Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENYESUAIAN DIRI dan KETERBUKAAN DIRI DALAM


KOMUNIKASI

Untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Makalah Kelompok Mata Kuliah Psikologi Komunikasi

Dosen Pengampu : DEVIANI SETYORINI, S.Sos., M.C.M.S.

Di susun oleh :
Muhammad Alifiansyah (6662180050)
Naufal Putra Ananda (6662180118)
Sidnan Atrasina Adzhani (6662180104)
Muhammad Andhika Putra Nugraha (6662180170)

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
ILMU KOMUNIKASI
SERANG
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan kapada Tuhan Maha Esa karena telah memberikan
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tidak tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentu kami tidak akan mampu untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
sehingga kami mampu menyelesaikan pembuatan makalah kelompok sebagai tugas mata
kuliah Psikologi Komunikasi dengan judul Sistem Komunikasi Interpersonal: Penyesuaian
Diri dan Keterbukaan Diri dalam Komunikasi.

Kami menyadari bahwa makalah kelompok ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. kami mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Deviani Setyorini, S.sos.,
M.C.M.S., selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Komunikasi yang telah membimbing
kami dalam pembelajaran selama ini.
Demikian, semoga dengan pembuatan makalah ini bermanfaat. Terima kasih

Tangerang Selatan, 10 April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................i


DAFTAR ISI............................................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................................1
D. Metode Pengumpulan Data .............................................................................2

BAB II. PEMBAHASAN


A. Pengertian Penyesuaian Diri ...........................................................................3
B. Proses Penyesuaian Diri ..................................................................................4
C. Bentuk – bentuk Penyesuaian Diri ..................................................................6
D. Faktor – faktor Penyesuaian Diri ....................................................................7
E. Karakteristik Penyesuaian Diri........................................................................8
F. Pengertian Keterbukaan diri dalam Komunikasi ............................................9
G. Karakteristik Keterbukaan Diri dalam Komunikasi ........................................10
H. Tahap – tahap Keterbukaan Diri dalam Komunikasi ......................................13
I. Faktor – faktor Keterbukaan diri dalam komunikasi ......................................14
J. Manfaat Keterbukaan diri dalam komunikasi .................................................15

BAB III. PENUTUP


A. Kesimpulan......................................................................................................17
B. Saran ................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengertian Komunikasi adalah suatu aktivitas penyampaian informasi, baik itu pesan, ide,
dan gagasan, dari satu pihak ke pihak lainnya. Biasanya aktivitas komunikasi ini dilakukan secara
verbal atau lisan sehingga memudahkan kedua belah pihak untuk saling mengerti.
Secara harafiah, definisi komunikasi adalah interaksi antara dua orang atau lebih untuk
menyampaikan suatu pesan atau informasi. Komunikasi secara umum bertujuan untuk
memberikan pengetahuan kepada orang lain, baik berkomunikasi dengan diri sendiri (
Intrapersonal ) maupun berkomunikasi dengan orang lain ( Interpersonal ).
Komunikasi interpersonal atau disebut juga dengan komunikasi antar personal
atau komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang dilakukan oleh individu untuk
saling bertukar gagasan ataupun pemikiran kepada individu lainnya.
Atau dengan kata lain, komunikasi interpersonal adalah salah satu konteks
komunikasi dimana setiap individu mengkomunikasikan perasaan, gagasan, emosi, serta
informasi lainnya secara tatap muka kepada individu lainnya.
Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan
pada lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, pransangka, depresi,
kemarahan, dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan
kurang efisien bisa dikikis habis.

B. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud Komunikasi Interpersonal menurut Ahli ?
Bagaimana pandangan teoritis Penyesuaian Diri menurut Ahli ?
Bentuk – bentuk Penyesuaian Diri menurut Ahli ?
Bagaimana proses dari Penyesuaian Diri menurut Ahli ?
Faktor – faktor yang mempengaruhi proses Penyesuaian Diri menurut Ahli ?

