Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PSIKOLOGI KESEHATAN MENTAL

“Adjustment and Growth – Penyesuaian dan Pertumbuhan Diri”

Dosen Pengampu : Rodhiatul H. Siregar, M.Si., Psikolog

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Kelas D
Dwi Tri Saprianti 171301032

Siti Samsidar Lubis 171301036

Mhd. Thariq Ridho 171301040

Ariel Antega P. Simamora 171301044

Winda Herna Sari Sitorus 171301060

Nurdiana Sartika Harahap 171301064

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, kami mengucapkan syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah memberikan kami petunjuk dan rahmat sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mengenai Adjustment and Growth. Adapun tugas ini telah kami
usahakan dengan sebaik-baiknya dan tentunya dengan bantuan dari berbagai pihak dan
sumber, sehingga dapat memperlancar pembuatan tugas ini. Untuk itu kami mengucapkan
banyak terimakasih atas segala macam bantuan dan informasinya.

Namun,tidak lepas dari semua ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan yang saya alami dari segi penyusunan bahasanya ataupun segi lainnya. Oleh
karena itu kami bersedia menerima saran maupun kritik dari para pembaca demi kebenaran
tugas yang telah kami susun ini. Dengan demikian, kami berharap semoga tugas ini dapat
memberikan manfaat dan informasi yang mudah dimengerti kepada pembaca.

Medan, September 2020

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
ADJUSTMENT - PENYESUAIAN DIRI.................................................................................4
A. Defenisi Penyesuaian Diri...........................................................................................4
B. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri...................................................................................5
C. Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri............................................................6
D. Karakteristik Penyesuaian Diri....................................................................................6
E. Tahapan Proses Penyesuaian Diri...................................................................................8
F. Penyesuaian Diri dan Kesehatan Mental.......................................................................11
GROWTH – PERTUMBUHAN DIRI.....................................................................................12
A. Defenisi Pertumbuhan Diri........................................................................................12
B. Tahapan Memulai Pertumbuhan Diri........................................................................12
C. Komponen Pertumbuhan Diri....................................................................................12
D. Perubahan sebagai Aktualisasi Diri...........................................................................16
E. Pemenuhan Potensi Diri................................................................................................17
F. Karakteristik Individu dengan Aktualisasi Diri............................................................17
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................19

3
ADJUSTMENT - PENYESUAIAN DIRI

A. Defenisi Penyesuaian Diri


Penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam kehidupan manusia.
Istilah ”penyesuaian” mengacu pada seberapa jauhnya kepribadian seorang individu
berfungsi secara efisien dalam masyarakat [ CITATION Hur06 \l 1057 ]. Haber &
Runyon [ CITATION Hab84 \n \t \l 1057 ] menyatakan bahwa penyesuaian diri
merupakan proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku individu agar
dari pengubahan tingkah laku tersebut dapat terjadi hubungan yang lebih sesuai antara
individu dan lingkungan. Penyesuaian diri adalah usaha tingkah laku manusia agar
sesuai dengan tuntutan dan tekanan-tekanan hidup baik yang berasal dari dalam
maupun luar individu.

Schneiders [ CITATION Sch99 \n \t \l 1057 ] menyatakan penyesuaian diri


adalah usaha yang mencakup respon mental dan tingkah laku individu, yaitu individu
berusaha keras agar mampu mengatasi konflik dan frustrasi karena terhambatnya
kebutuhan dalam dirinya, sehingga tercapai keselarasan dan keharmonisan dengan diri
atau lingkungannya. Konflik dan frustrasi muncul karena individu tidak dapat
menyesuaikan diri dengan masalah yang timbul pada dirinya.

Chaplin [ CITATION Cha06 \n \t \l 1057 ] berpendapat penyesuaian diri


adalah variasi dalam kegiatan organisme untuk mengatasi suatu hambatan dan
memuaskan kebutuhankebutuhan serta menegakkan hubungan yang harmonis dengan
lingkungan fisik dan sosial. Misalnya kebutuhan untuk diterima orang lain maka
individu berusaha menjalin relasi sesuai dengan norma masyarakat, mengurangi
perilaku seperti mudah marah, agresif. Bila individu dapat menyelaraskan
kebutuhannya dengan tuntutan lingkungan yaitu orang lain maka akan tercipta
penyesuaian diri yang baik.

Individu yang mampu memuaskan kebutuhan-kebutuhannya dengan cara yang


dapat diterima baik oleh dirinya sendiri maupun oleh masyarakat disebut “dapat
menyesuaikan diri” (adjusted), sebaliknya jika individu tidak mampu memenuhi suatu
kebutuhan tertentu, atau mampu memenuhinya dengan cara yang tidak dapat diterima
oleh masyarakat disebut ”tidak dapat menyesuaikan diri”[ CITATION Ind12 \l 1057 ].
Penyesuaian yang baik adalah penyesuaian yang ditandai dengan adanya pengetahuan

4
dan pandangan terhadap diri sendiri dan orang lain; adanya obyektivitas dan
penerimaan sosial; pengendalian diri dan perkembangan diri yang baik; memiliki
tujuan dan arah yang jelas; memiliki sudut pandang, penilaian dan pandangan hidup
yang memadai; memiliki rasa humor; memiliki rasa tanggung jawab sosial; memiliki
kemampuan untuk bekerja sama dan menaruh minat terhadap orang lain; memiliki
minat yang besar dalam melakukan pekerjaan dan bermain; memiliki perkembangan
kebiasaan yang baik; adaptabilitas, memiliki kepuasan dalam bekerja dan bermain;
serta memiliki orientasi yang menandai adanya realitas sosial [ CITATION Sch99 \l
1057 ].

