Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Deteksi Dini Gangguan Psikologis Pada Masa Kehamilan, Persalinan, dan Nifas

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologis Dalam Praktik Kebidanan

Program Studi S1 Alih Jenjang

Disusun Oleh

Kelompok : 4

Anti Andriyanti Mahpudin 4008220210 Ramilah Yulmiati 4008220130

Ajeng Febrina Piesca R. 4008220112 Rani Apriyani 4008220134

Ayu Gita Dwi S, 4008220128 Ratna Sari Dewi 4008220111

Eli Sumiati 4008220113 Rieke Noviana 4008220126

Eneng Aisah 4008220131 rismawati 4008220089

Yuni Yulianti 4008220071 Siti ghina kaamilah 4008220123

Tiara intan sawitri 4008220127 Siti Intan Mulyani 4008220141

Sri mulyani dewi s 4008220122 Septiana Nurrahmawati 4008220129


KATA PENGANTAR

Dengan segaa puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis ucapkan,
karena melaui berkat dan rahmatnya sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah awasan
untuk memahami manusia dari perndekatan psikologis. Selain itu juga penulis berharap
makalah ini dapat menjadi dasar pengantar pemenuhuan materi perkuliahan psikologi
kebidanan.
Seperti pepatah mengatakan tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu dengan
rendah hati kami berharap pada pembaca kiranya dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun guna perbaikan makalah ini kedepannya.
Sebagai akhir kata penulis megucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penyusunan makalah ini

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN...............................................................................
1.1................................................................................................................Latar Belakang
...............................................................................................................
1.2................................................................................................................Rumusan
Masalah.................................................................................................
1.3................................................................................................................Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum..............................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus.............................................................................
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Deteksi dini gangguan psikologis pada masa kehailan.................
2.2 Deteksi dini gangguan psikologis pada masa persalinan...........
2.3 Deteksi dini gangguan psikologis pada masa nifas....................

