Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH KESEHATAN MENTAL

‘‘GANGGUAN MENTAL SECARA SOSIAL (MASALAH PENYESUAIAN


DIRI)‘‘

DOSEN PENGAMPU: Nani Barorah Nasution, S.Psi., MA., PhD.

Disusun Oleh :

Kelompok 5

NAZWA SALSABILA MARPAUNG (1222451018)

CITRA AGATHA SINAGA (1223151007)

DINA SIMBOLON (1223351022)

MICHAEL IVANO BUTAR BUTAR (1223351027)

TASYA ARDIVA (1223351032)

JURUSAN PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2024

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa. Dimana berkat rahmat,
karunia serta kesempatan yang diberikannya kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini dengan tepat waktu. Adapun tujuan dari pembuatan tugas ini yaitu untuk
memenuhi tugas tugas dari Mata Kuliah Kesehatan Mental di Universitas Negeri
Medan.

Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah Kesehatan
Mental, Ibu Nani Barorah Nasution, S.Psi., MA., PhD. yang telah bersedia
membimbing kami dalam mata kuliah ini.

Kami menyadari tugas ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan tugas ini. Semoga
dengan selesainya tugas ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Terimakasih.

Medan, 04 Maret 2024

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................1

DAFTAR ISI.................................................................................................................3

BAB I.............................................................................................................................4

PENDAHULUAN........................................................................................................4

A. Latar Belakang....................................................................................................4

B. Rumusan Masalah...............................................................................................4

C. Tujuan...................................................................................................................5

BAB II...........................................................................................................................6

PEMBAHASAN...........................................................................................................6

A. Konsep Penyesuaian Diri....................................................................................6

B. Aspek Aspek Penyesuaian Diri...........................................................................7

C. Karakteristik Penyesuaian Diri.........................................................................9

D. Tahapan Proses Penyesuaian Diri....................................................................11

E. Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri..............................................13

F. Jenis Gangguan Mental Akibat Penyesuaian Diri..........................................16

G. Keterkaitan Penyesuaian Diri dengan Kesehatan Mental............................25

H. Contoh Kasus....................................................................................................27

BAB III.......................................................................................................................30

PENUTUP..................................................................................................................30

A. Kesimpulan........................................................................................................30

B. Saran...................................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................31

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial dituntut untuk selalu melakukan penyesuaian
(adjusment). Penyesuaian adalah suatu hubungan harmonis dengan lingkungan yang
melibatkan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan terpenting dan
menghadapi tuntutan, baik secara fisik & sosial. Penyesuaian diri yang baik bukanlah
kemampuan beradaptasi dengan cepat semata, tetapi juga dengan cara-cara yang
sesuai dengan diri dan lingkungan, serta mengarahkan individu untuk mampu berbuat
yang terbaik dan mengoptimalkan segala potensi yang dimilikinya.

Kemampuan penyesuaian diri idealnya dilatih dan dibina sejak kecil. Namun
peningkatan kemampuan ini bukan tidak dapat dilakukan ketika seseorang sudah
dewasa. Dari waktu ke waktu idealnya manusia perlu terus mengembangkan
kemapuan penyesuaian dirinya yang aktif, realistik dan dinamis sambil tetap menjaga
stabilitas diri. Dalam banyak literatur psikologi kesehatan, pengembangan diri dan
kemampuan penyesuaian diri merupakan salah satu indikasi dari kepribadian yang
sehat. Kita dapat melihat di antaranya dalam uraian-uraian Gordon W. Allport, Carl
Rogers, Abraham Maslow dan Viktor Frankl. Pemikiran mereka menegaskan bahwa
pribadi yang sehat selalu ditandai dengan keinginan untuk tumbuh dan berkembang,
berorientasi ke masa depan sambil tetap realistis dan mampu melakukan inovasi bagi
diri serta lingkungannya. Artinya perbaikan kemampuan penyesuaian diri tidak hanya
perlu dilakukan pada mereka yang mengalami gangguan mental tetapi juga pada siapa
saja.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana konsep dari penyesuaian diri?
2. Apa saja aspek aspek dari penyesuaian diri?
3. Bagaimana karakteristik penyesuaian diri?

4
4. Bagaimana tahapan proses dari penyesuaian diri?
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri?
6. Apa saja gangguan mental akibat dari penyesuaian diri?

7. Bagaimana keterkaitan penyesuaian diri dengan Kesehatan Mental?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dari penyesuaian diri.
2. Untuk mengetahui aspek aspek dari penyesuaian diri.
3. Untuk mengetahui karakteristik penyesuaian diri.
4. Untuk mengetahui tahapan proses dari penyesuaian diri.
5. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri.
6. Untuk mengetahui apa saja gangguan mental akibat penyesuaian diri.
7. Untuk mengetahui keterkaitan penyesuaian diri dengan Kesehatan Mental.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Penyesuaian Diri


Penyesuaian adalah suatu proses yang tidak bisa dipisahkan oleh seluruh
makhluk hidup. Tak hanya manusia, hewan dan tumbuhan juga mengalami
penyesuaian, baik dengan dirinya sendiri, sesama, bahkan lingkungan sekitar.
Individu yang tidak mampu melakukan penyesuaian maka akan mudah hilang,
terusir, dan tidak bisa melanjutkan keberadaannya. Penyesuaian diri atau biasa
dikenal dengan self adjusment adalah istilah yang memiliki banyak makna. Tidak
ada yang namanya penyesuaian diri baik atau buruk. Penyesuaian diri adalah
bentuk reaksi individu atau organisme khusus terhadap tuntutan- tuntutan dari
situasi luar. Beberapa definisi tentang penyesuaian diri adalah sebagai berikut

1) Tyson (1951), kemampuan beradaptasi, berafeksi, kehidupan seimbang,


kemampuan mengambil keuntungan dari pengalaman, toleransi terhadap
frustasi, humor, sikap yang tidak ekstrem, objektivitas, dan lain-lain

2) Calhoun dan Acocella, interaksi yang dilakukan secara kontinu atau


berkelanjutan dengan diri sendiri maupun orang lain,

3) Kartini Kartono (2002), usaha yang dilakukan oleh manusia dalam mencapai
harmoni atau kesatuan untuk diriya sendiri dan lingkungan sekitar agar bisa
memusnahkan rasa permusuhan, rasa dengki, iri hati, sebuah prasangka,
gangguan depresi, ekspresi kemarahan, dan emosi negatif yang dianggap
sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien.

4) Schneiders, bentuk proses yang melingkupi reaksi mental dan tingkah laku,
di mana individu sedang berupaya untuk mengambil keberhasilan dalam
mengatasi kebutuhan-kebutuhan di dalam dirinya, ketegangan-ketegangan,
konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga tingkat keselarasan

6
antara tuntutan dalam diri dengan apa yang diinginkan oleh lingkungan di
mana dia tinggal dapat terwujud dengan baik. (dalam Desmita, 2009)

Dari berbagai definisi yang telah disebutkan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa Penyesuaian diri adalah kemampuan individu untuk
mendapatkan ketentraman secara internal dan hubungannya dengan dunia
sekitarnya. Secara garis besar penyesuaian diri dapat dipahami sebagai
adjustment dan adaptasi. Adjustment adalah penyesuaian diri dimana lingkungan
diubah supaya lebih sesuai dengan kondisi individu, sedangkan adaptasi adalah
individu mengubah dirinya sehingga lebih sesuai dengan lingkungan.

