendekatan sehat yang disebutkan terakhir menekankan manfaat makan dengan baik dan
olahraga.

Suatu studi penting menempatkan secara acak 481 gadis remaja ke salah satu diantara
kedua program pencegahan ini (masing-masing melibatkan tiga pertemuan kelompok yang
masing-masing berdurasi satu jam) atau kelompok asesmen saja (kelompok kontrol tanpa
penanganan) atau menulis tentang masalah-masalah emosional selama tiga jam. Hasil – hasil
menunjukan perbaikan akibat salah satu atau kedua intervensi dalam kaitannya ketidakpuasan
tubuh, internalisasi ideal tubuh kurus, diet, binge-eating / purging satu bulan setelah
intervensi, dan dengan tingkat yang lebih terbatas, pada tindak lanjut 6 dan 12 bulan.

Hal yang penting, hasil-hasil untuk intervensi disonansi telah direplika dalam sebuah
setting “dunia nyata”. Disamping itu, kelompok-kelompok disonansi yang dipimpin oleh
remaja sebaya dalam kelompok-kelompok perempuan juga memperilhatkan efek-efek positif.
Psikolog dan masyarakat harus menempuh jalan panjang untuk menolong para perempuan

11
dan laki-laki untuk menemukan keseimbangan yang tepat antara makan terlalu sedikit dan
terlalu banyak, terobsesi dengan penampilan, dan lalai dengan kesehatan.

2.6 Gangguan Somatoform

Kata somatoform berasal dari bahasa Yunani "soma" yang berarti "tubuh". Dalam
gangguan ini, orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun
tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan sebagai penyebabnya. Lebih dari itu,
ada bukti, atau beberapa alasan yang dapat dipercaya,bahwa simtom tersebut merefleksikan
faktor atau konflik psikologi.

Beberapa orang mengeluhkan masalah dalam bernapas atau menelan. Masalah-


masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem
saraf otononik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simtom
muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti "kelumpuhan" pada tangan atau kaki
yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf.

Dengan kata lain gangguan somatoform yaitu suatu kelompok gangguan yang
ditandai oleh keluhan tentang masalah atau simtom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh
penyebab kerusakan fisik.

2.7 Macam-macam Gangguan Somatoform

Adapun berbagai gangguan somatoform diantaranya yakni:

1. Gangguan nyeri (Pain Disorder)


Pada gangguan ini individu akan mengalami nyeri pada satu tempat atau lebih
yang tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan medis. Rasa sakit ini diduga muncul
akibat faktor konflik psikologis. Penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan
pelatihan relaksasi, mengajari penderita bagaimana caranya menghadapi stres,
mendorong untuk mengerjakan aktivitas yang lebih baik, dan meningkatkan kontrol
diri.

Gangguan nyeri ditandai dengan adanya sakit parah sebagai fokus perhatian
pasien . kategori gangguan somatoform yang mencakup berbagai pasien dengan
berbagai penyakit, termasuk sakit kepala kronis, masalah punggung, arthritis, nyeri
otot dan kram, atau nyeri panggul. Dalam beberapa kasus nyeri pasien tampaknya
sebagian besar karena faktor psikologis, namun dalam kasus lain rasa sakit berasal
dari suatu kondisi medis serta psikologi pasien.

Gangguan nyeri relatif umum dalam populasi umum, sebagian karena


frekuensi cedera yang berhubungan dengan pekerjaan nya. Gangguan ini tampaknya
lebih umum pada orang dewasa yang lebih tua, dan rasio jenis kelamin hampir sama,
dengan rasio perempuan ke laki-laki 2:1 .

2. Gangguan Dismorfik Tubuh (Body Dysmorphic Disorder)

12
Merupakan keluhan yang berlebihan/dibesar-besarkan tentang kekurangan
tubuh. Penyebab dari gangguan ini belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan
faktor budaya atau sosial mempengaruhi. Misalnya adanya konsep bahwa perempuan
cantik adalah yang memiliki hidung yang mancung, seorang individu yang
mengalami gangguan dismorfik tubuh bisa jadi akan menghabiskan waktu berjam-
jam di depan cermin untuk mengamati kekurangan hidungnya atau bisa jadi ia akan
mengeluarkan biaya berapapun untuk memperbaiki hidungnya dengan cara operasi
plastik.