Menurut Filippo (dalam Indrawati & Fauziah, 2012), perilaku seseorang


merupakan suatu proses penyesuaian diri dengan kebutuhan-kebutuhan kemanusiaan
tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari, individu terusmenerus menyesuaikan diri
dengan cara-cara tertentu sehingga penyesuaian tersebut merupakan suatu pola
tingkah laku. Individu biasanya dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhannya
dengan cara-cara yang dapat diterima oleh masyarakat.

B. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri


Schneider [ CITATION Sch64 \n \t \l 1057 ] mengungkapkan enam aspek
penyesuaian diri, sebagai berikut:

a. Kontrol terhadap emosi yang berlebihan.


Hal ini menekankan adanya kontrol dan ketenangan emosi untuk
menghadapi suatu permasalahan dan menentukan berbagai kemungkinan
pemecahan masalah. Bukan berarti individu tidak mempunyai emosi sama
sekali, tetapi lebih mengutamakan kontrol emosi ketika menghadapi situasi
tertentu.
b. Mekanisme pertahanan diri yang minim.
Seseorang dikatakan mempunyai penyesuaian diri yang baik apabila
bersedia mengakui kegagalan yang dialami dan berusaha kembali untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan. Seseorang dikatakan mengalami gangguan
penyesuaian apabila ketika mengalami kegagalan ia tidak mau mengakuinya
dan menyatakan bahwa tujuan tersebut tidak berharga untuk dicapai.
c. Frustasi personal yang minim.

5
Individu yang mengalami frustasi ditandai dengan perasaan tidak
berdaya dan tanpa harapan, sehingga sulit mengorganisasikan kemampuan
berpikir dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang menuntut
penyelesaian.
d. Pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri.
Seseorang yang memiliki kemampuan berpikir dan melakukan
pertimbangan terhadap masalah atau konflik dan kemampuan
mengorganisasikan pikiran, tingkah laku, dan perasaan untuk memecahkan
masalah, dalam kondisi sulit sekalipun akan menunjukkan penyesuaian diri
yang baik. Apabila seseorang dikuasai oleh emosi yang berlebihan ketika
berhadapan dengan situasi yang menimbulkan konflik, maka ia akan
mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dirinya.
e. Kemampuan untuk belajar dan memanfaatkan pengalaman.
Penyesuaian diri yang ditunjukkan oleh individu merupakan proses
belajar berkesinambungan dari perkembangan individu sebagai hasil dari
kemampuannya mengatasi situasi konflik dan stres.
f. Sikap realistis dan objektif.
Sikap yang realistis dan objektif bersumber pada pemikiran yang
rasional, kemampuan menilai situasi, masalah, dan keterbatasan individu
sesuai dengan kenyataan.
Atwater mengemukakan salah satu konsep tentang penyesuaian yaitu
penyesuaian diri merupakan suatu perubahan yang dialami seseorang untuk mencapai
suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Menurut Atwater (dalam Yasa, 2015) penyesuaian diri memiliki tiga elemen yaitu:

1. Diri sendiri.
Jika dilihat dari sisi kepribadian, dapat dilihat melalui pandangan Lazarus
(dalam Yasa, 2015) bahwa dalam situasi yang sama, dua orang seringkali
menampilkan jenis proses penyesuaian diri yang berbeda. Hal tersebut
disebabkan oleh adanya kualitas kepribadian yang membuat seseorang
menampilkan reaksi yang berbeda pada satu situasi yang sama.
2. Orang lain.
Martin menyatakan bahwa memiliki keluarga dan teman yang mendukung
merupakan hal yang penting bagi anak untuk mengembangkan diri. Dukungan

6
penuh dari kedua orangtua dapat membantu anak menyesuaikan diri. Hal
tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Powell bahwa salah satu
resources atau sumber daya yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri
seseorang adalah kemampuan untuk membina hubungan baik dengan keluarga
dan orang lain, dimana termasuk di dalamnya perhatian dan dukungan
[ CITATION Yas15 \l 1057 ].
3. Perubahan yang dialami oleh setiap individu.
Menurut Haber dan Runyon [ CITATION Hab84 \n \t \l 1057 ], penyesuaian
diri adalah suatu proses dan bukan keadaan yang statis sehingga efektivitas
dari penyesuaian diri itu sendiri ditandai dengan seberapa baik individu
mampu menghadapi situasi serta kondisi yang selalu berubah, dimana
seseorang merasa sesuai dengan lingkungan dan merasa mendapatkan
kepuasan dalam pemenuhan kebutuhannya.

C. Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri


Schneider [ CITATION Sch64 \n \t \l 1057 ] menyatakan faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi penyesuaian diri sosial antara lain :

1. Kondisi fisik yang bisa dipengaruhi oleh sistem saraf, hereditas, sistem otot.
Individu yang sehat secara fisik lebih siap menghadapi permasalah sehari-hari
dibandingkan dengan individu yang tidak sehat secara fisik.
2. Perkembangan unsur-unsur kepribadian yaitu kematangan emosional,
kematangan intelektual, kematangan sosial, matangan moral. Individu dengan
kematangan yang baik dapat memutuskan tindakan yang tetap untuk dilakukan
sehingga penyesuaian diri sosial individu tersebut baik.
3. Kondisi lingkungan, baik lingkungan kerja, rumah, keluarga ataupun
masyarakat.
4. Pengaruh budaya, yaitu pengaruh agama yang dianut dan adat istiadat yang
ada pada individu.
5. Kondisi psikologis, mulai dari pengalaman, prasangka, situasi emosional,
larangan, hubungan dengan orang lain, dan hal-hal lain yang bisa
mempengaruhi individu dalam memecahkan masalah dan pemenuhan
kebutuhan.

7
D. Karakteristik Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri yang normal merupakan cara bereaksi dan bertingkahlaku
yang wajar. Penyesuaian diri yang normal memiliki beberapa karakteristik.
Karakteristik penyesuaian diri menurut Schneiders [ CITATION Sch99 \n \t \l
1057 ] adalah: 

1. Ketiadaan emosi yang berlebihan 

Penyesuaian yang normal dapat diidentifikasi dengan tidak


ditemukannya emosi yang berlebihan. Individu yang merespon masalah
dengan ketenangan dan kontrol emosi memungkinkan individu untuk
memecahkan kesulitan secara inteligen.Adanya kontrol emosi membuat
individu mampu berpikir jernih terhadap masalah yang dihadapinya dan
memecahan masalah dengan cara yang sesuai. Ketiadaan emosi tidak berarti
mengindikasikan abnormalitas tapi merupakan kontrol dari emosi. 

2. Ketiadaan mekanisme psikologis.

Penyesuaian normal dikarakteristikkan dengan tidak ditemukannya


mekanisme psikologis. Ketika usaha yang dilakukan gagal, individu mengakui
kegagalannya dan berusaha mendapatkannya lagi merupakan penyesuaian diri
yang baik dibandingkan melakukan mekanisme seperti rasionalisasi, proyeksi,
kompensasi. Individu dengan penyesuaian diri yang buruk berusaha
melakukan rasionalisasi dengan menimpakan kesalahan pada orang lain. 

3. Ketiadaan perasaan frustrasi pribadi 

Penyesuaian yang baik terbebas dari perasaan frustrasi pribadi.


Perasaan frustrasi membuat sulit bereaksi normal terhadap masalah. Misalnya,
seorang siswa yang merasa frustrasi dengan hasil akademiknya yang terus
merosot menjadi sulit untuk mengorganisasikan pikiran, perasaan, tingkah
laku efisien pada situasi dimana ia merasa frustrasi. Individu yang merasa
frustrasi akan mengganti reaksi normal dengan mekanisme psikologis atau
reaksi lain yang sulit dalam menyesuaikan diri seperti sering marah tanpa
sebab ketika bergaul dengan orang lain. 

8
4. Pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri (self-direction) 

Karakteristik menonjol dari penyesuaian normal adalah pertimbangan


rasional dan kemampuan mengarahkan diri. Karakteristik ini dipakai dalam
tingkah lakusehari-hari untuk mengatasi masalah ekonomi, hubungan sosial,
kesulitan perkawinan. Kemampuan individu menghadapi masalah, konflik,
frustrasi menggunakan kemampuan berpikir secara rasional dan mampu
mengarahkan diri dalam tingkah laku yang sesuai mengakibatkan penyesuaian
normal.

5. Kemampuan untuk belajar 

Penyesuaian normal dikarakteristikkan dengan belajar terus-menerus


dalam memecahkan masalah yang penuh dengan konflik, frustrasi atau stress.
Misalnya orang yang belajar menghindari sikap egois agar terjadi
keharmonisan dalam keluarga. 

6. Kemampuan menggunakan pengalaman masa lalu 

Kemampuan menggunakan pengalaman masa lalu merupakan usaha


individu untuk belajar dalam menghadapi masalah. Penyesuaian normal
membutuhkan penggunaan pengalaman masa lalu. Pengalaman masa lampau
yang menguntungkan seperti belajar berkebun diperlukan agar individu dapat
menggunakannya untuk pengalaman sekarang ketika menghadapi kesulitan
keuangan dengan membuka usaha menjual tanaman. 