BAB III PENUTUP


3.1................................................................................................................ Kesimpulan..
...............................................................................................................
3.2................................................................................................................ Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Kehamilan adalah kondisi yang menimbulkan perubahan fisik maupun psikososial
seorang wanita. Ibu hamil di trimester pertama akan mengalami mual yang membuatnya
merasa tidak sehat dan tidak nyaman, bahkan beberapa ibu hamil bisa jadi menolak
kehamilannya tersebut. Pada trimester kedua, ibu hamil mulai merasa nyaman dengan
kehamilannya, namun di trimester ketiga saat janin sudah memasuki rongga panggul, ibu
hamil bisa jadi merasa cemas dan khawatir dikarenakan ketakutan akan kehilangan
perhatian spesial yang didapatkan semasa kehamilan.
Bagi seorang ibu yang sedang hamil atau mengandung sudah tentu akan
mengalami perubahan didalam badannya. Kebanyakan wanita yang sudah siap hamil
tidak menjadi masalah terhadap perubahan yang akan dialaminya, akan tetapi bagi
wanita yang belum siap untuk hamil kemudian tiba-tiba menjadi hamil maka sering
menimbulkan perasaan-perasaan yang menekan jiwanya terutama karena perubahan
badan atau fisiknya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan, di seluruh dunia
sekitar 10% wanita hamil dan 13% wanita yang baru saja melahirkan mengalami
gangguan mental, terutama depresi. Khususnya di negara berkembang, gangguan
mental saat hamil menjadi 15,6% dan 19,8% setelah kelahiran.
Pada umumnya kehamilan dan kelahiran bayi itu memberikan arti emosional yang
besar pada setiap wanita yang normal. Kehamilan termasuk salah satu periode kritis
dalam kehidupan seorang wanita tidak dapat dielakan. Situasi ini menimbulkan
perubahan drastis, bukan hanya fisik tetapi juga psikologis. Dalam aspek psikologis
timbul pengharapan yang disertai kecemasan menyambut persiapan kedatangan bayi.
Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan, keadaan
emosional yang dimiliki oleh seseorang pada saat menghadapi kenyataan atau kejadian
dalam hidupnya. Sedangkan pengertian dari kecemasan adalah suatu keadaan yang
ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan tanda somatif yang menyatakan
terjadinya hiperaktifitas system syaraf otonom.
Kecemasan juga diartikan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan
tekanan. Bentuk-bentuk kecemasan dibagi dalam dua tingkat yaitu :
1. Tingkat Psikologis, yaitu kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala kejiwaan
seperti tegang, bingung, khawatir, sukar konsentrasi, perasaan tidak menentu dan
sebagainya.
2. Tingkat fisiologis, yaitu kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada
gejala-gejala fisik terutama pada system syaraf, misalnya tidak dapat tidur, jantung
berdebar-debar, gemetar, perut mual, dan sebagainya. Meskipun persalinan adalah
suatu hal yang fisiologis namun didalam menghadapi proses pra persalinan dimana
terjadi serangkaian perubahan fisik dan psikologis yang dimulai dari terjadinya
kontraksi rahim sampai pengeluaran bayi serta placenta yang diakhiri dengan
bonding awal antara ibu dan bayi.
Setiap ibu hamil biasanya akan mengalami ketakutan terhadap hal-hal yang
belum diketahuinya seperti tidak siap untuk melahirkan atau persalinan tidak sesuai
dengan jadwal, ibu hamil akan mengalami kelelahan, tegang selama kontraksi dan nyeri
yang luar biasa sehingga ibu menjadi cemas. Kecemasan juga terjadi karena pengalaman
buruk kerabat atau teman tentang persalinan dan kenyataan bahwa kehamilan yang
beresiko juga menyebabkan ibu tidak siap menghadapi persalinan. Tenaga medis dan
situasi tempat yang tidak bersahabat dapat mempengaruhi rasa nyaman ibu untuk
melahirkan, terkadang hambatan psikologis lebih besar pengaruhnya dibandingkan fisik.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan , maka penulis akan
merumuskan pokok masalah yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini yaitu:
1. Deteksi dini gangguan psikologis pada masa kehamilan
2. Deteksi dini gangguan psikologis pada masa persalinan
3. Deteksi dini gangguan psikologis pada masa nifas

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk dapat menganalisa dan
menemukan bagaimana cara mendeteksi dini ganggu psikologis pada masa
kehamilan, persalinan, dan nifas.

1.3.2. Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus dari makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana cara mendeteksi dini gangguan psikologis pada
masa kehamilan
2. Untuk mengetahui bagaimana cara mendeteksi dini gangguan psikologis pada
masa persalinan
3. Untuk mengetahui bagaimana cara mendeteksi dini gangguan psikologis pada
masa nifas
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Detekni dini gangguan psikologis pada masa kehamilan

