DI SUSUN OLEH :
A1Q118051
A1Q118051
A. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam buku Pembelajaran Anak Tunagrahita karangan Prof. Dr. Bandi Delphie
menyatakan bahwa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk
menggantikan kata Anak Luar Biasa (ALB) yang menandakan adanya kelainan khusus. ABK
mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dan lainnya. Menurut Mulyono (dalam
situs http://edukasi.kompasiana.com) menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus (ABK)
merupakan anak – anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan. Dalam
perkembangannya, saat ini konsep ketunaan berubah menjadi berkelainan atau luar biasa.
Heward (dalam situs http://id.wikipedia.org).
Mangunsong (2008) yang merupakan Guru Besar Psikologi Pendidikan di
Universitas Indonesia menyebutkan anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
membutuhkan pendidikan dan layanan khusus untuk mengoptimalkan fungsi kemausiaannya
secara utuh akibat adanya perbedaan kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. Perbedaan
kondisi meliputi: ciri – ciri mental, kemampuan sensorik, fisik dan neuromaskular, perilaku
sosial dan emosi, kemampuan komunikasi ataupun kombinasi dua atau lebih dri berbagai hal
tersebut (dalam situs http://fenti-yesi.blogspot.com).
Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan (bermakna)
mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, sosial- emosional) dalam
proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya
sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Dengan demikian, meskipun
seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan
tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus,
anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.
Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara
simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang tidak akan
pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya.
B. PERMASALAHAN
Pada dasarnya manusia diciptakan tidak ada yang sama dengan manusia yang lainnya.
Tidak ada seorang manusia yang tidak memiliki kekurangan dan tidak ada manusia yang ingin
dilahirkan ke dunia dengan menyandang kelainan atau memiliki kecacatan. Dengan demikian
juga tidak ada seorang ibu yang menghendaki kelahiran anaknya menyandang kecacatan.
Maka sejak kelahirannya ke dunia, anak cacat atau dikenal dengan Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) yang tidak dikehendaki oleh orang tuanya. Konsekuensi logis bila Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) akan menghadapi banyak tantangan dari lingkungan keluarga,
masyarakat, maupun lingkungan pendidikan.
Kelahiran seorang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tidak mengenal apakah mereka
dari keluarga kaya, keluarga berpendidikan, keluarga miskin, dan keluarga yang beragama
atau tidak. Seorang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dilahirkan pada satu keluarga bukan
berarti keluarga tersebut mendapat kutukan, tetapi dilahirkan Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) pada satu keluarga karena Tuhan menguji atau memberi kesempatan pada keluarga
tersebut untuk berbuat yang terbaik pada anaknya.
Sebagai manusia, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) memiliki hak untuk tumbuh dan
berkembang di tengah-tengah keluarga, masyarakat dan bangsa. Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) memiliki hak untuk berpendidikan seperti anak yang tidak memiliki kelainan atau
anak yang normal.
C. MANFAAT MAKALAH
Makalah ini dapat memberikan pemahaman bagi pemerintah setempat, penulis maupun
masyarakat luas terkait masalah ketunaan dan penyimpangan perilaku. Makalah ini dapat
memberikan saran untuk mencari jalan keluar terkait pelayanan BK yang diberikan pada anak
yang mengalami ketunaan dan penyimpangan perilaku.
D. TUJUAN MAKALAH
1. Mampu memahami konsep ketunaan
2. Mampu memahami mengenai ciri ketunaan
3. Mampu mengetahui etiologi ketunaan ( anak berkebutuhan khusus )
4. Mampu mengetahui klasifikasi ketunaan ( anak berkebutuhan khusus )
5. Mampu mengetahui definisi perilaku menyimpang menurut para ahli
PEMBAHASAN
A. Ketunaan
Definisi Ketunaan
Istilah yang berkaitan dengan ketunaan yaitu luar biasa, berkelainan, cacat, dan abnormal.
Istilah-istilah tersebut pada hakekatnya digunakan untuk membedakan anak dalam
kelompok istilah tersebut dengan anak normal pada umumnya. Luar biasa, berkelainan,
dan abnormal pada umumnya dipahami sebagai suatu kondisi dimana terdapat
penyimpangan-penyimpangan, baik ke arah negatif maupun positif, dari kondisi rata-rata
atau pada umumnya. Tuna/cacat merujuk pada kondisi penyimpangan ke arah negatif.