Jika dikatikan dengan bidang pendidik, penyesuaian diri adalah suatu


proses perubahan dalam diri pada peserta didik, dimana individu harus dapat
mempelajari tindakan atau sikap baru untuk berubah sesuai dengan jurusan studi
yang telah ditentukan dan menghadapi segala keadaan yang bertolak belakang
dengan peserta didik tersebut sehingga tercapai tujuan sekolah, hubungan dengan
orang lain dan lingkungan sekitar.

B. Aspek Aspek Penyesuaian Diri


Atwater (1983, p. 36) dalam penyesuaian diri harus dilihat dari tiga aspek
yaitu diri kita sendiri, orang lain dan perubahan yang terjadi. Namun pada
dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan
penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan
sebagai berikut :

a. Penyesuaian Pribadi

Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya


sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan
lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa
kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan

7
kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak
adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa,
atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan
tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa
cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.

Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan


emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya,
sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh
lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian
terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya
individu harus melakukan penyesuaian diri.

b. Penyesuaian Sosial

Setiap individu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut


terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses
tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah
aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai
penyelesaian bagi persoalan- persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu
psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial.

Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu


hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan- hubungan tersebut
mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga,
sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan
masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas.
Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada,
sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang
diberikan oleh sang individu.

8
Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan
masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian social yang
memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan
cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian
sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan social
kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun
dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur
hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial individu
mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturanperaturan tersebut lalu
mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada
dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok Kedua hal tersebut merupakan
proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial
untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika
mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur
kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud
sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan
individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku
yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal
yang tidak diterima oleh masyarakat.

C. Karakteristik Penyesuaian Diri


Schneiders (1964) mengungkapkan bahwa penyesuaian diri yang baik adalah :

a. Kontrol terhadap emosi yang berlebihan.

Adanya kontrol dan ketenangan emosi individu yang


memungkinkannya untuk menghadapi permasalahan secara inteligen dan
dapat menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika
muncul hambatan. Bukan berarti tidak ada emosi sama sekali, tetapi lebih
kepada kontrol emosi ketika menghadapi situasi tertentu.

9
b. Mekanisme pertahanan diri minimal.

Pendekatan terhadap permasalahan lebih mengindikasikan respon


normal dari pada penyelesaian masalah memutar melalui serangkaian
mekanisme pertahanan diri yang disertai tindakan nyata untuk mengubah
suatu kondisi. Individu dikatakan mengalami gangguan penyesuaian jika
individu mengalami kegagalan dan menyatakan bahwa tujuan tersebut
tidak berharga untuk mencapai.

c. Frustasi personal yang minimal.

Individu yang mengalami frustasi ditandai dengan perasaan tidak


berdaya dan tanpa harapan, maka akan sulit bagi individu untuk
mengorganisir kemampuan berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku
dalam menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian.

d. Pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri.

Individu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan


terhadap masalah atau konflik serta kemampuan mengorganisir pikiran,
tingkah laku dan perasaan untuk memecahkan masalah, dalam kondisi
sulit sekalipun menunjukan penyesuaian yang normal. Individu tidak
mampu melakukan penyesuaian diri yang lebih baik apabila individu
dikuasai oleh emosi yang berlebihan ketika berhadapan dengan situasi
yang menimbulkan konflik.

e. Kemampuan untuk belajar dan memanfaatkan pengalaman masa lalu.

Penyesuaian normal yang ditunjukan individu merupakan proses


belajar berkesinambungan dari perkembangan individu sebagai hasil dari
kemampuannya mengatasi situasi konflik dan stress. Individu dapat

10
melakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang membantu dan
mengganggu penyesuaiannya.

f. Sikap realistik dan objektif.

Sikap yang realistik objektif bersumber pada pemikiran yang rasional,


kemampuan menilai situasi, masalah dan keterbatasan individu sesuai dengan
kenyataan yang sebenarnya.

Schneiders juga mengungkapkan bahwa individu yang memiliki


penyesuaian diri yang baik (well adjustment person) adalah mereka dengan
segala keterbatasannya, kemampuannya serta kepribadiannya telah belajar
untuk bereaksi terhadap diri sendiri dan lingkungannya dengan cara efisien,
matang, bermanfaat, dan memuaskan. Efisien artinya bahwa apa yang
dilakukan individu tersebut dapat memberikan hasil yang sesuai dengan yang
diinginkan tanpa banyak mengeluarkan energi, tidak membuang waktu
banyak, dan sedikit melakukan kesalahan. Matang artinya bahwa individu
tersebut dapat memulai dengan melihat dan menilai situasi dengan
kritis sebelum bereaksi. Bermanfaat artinya bahwa apa yang dilakukan
individu tersebut bertujuan untuk kemanusiaan, berguna dalam lingkungan
sosial, dan yang berhubungan dengan Tuhan. Selanjutnya, memuaskan artinya
bahwa apa yang dilakukan individu tersebut dapat menimbulkan perasaan
puas pada dirinya dan membawa dampak yang baik pada dirinya dalam
bereaksi selanjutnya. Mereka juga dapat menyelesaikan konflik-konflik
mental, frustasi dan kesulitan-kesulitan dalam diri maupun kesulitan yang
berhubungan dengan lingkungan sosialnya serta tidak menunjukkan perilaku
yang memperlihatkan gejala menyimpang.

Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat


mengakibatkan individu melakukan penyesuaian diri yang salah. Ada tiga
bentuk reaksi dalam penyesuaian diri yang salah, yaitu:

11
a. Reaksi bertahan (defence reaction)

Individu berusaha untuk mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak


menghadapi kegagalan. Ia selalu berusaha menunjukkan bahwa dirinya tidak
mengalami kegagalan. Bentuk reaksi bertahan antara lain:

1. Rasionalisasi, yaitu suatu usaha bertahan dengan mencari alasan yang masuk
akal.

2. Represi yaitu suatu usaha menekan atau melupakan hal yang tidak
menyenangkan.

3. Proyeksi, yaitu suatu usaha memantulkan ke pihak lain dengan alasan yang
tidak dapat diterima.

b. Reaksi menyerang (aggressive reaction)

Orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah menunjukkan tingkah


laku yang bersifat menyerang untuk menutupi kegagalannya, ia tidak mau
menyadari kegagalannya. Reaksi yang muncul antara lain:

 Tidak Senang membantu orang lain

 Menggertak dengan ucapan atau perbuatan menunjukkan sikap permusuhan


secara terbuka

 Menunjukkan sikap merusak

 Keras kepala

 Balas dendam

 Marah secara sadis

c. Reaksi melarikan diri (escape reaction)

12
Reaksi ini orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan
melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalannya. Reaksi yang
muncul antara lain:

 Banyak tidur

 Minum-minuman keras

 Pecandu ganja dan narkotika

 Regresi atau kembali pada tingkat perkembangan yang lain

D. Tahapan Proses Penyesuaian Diri


Untuk mendapatkan solusi yang terbaik bagi gangguan penyesuaian
diri, setidaknya seseorang harus mengetahui ukuran tingkat kualitas dan juga
tingkat penyesuaian diri pribadi atau sosial. Apabila kita telah mengetahui
penyesuaian diri yang baik dan ukuran-ukuran kesehatan mental, maka kita
dapat mengarahkan usaha-usaha kita dengan baik dan efektif pada waktu kita
membantu orang lain.