C. Tujuan
Pembaca diharapkan mengerti bagaimana penyesuaian diri dan keterbukaan diri dalam
komunikasi.

1
D. Metode Pengumpulan data
Penulis menggunakan literatur dalam mengambil data

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penyesuaian Diri
Salah satu Hakikat Manusia dalam Perspektif Psikologi adalah proses penyesuaian.
Penyesuaian adalah suatu proses yang tidak bisa dipisahkan oleh segala macam makhluk
hidup yang ada di belahan bumi manapun. Tak hanya manusia, hewan dan tumbuhan juga
mengalami penyesuaian. Entah itu penyesuaian dengan dirinya sendiri, penyesuaian
dengan sesama bahkan penyesuaian dengan lingkungan sekitar. Yang tidak mampu
melakukan penyesuaian maka mudah hilang, terusir dan tidak bisa melanjutkan
keberadaannya.
Penyesuaian diri atau biasa dikenal dengan adjusment adalah istilah yang memiliki
banyak makna dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda. Tidak ada yang namanya
penyesuaian diri baik atau buruk. Yang ada penyesuaian diri adalah bentuk reaksi
individu atau organisme khusus terhadap tuntutan-tuntutan dari situaisi luar.
Sebagian orang mengatakan bahwa rekasi ini sehat dan efisien, tetapi sebagian yang
lain bisa saja mengatakan bahwa reaksi ini tidak efektif atau patologik.
Setiap manusia yang berhadapan dengan situasi tertentu atau baru biasanya mereka
akan melakukan adaptasi atau penyesuaian diri. Tujuannya agar mereka dapat lebih
leluasa dalam bertindak dan nyaman dalam melakukan suatu hal sehingga tidak
terganggu oleh lingkungannya.
Menurut ilmu psikologi, arti penyesuaian diri adalah pemuasan kebutuhan,
keterampilan dalam menangani frustasi dan konflik, ketenangan pikiran/jiwa, dan atau
pembentukan simtom-simtom
Penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai interaksi Anda yang kontinu dengan diri
Anda sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia Anda (Calhoun dan Acocella dalam
Sobur, 2003:526).
Penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku,
dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam
dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga
terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa
yang diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal (Schneiders dalam Desmita,
2009:192).

3
B. Proses Penyesuaian Diri
Proses penyesuaian diri menurut Scheneider (dalam Ali, 2006) setidaknya melibatkan
tiga unsur yaitu :
A. Motivasi
Faktor motivasi dapat dikatakan sebagai kunci untuk memahami proses
penyesuaian diri. Motivasi sama halnya dengan kebutuhan, perasaan, dan emosi
merupakan kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan ketidakseimbangan
dalan organisme. Respon penyesuaian diri, baik atau buruk, secara sederhana dapat
dipandang sebagai suatu upaya organisme untuk mereduksi atau menjauhi
ketegangan dan untuk memelihara keseimbangan yang lebih wajar. Kualitas respons,
apakah itu sehat, efisien, merusak atau patologis ditentukan terutama oleh kualitas
motivasi selain juga hubungan individu dengan lingkungan.
B. Sikap Terhadap Realitas
Berbagai aspek penyesuaian diri ditentukan oleh sikap dan cara individu bereaksi
terhadap manusia sekitarnya, benda-benda, dan hubungan-hubungan yang
membentuk realitas. Secara umum, dapat dikatakan bahwa sikap yang sehat terhadap
realitas itu sangat diperlukan bagi proses penyesuaian diri yang sehat. Beberapa
perilaku seperti sikap antisosial, kurang berminat terhadap hiburan, sikap
bermusuhan, kenakalan dan semaunya sendiri, semuanya itu sangat mengganggu
hubungan antara penyesuaian diri dengan realitas. Berbagai tuntutan realitas, adanya
pembatasan, aturan, norma-norma menuntut individu untuk terus belajar menghadapi
dan mengatur suatu proses ke arah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal
yang dimanifestasikan dalam bentuk sikap dengan tuntutan eksternal dan realitas. Jika
individu tidak tahan terhadap tuntutan-tuntutan itu, akan muncul situasi konflik,
tekanan, dan frustasi. Dalam situasi seperti ini, organisme didorong untuk mencari
perbedaan perilaku yang memungkinkan untuk membebaskan diri dari ketegangan.
C. Pola Dasar Penyesuaian Diri
Pola dasar penyesuaian diri ini berhubungan dengan bagaimana cara individu
untuk mengatasi berbagai ketegangan ataupun frustasi yang dialaminya karena
adanya suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi. Sesuai dengan konsep dan prinsip-
prinsip penyesuaian diri yang diajukan kepada diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungannya maka proses penyesuaian diri menurut Sunarto (dalam Ali, 2006),
sebagai berikut:

