Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

EATING & IMPULS CONTROL DISORDER


Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Psikopatologi

Dosen Pengampu: Ibu Nailur Rohmah, S.Psi., M.A.

Disusun Oleh:

Kelompok 3

Fatimah Oktavia Laurens 220541100088

Annisa Maharani 220541100167

Alya Tamara Syitta 220541100177

Aulia Khusnul Maulut Dina 220541100179

Nailah Sofiatul Afifah 220541100201

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2023
KATA PENGANTAR
Dengan segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmat-Nya sehingga makalah dengan judul “Eating & Impuls Control
Disorder” dengan baik dan tepat waktu. Tidak lupa, kami ucapkan terima kasih
atas bantuan teman-teman sekelompok yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikiran. Penyusunan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas Ibu Nailur Rohmah, S.Psi., M.A. dalam mata
kuliah Psikologi Belajar. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca maupun pihak pembuat.
Dalam proses penyusunan makalah ini kami menjumpai berbagai
hambatan, namun berkat dukungan materi dari berbagai pihak akhirnya kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan cukup baik. Oleh karena itu, melalui
kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada semua pihak terkait yang telah membantu terselesaikannya
makalah ini.
Harapan kami adalah makalah ini dapat memicu pemikiran kritis dan
diskusi yang mendalam tentang hubungan antara Eating & Impuls Control
Disorder. Akhir kata kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan
memberi inspirasi bagi seluruh orang yang membaca.

Bangkalan, 16 November 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I .................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 2
BAB II ................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ................................................................................................. 3

2.1 Definisi Eating & Impuls Control Disorder ................................................ 3


2.2 Macam-Macam Eating & Implus Control Disorder ..................................... 3
2.2.1 Anoreksia Nervosa ............................................................................... 3

2.2.2 Bulimia Nervosa .................................................................................. 5

2.2.3 Binge Eating Disorder ......................................................................... 7

2.3 Penyebab .................................................................................................... 7


2.4 Gejala ......................................................................................................... 9
2.5 Diagnosis.................................................................................................. 10
2.6 Pencegahan............................................................................................... 10
2.7 Penanganan .............................................................................................. 12
2.8 Hubungan dan pengaruh eating disorder dengan body image .................... 14
2.9 Hubungan dan pengaruh eating disorder dengan tingkat stress ............... 15
2.10 Dampak .................................................................................................. 16
2.11 Terapi..................................................................................................... 17
BAB III ............................................................................................................. 19

PENUTUP ........................................................................................................ 19

3.1 KESIMPULAN ...................................................................................... 19


DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Impulse Control Disorder (ICD) adalah keadaan dimana individu tidak dapat
menolak suatu impuls (dorongan) untuk mencapai sebuah reward (kesenangan)
dan dilakukan tanpa berpikir panjang. Impulsif adalah elemen kunci dari banyak
gangguan kejiwaan lainnya. Kondisi kejiwaan ini mempengaruhi penurunan
individu yang signifikan dalam fungsi sosial dan pekerjaan. ICD dikategorikan
sebagai gangguan psikiatri di bawah DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders). Individu-individu yang mengalami gangguan kontrol
impuls kurang mampu melawan dorongan batin mereka sehingga ICD merupakan
permasalahan yang dampaknya cukup besar terhadap produktivitas pelajar juga
terhadap karakter dan fisik pelajar tersebut. Karena ketidakmampuan melawan
dorongan kuat ini, konsentrasi dalam bekerja dengan mudah terpecah, sehingga
pekerjaan penting tertunda dan efektifitas waktu terganggu, seperti waktu tidur,
makan dapat menjadi tidak teratur.
Eating disorders (gangguan makan) adalah suatu sindrom yang ditandai oleh
pola makan yang menyimpang terkait dengan karakteristik psikologi yang
berhubungan dengan makan, bentuk tubuh, dan berat badan. Gangguan makan
hadir ketika seseorang mengalami gangguan parah dalam perilaku makan, seperti
mengurangi kadar makanan dengan ekstrem atau makan terlalu banyak yang
ekstrem, perasaan menderita atau keprihatinan tentang berat atau bentuk tubuh
yang ekstrem. Seseorang dengan gangguan makan mungkin berawal dari
mengkonsumsi makanan yang lebih sedikit atau lebih banyak dari biasanya, tetapi
pada tahap tertentu, keinginan untuk makan lebih sedikit atau lebih banyak terus
menerus di luar kendali.
Klasifikasi gangguan makan dan perkembangannya terlihat pada Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM). Klasifikasi gangguan makan
pertama kali berdasarkan deskripsi klinis, dan kemudian lebih lanjut
disempurnakan melalui pendapat ahli dan kajian literatur. Saat ini ada dua
gangguan makan yang diakui yaitu anorexia nervosadan bulimia nervosa.
Anorexia nervosa dijelaskan dalam DSM-III, dan bulimia nervosa dijelaskan pada