Langkah pertama yang kita mulai dalam proses penyesuaian diri yang
baik yakni pemahaman (inisight) dan pengetahuan tentang diri sendiri (self-
knowledge). Dengan insight dan self-knowledge terhadap diri sendiri, maka
kita dapat mengetahui kapabilitas dan kekurangan diri kita sendiri dan kita
dapat menangani secara efektif masalah-masalah penyesuaian diri.
Pengetahuan tentang diri sendiri memerlukan perincian yang baik tentang
kekuatan dan kelemahan kita sendiri. Dengan mengetahui kelemahan itu,
sekurang-kurangnya kita berusaha untuk mengurangi atau menghilangkan
pengaruh- pengaruhnya terhadap kehidupan-kehidupan kita. Dan sebaliknya,
dengan mengetahui kekuatan kita sendiri, maka kita berada pada posisi yang
lebih baik. Untuk menggunakannya demi pertumbuhan pribadi. Perbaikan

13
diri dimulai dengan keberanian dan kepastian untuk menghadapi kebenaran
tentang diri sendiri.

Kemudian langkah selanjutnya yakni pengendalian diri sendiri yang


berarti orang- orang mengatur implus-implus, pikiran-pikiran, kebiasaan-
kebiasaan, emosi-emosi dan tingkah laku berkaitan dengan prinsip-prinsip
yang dikenakan pada diri sendiri atau tuntunan-tuntunan yang
dikenakan oleh masyarakat.

Dengan demikian individu yang komfulsif, histris atau obsesif, atau


orang yang menjadi korban kehawatiran, sifat yang terlalu berhati- hati,
ledakan amarah, kebiasaan gugup, merasa sulit atau tidak mungkin
menanggulangi dengan baik tugas-tugas dan masalah sehari-sehari.

Pengendalian diri adalah dasar bagi integrasi pribadi yang merupaka


salah satu kualitas yang penting dari orang yang dapat menyesuaiakan diri
dengan baik dan salah satu standar yang baik dalam menentukan tingkat
penyesuaian diri. Selanjutnya dalam mengembangkan pengendalian dan
integrasi, pembentukan “kebiasaankebiasan yang bermanfaat” adalah penting
karena banyak penyesuaian diri individu tiap saat diakibatkan oleh tingkah
laku menurut kebiasaan (habitual behavior) dan biasanya penyesuaian diri
yang baik tidak dapat dirusak oleh sistem-sistem yang tidak efisien atau tidak
sempurna.

E. Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri


Menurut Schneiders (dalam Ali & Asrori, 2011, p. 181) setidaknya ada lima
faktor yang dapat mepengaruhi proses penyesuaian diri (khusus remaja) adalah
sebagai berikut:

a. Kondisi fisik

14
Seringkali kondisi fisik berpengaruh kuat terhadap proses penyesuaian
diri remaja. Aspek-aspek yang berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat
mempengaruhi penyesuaian diri remaja adalah sebagai berikut:

1) Hereditas dan kondisi fisik, Dalam mengidentifikasi pengaruh hereditas


terhadap penyesuaian diri, lebih digunakan pendekatan fisik karena hereditas
dipandang lebih dekat dan tak terpisahkan dari mekanisme fisik. Dari sini
berkembang prinsip umum bahwa semakin dekat kapasitas pribadi, sifat atau
kecenderungan berkaiatan dengan konstitusi fisik maka akan semakin
besar pengaruhnya terhadap penyesuaian diri. Bahkan dalam hal tertentu,
kecenderungan kearah malasuai (maladjusment) diturunkan secara genetis
khusus nya melalui media temperamen. Temperamen merupakan komponen
utama karena dari temparamen itu muncul karakteristik yang paling dasar
dari kepribadian, khususnya dalam memandang hubungan emosi dengan
penyesuaian diri.

2) Sistem utama tubuh, Termasuk ke dalam system utama tubuh yang memiliki
pengaruh terhadap penyesuaian diri adalah sistem syaraf, kelenjar dan otot.
Sistem syaraf yang berkembang dengan normal dan sehat merupakan syarat
mutlak bagi fungsi-fungsi psikologis agar dapat berfungsi secara maksimal
yang akhirnya berpengaruh secara baik pula kepada penyesuaian diri. Dengan
kata lain, fungsi yang memadai dari sistem syaraf merupakan kondisi umum
yang diperlukan bagi penyesuaian diri yang baik. Sebaliknya penyimpangan
didalam system syaraf akan berpengaruh terhadap kondisi mental yang
penyesuaian dirinya kurang baik.

3) Kesehatan fisik, Penyesuaian diri seseorang akan lebih mudah dilakukan dan
dipelihara dalam kondisi fisik yang sehat daripada yang tidak sehat. Kondisi
fisik yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, kepercayaan diri, harga

15
diri dan sejenisnya yang akan menjadi kondisi yang sangat
menguntungkan bagi proses penyesuian diri.

b. Kepribadian

1) Kemauan dan kemampuan untuk berubah merupakan karakteristik


kepribadian yang pengaruhnya sangat menonjol terhadap proses pentyesuaian
diri. Sebagai suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan, penyesuaian diri
membutuhkan kecenderungan untuk berubah dalambentuk kemauan, prilaku,
sikap, dan karakteristik sejenis lainnya. Oleh sebab itu semakin kaku dan tidak
ada kemauan serta kemampuan untuk merespon lingkungan, semakin besar
kemungkinanya untuk mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri.

2) Pengaturan diri (self regulation), Pengaturan diri sama pentingnya dengan


penyesuaian diri dan pemeliharaan stabilitas mental, kemampuan untuk
mengatur diri, dan mengarahkan diri. Kemapuan mengatur diri dapat
mencegah individu dari keadaan malasuai dan penyimpangan kepribadian.
Kemampuan pengatauran diri dapat,mengarahkan kepribadian normal
mencapai pengendalian diri dan realisasi diri.

