“Koping”
DOSEN PENGAMPU
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
bimbingan-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Koping ini tepat
waktu.
Tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas ibu dr. Sulistiana Dewi, Sp.Kj pada mata
kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikososial. Selain itu, makalah ini bertujuan
memberikan informasi kepada pembaca dan penulis tentang Koping. Kami mengucapkan
terima kasih kepada ibu dr. Sulistiana Dewi, Sp.Kj selaku dosen mata kuliah Keperawatan
Kesehatan Jiwa dan Psikososial yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
ilmu dan wawasan kami pada bidang ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang ditulis jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Koping merupakan perubahan kognitif dan perilaku seseorang secara konstan dalam upaya
untuk mengatasi tuntutan integral dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi
sumber individu (Lazarus, 1985 dalam Nazir dan Muhith, 2011). Menurut Lazarus dan
Folkman (1984) dalam Nasir dan Muhith, 2011 Koping yang efektif adalah koping yang dapat
seseorang untuk menoleransi dan menerima situasi menekan serta tidak merisaukan tekanan
yang tidak dapat dikuasainya.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan koping.
2. Untuk mengetahui apa klasifikasi dari koping.
3. Untuk mengetahui apa saja strategi dalam koping.
4. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme koping individu.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Koping merupakan perubahan kognitif dan perilaku seseorang secara konstan dalam
upaya untuk mengatasi tuntutan integral dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau
melebihi sumber individu (Lazarus, 1985 dalam Nazir dan Muhith, 2011). Menurut Lazarus
dan Folkman (1984) dalam Nasir dan Muhith, 2011 Koping yang efektif adalah koping yang
dapat seseorang untuk menoleransi dan menerima situasi menekan serta tidak merisaukan
tekanan yang tidak dapat dikuasainya.
Lazarus dan Folkman (1984) mendefinisikan strategi koping sebagai perubahan dari
suatu kondisi ke lainnya sebagai cara untuk menghadapi situasi tak terduga dimana secara
empiris disebut proses, dan membaginya ke dalam problem focused coping (PFC) atau koping
yang berfokus pada masalah dan emotion focused coping (EFC). PFC terdiri atas planful
problem solving atau usaha untuk memecahkan masalah, confrontative coping atau usaha
untuk mengubah situasi dan mengambil risiko yang terjadi, dan seeking social support
(meminta dukungan dari sosial atau orang lain). Sedangkan EFC terdiri atas distancing atau
menjauhi, escape/avoidance atau mencoba memikirkan masalah dari keinginan orang yang
bersangkutan, self control (kontrol diri), accepting responsibility (menerima tanggungjawab)
dan positive reappraisal (membuat suatu arti positif).
Strategi koping memiliki peranan penting dalam interaksi antara situasi yang menekan
dan adaptasi. Strategi koping merupakan upaya positif yang dilakukan oleh keluarga untuk
mengatasi atau mencegah terjadinya kekambuhan pada penderita gangguan jiwa. Lazarus
(1976, dalam Rahmatika, 2014) menjelaskan bahwa koping merupakan jalan untuk
menyesuaikan diri dengan stres atau usaha untuk mengatasi kondisi-kondisi yang mengikuti,
mengatasi, atau mengevaluasi pada saat respon tidak dapat digunakan lagi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa koping adalah suatu langkah yang dilakukan oleh
individu untuk mengatasi masalah yang dihadapi, beradaptasi dengan perubahan, serta respon
terhadap situasi yang mengancam atau melebihi batas kemampuan individu, baik secara
kognitif maupun perilaku.
2
2.2 Klasifikasi Koping
Menurut Stuart dan Sundeen (1995) dalam Nasir dan Muhith, mekanisme berdasarkan
penggolongan koping dibagi menjadi 2 yaitu mekanisme koping adaptif dan mekanisme
koping maladaptif;
Gaya koping menurut Nasir dan Muhith (2011) adalah penentuan gaya seseorang atau ciri-ciri
tertentu dari seseorang dalam memecahkan suatu masalah berdasarkan tuntutan yang dihadapi.
Gaya koping dibagi menjadi dua yaitu gaya koping positif dan gaya koping negatif. Gaya
koping positif adalah gaya koping yang mampu mendukung integritas ego, gaya koping positif
mempengaruhi mekanisme koping adaptif sedangkan gaya koping negatif adalah gaya koping
yang akan menurunkan integritas ego, dimana gaya koping tersebut akan merusak dan
merugikan diri sendiri, gaya koping negatif mempengaruhi mekanisme koping maladaptif.
3
2.4 Strategi Koping
Mekanisme berdasarkan strategi dibagi menjadi dua, Lazarus dan Folkman, (1984) dalam Nasir
dan Muhith (2010). Koping yang berfokus pada masalah (problem focused coping). Problem
focused coping yaitu usaha untuk mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah
masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan.