1
DSM-III-R.2 Bulimia nervosa digambarkan dengan episode berulang makan
berlebihan (binge eating) dan kemudian dengan perlakuan kompensatori (muntah,
berpuasa, berolahraga, atau kombinasinya). Makan berlebihan disertai dengan
perasaan subjektif kehilangan kawalan ketika makan. Muntah yang dilakukan
secara sengaja atau berolahraga secara berlebihan, serta bisa juga penyalahgunaan
pencahar, diuretik, amfetamin dan tiroksin.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa difinisi Eating & Impuls Control Disorder?
2. Apa macam-macam Eating & Impuls Control Disorder?
3. Apa penyebab adanya Eating & Impuls Control Disorder?
4. Apa gejala yang ditimbulkan Eating & Impuls Control Disorder?
5. Apa saja yang dapat dijadikan diagnosis Eating & Impuls Control
Disorder?
6. Bagaimana pencegahan Eating & Impuls Control Disorder?
7. Bagaimana penanganan Eating & Impuls Control Disorder?
8. Hubungan dan pengaruh eating disorder dengan body image?
9. Hubungan dan pengaruh eating disorder dengan tingkat stress?
10. Bagaimana dampak dari Eating & Impuls Control Disorder?
11. Bagaimana terapi untuk Eating & Impuls Control Disorder?
1.3 Tujuan
1 Mengetahui difinisi Eating & Impuls Control Disorder
2 Mengetahui macam-macam Eating & Impuls Control Disorder
3 Mengetahui penyebab adanya Eating & Impuls Control Disorder
4 Mengetahui gejala yang ditimbulkan Eating & Impuls Control Disorder
5 Mengetahui apa saja yang dapat dijadikan diagnosis Eating & Impuls
Control Disorder
6 Bagaimana pencegahan Eating & Impuls Control Disorder
7 Bagaimana penanganan Eating & Impuls Control Disorder
8 Mengetahui hubungan dan pengaruh eating disorder dengan body image
9 Mengetahui hubungan dan pengaruh eating disorder dengan tingkat stress
10 Mengetahui dampak dari Eating & Impuls Control Disorder
11 Mengetahui terapi untuk Eating & Impuls Control Disorder

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Eating & Impuls Control Disorder
Binge eating disorder adalah perilaku makan secara berlebihan, perilaku
tersebut tidak dapat dikontrol oleh individu bersangkutan, biasanya individu akan
terus melakukan kebiasaannya meskipun telah mencapai obesitas bahkan sampai
sakit Gangguan ini mengidap pada pria sebagian besarnya. Binge Eating Disorder
(BED) adalah gangguan makan berlebih dimana pola makan yang melibatkan
distress yang menginduksi bingeing yang tidak diikuti dgn purging (Durand &
Barlow, 2006).
Dalam DSM-IV-TR Binge Eating Disorder merupakan satu diagnosis
memerlukan studi lebih jauh dan bukan sebagai diagnosis resmi. Gangguan
mencakup makan berlebih yang berulang (dua kali seminggu selama sekurang-
am bulan), kurangnya kontrol diri selama episode makan berlebihan, tertekan
karena makan berlebihan, serta berbagai karakteristik lain makan dengan cepat
dan makan secara diam-diam. Kondisi ini dibedakan Nervosa dalam hal tidak
terjadinya penurunan berat badan dan dari ma dalam hal tidak adanya perilaku
kompensatori (pengurasan, olahraga berlebihan) (Davison, Neale, & Kring, 2006).
Dari urian di atas dapat disimpulkan bahwa Binge Eating Disorder salah satu
gangguan makan dimana individu makan secara tidak dapat mengontrol pola
makan sehingga merasa tertekan berlebihan serta tidak disertai purging.

2.2 Macam-Macam Eating & Implus Control Disorder


Eating disorder atau gangguan makan pada DSM IV TR dibagi menjadi tiga,
yaitu anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan gangguan makan berlebih (Binge
Eating Disorder).
2.2.1 Anoreksia Nervosa
Menurut Giant (2005), kata “anorexia” memiliki arti hilangnya selera
makan, dan “nervosa” memiliki arti sebab emosional. Maka anoreksia nervosa
bermakna hilangnya selera makan yang disebab emosional. Istilah ini
sebenarnya kurang tepat karena orang yang mengalami anoreksia tidak selalu
kehilangan selera makannya. Anoreksia nervosa adalah sebuah gangguan di

3
mana seseorang melaparkan dirinya atau menolak untuk makan karena memiliki
ketakutan bahwa berat badannya akan bertambah.
Ketakutan bahwa seseorang akan bertambah gemuk menyebabkan orang
yang mengalami anoreksia akan melakukan berbagai cara untuk menguruskan
diri, biasanya dengan diet berlebihan atau tidak mau makan. Diet ini akan
menyebabkan mereka menjadi sangat kurus. Namun bahkan ketika seseorang
sudah sangat kurus, mereka tidak pernah puas dengan bentuk tubuh mereka dan
tetap memiliki ketakutan bahwa berat badannya akan bertambah, sehingga tetap
melakukan diet atau menolak asupan makan. Tidak jarang kondisi ini
menyebabkan penderita anoreksia meninggal.
Perubahan biokimiawi yang disebabkan oleh kelaparan atau rasa bersalah
dan rasa malu yang dialami pasien telah membuat beberapa peneliti
mempertimbangkan kemungkinan bahwa anoreksia menyebabkan depresi.
Perubahan fisik yang terjadi pada penderita anoreksia ditandai dengan tekanan
darah menurun, denyut jantung melambat, ginjal dan sistem pencernaan menjadi
bermasalah, masa tulang berkurang, kulit mengering, kuku jari menjadi mudah
patah, kadar hormon berubah, anemia ringan, kerontokan rambut, perubahan
struktur otak seperti rongga yang meluas atau kelebaran sulcal, juga dapat
terjadi namun dapat diperbaiki.
Kriteria DSM IV TR untuk anoreksia adalah:
a. Menolak untuk mempertahankan berat badan normalnya.
b. Sangat takut bila berat badannya bertambah, dimana rasa takut ini juga tidak
berkurang ketika berat badan mereka berkurang (tidak pernah merasa kurus).
c. Memiliki pandangan yang menyimpang tentang bentuk tubuh mereka.
d. Pada perempuan, kondisi tubuh yang kurus menyebabkan amenorea, yaitu
berhentinya periode menstruasi.
DSM IV-TR membedakan dua tipe dari anoreksia:
a. Tipe terbatas: menurunkan berat badan dengan membatasi asupan makanan
b. Tipe binge pengurasan: orang yang bersangkutan secara rutin juga makan
berlebihan kemudian mengeluarkannya.
Anoreksia nervosa umumnya terjadi pada awal hingga pertengahan
remaja, dan bisa terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan. Prevalensi