Kehamilan merupakan waktu transisi, yakni suatu masa antara kehidupan


sebelum memiliki anak yang sekarang berada dalam kandungan dan kehidupan nanti
setelah anak tersebut lahir. Perubahan status yang radikal ini dipertimbangkan sebagai
suatu krisis disertai periode tertentu untuk menjalani proses persiapan psikologis yang
secara normal sudah ada selama kehamilan dan mengalami puncaknya pada saat bayi
lahir. Secara umum, semua emosi yang dirasakan oleh wanita hamil cukup labil. Ia
dapat memiliki reaksi yang ekstrem dan susana hatinya kerap berubah dengan cepat.
Reaksi emosional dan persepsi mengenai kehidupan juga dapat mengalami perubahan.
Ia menjadi sangat sensitif dan cenderung bereaksi berlebihan.
Kehamilan, disamping memberi kebahagiaan yang luar biasa, juga sangat
menekan jiwa sebagian besar wanita. Pada beberapa wanita dengan perasaan
ambivalen mengenai kehamilan, stres mungkin meningkat. Respon terhadap stres
mungkin dapat terlihat bervariasi yang tampak atau tidak tampak. Sebagai contoh,
sebagian besar wanita mengkhawatirkan apakah bayinya normal. Pada mereka yang
memiliki janin dengan resiko tinggi untuk kelainan bawaan, stres meningkat. Selama
kehamilan dan terutama mendekati akhir kehamilan, harus dibuat rencana untuk
perawatan anak dan perubahan gaya hidup yang akan terjadi setelah kelahiran. Pada
sejumlah wanita, takut terhadap nyeri melahirkan sangat menekan jiwa. Pengalaman
kehamilan mungkin dapat diubah oleh komplikasi medis dan obstetrik yang dapat
terjadi. Wanita dengan komplikasi kehamilan adalah 2 kali cenderung memiliki
ketakutan terhadap kelemahan bayi mereka atau menjadi depresi.
Kehamilan merupakan waktu transisi yaitu kehidupan ebelum memiliki anak
yang berada dalam kandungan dan kehidupan setelah anak lahir. Secara umum emosi
yang dirasakan oleh ibu hamil cukup labil, ia dapat memiliki reaksi yang ekstrim dan
suasana hati yang cepat berubah. Ibu hamil menjadi sangat sensitif dan cenderung
bereaksi berlebihan. Ibu hamil lebih terbuka terhadap dirinya sendiri dan suka berbagi
pengalaman dengan orang lain. Wanita hamil memiliki kondisi yang sangat rapuh,
sangat takut akan kematian baik terhadap dirinya sendiri maupun bayinya.
Macam-macam ganggan psikologi pada masa kehamilan dan cara pengelolaanya:
a) Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Infertilitas
penanganannya dapat dilakukan dengan konseling pasangan, mengingat kondisi
ini melibatkan kedua belah pihak, yaitu suami dan istri
b) Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan Palsu Konseling
psikoanalisis. Peran konselor dalam hal ini adalah menciptakan suasana
senyaman mungkin agar klien merasa bebas untuk mengekspresikan pikiran-
pikiran yang sulit
c) Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan di Luar Nikah.
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan guna menangani permasalahan ini adalah
dengan konseling humanistik, di mana manusia sebagai individu berhak
menentukan sendiri keputusannya dan selalu berpandangan bahwa pada
dasarnya manusia itu adalah baik (Rogers, 1971). Sebagai konselor yang ingin
memberikan konseling perlu memiliki tiga karakter seperti berikut ini.
 Empati, adalah kemampuan konselor untuk merasakan bersama dengan klien,
usaha berpikir bersama tentang, dan untuk mereka (klien).
 Positive regard (acceptance), yaitu menghargai klien dengan berbagai
kondisi dan keberadaannya.
 Congruence(genuineness), adalah kondisi transparan dalam hubungan
terapeutik.
d) Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan Yang Tidak Dikehendaki.
Penanganan dalam permasalahan ini tidak jauh berbeda dengan penanganan
pada kehamilan di luar nikah. Perbedaannya hanya pada teknik konselingnya-
karena kehamilan ini terjadi pada wanita yang telah menikah-yaitu dengan
konseling pasangan
e) Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan dengan Keguguran.
Konseling kejiwaan dan psikologis. Pada dasarnya terapi konselinng untuk
wanita post-aborsi tidak jauh berbeda dengan konseling karena kehilangan, di
mana dalam konseling in harus memperhatikan setiap fase dalam penerapannya.
f) Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan dengan Janin Mati. Dalam
memberikan bantuan dan konseling pada ibu dengan janin mati harus
disesuaikan dengan fase di mana ia berada. Dengan memperhatikan hal itu
diharapkan bantuan yang diberikan adalah bantuan yang tepat, bukan bantuan
yang justru membuat keadaan semakin kacau.
g) Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan dengan Ketergantungan
Obat.
Dalam penanganan permasalahan ini perlu dilakukan konseling dengan
pendekatan behavioristik, di mana konselor membantu klien untuk belajar
bertindak dengan cara-cara yang baru dan pantas, atau mebantu mereka untuk
memodifikasi atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebih atau maladaptif.
Tujuan dari konseling yang diberikan adalah untuk mengubah tingkah laku
yang maladaptif dan belajar tingkah laku yang lebih efektif. Memfokuskan pada
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku dan menemukan cara untuk
mengatasi tingkah laku yang bermasalah. Dalam hal ini bidan harus mampu
membantu klien untuk mengubah tingkah laku maladaptifnya, yang tentunya
melalui tahapan-tahapan dan proses yang kontinu.
Cara mengatasi kondisi perubahan psikologis pada ibu hamil
(a) Dapatkan informasi dari berbagai sumber tentang perubahan kondisi
fisik dan psikologis pada saat kehamilan, terutama ibu hamil untuk
anak pertama.
(b) Komunikasi dengan suami segala hal yang dialami oleh ibu hamil,
agar terjadi saling pengertian dan dukungan dari keluarga tentang
perubahan yang dialami.
(c) Untuk menjaga kesehatan dan perkembangan janin yang normal,
rajin chek up / periksa kehamilan.
(d) Makan makanan yang sehat, bergizi untuk menunjang pertumbuhan
dan perkembangan bayi.
(e) Tetap menjaga penampilan.
(f) Kurangi kegiatan yang bisa membahayakan pertumbuhan dan
perkembangan janin.
(g) Dengarkan music agar lebih rileks menghadapi setiap perubahan
yang ada.
(h) Melakukan senam hamil untuk dapat membantu ibu hamil
menormalkan perubahan psikologis.
(i) Latihan pernapasan yang teratur untuk mempersiapkan fisik pada
waktu melahirkan.
Intervensi Yang Dapat Dilakukan:
a) Menciptakan lingkungan terapeutik
b) Mengali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah
yang ada.
c) Memberi aktifitas.
d) Melibatkan keluarga lain dalam proses perawatan.
e) Melaksanakan program terapi dokter.