4
1. Mula-mula individu, di satu sisi, memiliki dorongan keinginan untuk memperoleh
makna dan eksistensi dalam kehidupannya dan di sisi lain mendapat peluang atau
tuntutan dai luar dirinya sendiri.
2. Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan di luar dirinya secara
objektif sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan rasional dan perasaan.
3. Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi kemampuan yang ada pada dirinya
dan kenyataan objektif di luar dirinya.
4. Kemampuan bertindak secara dinamis, luwes, dan tidak kaku sehingga
menimbulkan rasa aman, tidak dihantui oleh kecemasan atau ketakutan.
5. Dapat bertindak sesuai dengan potensi-potensi positif yang layak dikembangkan
sehingga dapat menerima dan diterima lingkungan, tidak disingkirkan oleh
lingkungan maupun menentang dinamika lingkungan.
6. Rasa hormat pada sesama manusia dan mampu bertindak toleran, selalu
menunjukkan perilaku hormat sesuai dengan harkat dan martabat manusia, serta
dapat mengerti dan menerima keadaan orang lain meskipun sebenarnya kurang
serius dengan keadaan dirinya.
7. Kesanggupan merespon frustasi, konflik, dan stres secara wajar, sehat, dan
manfaat tanpa harus menerima kesedihan yang mendalam.
8. Kesanggupan bertindak secara terbuka dan sanggup menerima kritik dan
tindakannya dapat bersifat murni sehingga sanggup memperbaiki tindakan-
tindakan yang sudah tidak sesuai lagi.
9. Dapat bertindak sesuai dengan norma yang dianut oleh lingkungannya serta
selaras dengan hak dan kewajibannya.
10. Secara positif ditandai oleh kepercayaan terhadap diri sediri, orang lain, dan
segala sesuatu di luar dirinya sehingga tidak pernah merasa tersisih dan kesepian.

5
C. Bentuk – bentuk Penyesuaian Diri
Menurut Schneiders (dalam Ali dan Asrori, 2006), penyesuaian sosial sama dengan
kemampuan atau kapasitas untuk bereaksi secara efektif dan wajar pada kenyataan sosial,
situasi sosial dan hubungan sosial. Schneiders (dalam Ali dan Asrori, 2006)
mengemukakan beberapa ciri orang dengan penyesuaian diri yang baik dalam lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Bentuk penyesuaian diri sosial dibagi tiga :
A. Penyesuaian diri di lingkungan keluarga
Adapun ciri-ciri penyesuaian diri yang baik di lingkungan keluarga adalah sebagai
berikut :
A. Relasi yang baik antara anggota keluarga
B. Mau menerima otoritas orang tua
C. Kemampuan menerima tanggung jawab keluarga dan menerima batasan-batasan
dalam tingkah laku
D. Membantu keluarga untuk meraih tujuan individu atau kelompok
E. Bebas dari pengaruh keluarga secara bertahap dan hidup mandiri
B. Penyesuaian diri di lingkugan sekolah
Adapun ciri-ciri penyesuaian diri yang baik di lingkungan sekolah adalah sebagai
berikut:
A. Mau menerima dan menghormati otoritas (tata tertib sekolah)
Menerima wewenang dan peraturan dari kepala sekolah dan guru tanpa disertai
rasa marah ataupun rasa enggan.
B. Mampu menjalin hubungan dengan teman dan guru
Mempunyai relasi yang baik dengan teman, guru dan orang-orang di lingkungan
sekolah tanpa diwarnai perasaan yang kurang baik seperti kebencian, iri hati dan
penolakan
C. Mau menerima tanggung jawab sebagai murid maupun sebagai bagian dari
institusi, dapat bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan perannya sebagai
murid dan mampu menjaga nama baik sekolah.
D. Tertarik dan mau berpartisipasi dalam kegiatan sekolah Mau melibatkan diri
pada kegiatan-kegiatan yang diadakan pada lingkungan sekolah serta adanya
keinginan diri ikut aktif dalam aktivitas tersebut.

6
C. Penyesuaian diri di lingkungan masyarakat
Penyesuaian diri yang baik di lingkungan masyarakat mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Keinginan untuk mengenal dan menghormati hak-hak orang lain yang berbeda
dengan dirinya dan tidak melanggar hak orang lain serta tidak mengutamakan dan
memaksakan diri sendiri.
b. Melibatkan diri dalam relasi dengan orang lain dan mengembangkan
persahabatan, tidak menciptakan suasana yang dapat mengakibatkan
kesalahpahaman dengan orang lain dan mengembangkan keinginan untuk
bersahabat dengan orang lain.
c. Minat dan simpati terhadap kesejahteraan orang lain. d. Sifat murah hati dan
altruisme
e. Menghargai nilai-nilai dan integritas hukum, tradisi dan kebiasaan masyarakat.
Menerima aturan yang ada, tidak hanya sekedar mengikutinya tanpa mengerti
maksud aturan tersebut, memperhatikan baik buruknya nilai yang berlaku di
masyarakat.

D. Faktor – faktor Penyesuaian Diri


Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri antara lain (Enung dalam Nofiana,
2010:17):

1. Faktor Fisiologis. Struktur jasmani merupakan kondisi yang primer dari tingkah laku
yang penting bagi proses penyesuaian diri
2. Faktor Psikologis. Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi penyesuaian diri
antara lain pengalaman, aktualisasi diri, frustasi, depresi, dsb.