4
anoreksia pada perempuan 10 kali lebih banyak daripada laki-laki, di mana
beberapa ahli berpendapat hal ini dikarenakan adanya stereotype bahwa
perempuan dinilai dari bentuk tubuh mereka, sementara laki-laki dari
keberhasilan mereka.
Pada umumnya anoreksia komorbid dengan gangguan lain, terutama
depresi dan anxiety disorder. Anxiety disorder (cenderung pada bentuk tubuh)
dapat menyebabkan anoreksia di mana anoreksia ini juga dapat menyebabkan
depresi, atau depresi dapat terjadi bersamaan dengannya.
2.2.2 Bulimia Nervosa
Istilah “Bulimia” berasal dari bahasa Yunani yang bermakna “lapar seperti
sapi jantan”. Bulimia nervosa adalah sebuah gangguan di mana seseorang akan
melakukan binge (makan berlebih) kemudian melakukan perilaku pengurasan.
Perilaku binge atau makan secara berlebihan biasanya dilakukan dalam waktu
kurang dari dua jam, dan lebih mungkin dilakukan saat sedang sendirian pada
pagi hari. Penderita biasanya menghindari makanan kesukaan pada satu hari
kemudian makan berlebihan esok paginya.
Berbagai studi menyatakan bahwa makan berlebihan juga bisa terjadi
setelah interaksi sosial yang negatif atau setidaknya persepsi atas hubungan
sosial yang negatif. Para pasien menuturkan bahwa mereka hilang kendali ketika
binge atau merasa bahwa bukan diri mereka yang ada saat binge terjadi dan
merasa malu serta jijik dengan kondisi tersebut bahkan mencoba menutupinya.
Rasa malu dan jijik inilah, yang ditambah dengan ketakutan bahwa berat badan
mereka akan bertambah setelah makan berlebihan, yang menyebabkan
munculnya perilaku pengurasan. Perilaku ini dapat berupa muntah (yang paling
sering), puasa, atau olahraga berlebihan. Perilaku ini dilakukan sebagai
kompensasi dan untuk menghilangkan efek asupan kalori karena makan
berlebihan. Dalam DSM IV TR, episode binge dan pengurasan harus terjadi
sekurang-kurangnya dua kali seminggu selama tiga bulan untuk ditegakkan
sebagai bulimia nervosa.
Kriteria DSM-IV TR untuk gangguan Bulimia Nervosa:
1. Makan berlebihan secara berulang.
2. Pengurasan berulang untuk mencegah bertambahnya berat badan.

5
3. Simtom-simtom terjadi sekurang-kurangnya dua kali seminggu selama
sekurangkurangnya 3 bulan.
4. Penilaian diri sangat tergantung pada bentuk tubuh dan berat badan. Pada
Bulimia nervosa, terdapat dua tipe purging atau mencahar:
a. Purging type (mencahar), yaitu pada saat episode bulimia nervosa
berlangsung, penderita bulimia nervosa secara teratur muntah dengan
sengaja, memakai obat pencahar atau obat-obatan lain dalam dosis yang
salah.
b. Unpurging type (tidak mencahar), yaitu pada saat episode bulimia
terjadi, penderita bulimia nervosa melakukan puasa, olah raga, dan diet
yang berlebihan.
Bulimia nervosa banyak ditemukan pada wanita di kalangan menengah
keatas dan sepersepuluh pria pada rentang usia remaja atau dewasa awal.
Kebanyakan diantara mereka memiliki ciri-ciri yang sama, yaitu kurang percaya
diri, merasakan cemas yang berlebihan, dan merasa bahwa tubuhnya tidak
sesuai keinginannya, maka tidak jarang diantara penderita bulimia nervosa
terindikasi terkena Anxiety disorder ataupun Mood disorder. Perubahan fisik
yang terjadi pada penderita bulimia nervosa adalah amenorea, kekurangan
potassium, diare, denyut jantung tidak teratur, rusaknya jaringan lambung dan
tenggorokan, hilangnya enamel gigi.
Anoreksia nervosa dan bulimia nervosa memiliki perbedaan walaupun
keduanya memiliki ketakutan akan meningkatnya berat badan dan
kecenderungan yang mirip, seperti binge, purging, hingga melakukan diet,
latihan, dan puasa yang ketat. Pada berat badan, penderita anoreksia nervosa
mengalami penurunan berar badan yang drastis, sedangkan penderita bulimia
nervosa tidak. Pada penderita anoreksia nervosa, mereka berusaha keras untuk
tidak makan sesuatu, kalaupun mereka makan, hanya dalam porsi yang sedikit
sekali, sedangkan pada penderita bulimia nervosa, mereka makan yang banyak
dan diikuti perlaku memuntahkan atau melakukan kegiatan fisik secara
berlebihan.