7. Sikap realistik dan objektif 

Penyesuaian yang normal berkaitan dengan sikap yang realistik dan


objektif. Sikap realistik dan objektif berkenaan dengan orientasi individu
terhadap kenyataaan, mampu menerima kenyataan yang dialami tanpa konflik
dan melihatnya secara objektif. Sikap realistik dan objektif berdasarkan pada
belajar, pengalaman masa lalu, pertimbangan rasional, dapat menghargai
situasi dan masalah. Sikap realistik dan objektif digunakan untuk menghadapi
peristiwa penting seperti orang yang kehilangan pekerjaan tetap memiliki

9
motivasi sehingga dapat menerima situasi dan berhubungan secara baik
dengan orang lain.

E. Tahapan Proses Penyesuaian Diri


Proses penyesuaian diri menurut Scheneider (dalam Ali & Asrori, 2005)
setidaknya melibatkan tiga unsur yaitu:
1. Motivasi
Faktor motivasi dapat dikatakan sebagai kunci untuk memahami proses
penyesuaian diri. Motivasi sama halnya dengan kebutuhan, perasaan, dan
emosi merupakan kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan
ketidakseimbangan dalan organisme. Respon penyesuaian diri, baik atau
buruk, secara sederhana dapat dipandang sebagai suatu upaya organisme untuk
mereduksi atau menjauhi ketegangan dan untuk memelihara keseimbangan
yang lebih wajar. Kualitas respons, apakah itu sehat, efisien, merusak atau
patologis ditentukan terutama oleh kualitas motivasi selain juga hubungan
individu dengan lingkungan.
2. Sikap Terhadap Realitas
Berbagai aspek penyesuaian diri ditentukan oleh sikap dan cara
individu bereaksi terhadap manusia sekitarnya, benda-benda, dan hubungan-
hubungan yang membentuk realitas. Secara umum, dapat dikatakan bahwa
sikap yang sehat terhadap realitas itu sangat diperlukan bagi proses
penyesuaian diri yang sehat. Beberapa perilaku seperti sikap antisosial, kurang
berminat terhadap hiburan, sikap bermusuhan, kenakalan dan semaunya
sendiri, semuanya itu sangat mengganggu hubungan antara penyesuaian diri
dengan realitas.
Berbagai tuntutan realitas, adanya pembatasan, aturan, norma-norma
menuntut individu untuk terus belajar menghadapi dan mengatur suatu proses
ke arah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal yang
dimanifestasikan dalam bentuk sikap dengan tuntutan eksternal dan realitas.
Jika individu tidak tahan terhadap tuntutan-tuntutan itu, akan muncul situasi
konflik, tekanan, dan frustasi. Dalam situasi seperti ini, organisme didorong
untuk mencari perbedaan perilaku yang memungkinkan untuk membebaskan
diri dari ketegangan.

3. Pola Dasar Penyesuaian Diri


10
Pola dasar penyesuaian diri ini berhubungan dengan bagaimana cara
individu untuk mengatasi berbagai ketegangan ataupun frustasi yang
dialaminya karena adanya suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi.Sesuai
dengan konsep dan prinsip-prinsip penyesuaian diri yang diajukan kepada diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungannya maka proses penyesuaian diri
menurut Sunarto (dalam Ali & Asrori, 2005), sebagai berikut:
a. Mula-mula individu, di satu sisi, memiliki dorongan keinginan untuk
memperoleh makna dan eksistensi dalam kehidupannya dan di sisi lain
mendapat peluang atau tuntutan dai luar dirinya sendiri.

b. Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan di luar


dirinya secara objektif sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan
rasional dan perasaan.

c. Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi kemampuan yang ada


pada dirinya dan kenyataan objektif di luar dirinya.

d. Kemampuan bertindak secara dinamis, luwes, dan tidak kaku sehingga


menimbulkan rasa aman, tidak dihantui oleh kecemasan atau ketakutan.

e. Dapat bertindak sesuai dengan potensi-potensi positif yang layak


dikembangkan sehingga dapat menerima dan diterima lingkungan,
tidak disingkirkan oleh lingkungan maupun menentang dinamika
lingkungan.

f. Rasa hormat pada sesama manusia dan mampu bertindak toleran, selalu
menunjukkan perilaku hormat sesuai dengan harkat dan martabat
manusia, serta dapat mengerti dan menerima keadaan orang lain
meskipun sebenarnya kurang serius dengan keadaan dirinya.

g. Kesanggupan merespon frustasi, konflik, dan stres secara wajar, sehat,


dan manfaat tanpa harus menerima kesedihan yang mendalam.

h. Kesanggupan bertindak secara terbuka dan sanggup menerima kritik


dan tindakannya dapat bersifat murni sehingga sanggup memperbaiki
tindakan-tindakan yang sudah tidak sesuai lagi.

11
i. Dapat bertindak sesuai dengan norma yang dianut oleh lingkungannya
serta selaras dengan hak dan kewajibannya.

j. Secara positif ditandai oleh kepercayaan terhadap diri sediri, orang lain,
dan segala sesuatu di luar dirinya sehingga tidak pernah merasa tersisih
dan kesepian.