tuna, anak berkelainan, anak menyimpang, dan anak luar biasa. Selain itu, WHO juga
merumuskan beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut anak berkebutuhan
khusus, yaitu:
a) Impairement : merupakan suatu keadaan atau kondisi dimana individu
mengalami kehilangan atau abnormalitas psikologi, fisiologi atau fungsi
struktur anatomisecara umum pada tingkat organ tubuh. Contoh seorang yang
mengalami amputasi satu kaki, maka ia mengalami kecacatan kaki
b) Disability : merupakan suatu keadaan dimana individu menjadi “kurang
mampu” melakukan kegiatan sehari-hari karena adanya keadaan impairement,
seperti kecacatan pada organ tubuh. Contoh, pada orang yang cacat kaki, dia
akan merasakan berkurangnya fungsi kaki untuk mobilitas
c) Handicaped : suatu keadaan dimana individu mengalami ketidak mampuan
dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini
dimungkinkan karena adanya kelainan dan berkurangnya fungsi organ
individu. Contoh orang yang mengalami amputasi kaki, dia akan mengalami
masalah mobilitas sehingga dia memerlukan kursi roda (Purwanti, 2012).
Selain istilah yang umum digunakan WHO, ada juga yang menggunakan istilah anak
difabel yang merupakan kependekan dari diference ability. Istilah ini digunakan untuk
menyebut mereka yang memiliki kemampuan di atas atau dibawah rata-rata orang pada
umumnya. Misalnya pada anak tunagrahita dan gifted.
Anak berkebutuhan khusus berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Mereka berproses
dan tumbuh tidak dengan modal fisik yang wajar. Karenanya mereka cenderung defensif
(menghindar), rendah diri, atau mungkin agresif, serta memiliki semangat belajar yang
rendah(Purwanti, 2012).
Etiologi anak berkebutuhan khusus
Menurut Irwanto, Kasim, dan Rahmi (2010), secara garis besar faktor penyebab anak
berkebutuhan khusus jika dilihat dari masa terjadinya dapat dikelompokkan dalam 3 macam,
yaitu :
a) Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi pada pra kelahiran (sebelum
lahir), yaitu masa anak masih berada dalam kandungan telah diketahui mengalami
kelainan dan ketunaan. Kelainan yang terjadi pada masa prenatal, berdasarkan
periodisasinya dapat terjadi pada periode embrio, periode janin muda, dan periode
aktini (sebuah protein yang penting dalam mempertahankan bentuk sel dan bertindak
bersama-sama dengan mioin untuk menghasilkan gerakan sel) (Arkandha, 2006).
Antara lain: Gangguan Genetika (Kelainan Kromosom, Transformasi); Infeksi
Kehamilan; Usia Ibu Hamil (high risk group); Keracunan Saat Hamil; Pengguguran;
dan Lahir Prematur.
b) Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi selama proses kelahiran.
Yang dimaksud disini adalah anak mengalami kelainan pada saat proses melahirkan.
Ada beberapa sebab kelainan saat anak dilahirkan, antara lain anak lahir sebelum
waktunya, lahir dengan bantuan alat, posisi bayi tidak normal, analgesik (penghilang
nyeri) dan anesthesia (keadaan narkosis), kelainan ganda atau karena kesehatan bayi
yang kurang baik. Proses kelahiran lama (Anoxia), prematur, kekurangan oksigen;
Kelahiran dengan alat bantu (Vacum); Kehamilan terlalu lama: > 40 minggu.
c) Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi setelah proses kelahiran yaitu
masa dimana kelainan itu terjadi setelah bayi dilahirkan, atau saat anak dalam masa
perkembangan. Ada beberapa sebab kelainan setelah anak dilahirkan antara lain
infeksi bakteri (TBC/ virus); Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi); kecelakaan; dan
keracunan.
Berdasarkan faktor tersebut di atas, sebagian besar (70,21 persen) anak berkebutuhan
khusus disebabkan oleh bawaan lahir, kemudian karena penyakit (15,70 persen) dan
kecelakaan/bencana alam sebesar 10,88 persen. Pola yang sama terjadi baik di daerah
perkotaan maupun daerah pedesaan.