2.2. Deteksi Dini Gangguan Psikologis Pada Masa Persalinan

Perubahan psikologis pada Ibu bersalin memerlukan bimbingan dari keluarga


dan penolong persalinan agar Ibu bersalin dapat menerima keadaan yang terjadi pada
selama persalinan. Penyebab gangguan psikologis pada Ibu bersalin yaitu perubahan
hormone, kurangnya persiapan mental, dan adanya keinginan narsitis yaitu cenderung
menolak kelahiran bayinya dan ingin mempertahankan bayinya selama mungkin di
dalam kandungan.

Pendekatan dengan Komunikasi Teraupetik Komunikasi teraupetik merupakan


komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien. Proses yang digunakan oleh
perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan pada klien. Komunikasi teraupetik termasuk komunikasi
interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan
klien. Tujuan komunikasi teraupetik, yaitu:

a) Membantu klien mengurangi beban persaan dan pikiran selama proses


persalinan

b) Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk pasien


c) Membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri
untuk kesejahteraan Ibu dan proses persalinan agar dapat berjalan
dengan semestinya.

Dalam mengatasi gangguan psikologis ini maka diperlukannya adanya konseling.


Konseling Gangguan psikologi pada persalinan terbagi atas 2 fase yaitu :

a) Fase Laten: Pada fase ini ibu biasanya merasa lega dan bahagia karena masa
kehamilannya akan segera berakhir. Namun pada awal persalinan wanita
biasanya gelisah, gugup, cemas dan khawatir sehubungan dengan rasa tidak
nyaman karena kontraksi. Biasanya ia ingin berbicara, perlu ditemani, tidak
tidur, ingin berjalan-jalan dan menciptakan kontak mata. Pada wanita yang
dapat menyadari bahwa proses ini wajar dan alami akan mudah beradaptasi
dengan keadaan tersebut.

b) Fase Aktif: saat kemajuan persalinan sampai pada waktu kecepatan maksimum
rasa khawatir wanita menjadi meningkat. Kontraksi semakin kuat dan
fekuensinya lebih sering sehingga wanita tidak dapat mengontrolnya. Dalam
keadaan ini wanita akan lebih serius. Wanita tersebut menginginkan seseorang
untuk mendampinginya karena dia merasa takut tidak mampu beradaptasi
dengan kontraksinya.