6
2.2.3 Binge Eating Disorder
Binge eating disorder atau gangguan makan berlebih di cantumkan dalam
DSM-IV-TR sebagai suatu diagnosis yang memerlukan studi lebih jauh dan
bukan sebagai diagnosis resmi. Ganguan ini terjadi perilaku makan berlebih
yang berulang dalam waktu dua kali seminggu selama sekurang-kurangnya
enam bulan. Gangguan ini memiliki ciri-ciri kurangnya kontrol diri selama
episode makan berlebih dan merasa tertekan karena makan berlebihan dan
karakteristik lainnya adalah makan dengan cepat dan makan secara diam-diam.
Gangguan ini berbeda dengan anoreksia nervosa dalam hal ini gangguan
makan berlebih tidak mengalami penurunan berat badan secara derastis dan
berbeda dengan Bulimia nervosa karena tidak adanya perilaku kompensatori
(pengurasan, berpuasa dan olahraga yang berlebih). Gangguan ini lebih sering
terjadi pada perempuan di bandingkan pada pada laki-laki yang dihubungkan
pada obesitas dan riwayat melakukan diet. Gangguan ini dikaitkan dengan
hendaya fungsi pekerjaan dan sosial, depresi, harga diri rendah, penyalahgunaan
zat dan ketidakpuasan dalam bentuk tubuh. Faktor-faktor resiko terbentuknya
gangguan makan berlebihan mencakup obesitas pada masa kanak-kanak,
komentar dengan nada mengkritik atas berat badan berlebihan, konsep diri yang
rendah, depresi dan penyiksaan fisik atau seksual pada masa kanak-kanak

2.3 Penyebab
1. Faktor Biologis
Eating disorder dapat terjadi dalam satu keluarga, sehingga disenyalir gen
merupakan salah satu penyebabnya. Gen memiliki pengaruh yang lebih besar
pada orang-orang kembar yang menderita gangguan makan di bandingkan
dengan faktor-faktor lingkungan. Beberapa penelitian juga menunjukkan
bahwa ketidakpuasan atas bentuk tubuh, keinginan yang kuat untuk menjadi
langsing, makan berlebihan, dan preokupasi dengan berat badan dapat
diturunkan dalam keluarga.
2. Faktor Sosiokultural
Berbagai standar yang ditetapkan oleh masyarakat mengenai tubuh yang ideal
(terutama perempuan) memiliki peranan yang besar dalam terjadinya eating

7
disorder. Seperti yang telah dijelaskan diatas, penderita eating disorder
biasanya memiliki pikiran yang menyimpang tentang tubuh mereka dan sangat
terobsesi untuk menjadi kurus. Pikiran ini bisa berasal dan diperkuat oleh
stereotype masyarakat tentang tubuh ideal. Nilai-nilai sosiokultural juga bisa
menjadi penyebab mengapa lebih banyak perempuan yang mengalami eating
disorder disbanding laki-laki. Salah satu nilai tersebut adalah stereotype yang
mendorong objektivitas tubuh perempuan sedangkan kaum laki-laki lebih
dihargai berdasarkan keberhasilan mereka.
3. Pandangan Psikodinamika
Menyatakan bahwa penyebab utama adalah hubungan orang tua-anak yang
terganggu. Anoreksia nervosa merupakan usaha yang dilakukan anak-anak
untuk menghilangkan rasa tidak berguna, tidak efektif, dan tidak berdaya yang
muncul akibat pola asuh yang memaksakan keinginan orang tua pada anak-
anak. Sedangkan menurut Goodsitt, episode pengurasan yang dilakukan
penderita bulimia merupakan symbol dari penolakan anak terhadap ibu
dikarenakan adanya konflik ibu-anak.
4. Kepribadian
Para penderita eating disorder memiliki beberapa kepribadian yang sama yaitu
tingkat neurotisme tinggi, harga diri rendah, cenderung patuh, tertutup, dan
perfeksionist. Dimana sifat-sifat ini berpengaruh secara tidak langsung pada
munculnya eating disorder.
5. Karakteristik Keluarga
Self report dari pasien sendiri secara konsisten mengungkap tingkat konflik
yang tinggi dalam keluarga. Rendahnya dukungan keluarga merupakan salah
satu karakteristik yang sering terlihat dalam kondisi pasien gangguan makan.
Tipe psikopatologi lain, termasuk depresi dan gangguan kepribadian. Dengan
demikian, pola keluarga tersebut tidak spesifik hanya dalam patologi
gangguan makan, namun dapat merupakan hal umum dalam keluarga yang
salah satu anggotanya menderita psikopatologi secara umum.

8
6. Penyiksaan Anak dan Gangguan Makan
Angka pelecehan seksual yang tinggi ditemukan pada individu yang menderita
gangguan makan yang belum pernah mendapatkan penanganan dan pada
individu yang pernah mendapatkan penanganan.
7. Pandangan Kognitif-Perilaku
Rasa takut terhadap kegemukan dan gangguan citra tubuh diprediksi sebagai
faktor-faktor yang memotivasi untuk melakukan kondisi melaparkan diri dan
kondisi pengurasan.