7
E. Karakteristik Penyesuaian Diri
Menurut Enung (dalam Nofiana, 2010:17) karakteristik penyesuaian diri antara lain:

1. Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional yang berlebihan. Mampu


mengontrol emosi dan memiliki kesabaran dalam menghadapi berbagai kejadian
dalam hidup

2. Tidak menunjukkan adanya mekanisme pertahanan diri yang salah. Mempunyai


mekanisme pertahanan diri yang positif sehingga masalah yang dihadapi terasa
ringan.

3. Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi. Tidak mengalami frustasi dan gejala-
gejala kelainan jiwa.

4. Memiliki pertimbangan yang rasional. Langkah apapun yang ingin ditempuh, selalu
berdasarkan pemikiran yang rasional

5. Mampu belajar dari pengalaman. Pengalaman hidup dapat menempa mentalnya


menjadi lebih kuat dan tahan banting.

6. Bersikap realistik dan objektif. Melihat berbagai kejadian atau masalah didasarkan
pada realita dan pemikiran objektif

F. Pengertian Keterbukaan Diri dalam Komunikasi

Devito (2011), menyatakan bahwa keterbukaan diri (self-disclosure) adalah jenis


komunikasi dimana kita mengungkapkan informasi tentang diri kita sendiri yang
biasanya kita sembunyikan. Jadi, suatu pengakuan yang dilakukan secara terbuka ataupun
pernyataan yang tidak disengaja yang di dalamnya berisi informasi tentang diri sendiri,
semuanya dapat digolongkan ke dalam self-disclosure. Keterbukaan diri dalam
komunikasi merupakan salah satu keterampilan sosial yang penting dimiliki oleh
individu. Self-disclosure dapat diartikan sebagai penyingkapan diri, atau keterbukaan
diri.
Keterbukaan diri dalam komunikasi adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan
kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa
lalu yang relevan atau berguna untuk memahami tanggapan kita di masa kini. Tanggapan
terhadap orang lain atau terhadap kejadian tertentu lebih melibatkan perasaan. Membuka
diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah

8
dikatakan atau dilakukan, atau perasaan kita terhadap kejadian-kejadian yang baru saja
kita saksikan (Johnson, 1981).
Gordon (1999) menjelaskan bahwa orang dapat mengungkapkan diri dengan
menggunakan I-Message yaitu pernyataan yang mengungkapkan diri (pikiran, perasaan
dan kebutuhan) kepada mitra komunikasi secara deskriptif, otentik, jujur, dan apa adanya.
Orang yang terampil mengungkapkan diri adalah orang yang mampu untuk
mengungkapkan pikiran, perasaan dan kebutuhan secara tepat, jujur dan terbuka dan apa
adanya sehingga mitra komunikasi dapat mengerti dan memahaminya.
Berdasarkan uraian di atas maka membuka diri tidak sama dengan mengungkapkan
detail-detail dengan intim di masa lalu. Orang lain mengenal diri individu tidak dengan
menyelidiki masa lalunya, melainkan dengan mengetahui cara individu tersebut bereaksi.
Masa lalu hanya berguna sejauh mampu menjelaskan perilaku di masa kini.

G. Pengertian Keterbukaan Diri dalam Komunikasi


Johnson (Ndoen, 2009) mengatakan keterbukaan diri dalam komunikasi yang efektif
memiliki sejumlah karakteristik, antara lain:
a. Reaksi yang diberikan kepada individu atau peristiwa lebih merujuk pada perasaan
dari pada fakta-fakta. Mampu mengungkapkan diri artinya dapat berbagi dengan
orang lain bagaimana perasaan kita mengenai suatu peristiwa yang baru saja terjadi.
b. Keterbukaan diri dalam komunikasi memiliki dua dimensi yaitu keluasan dan
kedalaman. Seseorang dapat mengenal orang lain secara lebih baik, kita perlu
menampilkan lebih banyak topik untuk dijelaskan (keluasan) dan membuat
penjelasan itu diungkapkan secara lebih pribadi (kedalaman).
c. Keterbukaan diri dalam komunikasi fokus pada saat ini, bukan masa lalu.
Keterbukaan diri dalam komunikasi bukan berarti kita mengungkapkan secara
mendalam mengenai masa lalu kita. Seseorang mengetahui dan mengenal kita bukan
melalui sejarah masa lalu kita tapi melalui pemahaman mereka tentang bagaimana
kita bersikap.
d. Pada tahap awal suatu hubungan, keterbukaan diri dalam komunikasi perlu saling
berbalasan. Jumlah keterbukaan diri dalam komunikasi yang kita lakukan akan
mempengaruhi jumlah keterbukaan diri dalam komunikasi yang dilakukan oleh orang
lain.