Cara mengatasi sebagai seorang bidan, tugas utama dalam mengatasi gangguan
psikologi pada masa persalinan yaitu dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik/
konseling dan peningkatan support mental/ dukungan keluarga.

Deteksi dini merupakan suatu usaha untuk mengetahui ada tidaknya kelainan atau
gangguan perkembangan mental, psikologis atau perilaku yang meyebabkan kecacatan
secara dini atau gangguan yang dapat mempengaruhi suatu proses dalam kehidupan.

Deteksi dini gangguan psikologis pada persalinan merupakan suatu usaha untuk
mengetahui ada tidaknya gangguan perkembangan mental, psikologis atau perilaku
yang dapat mempengaruhi kehamilan dan persalinan secara dini atau gangguan yang
dapat mempengaruhi proses kelahiran.

Gangguan psikologis dapat dicegah atau dideteksi secara dini dengan cara
1. Melakukan pemeriksaan berkala selama kehamilan

2. Diperlukannya dan ditekankan nya peranan dak partisipasi dari keluarga


terutama orangtua dan suami.

3. Melakukan konseling dan temu wicara untuk menangani masalah atau


keluhan yang sedang dirasakan ibu

4. Memebrikan asuhan dan pengetahuan pada ibu seputas kehamilan dan


persalinan agar ibu tidak merasa takut dan berandai andai dengan
persalinannya

5. Jika ditemukan adanya gangguan selama proses hamil atau bersalin dengan
adanya pemantauan berkala dari bidan maka dengan segera dapat diatasi dan
ditangani dan diminimalisir agar tetap terwujud persalinan yang man ibu
dan anak sehat

2.3 Deteksi Dini Gangguan Psikologis Pada Masa Nifas

Gejala Depresi Postpartum


Gejala yang menonjol dalam depresi post partum yang disebut dengan trias
depresi yaitu:
a. Berkurangnya energi
b. Penurunan efek
c. Hilang minat (anhedonia)

Adapun gejala-gejala umum ibu depresi post partum adalah :


 Merasa gelisah atau murung
 Merasa sedih, putus asa, dan kewalahan
 Kurang energi atau motivasi
 Banyak menangis
 Makan terlalu sedikit atau terlalu banyak
 Tidur terlalu sedikit atau terlalu banyak
 Kesulitan berpikir atau membuat keputusanMemiliki masalah memori
 Merasa tidak berharga dan bersalah
 Kehilangan minat atau kesenangan pada aktivitas yang biasanya disukai
 Menarik diri dari teman dan keluarga
 Hilang minat (anhedonia)
 Mengalami perubahan cepat tingkatan suasa hati dari sedih jadi marah
 Selalu merasa lelah sepanjang waktu
 Hanya tertarik sedikit pada bayi anda
 Tidak menikmati hidup lagi
 Kesulitan untuk berkonsentrasi
 Pernah berfikir untuk mencelakai diri sendiri atau bayi anda
Ling dan Duff mengatakan bahwa gejala depresi post partum yang dialami
60% wanita mempunyai karateristik dan spesifik antara lain:
 Trauma terhadap intervensi medis yang terjadi
 Kelelahan dan perubahan mood
 Gangguan nafsu makan dan gangguan tidur
 Tidak mau berhubungan dengan orang lain
 Tidak mencintai bayinya dan ingin menyakiti bayinya atau dirinya sendiri.

Depresi berat akan terjadi biasanya pada wanita/ keluarga yang pernah
mempunyai riwayat kelainan psikiatrik. Selain itu, kemungkinan dapat terjadi
pada kehamilan selanjutnya.