2.4 Gejala
Beberapa simtom dari Binge Eating Disorder adalah:
a. Makan berlebihan dari jumlah waktu makan orang secara normal
b. Makan sampai kekenyangan
c. Lebih menyukai makan sendiri
d. Distress
e. Makan banyak yang tidak di imbangi dengan olahraga
Menurut Thompson (2009), tanda dan gejala Binge Eating Disorder adalah:
a. Berat badan naik
b. Kehilangan kontrol makan berlebih
c. Harga diri rendah
d. Depresi
e. Cemas
f. Mengalami fluktuasi dalam berat badan
g. Kehilangan hasrat seksual
h. Menyembunyikan makanan
i. Merasa bersalah dan malu
j. Jijik dengan diri sendiri
k. Meyakini bahwa hidup akan lebih baik jika merasa kehilangan berat badan
l. Suka merahasiakan pola makan
m. Menjauh dari situasi sosial dimana di sediakannya makanan
n. Mempunyai pikiran untuk bunuh diri
o. Menjalankan berbagai macam program diet

9
2.5 Diagnosis
Diagnosis gangguan makan didasarkan pada tanda, gejala, dan kebiasaan
makan seseorang. Jika dicurigai adanya kelainan makan, maka akan diminta
menjalani beberapa pemeriksaan oleh dokter dan psikolog/psikiater untuk
mengetahui apakah Anda mengidap kelainan tersebut. Diagnosis dilakukan
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan fisik menyeluruh meliputi tinggi badan, berat badan, denyut
jantung, tekanan darah, nadi, dan tanda-tanda vital seperti kondisi lambung.
2. Dokter juga akan melakukan rontgen dan elektrokardiogram untuk memeriksa
tanda-tanda patah tulang, detak jantung tidak teratur, atau gigi berlubang yang
mungkin menandakan anoreksia atau bulimia.
3. Tes psikologi dilakukan oleh psikolog atau psikiater untuk mengetahui sikap
pasien terhadap makanan, kebiasaan makan, dan cara memandang tubuhnya.
Jawaban yang jujur penting dalam menentukan pengobatan yang tepat.
4. Tes darah dan urin diperlukan untuk memeriksa fungsi seluruh darah, hati,
ginjal dan tiroid.

2.6 Pencegahan
A. Pencegahan Anoreksia Nervosa:
1. Akui bahwa mempunyai masalah dengan kebiasaan makan yang tidak
sehat.
2. Bicarakan kekhawatiran dan perasaan dengan orang-orang terdekat.
3. Menjauhi orang, tempat, dan aktivitas yang memicu obsesi menjadi kurus.
4. Carilah bantuan dan dukungan dari tenaga profesional atau dokter yang
berkualifikasi yang dapat membantu mendapatkan kembali tubuh yang
sehat dan pola makan yang teratur.
5. Cobalah untuk mulai mengikuti sesi perawatan dan terapi oleh psikolog.
6. Minta anjuran pada dokter tentang suplemen vitamin dan mineral yang
sesuai dengan kondisi tubuh.
7. Jangan menutup diri dari anggota keluarga dan teman yang peduli
membantu untuk sehat kembali.

10
B. Pencegahan bulimia:
1. Meningkatkan rasa percaya diri dengan saling menyemangati untuk hidup
sehat setiap hari.
2. Hindari membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan kondisi fisik atau
psikologi pasien, seperti terlalu kurus atau terlalu gemuk dan mempunyai
wajah yang tidak menarik.
3. Mengajak anggota keluarga makan bersama keluarga.
4. Melarang melakukan diet yang tidak sehat seperti menggunakan obat
pencahar atau memaksakan diri untuk muntah
C. Pencegahan obesitas:
1. Suplemen asupan protein dengan asupan protein, metabolisme dapat
meningkat hingga 80 hingga 100 kalori per hari.
2. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang yang menjalani diet tinggi
protein mengonsumsi 400 kalori lebih sedikit per hari.
3. Hindari makanan olahan Makanan yang telah melalui berbagai cara
pengolahan yang berbeda seringkali mengandung banyak gula, lemak dan
kalori. Selain itu, tingkat konsumsi juga dirancang untuk mendorong makan
lebih banyak.
4. Menyediakan makanan atau jajanan sehat penelitian menunjukkan bahwa
makanan yang disimpan di rumah atau di sekitar kita sangat mempengaruhi
berat badan dan perilaku makan kita sehari-hari.
5. Batasi gula dan kalori cair
6. Tidur yang cukup dan minum air putih
7. Lakukan Olahraga Kardio
8. Jalankan Diet Rendah Karbohidrat
D. Pencegahan Binge Eating Disorder:
Meskipun tidak ada cara yang pasti untuk mencegah BED, namun ada beberapa
langkah agar mengurangi resiko terkena gangguan tersebut diantaranya:
1. Memiliki buku harian makan untuk mengidentifikasi mempunyai gangguan
makan atau tidak, pola makan yang sesuai dan jenis makanan seperti apa yang
cenderung memicu perasaan lapar secara tiba-tiba.
2. Makanlah makanan rendah gula.

11
3. Makanlah dengan porsi normal dan sesuai kemampuan.