3) Relisasi diri (self relization), Telah dikatakan bahwa pengaturan kemampuan


diri mengimplikasiakan potensi dan kemampuan kearah realisasi diri. Proses
penyesuaian diri dan pencapaian hasilnya secara bertahap sangat erat kaitanya
dengan perkembangan kepribadian. Jika perkembangan kepribadain berjalan
normal sepanjang masa kanak-kanak dan remaja, di dalamnya tersirat portensi
laten dalam bentuk sikap, tanggung jawab, penghayatan nilai- nilai,
penghargaan diri dan lingkungan, serta karakteristik lainnya menuju
pembentukan kepribadian dewasa. Semua itu unsur-unsur penting yang
mendasari relaitas diri.

c. Proses belajar (education)

16
Termasuk unsur-unsur penting dalam education atau pendidikan yang dapat
mempengaruhi penyesuaian diri individu antara lain

1) Belajar, Kemauan belajar merupakan unsur tepenting dalam penyesuaian diri


individu karena pada umumnya respon-respon dan sifat-sifat kepribadian yang
diperlukan bagi penyesuaian diri diperoleh dan menyerap kedalam diri
individu melalui proses belajar. Oleh karena itu kemauan untuk belajar dan
sangat penting karena proses belajar akan terjadi dan berlangsung dengan baik
dan berkelanjutan manakala individu yang bersangkutan memiliki kemauan
yang kuat untuk belajar. Bersama- sama dengan kematangan, belajar akan
muncul dalam bentuk kapasitas dari dalam atau disposisi terhadap respon.
Oleh sebab itu, perbedaan pola-pola penyesuaian diri sejak dari yang normal
sampai dengan yang malasuai, sebagain besar merupakan hasil
perbuatan yang dipengaruhi oleh belajar dan kematangan.

2) Pengalaman, Ada dua jenis pengalaman yang memiliki nilai signifikan


terhadap pross penyesuaian diri, yaitu (1) pengalaman yang menyehatkan
(salutary experiences) dan (2) pengalaman traumatic (traumatic experinces).
Pengalaman yang menyatakan adalah peristiwaperistiwa yang dialami oleh
individu dan dirasakan sebagai suatu yang mengenakkan, mengasyikakan, dan
bahkan di rasa ingin mengulangnya kembali. Pengalaman seperti ini akan
dijadikan dasar untuk ditansfer oleh individu ketika harus menyesuaikan diri
dengan lingkungan yang baru. Adapun pengalaman trauma adalah peristiwa-
peristiwa yang dialami oleh individu dan dirasakan sebagai sesuatu yang
sangat tidak mengenakkan, menyedihkan, atau bahkan sangat menyakitkan
sehingga individu tersebut sangat tidak ingin peristiwa itu terulang lagi.

3) Latihan, Latihan merupakan proses belajar yang diorientasikan kepada


perolehan ketertampilan atau kebiasaan. Penyesuain diri sebagai suatu proses
yang kompleks yang mencakup didalamnya proses psikologis dan sosiologis

17
maka memerlukan latihan yang sungguh-sungguh agar mencapai hasil
penyesuaian diri yang baik. Tidak jarang seseorang yang sebelumnya
memiliki kemampuan penyesuaian diri yang kurang baik dan kaku, tetapi
melakukan latihan secara sungguh-sungguh, akhirnya lambat laun menjadi
bagus dalam setiap penyesuaian diri dengan lingkungan baru.

d. Lingkungan

Berbicara faktor lingkungan sebagai variable yang berpengaruh terhadapa


penyesuaian diri sesudah tentu meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat.

1) Lingkungan Keluarga.

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan utama yang sangat penting atau


bahkan tidak ada yang lebih penting dalam kaitannya dengan penyesuaian diri
individu.

2) Lingkungan Sekolah.

Sekolah menjadi kondisi yang memungkinkan untuk berkembangnya atau


terhambatnya proses berkembangnya penyesuaian diri. Pada umunya sekolah
dipandang sebagai media yang sangat berguna untuk mempengaruhi
kehidupan dan perkembangan intelektual, sosial, nilai – nilai, sikap, dan moral
peserta didik.

3) Lingkungan Masyarakat

Konsistensi nilai – nilai, sikap, aturan – aturan, norma, moral, dan perilaku
masyarakat akan diidentifikasi oleh individu yang berada dalam masyarakat
tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap proses perkembangan
penyesuaian dirinya.

18
e. Agama dan Budaya

Agama berkaitan erat dengan faktor budaya agama memberikan


sumbangan nilai nilai, keyakinan, praktik – praktik yang memberikan makna
yang sangat mendalam, tujuan, serta kestabilan dan keseimbangan hidup
individu. Agama secara konsisten dan terus menerus mengingatkan manusia
yang diciptakan oleh Tuhan, bukan sekedar nilai – nilai instrumental
sebagaimana yang dihasilkan oleh manusia. Selain itu budaya juga
merupakan factor yang berpengaruh terhadapa kehidupan individu. Hal ini
terlihat jika dilihat dari karakteristik budaya yang diwariskan kepada
individu melalui berbagai media dalam lingkungan keluarga, sekolah,
maupun masyarakat. Dengan demikian faktor agama serta budaya
memberikan sumbangan yang berarti terhadap perkembangan penyesuaian
diri individu.

F. Jenis Gangguan Mental Akibat Penyesuaian Diri


1. Paranoid Personality Disorders

Ketidakpercayaan dan kecurigaan yang meluas terhadap orang lain


sedemikian rupa sehingga motif mereka ditafsirkan sebagai jahat, dimulai pada
awal masa dewasa dan hadir dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan
oleh beberapa hal berikut:

a) Menduga, tanpa dasar yang cukup, bahwa orang lain mengeksploitasi,


merugikan, atau menipu dirinya.

b) Disibukkan dengan keraguan yang tidak beralasan tentang kesetiaan atau


kepercayaan teman atau asosiasi.

c) Enggan untuk curhat pada orang lain karena ketakutan yang tidak beralasan
bahwa informasi tersebut akan digunakan secara jahat terhadap dirinya.

19
d) Membaca makna yang merendahkan atau mengancam yang tersembunyi ke
dalam ucapan atau kejadian yang tidak berbahaya.

e) Terus-menerus menanggung dendam (yaitu, tidak memaafkan penghinaan,


cedera, atau hinaan).

f) Merasakan serangan terhadap karakter atau reputasinya yang tidak terlihat


oleh orang lain dan cepat bereaksi dengan marah atau melakukan serangan
balik.

g) Memiliki kecurigaan berulang, tanpa alasan, mengenai kesetiaan pasangan


atau pasangan seksual.

h) Tidak terjadi semata-mata selama skizofrenia, gangguan bipolar atau


gangguan depresif dengan ciri psikotik, atau gangguan psikotik lainnya dan
tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari kondisi medis lain.

Jika seseorang mengalami gangguan kepribadian paranoid, mereka memiliki


pola ketidakpercayaan yang luas dan curiga terhadap orang lain dan cenderung
menganggap niat jahat orang lain. Pola ini muncul saat dewasa awal dan terjadi
dalam berbagai situasi. Mereka selalu percaya bahwa orang lain akan menyakiti,
mengeksploitasi, atau menipu mereka, meskipun tidak ada bukti yang mendukung
keyakinan ini. Mereka merasa tidak dapat diandalkan dan percaya bahwa orang lain
berkonspirasi melawan mereka. Karena sikap curiga dan permusuhan yang berlebihan
mereka, mereka cenderung sulit bergaul dan menghadapi masalah dalam hubungan
dengan orang lain. Mereka dapat menunjukkan ketidakpercayaan mereka dengan
berdebat terbuka, mengeluh berulang kali, atau tetap menyendiri. Sifat agresif dan
curiga mereka dapat menyebabkan reaksi negatif dari orang lain, yang membuat
mereka lebih tidak percaya.