F. Penyesuaian Diri dan Kesehatan Mental


Menurut Davidoff, penyesuaian diri merupakan suatu proses untuk mencari
titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan. Manusia di tuntut untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam
sekitarnya. Penyesuaian diri pada perkuliahan adalah tuntutan untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan akademik atau perkuliahan yang dihadapi untuk
menyelesaikan masalah-masalah sekarang maupun selanjutnya dimasa mendatang,
sehingga dapat memberikan suatu prestasi untuk dirinya [ CITATION Ali \l 1057 ].

Schneiders menyatakan bahwa individu yang memiliki penyesuaian diri yang


baik adalah individu yang memiliki salah satu respon seperti kematangan,
berdayaguna, kepuasan dan sehat. Berdayaguna disini diartikan, individu dapat
membawa hasil tanpa terlalu banyak mengeluarkan energi, tidak banyak kehilangan
waktu atau banyak mengalami kegagalan. Sedangkan sehat disini diartikan bahwa
individu dapat mengeluarkan respon penyesuaian yang cocok dengan situasi atau
keadaan [ CITATION Ali \l 1057 ].

12
GROWTH – PERTUMBUHAN DIRI

A. Defenisi Pertumbuhan Diri


Pertumbuhan diri merupakan perubahan atau perkembangan dalam arah yang
diharapkan atau diinginkan. Bertumbuh sebagai individu berarti menjadi lebih penuh
pemahaman, kompeten, dan penuh perhatian pada sesama. Proses dan perubahan
dalam menuju pertumbuhan diri sangat bervariasi tergantung: kebutuhannya, nilai-
nilai yang dianut, serta perkembangan dimasa lampau. Pertumbuhan diri memerlukan
tindakan dan proses yang menentukan untuk menuju hasil pertumbuhan yang
diinginkan[ CITATION Dew12 \t \l 1057 ]

B. Tahapan Memulai Pertumbuhan Diri


Ada beberapa kondisi yang memberi pengaruh besar bagi pertumbuhan diri,
yaitu: perubahan fisik dan lingkungan, peristiwa hidup yang signifikan, perubahan
dalam diri individu, serta kehidupan pribadi. Tiga fase dalam mengawali pengalaman
bertumbuh[ CITATION Dew12 \t \l 1057 ]:
1. Menyatakan (perlu/adanya/mesti) perubahan.
2. Merasakan adanya situasi yang terganggu atau ketidakpuasaan seperti: rasa
khawatir, cemas dan tidak nyaman).
3. Menata ulang pengalaman, dengan memulai persepsi baru dan penerimaan
diri. Kierkegaard: “Dalam hidup sangatlah penting untuk memahaminya
dengan kembali ke belakang, tetapi kita haruslah tetap hidup dengan
pandangan ke depan”.

C. Komponen Pertumbuhan Diri


1. A Growth Mindset: "Saya percaya saya bisa tumbuh"

Pola pikir adalah gambaran seseorang tentang masa kini dan masa
depan diri, dan kebutuhan untuk memenuhi harapan yang ada ditetapkan oleh
diri sendiri dan orang lain untuk memenuhi citra ini. Bahkan tanpa kesadaran
seseorang, seperti itu asumsi memainkan peran penting dalam perilaku sehari-
hari kita dan tindakan.

Mindset berkembang dimulai dengan pola pikir seseorang kepercayaan


pada pertumbuhan diri. Padahal kebanyakan orang percaya bahwa kecerdasan

13
adalah bawaan sejak lahir (nature vs nurture), penelitian terbaru tentang
kognisi (Kuszewski & Sternberg dalam Jain, K.Apple, & Jr, 2015)
menunjukkan bahwa setiap orang memiliki potensi untuk menumbuhkan
kecerdasannya. Pilihan antara mindset tetap vs. mindset berkembang
tergantung pada keputusan sadar seseorang dan keyakinan emosional yang
muncul dengan menyadari pengembangan diri. Prosesnya dimulai saat
seseorang menerima bertanggung jawab atas kapasitas pertumbuhan diri
sendiri untuk meningkatkan status seseorang sebagai individu yang berdaya.

2. Perencanaan: Berpikir Sebelum Melakukan

Secara umum perencanaan adalah penentuan dan sistematik


pengaturan kegiatan untuk mencapai tujuan hasil yang diinginkan. Padahal
kebanyakan orang mengenali sebuah rencana membantu pencapaian tujuan
apa pun, mayoritas tidak pernah merencanakan sepenuhnya, sehingga mereka
tidak melaksanakan tindakannya karena banyak alasan. Ini termasuk rasa
takutkegagalan, kurangnya komitmen, penundaan, kekurangan motivasi
(kurangnya dorongan dan gairah), memiliki juga banyak tujuan, analisis
berlebihan ("kelumpuhan analisis"), dan kurangnya perencanaan yang
sederhana. Kekurangan yang nyata atau dirasakan sumber daya pribadi juga
memainkan peran penting karena ketakutan akan "upaya yang sia-sia".