Klasifikasi Karakteristik
Tunagrahita ringan (Inferior) (IQ : 51- - tidak tampak sebagai anak retarded oleh
70) orang biasa
- dapat belajar ketrampilan praktis,
membaca atau menghitung sampai level
kelas 6 SD, tapi harus dididik di sekolah
luar biasa bukan sekolah umum
- dapat mencapai ketrampilan untuk
penyesuaian sosial dan pekerjaan untuk
pemeliharaan diri tapi dilakukan dengan
lamban
- membutuhkan dukungan dan bimbingan
berkala saat mengalami tekanan ekonomi
atau sosial yang tidak biasa
Tunagrahita sedang (Moron) (IQ: 36-51) - lambat dalam bergerak serta berbicara dan
berkomunikasi secara sederhana
- bisa dilatih mengerjakan tugas-tugas
sederhana untuk menolong diri
- dapat dilatih ketrampilan-ketrampilan
tangan sederhana
- mampu berjalan sendiri di tempat-tempat
yang dikenal
- tidak mampu merawat diri sendiri
Tunagrahita berat (Embicile) (IQ: 20- - lambat dalam perkembangan motorik
35) - sedikit atau tanpa kemampuan
berkomunikasi
- masih bisa dilatih untuk ketrampilan dasar
menolong diri sendiri
- dapat melakukan aktifitas sehari-hari yang
sifatnya rutin dan berulang
- membutuhkan petunjuk dan pengawasan
dalam sebuah lingkungan yang terlindung
Tunagrahita sangat berat (idiot) (IQ di - memiliki kapasitas minimal dalam fungsi-
bawah 20) fungsi sensori motor
- lambat dalam semua aspek perkembangan
& pembicaraan sulit difahami
- menunjukkan emosi dasar
- mungkin mampu dilatih untuk
menggunakan tangan, kaki, dan rahang
- tidak mampu merawat diri &
membutuhkan pengawasan yang ketat dan
perawatan
6. Tunanetra
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra
dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Definisi
Tunanetra adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang
dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan.
7. Autis
Mayoritas gangguan autisme di sebabkan karena abnormalitas di otak (Coleman dalam
Ormrod, 2008). Karakteristik umum dari gangguan ini ditandai dengan adanya gangguan
dalam kognisi sosial (misalnya kemampuan mempertimbangkan perspektif orang lain),
kemampuan sosial, dan interaksi sosial (Baron dalam Ormrod, 2008). Anak-anak dengan
autisme seringkali menunjukkan sifat-sifat kelainan yang bisa diidentifikasi sejak sebelum
umur 3 tahun (Semiawan dan Mangunsong, 2010), diantara sifat-sifat tersebut antara lain:
a. Tidak tangggap terhadap orang lain
b. Gerakan diulang-ulang seperti bergoyang, berputar, dan memilin tangan.
c. Menghindari kontak mata dengan oranglain
d. Tetap dalam kebiasaan.
Ciri-ciri sifat tersebut baru bisa dikatakan sebagai perwujudan autisme apabila terjadi
dalam intensitas yang tinggi. Autis dapat dikelompokkan dalam 4 tipe sebagai berikut:
a. Tipe kanner, yaitu tipe klasik atau juga disebut autisme infantil, ditandai oleh
ciri: menghindar kontak mata, lamban berbicara, perilaku mengulang, dan
kemungkinan retardasi mental.
b. Sindrom asperger (SA), yaitu perkembangan perilaku menentang yang spektrum
cirirnya adalah defisit sosial, namun perkembangan kognisi, dan bahasa relatif
normal, serta minat yang mendalam dalam idiosynkretis.
c. Perkembangan perilaku menentang tanpa tanda-tanda lain, kecuali dalam
perkembangannya anak ini tidak memenuhi gejala-gejala tersebut sebelum
umur 3 tahun. Kadang kala klasifikasi ini digunakan apabila kondiis ini muncul
meskipun tidak terlalu berat an tidak konsisten, sehingga tipe ini kurang
diperkirakan sebagai tipe kanker.
d. Tipe regresif/epileptis, tipe ini ditandai dengan ketidak mampuan memahami
orang lain, input sensori yang tidak menentu, bacaan EEG yang tidak normal,
retardasi mental dan tingkat kecerdasan tinggi.
8. Tunadaksa
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh
kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat
kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh.
Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah :
a. Ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik
tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi
b. Sedang yaitu memiliki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan
koordinasi sensorik
c. Berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak
mampu mengontrol gerakan fisik (Haris, 2006)
B. Perilaku menyimpang
a. Kesimpulan
Istilah yang berkaitan dengan ketunaan yaitu luar biasa, berkelainan, cacat, dan
abnormal. Istilah-istilah tersebut pada hakekatnya digunakan untuk membedakan anak dalam
kelompok istilah tersebut dengan anak normal pada umumnya. Luar biasa, berkelainan, dan
abnormal pada umumnya dipahami sebagai suatu kondisi dimana terdapat penyimpangan-
penyimpangan, baik ke arah negatif maupun positif, dari kondisi rata-rata atau pada
umumnya. Tuna/cacat merujuk pada kondisi penyimpangan ke arah negatif.
Amti, Erman dan Prayitno, 2004, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT Rineka
Cipta, Hal 105
Ardhi Irfana Andi, , Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Online. www.
academia . edu. Diakses 29 Mei 2010