9
H. Karakteristik Keterbukaan Diri dalam Komunikasi
Devito (2011) mengemukakan bahwa self disclosure mempunyai beberapa karakteristik
umum antara lain:
a. Keterbukaan diri adalah suatu tipe komunikasi tentang informasi diri yang pada
umumnya tersimpan, yang dikomunikasikan kepada orang lain.
b. Keterbukaan diri adalah informasi diri yang seseorang berikan merupakan
pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui oleh penerima. Informasi merupakan
pengetahuan baru. Agar keterbukaan diri terjadi, suatu pengetahuan baru harus
dikomunikasikan.
c. Keterbukaan diri adalah informasi tentang diri sendiri yaitu tentang pikiran, perasaan
dan perilaku seseorang.
d. Keterbukaan diri menyangkut informasi yang biasanya dan secara aktif
disembunyikan.
e. Keterbukaan diri melibatkan sedikitnya satu orang lain. Agar keterbukaan diri terjadi,
tindak komunikasi harus melibatkan sedikitnya dua orang. Informasi yang
disampaikan dalam keterbukaan diri harus diterima dan dimengerti oleh orang lain.
Karakteristik komunikasi antar pribadi diungkapkan oleh Weaver (dalam Budyatna,
2011) sebagai berikut:
a. Melibatkan paling sedikit dua orang.
Komunikasi antarpribadi melibatkan paling sedikit dua orang. Menurut Weaver,
komunikasi antarpribadi melibatkan tidak lebih dari dua individu yang dinamakan a
dyad. Jumlah tiga atau the triad dapat dianggap sebagai kelompok yang terkecil.
Apabila kita mendefinisikan komunikasi antarpribadi dalam arti jumlah orang yang
terlibat, haruslah diingat bahwa komunikasi antarpribadi sebetulnya terjadi antara dua
orang yang merupakan bagian dari kelompok yang lebih besar. Apabila dua orang
dalam kelompok yang lebih besar sepakat mengenai hal tertentu atau sesuatu, maka
kedua orang itu terlibat dalam komunikasi antarpribadi.
b. Adanya umpan balik atau feedback.
Komunikasi antarpribadi melibatkan umpan balik. Umpan balik merupakan pesan
yang dikirim kembali oleh penerima kepada pembicara. Komunikasi antarpribadi
hampir selalu melibatkan umpan balik langsung. Sering kali bersifat segera, nyata,
dan berkesinambungan.
c. Tidak harus tatap muka.
Komunikasi antar pribadi tidak harus tatap muka. Kehadiran fisik tidaklah terlalu
10
penting, yang terpenting adalah adanya saling pengertian antara individu yang
melakukan komunikasi. Misalnya interaksi antara dua orang sahabat dekat bisa
dilakukan melalui telfon, SMS atau bisa dengan bahasa isyarat ketika berada di ruang
terbuka tetapi masing-masing tidak berdekatan. Tetapi menurut Weaver (dalam
Budyatna, 2011) bahwa komunikasi tanpa interaksi tatap muka tidaklah ideal
walaupun bukan dalam komunikasi antarpribadi. Kehilangan kontak langsung berarti
kehilangan faktor utama dalam umpan balik, sarana penting untuk menyampaikan
emosi menjadi hilang. Sering kali tanggapan nonverbal, misalnya tatapan mata,
anggukan kepala dan senyuman merupakan faktor utama dalam komunikasi. Bentuk
idealnya memang adanya kehadiran fisik dalam berinteraksi secara pribadi,
walaupun tanpa kehadiran fisik masih dimungkinkan terjadinya komunikasi antar
pribadi.
d. Tidak harus bertujuan.
Komunikasi antarpribadi tidak harus dilakukan secara sengaja atau dengan
kesadaran maupun diungkapkan secara verbal. Gerakan badan yang tidak sengaja
dilakukan juga merupakan komunikasi. Misalnya seseorang yang gelisah akan
menggerak-gerakkan kakinya, ketika berbicara terdebgar penuh keraguan, dan
bereaksi secara gugup.
e. Menghasilkan beberapa pengaruh atau effect.
Untuk dapat dianggap sebagai komunikasi antar pribadi yang benar, maka sebuah
pesan harus menghasilkan atau memiliki efek atau pengaruh. Efek atau pengaruh
tidak harus segera dan nyata, tetapi harus terjadi. Contoh komunikasi antar pribadi
yang tidak menghasilkan efek misalnya, Seseorang mengajak berbicara temannya
yang sedang mendengarkan musik melalui headset. Contoh tersebut bukanlah
komunikasi antar pribadi karena pesan yang disampaikan tidak diterima dan tidak
menghasilkan efek.
f. Tidak harus melibatkan atau menggunakan kata-kata.
Komunikasi antar pribadi tidak harus di tunjukkan dengan berkata- kata (verbal).
Misalnya seorang teman sudah membuat kesepakatan kepada teman lain pada saat
berkunjung di tempat teman yang sakit, yaitu jika dia telah mengedipkan mata maka
kepada temannya merupakan isyarat bahwa waktunya untuk pulang. Pesan-pesan