Perkembangan

20
Gangguan kepribadian paranoid dapat terlihat pertama kali pada masa kanak-
kanak dan remaja dengan kesendirian, hubungan teman sebaya yang buruk,
kecemasan sosial, kurang berprestasi di sekolah, dan hipersensitivitas interpersonal.
Timbulnya gangguan kepribadian paranoid pada masa remaja dikaitkan dengan
riwayat penganiayaan masa kecil sebelumnya, gejala eksternalisasi, intimidasi teman
sebaya, dan penampilan agresi interpersonal saat dewasa.

2. Schizoid Personality Disorders

Pola keterpisahan yang meluas dari hubungan sosial dan rentang ekspresi emosi
yang terbatas dalam pengaturan interpersonal, dimulai pada masa dewasa awal dan
muncul dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh empat (atau lebih) hal
berikut:

a) Tidak menginginkan atau menikmati hubungan dekat, termasuk menjadi


bagian dari keluarga.

b) Hampir selalu memilih aktivitas menyendiri.

c) Memiliki sedikit, jika ada, ketertarikan untuk melakukan pengalaman seksual


dengan orang lain.

d) Menyukai sedikit aktivitas, jika ada.

e) Tidak memiliki teman dekat atau orang kepercayaan selain kerabat tingkat
pertama.

f) Tampak acuh tak acuh terhadap pujian atau kritikan orang lain.

g) Menunjukkan kedinginan emosional, keterpisahan, atau afektivitas yang


datar.

h) Tidak terjadi secara eksklusif selama skizofrenia, gangguan bipolar atau


gangguan depresi dengan ciri psikotik, gangguan psikotik lain, atau

21
gangguan spektrum autisme dan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari
kondisi medis lain.

Jika seseorang mengalami gangguan kepribadian skizoid, mereka tampak


tidak peduli dengan persetujuan atau kritik orang lain dan tidak terganggu dengan
pendapat orang lain tentang mereka. Mereka terlihat bodoh dan mementingkan diri
sendiri, dan mereka cenderung tidak peka terhadap interaksi sosial biasa. Mereka
jarang menunjukkan ekspresi wajah atau gerakan tubuh, dan mereka biasanya terlihat
tanpa reaktivitas emosional yang terlihat. Mereka sering terlihat dingin dan
menyendiri dan jarang mengekspresikan emosi kuat seperti kemarahan atau
kegembiraan. Namun, dalam situasi yang sangat tidak biasa, mereka mungkin
mengakui adanya perasaan menyakitkan terkait interaksi sosial, dan mereka kesulitan
mengekspresikan kemarahan dan tampak kurang emosional. Mereka memiliki
kecenderungan untuk merespons secara pasif terhadap keadaan yang tidak
menguntungkan, dan kehidupan mereka tampaknya tidak memiliki arah.

3. Antisocial Personality Disorder

Pola pengabaian dan pelanggaran hak orang lain yang meluas, terjadi sejak usia
15 tahun, seperti yang ditunjukkan oleh tiga (atau lebih) dari berikut ini:

a) Kegagalan untuk mematuhi norma-norma sosial sehubungan dengan perilaku


yang sah, yang ditunjukkan dengan berulang kali melakukan tindakan yang
menjadi dasar penangkapan.

b) Kecurangan, yang ditunjukkan dengan berbohong berulang kali,


menggunakan nama samaran, atau menipu orang lain untuk keuntungan atau
kesenangan pribadi.

c) Impulsif atau kegagalan merencanakan ke depan.

22
d) Iritabilitas dan agresivitas, seperti yang ditunjukkan dengan perkelahian atau
penyerangan fisik berulang kali.

e) Sembrono mengabaikan keselamatan diri sendiri atau orang lain.

f) Sikap tidak bertanggung jawab yang konsisten, yang ditunjukkan dengan


kegagalan berulang kali untuk mempertahankan perilaku kerja yang
konsisten atau memenuhi kewajiban keuangan.

g) Kurangnya penyesalan, seperti yang ditunjukkan dengan bersikap acuh tak


acuh atau merasionalisasi telah menyakiti, menganiaya, atau mencuri dari
orang lain.

h) Individu sekurang-kurangnya berusia 18 tahun.

i) Terdapat bukti gangguan perilaku dengan onset sebelum usia 15 tahun.

j) Terjadinya perilaku antisosial tidak eksklusif selama skizofrenia atau


gangguan

Seseorang yang mengalami gangguan kepribadian ambang mengalami


ketidakstabilan yang luas dalam hubungannya dengan orang lain, persepsinya
tentang dirinya sendiri, dan kontrol dirinya. Mereka sering takut ditinggalkan
atau ditolak, dan mereka bisa bertindak secara impulsif bahkan dalam situasi
yang sebenarnya tidak memerlukan tindakan seperti itu. Selain itu, mereka
mungkin mengalami perubahan imajinasi yang tiba-tiba, yang dapat sangat
menakutkan dan menyakitkan. Beberapa individu dengan gangguan ini juga
mungkin memiliki perilaku atau pemikiran bunuh diri, serta masalah dengan
mengendalikan emosi dan kemarahan mereka. Dukungan dan perawatan dapat
membantu mereka belajar mengelola perasaan mereka dan membangun
hubungan yang lebih baik dengan orang lain, meskipun ini mungkin menantang.

4. Borderline Personality Disorder

23
Pola pervasif ketidakstabilan hubungan interpersonal, citra diri, dan afek, serta
impulsif yang jelas, dimulai pada awal masa dewasa dan muncul dalam berbagai
konteks, seperti yang ditunjukkan oleh lima (atau lebih) hal berikut:

a) Upaya panik untuk menghindari pengabaian nyata atau khayalan. (Catatan:


Jangan sertakan perilaku bunuh diri atau mutilasi diri yang tercakup dalam
Kriteria 5.)

b) Suatu pola hubungan interpersonal yang tidak stabil dan intens yang ditandai
dengan pergantian antara idealisasi dan devaluasi ekstrem.

c) Gangguan identitas: citra diri atau rasa diri yang tidak stabil secara nyata dan
persisten.

d) Impulsif di setidaknya dua area yang berpotensi merusak diri sendiri


(misalnya, belanja, seks, penyalahgunaan zat, mengemudi sembrono, pesta
makan). (Catatan: Jangan sertakan perilaku bunuh diri atau mutilasi diri yang
tercakup dalam Kriteria 5.)

e) Perilaku, gestur, atau ancaman bunuh diri berulang, atau perilaku melukai diri
sendiri.

f) Ketidakstabilan afektif karena reaktivitas suasana hati yang nyata (misalnya,


disforia episodik yang intens, lekas marah, atau kecemasan biasanya berlangsung
beberapa jam dan jarang lebih dari beberapa hari).

g) Perasaan hampa yang kronis.

h) Kemarahan yang intens dan tidak pada tempatnya atau kesulitan


mengendalikan amarah (misalnya, sering menunjukkan kemarahan, kemarahan
yang terus- menerus, pertengkaran fisik yang berulang).