1. Problem focused coping ditujukan untuk mengurangi keinginan dari situasi yang penuh
dengan stres atau memperluas sumber untuk mengatasinya. Seseorang menggunakan
metode problem focused coping apabila mereka percaya bahwa sumber atau keinginan
dari situasinya dapat diubah. Strategi yang dipakai dalam problem focused coping
antara lain sebagai berikut.
a. Confrontative Coping : usaha untuk mengubah keadaaan yang dianggap
menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan
pengambilan risiko.
b. Seeking Social Support : usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan
bantuan informasi dari orang lain
c. Planful problem solving : usaha untuik mengubah keadaan yang dianggap
menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis.
2. Emotion focused coping
Emotion focused coping yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon
emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditumbulkan
oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Emotion focused coping
ditujukan untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi stres. Seseorang dapat
mengatur respon emosionalnya melalui pendekatan perilaku dan kognitif. Strategi yang
digunakan dalam emotion focus coping antara lain sebagai berikut.
a. Self control : usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang
menekan.
b. Distancing : usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti menghindar
dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan pandangan-
pandangan yang positif, seperti menganggapa masalah seperti lelucon.
c. Positive reappraisal : usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan
berfokus dalam pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang
bersifat religius.
4
d. Accepting responsibility : usaha untuk menyadari tanggungjawab diri sendiri
dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerimanya untuk
membuat semuanya menjadi lebih baik.
e. Escape/avoigen : usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi
tersebut dengan beralih pada hal lain seperti makan, minum, merokok, atau
menggunakan obat-obatan.
Harapan akan self-efficacy berkenaan dengan harapan kita terhadap kemampuan diri
dalam mengatasi tantangan yang kita hadapi, harapan terhadap kemampuan diri untuk
menampilkan tingkah laku terampil, dan harapan terhadap kemampuan diri untuk dapat
menghasilkan perubahan hidupyang positif (Bandura, 1982, 1986).
2. Dukungan sosial
Peran dukungan sosial sebagai penahan munculnya stres telah dibuktikan kebenarannya
(Wills & Filer Fegan, 2001). Para penyelidik percaya bahwa memiliki kontak sosial
yang luas membantu melindungi sistem kekebalan tubuh terhadap stres. Para peneliti
di Swedia dan Amerika menemukan bahwaorang – orang dengan tingkat dukungan
sosial yang lebih tinggi kelihatannya akan hidup lebih lama.
Menurut Taylor (1999) individu dengan dukungan sosial tinggi akan mengalami stres
yang rendah ketika mereka mengalami stres, dan mereka akan mengatasi stres atau
melakukan koping lebih baik. Selain itu dukungan sosial juga menunjukkan
kemungkinan untuk sakit lebih rendah, mempercepatproses penyembuhan ketika sakit
(Kulik & Mahler, 1989), dan untuk mengurangi resiko kematian terhadap penyakit
yang serius (J. S. House, Umberson, & Landis, 1988).
3. Optimisme
Sebuah penelitian menunjukkan adanya hubungan antara optimisme dengan kesehatan
yang lebih baik. Misalnnya individu yang mempunyai pikiran lebih pesimis selama
masa sakitnya akan lebih menderita dan mengalami distress (Gill dkk., 1990). Pikiran
– pikiran pesimistis misalnya “saya tidak dapat melakukan apa – apa lagi,” “tidak ada
orang yang peduli pada penderitaanku,” dan “tidak adil kalau saya harus hidup seperti
ini.”(Nevid et.al., 2005).
5
Pikiran yang opitmis dapat menghadapi suatu masalah lebih efektif dibanding pikiran
yang pesimis berdasarkan cara individu melihat suatu ancaman. Pikiran yang optimis
dapat membuat keadaan yang stresful sebagai sesuatu hal yang harus dihadapi dan
diselesaikan, oleh karena itu, individu lebih akan memilih menyelesaikan dan
menghadapi masalah yang ada dibandingkan dengan individu yang mempunyai pikiran
yang pesimis. (Matthews, Ellyn E & Cook, Paul F, 2008)
4. Pendidikan
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar
masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untukmemelihara (mengatasi
masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu tingkat pendidikan
individu memberikan kesempatan yang lebih banyak terhadap diterimanya
pengetahuan baru termasuk informasi kesehatan.(Notoatmodjo, 2005)
5. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap
objek melalui indera yang dimilikinya seperti mata, hidung, telinga dan sebagainya.
(Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan merupakan faktor penting terbentuknya perilaku
seseorang.
Menurut Glanz (2002) perilaku kesehatan akan tumbuh dari keinginan individu untuk
menghindari suatu penyakit dan kepercayaan bahwa tindakan kesehatan yang tersedia
akan mencegah suatu penyakit. Ketidak seimbangan antara koping individu dengan
banyaknya informasi yang tersedia dapat menghambat kesembuhan.