Depresi postpartum berdampak mengurangi kebahagiaan, mempengaruhi


hubungan ibu dan anak dan membahayakan jiwa ibu dan bayi sampai
menyebabkan kematian. Salah satu upaya mencegah depresi postpartum adalah
dengan melakukan deteksi dini menggunakan Edinburgh Postnatal Depression
Scale (EPDS). EPDS didisain oleh Cox, Holden dan Sagovsky dapat digunakan
pada ibu yang sedang rawat inap, home visit, atau pada 6-8 minggu setelah
melahirkan. EPDS terdiri dari 10 pertanyaan dan dapat diselesaikan dalam waktu
5 menit. Sepuluh pertanyaan pada EPDS adalah cara yang bernilai dan efisien
untuk mengidentifikasi pasien yang memiliki risiko untuk depresi postpartum,
mudah dijalankan dan telah terbukti menjadi alat skrining yang efektif (Cox,
Holden dan Sagovsky, 1987).
Edinburgh Postnatal Depression Scale sudah di-translate dalam berbagai
bahasa dan di validasi di berbagai negara diantaranya Arab, Cina, Belanda,
Perancis, Jerman, Jepang, Norwegia, Vietnam, Malaysia. Penerjemahan EPDS ke
dalam bahasa Indonesia sudah dilakukan dan telah divalidasi di Jakarta. Hasil
studi tersebut membuktikan bahwa instrumen dalam bahasa Indonesia lebih sahih
dan reliable untuk digunakan pada wanita Indonesia (Sari, 2009).

Berikut adalah pertanyaan yang diajukan kepada ibu postpartum dalam EPDS :
1. Saya mampu tertawa dan merasakan hal hal yang menyenangkan
 Sebanyak yang saya bisa
 Tidak terlalu banyak
 Tidak banyak
 Tidak sama sekali

2. Saya melihat segala sesuatu nya kedepan sangat menyenangkan


 Sebanyak sebelumnya
 Agak sedikit kurang dibandingkan dengan sebelumnya
 Kurang dibandingkan sebelumnya
 Tidak sama sekali

3. Saya menyalahkan diri saya sendiri saat sesuatu terjadi tidak sebagai mana
mestinya
 Ya, setiap saat
 Ya, kadang kadang
 Tidak terlalu sering
 Tidak pernah sama sekali

4. Saya merasa cemas atau merasa hawatir tanpa alasan yang jelas
 Tidak pernah sama sekali
 Jarang jarang
 Ya, kadang kadang
 Ya, sering sekali

5. Saya merasa takut atau panik tanpa alasan yang jelas


 Ya, cukup sering
 Ya, kadang kadang
 Tidak terlalu sering
 Tidak pernah sama sekali

6. Segala ssuatunya terasa sulit untuk dikerjakan


 Ya, hampir setiap saat saya tidak mampu menanganinya
 Ya, kadang kadang saya tidak mampu menangani seperti biasanya
 Tidak terlalu, sebagian besar berhasil saya tangani
 Tidak pernah, saya mampu mengerjakan segala sesuatu dengan baik

7. Saya merasa tidak bahagia sehingga mengalami kesulitan untuk tidur


 Ya, setiap saat
 Ya, kadang kadang
 Tidak terlalu sering
 Tidak pernah sama sekali

8. Saya merasa sedih dan merasa diri saya menyedihkan


 Ya, setiap saat
 Ya, cukup sering
 Tidak terlalu sering
 Tidak pernah sama sekali

9. Saya merasa tidak bahagia sehingga menyebabkan saya menangis


 Ya, setiap saat
 Ya, cukup sering
 Disaat tertentu saja
 Tidak pernah sama sekali