3. Hipokondriasis

Yakni ketakutan akan penyakit serius. Kecemasan yang dialami oleh seorang
penderita hipokondria bukan hanya sekedar meyakininya saja melainkan juga disertai
dengan tindakan, penderita hipokondria akan selalu menanggapi keluhan-keluhn fisik
dengan sangat serius dan menyimpulkan bahwa dia menderita penyakit tertentu. Misal
ketika menderita batuk, penderita hipokondria akan menganggap bahwa ia mengalami
penyakit TBC atau kanker paru, sehingga ia akan terus memeriksakan dirinya ke
dokter dan tidak mempercayai hasil lab, sekalipun hasil tersebut sudah sangat akurat.

Penyebab hipokondria umumnya adalah trauma, kecemasan, beban emosional


dan konflik psikologis. Penanganan yang bisa dilakukan untuk para penderita
hipokondriasis adalah dengan terapi kognitif behavioral karena terapi ini dapat
mengubah pemikiran yang pesimis.

4. Gangguan konversi

Menurut DSM IV, gangguan konversi adalah gangguan dengan karakteristik


munculnya satu atau beberapa simtom neurologis (misal: buta, lumpuh, dll) yang
tidak dapat dijelaskan secara medis dan diduga faktor psikologis memiliki peranan
penting dengan awal dan keparahan gangguan.

Gangguan konversi (conversion disorders) dicirikan oleh suatu perubahan


besar dalam fungsi fisik, meski tidak ada temuan medis yang dapat
ditemukan sebagai simtom atau kemunduran fisik. Simtom-simtom ini tidaklah
dibuat secara sengaja. Simtom fisik itu biasanya timbul tiba-tiba dalam situasi yang
penuh tekanan. Tangan seorang tentara dapat menjadi “lumpuh” saat pertempuran
yang hebat

Menurut DSM, simtom konversi menyerupai kondisi neurologis atau medis


umum yang melibatkan masalah dengan fungsi motorik (gerakan) yang volunteer atau
fungsi sensoris. Babarapa pola simtom yang klasik melibatkan kelumpuhan, epilepsy,
masalah dalam koordinasi, kebutaan tunnel vision (hanya bisa melihat apa yang
berada tepat didepan mata), kehilangan indra paendengaran atau penciuman atau
kehilangan rasa pada anggota badan(anestesi).

13
5. Gangguan Somatisasi

Gangguan somatisasi adalah gangguan dengan karakteristik berbagai keluhan


atau gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat (tidak memenuhi
syarat) dengan menggunakan hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium.

Gangguan ini bersifat kronis (muncul selama beberapa tahun dan terjadi
sebelum usia 30 tahun) dan berhubungan dengan stres psikologis yang signifikan,
hendaya dalam kehidupan sosial dan pekerjaan serta upaya mencari pertolongan
medis yang berlebihan.

2.8 Gejala-gejala Somatoform


Adapun menurut DSM IV gejala-gejala yang muncul harus meliputi :
1. Minimal ada empat simtom nyeri pada lokasi yang berbeda.
2. Minimal ada dua simtom gastrointestinal. (misal: mual, kembung)
3. Riwayat minimal ada satu simtom seksual yang berbeda dari rasa sakit/nyeri. (misal:
ketidakmampuan ereksi).
4. Satu gejala pseudoneurologis: Riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang
mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi
seperti sulit menelan atau benjolan ditenggorokan, retensi urin, pandangan ganda,
kebutaan, ketulian, kejang).

Gangguan somatisasi sering disertai oleh gangguan mental yang lain, seperti
gangguan kepribadian, cemas, fobia, dll.

Penanganan yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan kesadaran pasien


tentang kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat dalam gejala penyakit. Dalam
lingkungan psikoterapeutik, pasien dibantu untuk mengatasi gejalanya, untuk
mengekspresikan emosi yang mendasari dan untuk mengembangkan strategi alternatif
untuk mengekspresikan perasaan mereka.

Jika gangguan somatisasi disertai dengan gangguan yang lain maka terapi
psikofarmakologis penting untuk diterapkan dengan disertai pengawasan, sebab penderita
ini cenderung mengkonsumsi obat secara berlebihan.

2.9 Penanganan Somatoform


Jika memang terindikasi bahwa kamu adalah penderita somatoform disorder
disarankan segara mendatangi psikolog untuk diberikan penanganan terapi agar gangguan
dapat berkurang. Namun untuk kamu yang masih dalam taraf yang normal berikut adalah
tips agar mengurangi rasa cemas atau gugup pada saat menghadapi situasi-situasi yang
kurang membuat kamu nyaman:
1. Tunda Kecemasan
Ini adalah teknik sederhana mengatasi kecemasan. Jika kamu sedang
menghadapi situasi yang mengkhawatirkan, coba katakan pada diri sendiri “nanti aja
deh aku menghawatirkan ini, karna gak akan terjadi apa-apa hari ini”. Setiap kali

14
masalah muncul di pikiran kamu, pakailah cara ini karna fakta mengatakan bahwa
kecemasan berlebihan sebagian besar tidak pernah terjadi. Menunda hanya cara untuk
mengatasi pikiran negatif. Sifat alami dari pikiran manusia adalah menciptakan
masalah dan mencemaskannya. Teknik ini adalah cara mengatasi kecemasan
berlebihan yang paling mudah.