nonverbal seperti menatap dan menyentuh atau membelai kepada seorang anak atau
teman memiliki makna yang lebih besar daripada kata-kata.
g. Dipengaruhi oleh konteks.
11
Verderber (dalam Budyatna, 2011) menyatakan bahwa konteks merupakan
tempat dimana pertemuan komunikasi terjadi termasuk apa yang mendahului dan
mengikuti apa yang dikatakan.
Konteks mempengaruhi harapan-harapan para partisipan, makna yang diperoleh para
partisipan dan perilaku mereka selanjutnya. Konteks meliputi:
1) Jasmaniah. Konteks jasmaniah atau fisik meliputi lokasi, kondisi lingkungan seperti
suhu udara, pencahayaan, dan tingkat kebisingan, jarak antara para komunikator,
pengaturan tempat, dan waktu mengenai hari. Masing-masing faktor ini dapat
mempengaruhi komunikasi. Misalnya makna dalam pembicaraan dapat dipengaruhi
oleh apakah pembicaraan tersebut bertempat di ruang kelas ketika pelajaran
berlangsung, atau di kantin ketika jam istirahat yang penuh sesak dan ribut, ataukah
di lorong sekolah ketika istirahat sehingga suasana tenang.
2) Sosial. Konteks sosial merupakan bentuk hubungan yang mungkin sudah ada diantara
partisipan. Komunikasi yang terjadi diantara anggota keluarga, teman, kenalan, mitra
kerja, atau orang asing dapat mempengaruhi apa dan bagaimana pesan-pesan itu
dibentuk, diberikan, dan dimengerti. Misalnya, interaksi ketika berbicara dengan guru
berbeda dengan interaksi dengan teman.
3) Historis. Konteks historis merupakan latar belakang yang di peroleh melalui
peristiwa komunikasi sebelumnya antara para partisipan. Hal ini mempengaruhi
saling pengertian pada pertemuan yang sekarang. Misalnya, Tono di suatu pagi
memberitahu Dina bahwa mereka akan mengerjakan tugas kelompok bersama di
rumah Dina. Ketika siang hari di sekolah Tono bertemu Dina ia berkata, “Jadi?”
Orang lain yang mendengar pembicaraan tersebut tidak tahu atau tidak mengerti kata,
“Iya, jadi.” Tono mungkin menjawab pertanyaan Dina dengan mengatakan, “Ok,
pulang sekolah langsung ya.” Hanya Dina dan Tono yang mengerti isi percakapan
mereka karena ada percakapan sebelumnya.
4) Psikologis. Konteks psikologis meliputi suasana hati dan perasaan dimana dimana
seseorang membawakannya kepada pertemuan antar pribadi. Misalnya seseorang
yang sedang tegang karena ujian yang akan dihadapinya besok. Ketika ia sedang
belajar untuk menghadapi ujiannya, temannya datang dan meminta ia berhenti belajar
untuk menemaninya membeli baju. Orang tersebut yang biasanya ramah, amarahnya
meledak sambil memarahi temannya. Hal ini terjadi karena tingkat ketegangan
jiwanya berkaitan dengan konteks psikologis dalam suasana hati dan perasaan tegang
sehingga mendengar pesan temannya ini mempengaruhi cara bagaimana ia merespon.
12
5) Keadaan Kultural yang mengelilingi peristiwa komunikasi. Konteks kultural
meliputi keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, sikap- sikap, makna, hierarki sosial,
agama, pemikiran mengenai waktu, dan peran dari para pertisipan (Samovar & Porter,
2000). Budaya atau kultur melakukan penetrasi ke dalam setiap aspek kehidupan
manusia, memengaruhi bagaimana kita berpikir, berbicara, dan berperilaku. Setiap
orang merupakan bagian dari satu atau lebih budaya-budaya etnik. Perbedaan kultur
maupun etnik yang dimiliki oleh individu dapat menyebabkan kesalahpahaman.
h. Dipengaruhi oleh kegaduhan atau noise.
Kegaduhan atau noise ialah setiap rangsangan atau stimulus yang mengganggu
dalam proses pembuatan pesan. Kegaduhan/kebisingan atau noise dapat bersifat
eksternal, internal, atau semantik.
1) Kegaduhan/kebisingan eksternal, berupa penglihatan-penglihatan, suara-suara,
dan rangsangan-rangsangan lainnya di dalam lingkungan yang menarik perhatian
orang jauh dari apa yang dikatakan atau diperbuat.
2) Kegaduhan internal, berupa pikiran-pikiran dan perasaan- perasaan yang ada di
dalam diri sehingga mengganggu proses komunikasi. Jika individu telah
mengabaikan atau memalingkan pesan dari seseorang dengan siapa individu
tersebut sedang berkomunikasi dan asik melamun atau sedang teringat
pembicaraan masa lalu, maka dia sedang mengalami kegaduhan internal atau
internal noise.
Kegaduhan semantik, adalah gangguan yang ditimbulkan oleh lambang-lambang
tertentu yang menjauhkan perhatian kita dari pesan yang utama. Misalnya
penggunaan istilah yang tidak dapat diterima oleh lawan bicara.