3. Mengembangkan dan Memperbarui Visi Hidup

Visi hidup adalah realisasi siapa dan apa ingin menjadi dalam hidup.
Itu membutuhkan kesadaran nilai dan tujuan seseorang, dan mengetahui
caranya untuk mencapai tujuan yang diinginkan sesuai dengan tujuan
seseorang definisi pribadi sukses dalam hidup. Mengembangkan visi hidup
membutuhkan pemahaman yang jauh lebih dalam sistem kepercayaan implisit
seseorang. Pencapaian visi hidup bisa ditingkatkan menggunakan dua langkah
utama:

a. Metakognisi, atau analisis dan pengetahuan siapa anda, dari mana anda
berasal, ingin menjadi apa anda, dan apa yang ingin anda capai
b. Penataan rencana tindakan yang berkelanjutan untuk profil pribadi dan
pencapaian tujuan hidup.

14
4. Penilaian Diri: Pergeseran Dari Evaluasi Diri ke Penilaian diri

Penilaian diri mungkin juga menjadi satu-satunya yang elemen paling


kritis untuk pertumbuhan diri. Meskipun mungkin tidak sadar akan prosesnya,
kebanyakan dari kita sering mengevaluasi kinerja kita sendiri saat melaksanakan
tindakan hidup kita. Namun, karena evaluasi didasarkan tentang penilaian
tindakan dan mengarah pada kritik diri, itu fokusnya adalah pada bagaimana orang
lain memandang kita. Saat energinya fokus pada penilaian diri, itu menghasilkan
sedikit atau tidak fokus pada peningkatan kinerja berikutnya (Beyerlein, Holmes
& Apple dalam Jain, K.Apple, & Jr, 2015). Sebaliknya, penilaian diri fokus pada
perbaikan, nilai positif dalam peningkatan kualitas pertunjukan selanjutnya. Oleh
karena itu usaha harus beralih dari evaluasi diri ke penilaian diri sendiri dengan
tujuan untuk meningkatkan kualitas kinerja.

5. Menetapkan Kriteria Performa dan Penggunaan Ukuran kinerja

Kinerja adalah tindakan atau proses pelaksanaan tindakan dan aktivitas


untuk mencapai tujuan hasil. Kita hidup dalam budaya berbasis kinerja baik dalam
kehidupan pribadi atau profesional kita. Untuk mencapai peningkatan dalam
kinerja tertentunamun, pertama-tama orang harus mengetahui apa yang
mendefinisikan kualitaskinerja. Oleh karena itu penting untuk dipahami faktor-
faktor yang memainkan peran penting dalam kinerja apa pun. Model kinerja
Pacific Crest menggabungkan enam faktor yang membantu menjelaskan,
mendefinisikan, dan menganalisis kinerja. Ini adalah: identitas, keterampilan,
pengetahuan, konteks, faktor pribadi, dan factor tetap. Seorang individu memiliki
kendali atas semua kecuali faktor tetap. Penguasaan atas lima area pertama
meningkat kepercayaan seseorang dan berfungsi sebagai pendorong untuk
seseorang pertumbuhan diri yang berkelanjutan. Masing-masing faktor ini
melibatkan pertimbangan lebih lanjut tentang elemen tertentu [ CITATION Han12
\l 1057 ].

6. Latihan Reflektif dan Metakognisi

Hal ini penting untuk perjalanan hidup dan pertumbuhan diri seseorang
luangkan waktu untuk mundur dari "melakukan" untuk memahami alasannya dan

15
bagaimana kami melakukan apa yang kami lakukan, dan apa yang ingin kita
lakukan selama sisa hidup kita. John Dewey (dalam [ CITATION Han12 \l 1057 ]
membedakan tindakan reflektif sebagai sesuatu yang diberi pertimbangan dan
justifikasi secara cermat berlawanan dengan tindakan rutin, yang didorong oleh
tindakan kebiasaan dan rutinitas.

Metakognisi, komponen kunci dari pemikiran reflektif, adalah kemampuan


untuk memahami, mengontrol, dan memanipulasi proses kognitif seseorang. Ini
sering digambarkan sebagaitentang berpikir. Ini melibatkan ketergantungan yang
besar pada persepsi kognitif individu dan tingkat lanjut kemampuan belajar.

7. Tantangan Diri: Mengambil Risiko di Luar Zona Nyamanan

Melangkah keluar dari zona nyaman adalah hal lain aspek kritis dari
pertumbuhan diri karena membutuhkan satu untuk tampil di level yang lebih
tinggi dari saat ini. Pemecahan keluar dari zona nyaman seseorang dapat
memberikan pribadi dan pertumbuhan profesional yang membuat tantangan
berharga. Melangkah keluar dari zona nyaman seseorang juga membutuhkan
tinjauan kekuatan, peningkatan, dan wawasan untuk hindari pengulangan
kesalahan dan untuk memastikan perbaikan kinerja dalam menghadapi tantangan
berikutnya [ CITATION Han12 \l 1057 ].