2. Ambil Tindakan
Rasa cemas membuat kita lumpuh oleh ketakutan. Daripada hanya
mencemaskannya saja, pikirkan dengan hati-hati langkah yang bisa diambil untuk
menghindari masalah tersebut. Misalnya, ketika kamu mencemaskan masalah
keuangan, pikirkan cara untuk mengurangi pengeluaran, cara meningkatkan
pendapatan dsb. Cara mengatasi kecemasan bukan dengan hanya merasakannya dan
seolah tidak berdaya. Ambilah tindakan, Beberapa masalah tidak boleh diabaikan dan
butuh tindakan, sebagian lagi tidak memerlukan tindakan apa-apa karena hanya
merupakan imajinasi belaka.

3. Hati-Hati Dengan Apa Yang Dipikirkan

Ketika kita sering memikirkan sesuatu, kemungkinan besar hal tersbut akan
terwujud. Jika kita khawatir akan membuat kesalahan, peluang kesalahan tersebut bisa
terjadi semakin besar. Oleh karena itu, berhati-hatilah dengan apa yang kamu
pikirkan. Ingat tentang kekuatan pikiran. Daripada memikirkan hal yang negatif,
pikirkan cara mendapatkan jalan keluar dari masalah.

4. Kendalikan Pikiran

Cara menghilangkan kecemasan yang paling utama adalah dengan belajar


mengendalikan pikiran. Kadang kita dikuasai oleh pikiran sendiri, seolah kita
diperbudak oleh pikiran yang belum jelas. Identifikasi pikiran yang muncul terlebih
dahulu, terima jika pikiran itu benar dan keluarkan bila pikiran itu hanya merusak diri.
Milikilah kemampuan untuk mengendalikan pikiran kita sendiri.

5. Jangan Bersikap Angkuh

Kita sering khawatir tentang penilaian orang lain terhadap diri kita. Kita
khawatir tidak dapat memenuhi harapan orang lain. Pemikiran seperti ini yang
membuat diri angkuh karena terus-menerus mencari penghargaan dan kekaguman dari
orang lain. Diperlukan kepercayaan diri yang tinggi dan ketenangan batin untuk tidak
khawatir terhadap penilaian orang lain.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, kami dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Gangguan makan merupakan gangguan psikologis yang memiliki karakteristik


terganggunya pola makan dan cara untuk mengontrol berat badan.
2. Macam-macam gangguan makan:
a. Anoreksia Nervosa
Yaitu suatu gangguan makan yang ditandai oleh adanya usaha untuk
mempertahankan berat badan di bwah setandar normal, akibat pencitraan diri
yang menyimpang.
b. Bulimia Nervosa
Yaitu suatu gangguan makan yang memiliki karakteristik makan berlebihan
yang berulang diikuti oleh pembangkitan keinginan untuk memuntahkannya,
diikuti oleh perhatian yang berlebihan terhadap berat badan dan bentuk tubuh.
c. Gangguan Makan Berlebihan
Gangguan makan berlebihan (binge-eating disorder/BED) adalah Suatu
gangguan yang memiliki karakteristik makan berlebihan yang berulang tanpa
memuntahkannya; dikelompokkan sebagai gangguan yang masih potensial
tetapi masih perlu dipelajari lagi lebih lanjut.
d. Obesitas
Suatu kondisi kelebihan lemak tubuh, biasanya ditentukanoleh IMT diatas 30.
e. Pica Kebiasaan makan benda yang tidak bisa dimakan (tidak lazim dimakan),
yang tidak memiliki nutrisi dan nilai gizinya.
Ex: tanah, sabun mandi, obat nyamuk, dll.

3. Somatoform yaitu suatu kelompok gangguan yang ditandai oleh keluhan tentang
masalah atau simtom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan
fisik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Nevid, Jeffrey S., Spencer A. Rathus dan Beverly Greene. 2002. Psikologi Abnormal: edisi
kelima jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Krisnani, Hetty., Meilany, B.S., Destia, P. 2017. Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada
Masyarakat, 4(3), 390-447.

17

Anda mungkin juga menyukai