2.7 Penanganan
Sering sekali sulit untuk membuat pasien dengan gangguan makan untuk
menjalani penanganan karena umumnya pasien mengingkari bahwa ia memiliki
masalah. Oleh karena itu, mayoritas penderita gangguan makan 90% diantaranya
tidak dalam penanganan.
Penanganan untuk Anoreksia Nervosa
1. Biologis
a. Perawatan di rumah sakit, yang kadang dijalani dengan terpaksa,
seringkali diperlukan untuk menangani pasien anoreksia agar asupan
makanan pasien dapat ditingkatkan secara bertahap dan dipantau dengan
teliti. Berat badan dapat sangat kurang sehingga diperlukan pemberian
makan melalui infus untuk menyelamatkan nyawa pasien.
b. Obat-obatan juga digunakan dalam upaya menangani anoreksia nervosa.
Sayangnya. hal itu tidak terlalu berhasil. Hanya terdapat sangat sedikit
keberhasilan dengan obat- obatan untuk meningkatkan berat badan secara
signifikan, juga tidak mengubah gejala-gejala utama anoreksia, atau
memberikan manfaat tambahan yang signifikan dalam program standar
penangan pasien rawat inap.
2. Psikologis
a. Operant Conditioning
Program terapi operant-conditioning cukup berhasil untuk menambah
berat badan dalam jangka pendek. Namun mempertahankan pertambahan
berat badan dalam jangka penjang belum dapat dicapai secara reliable
melalui berbagai intevensi medis. perilaku atau psikodinamika tradisional
b. Terapi keluarga
Minuchin dan para koleganya berpendapat bahwa simtom-simtom
gangguan makan paling baik dipahami dengan memahami pasien dan
bagaimana simtom-simtom tersebut tertanam dalam struktur keluarga yang
disfungsional. Dapat dilakukan dengan cara terapis bertemu dengan
keluarga dalam acara makan siang keluarga karena konflik yang

12
berhubungan dengan anoreksia diyakini paling terlihat ketika acara makan
berlangsung. Acara makan siang tersebut memiliki 3 tujuan besar:
1. Mengubah peran pasien dari penderita anoreksia
2. Mendefinisi ulang masalah makan sebagai masalah interpersonal
3. Mencegah orang tua memanfaatkan anoreksia yang dialami anaknya
sebagai alat untuk menghindari konflik
Penanganan Bulimia Nervosa
1. Biologis
Karena bulimia sering kali mengalami komorbid dengan depresi, gangguan ini
ditangani dengan berbagai antidepresan yaitu fluoksetin yang lebih
memberikan hasil dibandingkan plasebo untuk mengurangi makan berlebihan
dan muntah, juga mengurangi depresi dan sikap yang menyimpang terhadap
makanan dan makan. Namun sebagian besar pasien berhenti ditengah jalan
dalam melakukan terapi obat ini sehingga mengakibatkan kekambuhan.
2. Psikologis
CBT (cognitif behavior therapy) Merupakan standar penangan bulimia yang
paling baik tervalidasi dengan baik dan paling terkini. Namun, tidak dapat
menyembuhkan bulimia bagi sebagian besar pasien. Terapinya adalah:
a. Pasien didorang untuk mempertanyakan berbagai standar masyarakat
terkait dengan daya tarik fisik. Pasien juga harus mngungkap dan
mengubah keyakinan yang mendorong mereka
b. melaparkan diri sendiri untuk mencegah bertambahnya berat badan.
c. Membantu pasien untuk melihat bahwa berat badan normal dapat
dipertahankan tanpa harus menjalani diet sangat ketat dan bahwa
pembatasan asupan makan yang tidak realistis sering kali dapat memicu
makan berlebihan.
d. Mengajari mereka bahwa semua tidak hilang hanya dengan makan satu
gigit makanan berkalori tinggi dan bahwa menguda tidak perlu memicu
makan berlebihan, yang akan diikuti dengan muntah secara sengaja atau
minum obat pencaharyang akan menyebabkan harga diri semakin rendah
dan depresi.

13
e. Mengubah pola pikir semua atau tidak sama sekali tersebut membantu para
pasien mulai makan secara lebih wajar.
f. Mengajari mereka keterampilan asertivitas untuk membantu mereka
mengahadapi tuntutan yang tidak masuk akal dari orang lain, dan mereka
juga mempelajari cara berhubungan yang lbih memuaskan dengan orang
lain.
g. Relaksasi dilakukan untuk mengendalikan dorongan muntah dengan
sengaja.