i) Ide paranoid terkait stres sementara atau gejala disosiatif parah

24
5. Avoidant Personality Disorder

Pola penghambatan sosial yang meresap, perasaan tidak mampu, dan


hipersensitivitas terhadap evaluasi negatif, dimulai pada awal masa dewasa dan
hadir dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh empat (atau lebih)
berikut ini:

a) Menghindari aktivitas pekerjaan yang melibatkan kontak interpersonal yang


signifikan karena takut dikritik, tidak disetujui, atau ditolak.

b) Tidak mau terlibat dengan orang kecuali yakin disukai.

c) Menahan diri dalam hubungan intim karena takut dipermalukan atau diejek.

d) Disibukkan dengan dikritik atau ditolak dalam situasi sosial.

e) Dihambat dalam situasi interpersonal baru karena perasaan tidak mampu.

f) Memandang diri sebagai orang yang tidak kompeten secara sosial, tidak
menarik secara pribadi, atau lebih rendah dari orang lain.

g) Sangat enggan untuk mengambil risiko pribadi atau terlibat dalam aktivitas
baru apa pun karena hal itu dapat memalukan.

Gangguan kepribadian ini adalah kondisi yang ditandai oleh pola perilaku
yang melibatkan penghambatan sosial, perasaan ketidakcukupan, dan
hipersensitivitas terhadap kritik negatif. Kondisi ini dapat muncul dalam berbagai
situasi sejak dewasa. Karena takut akan kritik, penolakan, atau penghinaan,
individu dengan gangguan ini cenderung menghindari aktivitas kerja yang
melibatkan kontak interpersonal. Selain itu, mereka lebih cenderung tidak
membuat teman baru kecuali mereka merasa disukai dan diterima tanpa kritik.
Individu dengan gangguan kepribadian menghindar juga sering mengalami
kesulitan dalam membangun kedekatan dengan orang lain. Namun, mereka dapat

25
membangun hubungan yang intim jika mereka menerima jaminan bahwa mereka
akan diterima tanpa kritik.

6. Dependent Personality Disorder

Kebutuhan yang meresap dan berlebihan untuk diurus yang mengarah pada
perilaku tunduk dan melekat serta ketakutan akan perpisahan, yang dimulai sejak
awal masa dewasa dan muncul dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan
oleh lima (atau lebih) hal berikut ini:

1. Mengalami kesulitan dalam membuat keputusan sehari-hari tanpa nasihat


yang berlebihan yang berlebihan dan kepastian dari orang lain.

2. Membutuhkan orang lain untuk memikul tanggung jawab atas sebagian besar
area utama dalam hidupnya.

3. Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan ketidaksetujuan dengan orang


lain karena takut kehilangan dukungan atau persetujuan. (Catatan: Jangan
sertakan ketakutan realistis akan pembalasan).

4. Mengalami kesulitan untuk memulai proyek atau melakukan sesuatu sendiri


(karena kurangnya kepercayaan diri dalam penilaian atau kemampuan
daripada kurangnya motivasi atau energi).

5. Berusaha keras untuk mendapatkan pengasuhan dan dukungan dari orang lain,
sampai-sampai orang lain, sampai-sampai secara sukarela melakukan hal-hal
yang tidak menyenangkan.

6. Merasa tidak nyaman atau tidak berdaya saat sendirian karena ketakutan yang
berlebihan tidak mampu merawat dirinya sendiri.

7. Segera mencari hubungan lain sebagai sumber perhatian dan dukungan ketika
hubungan dekat berakhir.hubungan dekat berakhir.

26
Secara tidak realistis disibukkan dengan ketakutan akan ditinggalkan untuk
mengurus dirinya sendiri.

7. Histroinic Personality Disorder

Pola emosionalitas yang berlebihan dan pencarian perhatian yang meresap,


dimulai sejak awal masa dewasa dan muncul dalam berbagai konteks, seperti
yang ditunjukkan oleh lima (atau lebih) hal berikut ini:

1. Merasa tidak nyaman dalam situasi di mana ia tidak menjadi pusat perhatian.

2. Interaksi dengan orang lain sering kali ditandai dengan perilaku menggoda
secara seksual yang tidak pantas

seksual yang tidak pantas atau perilaku provokatif.

3. Menunjukkan ekspresi emosi yang berubah-ubah dengan cepat dan dangkal.

4. Secara konsisten menggunakan penampilan fisik untuk menarik perhatian pada


diri sendiri.

5. Memiliki gaya bicara yang terlalu impresionistik dan kurang detail.

6. Menunjukkan dramatisasi diri, sandiwara, dan ekspresi emosi yang berlebihan.

7. Mudah dipengaruhi oleh orang lain atau keadaan.

8. Menganggap hubungan lebih intim daripada yang sebenarnya.

Seseorang yang mengalami gangguan kepribadian histrionik memiliki


perilaku yang sangat dramatis dan mencari perhatian secara berlebihan. Orang-
orang dengan gangguan ini cenderung menjadi pusat perhatian di mana pun
mereka berada dan menggunakan ekspresi emosi atau penampilan fisik yang
berlebihan untuk menarik perhatian orang lain. Mereka sering mencoba menarik
perhatian dengan cara yang tidak pantas, seperti berbicara terlalu banyak,

27
berpakaian dengan cara yang menantang, atau membuat drama untuk menarik
perhatian. Mereka tampak percaya diri, tetapi sebenarnya sangat bergantung pada
perhatian orang lain dan validasi. Karena kebutuhan mereka yang terus menerus
untuk perhatian, gangguan ini juga sering dikaitkan dengan kesulitan
mempertahankan hubungan yang intim dan stabil. Pengobatan dan dukungan
psikologis, meskipun gejalanya dapat berbeda, dapat membantu orang dengan
gangguan ini belajar mengelola emosi mereka dan membangun hubungan yang
lebih sehat.

8. Narsisstic Personality Disorder

Pola kesombongan yang meresap (dalam fantasi atau perilaku), kebutuhan


akan kekaguman, dan kurangnya empati, yang dimulai sejak awal masa dewasa
dan muncul dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh lima (atau
lebih) hal berikut ini:

1. Memiliki rasa penting diri yang berlebihan (misalnya, melebih-lebihkan


prestasi dan

bakat, berharap untuk diakui sebagai superior tanpa prestasi yang sepadan).

prestasi yang sepadan).

2. Disibukkan dengan fantasi kesuksesan, kekuasaan, kecemerlangan, kecantikan,


atau

cinta yang ideal.

3. Percaya bahwa dirinya "istimewa" dan unik dan hanya dapat dipahami oleh,
atau

bergaul dengan orang-orang (atau institusi) yang istimewa atau berstatus tinggi.

4. Membutuhkan kekaguman yang berlebihan.

28
5. Memiliki rasa memiliki hak (yaitu, harapan yang tidak masuk akal terutama

perlakuan yang menguntungkan atau kepatuhan otomatis dengan harapannya).

6. Bersifat eksploitatif secara interpersonal (yaitu mengambil keuntungan dari


orang lain untuk mencapai tujuannya sendiri).

orang lain untuk mencapai tujuannya sendiri).