10. Muncul pikiran untuk menyakiti diri saya sendiri


 Ya, cukup sering
 Kadang kadang
 Jarang sekali
 Tidak pernah sama sekali

EPDS tidak dapat mendeteksi kelainan neurosis, phobia, kecemasan, atau


kepribadian, namun dapat digunakan sebagai alat untuk mendeteksi adanya
kemungkinan depresi postpartum. Sensitifitas dan spesifisitas EPDS sudah
terbukti sangat baik dari hasil penelitian. Skala penilaian EPDS menunjukkan
perasaan sang ibu dalam 1 minggu terakhir.
Cara melakukan deteksi dini depresi postpartum menggunakan EPDS
adalah sebagai berikut :
1. Para ibu diharap untuk memberikan jawaban tentang perasaan yang terdekat
dengan pertanyaan yang tersedia dalam 7 hari terakhir.
2. Semua pertanyaan kuisioner harus dijawab
3. Jawaban kuisioner harus berasal dari ibu sendiri. Hindari kemungkinan ibu
mendiskusikan pertanyaan dengan orang lain.
4. Ibu harus menyelesaikan kuisioner ini sendiri, kecuali ia mengalami kesulitan
dalam memahami bahasa atau tidak bisa membaca.

Cara Penilaian EPDS


Penilaian terhadap setiap jawaban pada Kuesioner EPDS adalah sebagai berikut:
a. Setiap pertanyaan memiliki empat pilihan yang mungkin, yang diberi nilai
dari 0 sampai 3.
b. Pertanyaan 1, 2, dan 4 : mendapatkan nilai 0, 1, 2, atau 3 dengan kotak
paling atas mendapatkan nilai 0 dan kotak paling bawah mendapatkan nilai
3
c. Pertanyaan 3,5 sampai dengan 10 : merupakan penilaian terbalik, dengan
kotak paling atas mendapatkan nilai 3 dan kotak paling bawah
mendapatkan nilai 0
d. Pertanyaan 10 merupakan pertanyaan yang menunjukkan keinginan bunuh
diri.
e. Nilai maksimal: 30
f. Kemungkinan depresi apabila nilai lebih dari 10

Interpretasi Hasil penilaian EPDS :


a. Skor EPDS 9-10 maka direkomendasikan untuk menjalani skrining
selanjutnya.
b. Pada wanita yang mendapatkan total skor EPDS lebih dari 10, berisiko
tinggi untuk terjadinya depresi postpartum (Wisner,dkk, 2002).
c. Para ibu yang memiliki skor diatas 10 biasanya menderita suatu depresi
dengan tingkat keparahan yang bervariasi.
d. Khusus untuk pertanyaan nomor 10, jawaban “ya” cukup sering,
merupakan suatu tanda dimana dibutuhkan keterlibatan segera dari
perawatan psikiatri. Wanita yang mengalami gangguan fungsi
(dibuktikan dengan penghindaran dari keluarga dan teman,
ketidakmampuan menjalankan kebersihan diri, ketidakmampuan
merawat bayi) juga merupakan keadaan yang membutuhkan penanganan
psikiatri segera.
e. Wanita yang memiliki skor antara 5 dan 9 tanpa adanya pikiran untuk
bunuh diri sebaiknya dilakukan evaluasi ulang setelah 2 minggu untuk
menentukan apakah episode depresi mengalami perburukan atau
membaik.

Beberapa keuntungan menggunakan EPDS untuk deteksi dini depresi postpartum


adalah :
a. Mudah dihitung (oleh perawat, bidan, petugas kesehatan lain)
b. Sederhana
c. Cepat dikerjakan (membutuhkan waktu 5-10 menit bagi ibu untuk
menyelesaikan EPDS)
d. Mendeteksi dini terhadap adanya depresi pasca persalinan
e. Lebih diterima oleh pasien
f. Tidak memerlukan biaya

Sebaliknya kekurangan EPDS adalah :


a. Tidak bisa mendiagnosis depresi pasca persalinan
b. Tidak bias mengetahui penyebab dari depresi pasca persalinan

Beberapa gejala-gejala depresi berat adalah sebagai berikut :


a. Perubahan pada mood
b. Gangguan pada pola tidur dan pola makan
c. Perubahan mental dan libido
d. Dapat pula muncul fobia, serta ketakutan akan menyakiti dirinya sendiri dan
bayinya.

Anda mungkin juga menyukai