2.8 Hubungan dan pengaruh eating disorder dengan body image


Hubungan dan pengaruh Eating Disorder dengan body image Manusia
diciptakan berbeda antara satu dan yang lainnya, dengan ciri-ciri yang berbeda
pula. Bentuk dan rupa manusia sangatlah berpengaruh dalam kehidupan,
apalagi mengenai pendapat orang lain tentang bentuk dirinya. Pandangan
atau pendapat terhadap diri sendiri dan pandangan orang lain untuk manusia
tersebut sangatlah mempengaruhi bagaimana manusia melakukanaktifitas
termasuk dalam berinteraksi sosial.
Menurut Rice (1995), citra tubuh merupakan gambaran yang dimiliki individu
secara mental mengenai tubuhnya,gambaran tersebut dapat berupa pikiran-
pikiran, perasaan-perasaan, penilaian-penilaian, sensasi-sensai, kesadaran dan
perilaku yang terkait dengan tubuh.Citra tubuh juga merupakan suatu sikap
seseorang terhadap tubuhnya yangdilakukan baik secara sadar maupun tidak
sadar. Sikap ini dapat berupa persepsiatau perasaan mengenai fungsi penampilan,
ukuran, bentuk, dan kemampuan ataupotensi tubuh saat ini dan masa sebelumnya
yang saling berkesinambungan. Citratubuh negatif dapat menyebabkan
meningkatnya kecenderungan terjadinya gangguan makan. Sebuah hasil penelitian
mengungkapkan bahwa terdapat sebesar 23,8% remaja memiliki citra tubuh yang
negatif atau bisa dikatakan bahwa remajatersebut memiliki persepsi bahwa dirinya
merasa lebih gemuk dari berat badansebenarnya.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa citra tubuh
seseorang cenderung dapat memberikan pengaruh negatif dan mempengaruhi
persepsi mengenai keadaan bentuk atau gambaran tubuhnya. Sehingga seseorang

14
dengan cira tubuh yang buruk akan mempersepsikan dirinya sebagai orang
yangtidak memiliki penampilan yang menarik atau buruk, sedangkan
orang yang memiliki citra tubuh yang baik akan bisa melihat bahwa dirinya
menarik baik bagidirinya sendiri ataupun orang lain, atau setidak-tidaknya akan
menerima dirinya apa adanya. Eating disorder merupakan peringkat ketiga
penyakit kronik pada remaja setelah asma dan obesitas dengan puncak
umur antara 14-19 tahun. Penyakit tersebut juga dapat didefinisikan sebagai
pola makan abnormal baik yang meliputiasupan makanan yang berlebihan
maupun pembatasan asupan makanan dibawah 14.
Batas normal yang terjadi akibat adanya masalah psikis atau emosional.
Gangguan ini dapat dialami oleh siapapun, tidak mengenal usia maupun
jenis kelamin. Namun berdasarkan statistik, lebih banyak wanita yang
mengalami sindrom ini. Hal ini kemungkinan besar karena wanita
cenderung lebih peduli terhadap penampilan serta bentuk tubuhnya. Hal inilah
yang menjadikan citra tubuh atau body image sebagai salah satu faktor atau
penyebab dari eating disorder. Hasil dari penelitian kualitatif yang pernah
dilakukan pun menunjukkan bahwa sebagian besar remaja putri di SMAN 1
Denpasar sebagian besar memerhatikan bentuk tubuh mereka terlebih
lagiterdapat banyak klub modeling di sekolah yang ada di Denpasar. Sehingga
banyak memicu individu untuk memiliki tubuh dengan standar ideal, dan
melakukanprogram diet. Namun di lain sisi masih banyak sekali individu yang
menyalahkaprahkan keinginannya untuk memiliki tubuh yang ideal, sehingga
hanya obsesi pada bentuk fisik tubuhnya sajalah yang melekat dipikiran
individu tersebut tanpa memperhatikan kesehatan tubuhnya. Sehingga dapat
diketahui bahwasa nyahasil dari banyaknya penelitian yang sudah lakukan
yakni terdapat hubungan antara citra tubuh dengan gangguan makan atau eating
disorder. Karena individu dengan citra tubuh yang negatif akan memiliki
risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan makan dibandingkan dengan
individu yang memiliki citra tubuh positif

2.9 Hubungan dan pengaruh eating disorder dengan tingkat stress


Hans Sely E mendefinisakn stres sebagai respon yang tidak spersifik dari
tubuh pada tiap tuntutan yang dikarenakan pada seorang individu. Berdasarkan

15
pengertian tersebut dapat diartikan bahwa stress yakni kondisi apabila seseorang
mengalami beban yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat atau kesulitan dalam
mengatasi sesuatu yang dibebankan. Sehingga tubuh akan merespon
ketidakmampuan tersebut dan mengalami stres. Respon yang berdampak tersebut
merupakan respons fisiologis dan psikologis. Jika stres yang dialami dibiarkan
maka dapat berdampak kesehatan fisik dan psikis. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Sarafino (2008) yang menyatakan bahwa dampak stres terdiri dari dua
aspek yaitu biologis dan psikologis. Efek biologisnya seperti sakit kepala
berlebihan, tidur gelisah, gangguan pencernaan, kehilangan nafsu makan, penyakit
kulit, dan keringat berlebih di seluruh tubuh. Sedangkan dampak psikologisnya
sendiri terdiri dari tiga gejala: gejala kognitif: daya ingat buruk, kurang
konsentrasi; Gejala emosional: mudah tersinggung, cemas berlebihan, sedih,
depresi. dan gejala perilaku, kecenderungan untuk menyalahkan orang lain dan
mencari-cari kesalahan orang lain.
Stres emosional merupakan respon emosional seseorang ketika dihadapkan
pada suatu stresor. Lazarus (1993) juga menyebut stres emosional sebagai stres
psikologis, yaitu respons terhadap berbagai jenis ancaman yang timbul dari diri
sendiri atau lingkungan. Dan parahnya stres ini mempengaruhi kebiasaan makan
yang tidak normal sehingga menyebabkan gangguan makan. Meskipun gangguan
makan berkaitan dengan pola makan, kebiasaan makan, dan berat badan,
gangguan ini bukan tentang pola makan, melainkan tentang emosi dan ekspresi
diri. Biasanya, orang yang menderita gangguan makan memiliki rasa percaya diri
yang rendah, rasa tidak berdaya, dan rasa tidak mampu membandingkan dirinya
dengan orang lain. Mereka menggunakan makanan dan makan sebagai sarana
untuk mengatasi permasalahan hidup.
2.10 Dampak
Dampak Binge Eating Disorder adalah:
a. Obesitas
b. Merasa tertekan karena tidak dapat melakukan aktivitas yang dilakukan
sebelum mengalami kegemukan