I. Tahap - tahap Keterbukaan Diri dalam Komunikasi


Keterbukaaan diri dalam komunikasi dapat berlangsung pada taraf kedalaman yang
berbeda-beda. Taraf kedalaman diri Keterbukaan diri dalam komunikasi dapat diukur dari
apa dan siapa yang saling dibicarakan yaitu pikiran atau perasaan, obyek tertentu, orang
lain atau dirinya sendiri. Semakin orang mau saling membicarakan tentang perasaan yang
ada dalam dirinya semakin dalamlah taraf keterbukaan diri dalam komunikasi yang
terjadi. Atas dasar kedalamannya, Powell (1985) membedakan komunikasi dalam lima
taraf. Urutan taraf kedalaman komunikasi dimulai dari yang dangkal menuju yang dalam
dalam di uraikan sebagai berikut:
1. Taraf kelima
13
Komunikasi taraf kelima adalah taraf basa-basi. Merupakan taraf komunikasi yang
paling dangkal. Biasanya terjadi antara dua orang yang bertemu secara kebetulan.
Misalnya, kita sedang duduk di teras rumah, lalu seorang tetangga lewat di jalan depan
rumah kita. Sebagai sopan-santun, kita menegur tetangga kita itu.
2. Taraf keempat
Komunikasi taraf keempat yakni membicarakan orang lain. Di sini orang sudah mulai
saling menanggapi, namun tetap masih dalam taraf dangkal, khususnya belum mau
berbicara tentang diri masing-masing.
3. Taraf ketiga
Komunikasi taraf ketiga adalah menyatakan gagasan dan pendapat. Kita sudah mau
saling membuka diri, saling mengungkapkan diri. Namun, keterbukaan tersebut masih
terbatas pada taraf pikiran.
4. Taraf kedua
Komunikasi taraf kedua adalah taraf hati atau perasaan. Emosi atau perasaan adalah
unsur yang membedakan orang satu dengan yang lain, dengan mengungkapkan
perasaan dan isi hati, berarti kita sepakat untuk saling percaya.
5. Taraf pertama
Komunikasi taraf pertama adalah hubungan puncak. Komunikasi pada taraf ini ditandai
dengan kejujuran, keterbukaan, dan saling percaya yang mutlak di antara kedua belah
pihak. Tidak ada lagi ganjalan-ganjalan berupa rasa takut, rasa khawatir jangan-jangan
kepercayaan kita disia-siakan. Selain merasa bebas untuk saling mengungkapkan
perasaan biasanya kedua belah pihak juga memiliki perasaan yang sama tentang banyak
hal. Maka pada tahap ini komunikasi itu telah berkembang begitu mendalam sehingga
kedua belah pihak merasakan kesatuan perasaan yang timbal-balik yang hampir
sempurna.

J. Tahap - tahap Keterbukaan Diri dalam Komunikasi


Papu (2002), mengungkapkan bahwa kesulitan individu dalam melakukan keterbukaan
diri dalam komunikasi didasari oleh tiga faktor berikut:
a. Faktor resiko yang akan diterima di kemudian hari. Resiko yang dimaksud adalah
bocornya informasi yang diberikan kepada orang ketiga, padahal informasi tersebut
bersifat pribadi atau informasi yang dapat menyinggung perasaan orang lain sehingga
dapat mengganggu hubungan interpersonal yang telah dibangun sebelumnya.
b. Belum adanya rasa aman dan percaya pada diri sendiri. Rasa aman dan percaya pada
14
diri sendiri yaitu adanya keyakinan pada diri sendiri untuk mengungkapkan diri
secara jujur. Hal ini berkaitan dengan penerimaan dan rasa percaya diri dengan segala
hal yang ada dalam diri.
c. Faktor pola asuh yaitu tidak adanya dukungan keluarga atau lingkungan untuk
memiliki semangat keterbukaan dan kebiasaan untuk berbagi informasi sehingga
mampu terbuka secara tepat.