7. Tidak memiliki empati: tidak mau mengenali atau mengidentifikasi perasaan


dan kebutuhan

orang lain.

8. Sering iri pada orang lain atau percaya bahwa orang lain iri padanya.

9. Menunjukkan perilaku atau sikap yang sombong dan angkuh.

Gangguan kepribadian narsistik adalah kondisi yang ditandai oleh pola perilaku
yang melibatkan grandiositas, kebutuhan akan pujian, dan kurangnya empati yang
meresap dan dimulai sejak dewasa. Orang-orang yang mengalami gangguan ini
memiliki keyakinan yang sangat kuat pada diri mereka sendiri, termasuk
keyakinan yang berlebihan pada nilai, kemampuan, dan keunggulan mereka
sendiri. Mereka sering mengagungkan diri mereka sendiri dan mengabaikan
pekerjaan orang lain. Mereka bahkan mungkin membandingkan diri mereka
dengan orang-orang terkenal atau berpengaruh. Selain itu, fantasi tentang
kesuksesan tak terbatas, kekuasaan, kecerdasan, kecantikan, atau cinta ideal
biasanya menjadi obsesi bagi orang yang mengalami gangguan kepribadian
narsistik.

Selain itu, individu yang mengalami gangguan ini menganggap diri mereka unik
atau istimewa dan mengharapkan bahwa orang lain akan menganggap mereka
istimewa. Ketika mereka tidak mendapatkan pujian yang mereka harapkan,

29
mereka cenderung terkejut atau hancur. Mereka yang mengalami gangguan
kepribadian narsistik juga memiliki perasaan entitlement, yang tercermin dalam
harapan mereka akan perawatan yang sangat bermanfaat. Mereka mungkin
merasa berhak atas itu tanpa mempertimbangkan keinginan atau kebutuhan orang
lain.

Meskipun gangguan kepribadian narsistik dapat berkaitan dengan depresi,


gangguan makan, dan gangguan penggunaan zat, diagnosa yang tepat
memerlukan pemahaman yang jelas tentang perbedaan antara gejala-gejala ini dan
karakteristik khas gangguan narsistik. Kesadaran akan gejala dan perilaku yang
muncul dalam gangguan ini penting untuk diagnosis yang tepat dan pengelolaan
yang efektif

9. Personality Change Due to Another Medical Condition

Gangguan Perubahan Kepribadian akibat Kondisi Medis Lainnya adalah


ketika seseorang mengalami perubahan sikap dan perilaku karena masalah kesehatan
seperti penyakit saraf atau cedera otak. Hal ini sangat berbeda dari bagaimana mereka
berperilaku sebelumnya. Dokter harus memastikan bahwa perubahan tersebut tidak
disebabkan oleh masalah mental lain yang menimbulkan masalah sosial atau
kehidupan sehari-hari yang signifikan. Perubahan kepribadian termasuk perubahan
mood, kehilangan kontrol, atau perilaku agresif. Anak-anak juga dapat mengalami
perubahan ini, yang mungkin terlihat dalam perilaku mereka.

Gangguan Perubahan Kepribadian akibat Kondisi Medis Lainnya adalah


kondisi langka di mana seseorang mengubah sikap dan perilaku karena masalah
kesehatan tertentu, seperti cedera otak atau penyakit saraf. Dokter harus memastikan
bahwa perubahan ini berbeda dari kepribadian pasien sebelumnya dan tidak
berdampak pada kehidupan sosial atau sehari-hari mereka. Perubahan kepribadian
termasuk perubahan suasana hati, kurangnya kontrol diri, atau perilaku agresif.
Perubahan ini bahkan dapat terjadi pada anak-anak, yang mungkin terlihat sebagai

30
perubahan besar dalam perilaku mereka. Perubahan ini juga harus menyebabkan
masalah yang signifikan, seperti kesulitan dalam berinteraksi dengan teman atau
belajar di sekolah. Ini penting untuk mendapatkan perhatian dan bantuan dari dokter
agar anak bisa kembali merasa lebih baik dan bisa kembali menjadi dirinya yang
biasanya.

G. Keterkaitan Penyesuaian Diri dengan Kesehatan Mental


Penyesuaian diri adalah kemampuan individu untuk menyamakan diri dengan
harapan kelompok. Individu yang sehat mestinya mampu memahami harapan
kelompok tempat individu yang bersangkutan menjadi anggotanya dan melakukan
tindakan yang sesuaian dengan harapan tersebut. Sebagai suatu proses yang
melibatkan respon-respon mental dan perbuatan individu dalam upaya memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi ketegangan, frustrasi dan konflik dengan
memperhatikan norma yang ada. (Schneiders, 1964) Dalam upaya memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi ketegangan, gejala masalah, frustrasi dan
konflik meliputi dengan memperhatikan norma yang ada. Penyesuaian diri dilihat
lebih dalam pada :

1. Gejala masalah, meliputi :

a. Paranoid Personality Disorders

b. Schizoid Personality Disorders

c. Antisocial Personality Disorders

d. Borderline Personality Disorders

e. Dependent Personality Disorders

f. Histrionic Personality Disorder

g. Narcissistic Personality Disorder

31
h. Avoidant Personality Disorders

i. Personality Change Due to Another Medical Condition

2. Jenis kualitas respon, meliputi :

a. penyesuaian yang baik

b. Penyesuaian yang salah

3. Jenis masalah, meliputi :

a. Personal

b. Sosial

c. Keluarga

d. Akademik

Kaitan antara kesehatan mental dengan penyesuaian diri adalah kunci dari
penyesuaian diri yang sehat fundament yang penting bagi good adjustment adalah
bagian integral dari proses adjustment secara keseluruhan. Kaitan lainnya meliputi:

1. Kesehatan mental merupakan kunci dari penyesuaian diri yang sehat

2. Kesehatan mental merupakan bagian integral dari proses adjustment


secara keseluruhan

3. Kualitas mental yang sehat merupakan fundament yang


penting bagi “good adjustment.

H. Contoh Kasus
Kasus dan solusi

Antisocial Personality Disorders

32
Suatu gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan pengabaian terhadap
orang lain.Pola pengabaian dan pelanggaran hak orang lain yang meluas, terjadi sejak
usia 15 tahun, seperti yang ditunjukkan oleh tiga (atau lebih) dari berikut ini:

a) Kegagalan untuk mematuhi norma-norma sosial sehubungan dengan perilaku yang


sah, yang ditunjukkan dengan berulang kali melakukan tindakan yang menjadi dasar
penangkapan.

b) Kecurangan, yang ditunjukkan dengan berbohong berulang kali, menggunakan

nama samaran, atau menipu orang lain untuk keuntungan atau kesenangan pribadi.

c) Impulsif atau kegagalan merencanakan ke depan.

d) Iritabilitas dan agresivitas, seperti yang ditunjukkan dengan perkelahian atau

penyerangan fisik berulang kali.

e) Sembrono mengabaikan keselamatan diri sendiri atau orang lain.

f) Sikap tidak bertanggung jawab yang konsisten, yang ditunjukkan dengan

kegagalan berulang kali untuk mempertahankan perilaku kerja yang konsisten atau
memenuhi kewajiban keuangan.

g) Kurangnya penyesalan, seperti yang ditunjukkan dengan bersikap acuh tak acuh

atau merasionalisasi telah menyakiti, menganiaya, atau mencuri dari orang lain.

h) Individu sekurang-kurangnya berusia 18 tahun.

i) Terdapat bukti gangguan perilaku dengan onset sebelum usia 15 tahun.

j) Terjadinya perilaku antisosial tidak eksklusif selama skizofrenia atau gangguan


bipolar.