8. Salah satu cara untuk keluar dari zona nyaman adalah dengan mengambil
resiko

Istilah mentoring mengacu pada berbagai perkembangan hubungan


termasuk antara guru dengan guru, siswa dengan siswa, guru dengan siswa, dan
siswa dengan profesional luar. Bukti korelasi antara mentorship dan kesuksesan
siswa telah didokumentasikan dalam beberapa studi kontemporer termasuk sebuah
penelitian menunjukkan bahwa banyaknya waktu dan tenaga yang siswa
mengalokasikan untuk kegiatan pendidikan, digabungkan dengan keterlibatan
mentoring positif, berkorelasi dengan sebuah keinginan yang meningkat untuk
menguasai dan memahami suatu bidang belajar [ CITATION Han12 \l 1057 ].

9. Grit: Ketekunan, Tekad, dan Komitmen

16
Keterampilan non-kognitif, "ketabahan" adalah kemampuan untuk
berusaha dan berhasil dalam jangka panjang dan tingkattujuan yang lebih tinggi,
dan untuk bertahan dalam menghadapi tantangan dan rintangan yang dihadapi
sepanjang hidup. Konsep multifaset, ini melibatkan keuletan, tekad, dan
ketekunan, meliputi tujuan, tantangan, dan cara untuk mengelolanya.Orang
dengan pola pikir tetap mungkin percaya akan hal keturunan, keberuntungan, atau
takdir memainkan peran yang lebih signifikan dalam menciptakan masa depan
mereka daripada upaya; namun, orang-orang dengan mindset berkembang percaya
pada penciptaanmasa depan mereka sendiri. Padahal, mayoritas individudengan
mindset berkembang, gunakan ketabahan pada tingkat yang berbeda-
bedamengatasi kesulitan dan situasi hidup yang menantang.

10. Passion and Self-Motivation: Walking the Walk of One's Own Values

Passion didefinisikan sebagai kecenderungan yang kuat terhadap aktivitas


yang mendefinisikan diri sendiri yang disukai (atau bahkan cinta), menemukan hal
penting, dan di mana mereka menginvestasikan waktu dan energi secara teratur.
Semangat yang harmonis dan motivasi diri dimulai dengan tujuan yang
menginspirasi seseorang untuk menginvestasikan energinya / keinginannya
sendiri. Terkadang, mungkin perlu memiliki tujuan perantara untuk membantu
mempertahankan kemajuan dan fokus pada target. Michael Hite dalam karyanya
presentasi motivasi bertajuk Develop a Passion for Growth, menawarkan tiga
rekomendasi utama:

a. Mengembangkan minat untuk belajar


b. Tidak akan pernah puaskan dengan apa yang anda ketahui sekarang
c. Sadari itu tidak ada jalan pintas kecuali untuk bekerja keras[ CITATION
Han12 \l 1033 ].

D. Perubahan sebagai Aktualisasi Diri


Menurut hierarki kebutuhan Maslow (dalam Schultz, 1991) terdapat lima
kebutuhan yang dimiliki manusia. Pertama kebutuhan dasar yaitu kebutuhan
fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial dan kebutuhan penghargaan, serta
kebutuhan tingkat tertinggi yaitu aktualisasi diri. Kebutuhan aktualisasi diri
merupakan kebutuhan tertinggi dalam hirearki tersebut Untuk mencapai kebutuhan

17
ini, individu perlu mewujudkan empat kebutuhan lain yang lebih rendah. Aktualisasi
merupakan penggunaan semua bakat, pemenuhan semua kualitas dan kapasitas dalam
diri seorang individu. Mengacu pada teori psikologi tersebut bahwa setiap organisme
menunjukkan kecenderungan untuk mrngaktualisasikan potensi-potensi di dalam
dirinya[ CITATION Dew12 \l 1057 ].“Kecenderungan mengaktualisasikan diri”
tersebut memaksa individu untuk menyadari adanya “rasa untuk melakukan
pemenuhan diri”.Melalui aktualisasi diri, seseorang dapat meningkatkan kapasitas diri
mereka dan mengembangkan potensi yang dimiliki.

E. Pemenuhan Potensi Diri


Dasar dari pemenuhan potensi diri yaitu setiap individu memilki beberapa
kemungkinan lebih banyak untuk tumbuh dari yang disadarinya. Maslow
berkeyakinan bahwa ada beberapa orang yang memilki Kesehatan mental yang lebih
baik dibanding orang pada umumnya, yaitu:

Orang-orang yang memiki fungsi optimal dari rata-rata yang di miliki orang
pada umumnya, seringkali disebut dengan “self—actualizing”. Kebutuhan aktualisasi
diri mencakup pemenuhan diri, sadar akan semua potensi diri dan keinginan untuk
menjadi sekreatif mungkin. Orangorang yang telah mencapai level aktualisasi diri
menjadi orang yang seutuhnya[ CITATION Eka14 \l 1057 ].