K. Tahap - tahap Keterbukaan Diri dalam Komunikasi


Menurut Johnson (1981), beberapa manfaat keterbukaan dalam komunikasi diri adalah
sebagai berikut:
a. Pembukaan diri dalam komunikasi merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antara
dua orang.
b. Semakin bersikap terbuka terhadap orang lain, maka semakin orang lain tersebut akan
menyukai diri kita, sehingga ia akan semakin membuka diri kepada kita.
c. Orang yang rela membuka diri kepada orang lain terbukti cenderung memiliki sifat-
sifat sebagai berikut: kompeten, terbuka, ekstrover, fleksibel, adaptif, dan inteligen,
yakni sebagian dari ciri-ciri orang yang masak dan bahagia.
d. Membuka diri kepada orang lain merupakan dasar relasi yang memungkinkan
komunikasi intim, baik dengan diri kita sendiri maupun dengan orang lain.
e. Membuka diri berarti bersikap realistik. Maka, pembukaan diri dalam komunikasi
yang kita lakukan haruslah jujur, tulus dan autentik.
DeVito (2011), mengungkapkan bahwa manfaat dari keterbukaan diri dalam komunikasi
adalah sebagai berikut:

a. Menambah pengetahuan diri.


Membuka diri dalam komunikasi membuat seseorang mampu memiliki perpektif
baru tentang diri sendiri dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai perilaku
diri sendiri. Misalnya ketika kita mau berbicara dengan orang lain, mungkin saja
mampu menambah kesadaran mengenai aspek perilaku atau hubungan yang selama
ini tidak diketahui.
b. Lebih mampu mengatasi kesulitan.
Mengungkapkan perasaan kepada orang lain mampu menanggulangi masalah dan
kesulitan seseorang, khususnya perasaan bersalah. Salah satu perasaan takut yang
besar yang ada pada diri banyak orang adalah bahwa mereka tidak diterima

15
lingkungan karena rahasia tertentu, karena sesuatu yang pernah mereka lakukan,
perasaan atau sikap tertentu yang mereka miliki. Ketakutan untuk ditolak membangun
rasa bersalah. Dengan mengungkapkan perasaan seperti itu dan menerima dukungan,
bukan penolakan, kita menjadi lebih siap untuk mengatasi, mengurangi maupun
menghilangkan perasaan bersalah. Keterbukaan diri menumbuhkan penerimaan diri.
Jika seseorang merasa ditolak oleh orang lain, maka orang tersebut cenderung
menolak diri sendiri. Melalui pengungkapan diri dan dukungan-dukungan yang
datang seseorang akan menempatkan diri secara lebih baik untuk menerima
tanggapan positif dari orang lain.
c. Komunikasi yang dilakukan lebih efisien.
Keterbukaan diri memperbaiki komunikasi. Seseorang memahami dari orang lain
sebagian besar sejauh seseorang memahami orang lain secara individual. Seseorang
mampu memahami apa yang dikatakan orang lain jika telah mengenal baik orang
tersebut. Keterbukaan diri adalah kondisi yang penting untuk mengenal orang lain.
Seseorang dapat saja meneliti perilaku atau bahkan hidup bersama orang lain selama
bertahun-tahun, tetapi jika orang tersebut tidak pernah mengungkapkan dirinya maka
ia tidak akan memahami orang itu sebagai pribadi yang utuh.
d. Hubungan lebih dalam
Keterbukaan diri dalam komunikasi diperlukan untuk membina hubungan yang lebih
bermakna diantara dua orang. Tanpa keterbukaan diri dalam komunikasi hubungan
yang bermakna dan mendalam tidak akan terjadi. Mengungkapkan diri dalam
komunikasi bisa memberitahu orang lain bahwa kita mempercayai, menghargai, dan
cukup peduli kepada orang lain untuk mengungkapkan diri kita kepada mereka.
Terbuka kepada orang lain mendorong seseorang terbuka terhadap diri sendiri
sehingga membentuk hubungan yang bermakna, yaitu hubungan yang jujur dan
terbuka bukan sekesar hubungan yang seadanya.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keterbukaan diri terhadap dunia luar memang kita sebagai mahasiswa ilmu
komunikasi wajib kita pelajari karena kita akan menghadapi persoalan yang berkaitan
dengan humas serta dalam penyesuaian diri kita memiliki batas yang mana perlu orang
lain tahu dan mana yang tidak harus orang lain tau.

B. Saran
Saran dari kelompok kami untuk perpustakaan fisip lebih diperbarui lagi buku mengenai
materi ini serta kekurangan kelompok kami lakukan dalam pengumpulan tugas.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://pakarkomunikasi.com/pengaruh-self-disclosure-dalam-komunikasi-antar-
pribadi

https://bppk.kemenkeu.go.id/id/publikasi/artikel/168-artikel-pengembangan-
sdm/21470-keterbukaan-diri-self-disclosure

https://dosenpsikologi.com/teori-penyesuaian.diri

https://www.universitaspsikologi.com/2018/08/penyesuaian-diri-teori-faktor-bentuk-
jenis-baik-dan-buruk.html

https://www.kajianpustaka.com/2013/01/teori-penyesuaian-diri.html?m=1

18

Anda mungkin juga menyukai