33
Ada seorang berumur 18 tahun mengalami Antisocial Personality Disorders gejala
yang dialami anak tersebut

* Sering mengabaikan dan melanggar hak orang lain

* Tidak memiliki empati atau rasa kasihan pada orang lain

* Tidak mawas diri

* Merasa lebih hebat dari orang lain

* Manipulatif

Hal ini disebabkan oleh Masa kecil berada di lingkungan keluarga yang tidak
harmonis atau sering menjadi korban tindakan kekerasan

Solusi untuk mengatasi Antisocial Personality Disorders ini Langkah


penanganan pada gangguan kepribadian antisosial bertujuan untuk mencegah perilaku
atau perbuatan yang dapat membahayakan orang lain atau diri mereka sendiri, serta
mendorong dan membimbing penderita antisosial agar dapat hidup bermasyarakat
dengan baik. Perawatan untuk Antisocial Personality Disorders dengan melakukan
psikoterapi Psikoterapi atau terapi perilaku bisa dilakukan secara individu maupun
berkelompok. Terapi ini dapat mencakup pengendalian amarah, perawatan terhadap
penyalahgunaan alkohol atau zat tertentu, dan perawatan untuk kondisi kesehatan
mental lainnya.

Tetapi psikoterapi tidak selalu efektif, terutama jika gejalanya parah dan orang
tersebut tidak dapat mengakui bahwa dia memiliki masalah serius.

Selanjutnya dengan memberikan perawatan dengan pemberian obat-obatan secara


khusus belum bisa dipastikan keampuhannya dalam menangani gangguan
kepribadian antisosial.

34
Jika ditemukan adanya gejala gangguan mental dan emosional tertentu, seperti
cemas, sulit meredam emosi atau dorongan untuk melakukan hal yang tidak baik,
dokter mungkin akan memberikan obat-obatan penstabil mood, obat penenang, atau
antipsikotik. Dengan rawat inap mungkin menjadi pilihan terbaik untuk
mengendalikan gangguan terkati, seperti penyalahgunan zat atau obat-obatan.
Namun, rawat inap dianggap tidak efektif untuk penderita gangguan kepribadian
antisosial karena dapat mengganggu kehidupan di rumah sakit.

Karena penyembuhannya relatif kompleks, orang-orang yang berada di sekitar


penderita gangguan kepribadian antisosial sebaiknya juga turut memberikan
dukungan. Satu hal yang menjadi kunci penanganan pada kepribadian antisosial
adalah rutin berkonsultasi dengan dokter spesialis kejiwaan. Hal ini memang tidak
bisa menyembuhkan penderita dari gangguan antisosial, namun keterampilan yang
diajarkan dapat membantu penderita memahami kondisinya, sehingga bisa
melindungi diri sendiri dan tidak melakukan hal-hal yang merugikan.

35
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan mental adalah terwujudnya integritas kepribadian, keselarasan
dengan jati diri, pertumbuhan ke arah realisasi diri, dan ke arah hubungan
yang sehat dengan orang lain. Sehingga Kesehatan mental merupakan
kondisi: Tingkat “kesejahteraan mental‟ dimana individu dapat berfungsi
secara kuat dapat menikmati hidupnya secara seimbang dan mampu
menyesuaikan diri terhadap tantangan hidup dan mampu berkontribusi pada
kehidupan sosial budaya & agama memiliki peran dalam memberi batasan
sehat/tidak sehat. Dalam pengertian yang lebih “positif” tersebut kesehatan
mental merupakan fondasidari tercapainya kesejahteraan (well-being)
individu dan fungsi yang efektif dalam komunitasnya.

Kehidupan yang sehat adalah kehidupan yang penuh makna. Hanya dengan
makna yang baik orang akan menjadi insane yang berguna tidak hanya untuk
diri sendiri tetapi juga untuk orang lain.

Penyesuaian diri (Adjusment) adalah kemampuan individu untuk


mendapatkan ketentraman secara internal dan hubungannya dengan dunia
sekitarnya. Secara garis besar penyesuaian diri dapat dipahami sebagai
adjustment dan adaptasi. Adjustment adalah penyesuaian diri dimana
lingkungan diubah supaya lebih sesuai dengan kondisi individu, sedangkan
adaptasi adalah individu mengubah dirinya sehingga lebih sesuai dengan
lingkungan.

36
B. Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membaca dan bisa digunakan
sebagaimana mestinya, selain itu kita juga bisa memahami tentang gangguan
mental secara sosial (penyesuaian diri).

37
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mau'ziah , Volume 5 Nomor1.

American Psychiatric Association. (2022). "Diagnostic and Statistical


Manual of Mental Disorders". American Psychiatric Association
Publishing

American Psyichiatric Association. (2013) Diagnostic and Statistical Manual


of Mental Disorders- DSM-5

Anwar, Y. S. (2020). Analisis Stres dan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa.


Jurnal Online Psikologi , Vol. 8, No. 1, 1 – 12.

Arianti, M. N. (2020). PENYESUAIAN MAHASISWA TAHUN PERTAMA


DI PERGURUAN TINGGI: STUDI PADA MAHASISWA
FAKULTAS PSIKOLOGI

CHUSAIRI, H. A. (2021). Hubungan antara Dukungan Sosial dan


Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Universitas Airlangga. Buletin Riset
Psikologi dan Kesehatan Mental (BRPKM) , 2021, Vol. 1(2), 1306-
1312.

Dewi Silviana, d. (2022). Pengaruh Kemampuan Verbal dan Penyesuain Diri


terhadap Hasil Belajar Siswa MAN 2 Kota Bima. JagoMIPA: Jurnal
Pendidikan Matemaika dan IPA , Volume 2, nomor 1, hal. 42-56.

Dewi, K. S. (2012). BUKU AJAR Kesehatan Mental. Semarang: UPT


UNDIP Press.

Handayani, E. S. (2022). KESEHATAN MENTAL(MENTAL HYGIENE).


Banjarmasin:

38
Kusuma, A. D., & Sativa, S. O. (2020). Karakteristik Kepribadian
Antisosial. Jurnal Keperawatan Jiwa, 8(1), 33-36.

Sari, D. Y., Fadhilah, S. S., & Susilo, A. T. (2019). Perilaku Antisosial:


Faktor Penyebab dan Alternatif Pengentasannya. Jurnal Psikoedukasi
dan Konseling, 3(1), 1-9.

Siregar, S. W. (2019). Penyesuaian Diri Anak Luar Biasa Dalam Kajian


Kesehatan Mental.

UKSW. Jurnal Psikologi Sains dan Profesi , Vol. 4, No. 2 : 73 - 84.

Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari.

39

Anda mungkin juga menyukai