F. Karakteristik Individu dengan Aktualisasi Diri


Aktualisasi diri adalah adanya kecenderungan individu untuk mengembangkan
bakat dan kapasitas sendiri [ CITATION Eka14 \l 1057 ]. Siswandi (dalam Betsy
Amanda Syauta, 2015) juga menyebutkan bahwa kebutuhan aktualisasi diri pada
dasarnya memberi perhatian pada manusia, khususnya terhadap nilai-nilai martabat
secara penuh. Hal tersebut dicapai melalui penggunaan segenap potensi, bakat, dan
kemampuan yang dimiliki dengan bekerja sebaik-baiknya, sehingga tercapai suatu
keadaan eksistensi yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan diri[ CITATION
Bet15 \l 1057 ].

Ada kriteria tertentu mengenai karakteristik individu dengan aktualisasi diri.


Menurut Maslow individu tersebut haruslah bebas dari neurosis atau masalah-masalah
besar dalam kehidupannya, selain itu individu tersebut dapat melakukan hal-hal
terbaik yang mungkin dapat dilakukan dengan menggunakan bakat & kekuatannya.

18
Sedangkan Duffy dan Atwater (dalamDewi, 2012) mengungkapkan bahwa individu
yang memiliki aktualisasi diri (otonomi) adalah mereka yang mampu menerima
tanggung jawab dalam hidupnya dan secara hati-hati melakukan pilihan yang tersedia
sepanjang hidupnya. Individu tersebut tetap membuka diri dan memperjuangkan
kehormatannya dengan menyadari kesalahan, serta memiliki kesadaran untuk
berubah.

Secara umum, ciri yang tampak dari individu yang mampu


mengaktualisasikan dirinya adalah individu yang memiliki persepsi realita yang lebih
adekuat, penerimaannya lebih baik terhadap diri maupun lingkungan, membutuhkan
privasi dan kesunyian, memiliki autonomi atau independensi yang tinggi, apresiasinya
terhadap masalah-masalah mendasar dalam kehidupan sehari-hari sengatlah segar,
lebih sering mengalami pengalaman puncak atau spiritual, bertambahnya perasaan
bersaudara dengan orang lain yang terpuaskan, memiliki hubungan yang intim dengan
beberapa teman dan pasangan, pribadi yang demokratik, memiliki kemampuan
mengetahui mana yang benar-salah yang tinggi: sehat, memiliki rasa humor yang
tidak kasar, kreativitas tinggi, serta peka dalam berkomformitas. Beberapa hal penting
yang harus diperhatikan[ CITATION Dew12 \t \l 1057 ]:

1. Individu yang mampu mengaktualisasikan diri tidak sama dengan individu yang
sempurna.
2. Individu yang mampu mengaktualisasikan dirinya tetaplah mengalami problem
yang dapat membuatnya cemas, frustrasi, dan merasa bersalah. Akan tetapi
mereka selalu mengarahkan coping-nya secara nyata, menyelesaikan masalah,
tidak ke arah distorsi neurotik. Contohnya Abraham Lincoln, Jane Addams,
Albert Einstein, & Eleanor Roosevelt.
3. Individu dengan kecacatan juga dapat mencapai aktualisasi diri.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., & Asrori, M. (2005). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi
Aksara.

Betsy Amanda Syauta, R. Y. (2015). Hubungan Antara Kebutuhan Aktualisasi Diri Dengan
Motivasi Kerja Pada Wanita Karier di PT Kusuma Sandang Mekarjaya. InSight, Vol. 17 No.
1, .

Chaplin, J. P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. (K. Kartono, Penerj.) Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada.

Dewi, K. S. (2012). BUKU AJAR KESEHATAN MENTAL. Semarang: UPT UNDIP Press
Semarang .

Dewi, K. S. (2012). Kesehatan Mental. Buku Ajar .

Haber, A., & Runyon, R. P. (1984). Psychology of Adjustment. California: The Dorsey Press.

Hurlock, E. B. (2006). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan Edisi Sembilan. (S. Istiwidayanti, Penerj.) Jakarta: Erlangga.

Indrawati, E. S., & Fauziah, N. (2012). Attachment dan Penyesuaian Diri dalam Perkawinan.
Jurnal Psikologi Undip , 40-49.

Jain, C. R., Apple, D. K., & Jr, W. E. (2015). What is Self-Growth? International Journal of
Process Education , 41-52.

Rinthia, E. (2014). Aktualisasi Diri pada Anak Jalanan Berprestasi (Studi kasus anak jalan
berprestasi di rumah singgah dan rumah cantik borneo Samarinda). Psikoborneo, Vol 2, No 4,
, 253-261.

Schneiders, A. A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Holt,
Rinehart, and Winston.

Schneiders, A. A. (1999). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Holt, Rinehart
and Winston.

Schultz, D. P. (1991). Psikologi Pertumbuhan: Mode-lModel Kepribadian Sehat.


Yogyakarta: PT. Kanisius.

20
Yasa, R. B. (2015). Penyesuaian Diri Anak Perempuan dalam Menghadapi Perubahan
Zaman. International Journal of Child and Gender Studies , 99-108.

21

Anda mungkin juga menyukai