16
c. Mengidap beberapa penyakit yang berkaitan dengan obesitas seperti
diabetes, kanker, tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan masalah
pernafasan
d. sakit perut karena makan terlalu banyak dan cepat

2.11 Terapi
1. Psikoterapi Cognitive behavioral therapy (CBT)
merupakan tatalaksana psikologis yang dianggap paling efektif CBT
menghasilkan penurunan BED dan masalah yang berkaitan, seperti depresi;
namun tidak ada penurunan berat badan hanya dengan CBT. Psikoterapi
interpersonal efektif, namun terapi tersebut lebih menekankan hubungan
interpersonal yang berkontribusi dibandingkan gangguan utama BED.
Dalam dua studi ditemukan bahwa psikoterapi interpersonal hasilnya lebih
rendah dibandingkan CBT di akhir terapi, namun pasien psikoterapi
interpersonal terus menunjukkan perbaikan berkelanjutan setiap tahun
setelah terapi selesai, sehingga simpulan akhirnya seimbang. Berdasarkan
teori CBT dan psikoterapi interpersonal, penekanan fokus terapi pada
hubungan interpersonal akan dapat mempersiapkan individu lebih
menyeluruh untuk tantangan kehidupan sosial sehari-hari dibandingkan CBT
yang meskipun bekerja cepat hanya fokus pada gangguan BED saja,
sehingga angka relapsnya cukup tinggi.
2. Farmakoterapi
Beberapa obat seperti selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI),
desipramine imipramine, topiramate, dan sibutramine memberikan hasil
yang bermakna. SSRI yang telah berhasil pada kasus BED termasuk dengan
perbaikan mood meliputi fluvoxamine, citalopram, dan sertraline. Beberapa
studi menunjukkan bahwa terapi SSRI dosis tinggi, seperti fluoxetine 60 –
100 mg, sering menurunkan berat badan selama pengobatan tetapi kembali
naik saat obat dihentikan. Lisdexamfetamine dikenal luas sebagai stimulan
sistem saraf pusat dan prodrug dextroamphetamine yang bekerja
mengurangi gejala impulsif, gejala attention deficit hyperactivity disorder
(ADHD) pasien anak dan dewasa, dengan efek samping mulut kering,

17
gelisah, insomnia, menurunkan nafsu makan serta gangguan
pencernaan.Penelitian lisdexamfetamine terhadap hampir 1.000 pasien
memberikan hasil sangat bermakna dalam mengurangi frekuensi binge
eating, pemikiran obsesif dan kompulsif terhadap binge eating, dan berat
badan.
3. Kombinasi Psikoterapi dan Farmakoterap
Dalam satu studi di Amerika Serikat, kombinasi psikoterapi CBT,
lisdexamfetamine, dan antidepresan generasi kedua membantu pasien BED
mengurangi frekuensi binge eating dan mampu mengontrol keinginan
makannya, serta mengatasi masalah kurang percaya diri. Pasien BED
memiliki berbagai tingkat distres yang terkait dengan pemikiran obsesif dan
kompulsif, kekhawatiran tentang bentuk dan berat badan, dan mood negatif
yang dapat dikurangi dengan kombinasi terapi ini. Aktivitas fisik juga gejala
menghasilkan penurunan kejadian BED bila dikombinasikan dengan CBT.

18
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dalam penulis ini akan diuraikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil
beberapa pendapat para ahli diantaranya:
Faktor penyebab mengalami Binge Eating Disorder adalah orangtua memberikan
makanan dengan kalori tinggi dalam jumlah yang banyak. Hal ini terjadi karena
kekhawatiran anak mengalami kekurangan gizi dan tidak ingin anaknya
merasakan susahnya makan Disamping itu aktivitas fisik yang rendah membuat
asupan makan relatif lebih besar sedangkan energi yang dikeluarkan tidak terlalu
banyak. Faktor sosial yaitu ketidakmampuan untuk mengontrol makan sehingga
melebihi porsi normal karena tidak bisa mengontrol diri dan keinginan yang ingin
makan saja

19
DAFTAR PUSTAKA
Budisetyan, Wulan Putu Ayu Gusti 1., dkk., Psikologi Abnormal. Denpasar:
Universitas Udayana, 2016
Grant, JE, Levine, L., Kim, D. dan Potenza, MN, 2005. Gangguan kontrol impuls
pada pasien rawat inap psikiatri dewasa. Jurnal Psikiatri Amerika, 162
(11), hlm.2184-2188.
Perez-Lloret, S., Rey, MV, Fabre, N., Ory, F., Spampinato, U., Brefel-Courbon,
C., Montastruc, JL dan Rascol, O., 2012. Prevalensi dan faktor
farmakologis yang berhubungan dengan gejala gangguan kontrol impuls
pada pasien dengan penyakit Parkinson. Neurofarmakologi klinis , 35 (6),
hal.261-265.

20

Anda mungkin juga menyukai