6. Jenis Kelamin
Menurut Santrock (2005) pendekatan psikologis perkembangan yang menekankan
bahwa adaptasi selama perkembangan manusia menghasilkan kejiwaan berbeda
antara pria dan wanita (Buss, 1995, 2000, 2001, 2004) dan ini dikarenakan perbedaan
peran wanita dan pria menghadapi perbedaan tekanan dalam lingkungan awal ketika
manusia telah berkembang.
Ada perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan dalam kontrol diri (Yin, Chen &
Zang, 2004). Anak laki-laki lebih sering menunjukkan perilaku- perilaku yang kita
anggap sulit yaitu gembira berlebihan dan kadang-kadang melakukan kegiatan fisik
yang agresif, menentang, menolak otoritas. Perempuan diberi penghargaan atas
sensitivitas, kelembutan, dan perasaan kasih, sedangkan laki-laki didorong untuk
menonjolkan emosinya, juga menyembunyikan sisi lembut mereka dan kebutuhan
6
mereka akan kasih sayang serta kehangatan. Bagi sebagian anak laki-laki, kemarahan
adalahreaksi emosional terhadap rasa frustrasi yang paling bisa diterima secara luas
(Affandi, 2009).
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian pada bab pembahasan diatas, maka pada bab ini dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Koping merupakan perubahan kognitif dan perilaku seseorang secara konstan dalam upaya
untuk mengatasi tuntutan integral dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi
sumber individu
2. Menurut Stuart dan Sundeen (1995) dalam Nasir dan Muhith, mekanisme berdasarkan
penggolongan koping dibagi menjadi 2 yaitu mekanisme koping adaptif dan mekanisme
koping maladaptif;
3. Strategi koping memiliki peranan penting dalam interaksi antara situasi yang menekan dan
adaptasi. Strategi koping merupakan upaya positif yang dilakukan oleh keluarga untuk
mengatasi atau mencegah terjadinya kekambuhan pada penderita gangguan jiwa
a. Harapan akan self-efficacy berkenaan dengan harapan kita terhadap kemampuan diri
dalam mengatasi tantangan yang kita hadapi
b. Peran dukungan sosial sebagai penahan munculnya stres telah dibuktikan kebenarannya
c. Oprimisme, Pikiran yang opitmis dapat menghadapi suatu masalah lebih efektif
dibanding pikiran yang pesimis berdasarkan cara individu melihat suatu ancaman
d. Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar
masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi
masalah-masalah),
e. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap
objek melalui indera yang dimilikinya seperti mata, hidung, telinga dan sebagainya.
8
f. Jenis kelamin, pendekatan psikologis perkembangan yang menekankan bahwa adaptasi
selama perkembangan manusia menghasilkan kejiwaan berbeda antara pria dan wanita
3.2 Saran
Dari kesimpulan diatas, maka dapat disarankan beberapa hal yaitu:
1. Seorang perawat harus mampu memahami perubahan kognitif dan perilaku seseorang secara
konstan
2. Selain itu perawat juga harus bisa memahami strategi koping agar mendapatkan upaya positif
oleh keluarga untuk mengatasi atau mencegah terjadinya kekambuhan pada penderita
gangguan jiwa
9
DAFTAR PUSTAKA
Cahyani, Ratri. 2019. Mekanisme Koping Siswa dalam Menghadapi Menstruasi di Sekolah
Dasar Muhammadiyah Ambarketawang 1 dan 3 Sleman Yogyakarta. Diploma thesis,
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. Diakses online dari:
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3633/
Wardaningsih, Shanti. Dkk. 2010. Gambaran Strategi Koping Keluarga dalam Merawat
Pasien Skizofrenia di Wilayah Kecamatan Kasihan Bantul. Yogyakarta: Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Mutiara Medika Vol. 10 No. 1: 55-61, Januari 2010.
https://journal.umy.ac.id/index.php/mm/article/view/1562
Agustiningsih, N. (2019). Gambaran Stress Akademik dan Strategi Koping Pada Mahasiswa
Keperawatan. Jurnal Ners Dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 6(2), 241-
250.
Syamsiah, R. I., Lestari, R., & Yuliatun, L. (2022). Hubungan Gaya Koping Remaja dan
Keterlibatan Orang Tua dengan Resiliensi pada Remaja Selama Pandemi COVID-
19. Jurnal Kesehatan Vokasional, 7(1), 32-41.
Asy’ari, Akhmad Imam. 2021. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Koping
Pasien ODGJ. Madura. http://repository.stikesnhm.ac.id/id/eprint/1082/1/17142010053-2021-
MANUSKRIP.pdf
10