Anda di halaman 1dari 10

Person centred therapy

biography Carl Roger

Rogers dilahirkan pada tanggal 8 Januari, 1902, di Oakpark, Illinois, pinggiran


kota Chicago. Ayahnya, Walter A. Rogers, seorang pekerja teknik sipil dan
ibunya, Julia M. Cushing,[3][4] seorang ibu rumah tangga dan seorang Kristen
Pentakostal yang setia. Carl adalah anak keempat dari enam bersaudara.[5]

Rogers merupakan seorang yang cerdas dan dapat membaca dengan baik sebelum
menginjak TK. Dengan pendidikannya yang sangat ketat secara religius serta
lingkungannya sebagai anak altar di rumah pendeat Jimpley, ia menjadi orang
yang terisolasi, independen, disiplin, dan mendapatkan pengetahuan serta
apresiasi dari metode ilmiah di dunia praktis. Pilihan pertama kariernya
adalah agrikultur, di Universitas Wisconsin-Madison, di mana ia menjadi bagian
dari persaudaraan Alpha Kappa Lambda, diikuti dengan sejarah, lalu agama. Pada
usia yang ke-20, saat perjalannya ke Peking, Cina tahun 1922, untuk mengikuti
konferensi internasional Kristen, ia mulai meragukan keyakinan agamanya. Untuk
menolongnya memperjelas dalam memilih karier, ia mengikuti sebuah seminar
yang bertemakan "Mengapa Saya Memasuki Pelayanan?", yang kemudian
membuatnya mengubah kariernya. Tahun 1924, ia lulus dari Universitas
Wisconsin dan mendaftar ke Union Theological Seminary.

Setelah dua tahun lulus dari seminari, ia pergi ke Teachers College, Columbia
University, mendapatkan gelar M.A. di tahun 1928 dan Ph.D di tahun 1931.
Sementara ia menyelesaikan pekerjaan doktoralnya, ia terlibat dalam studi tentang
anak. Tahun 1930, Rogers bekerja sebagai direktur Society for the Prevention of
Cruelty to Children di Rochester, New York. Dari tahun 1935-1940 ia mengajar
di University of Rochester dan menulis The Clinical Treatment of the Problem
Child (1938), yang berdasarkan pengalamannya saat bekerja dengan anak-anak
bermasalah. Dalam mengkonstruksi pendekatan client-centered, ia sangat
dipengaruhi oleh praktik psikoterapi post-Fruedian dari Otto Rank. [6] Tahun 1940,
Rogers menjadi profesor psikologi klinis di Ohio State University, di mana ia
menuliskan buku keduanya, Counseling and Psychotherapy (1942). Di buku itu,
Rogers menyarankan bahwa klien, dengan membangun relasi yang berdasarkan
pemahaman, penerimaan dari terapis, dapat menyelesaikan berbagai kesulitan dan
mendapatkan pencerahan (insight) yang dibutuhkan untuk merekonstruksi hidup
mereka.

Tahun 1945, ia diundang untuk mendirikan pusat konseling di University of


Chicago. Tahun 1947, ia terpilih menjadi presiden dariAmerican Psychological
Association. Sementara ia menjadi profesor psikologi di University of Chicago
(1945-1957), Rogers membantu mendirikan pusat konseling yang berhubungan
dengan universitas dan di sana ia melakukan riset untuk menentukan keefektifan
metodenya. Penemuan-penemuan dan teori-teorinya muncul di dalam
buku Client-Centered Therapy (1951) danPsychotherapy and Personality
Change (1954). Seorang mahasiswa S-2 binaannya di University of Chicago,
Thomas Gordon, mendirikan gerakan Parent Effectiveness Training (P.E.T).
Tahun 1956, Rogers menjadi presiden pertama American Academy of
Psychotherapists. Ia mengajar psikologi di University of Wisconsin, Madison
(1957-1963), yang juga pada saat itu, ia menuliskan bukunya yang terkenal, On
Becoming a Person (1961). Carl Rogers dan Abraham Maslow (1908-1970)
menjadi pionir gerakanpsikologi humanistik yang mencapi puncaknya tahun
1960-an. Pada tahun 1961, ia dipilih sebagai anggota American Academy of Arts
and Sciences.

Dalam perkembangannya, Person Centred terapi terdiri dari empat tahap, yaitu
1.         PERIODE PERTAMA (Tahun 1940-an)

-          Pada awalnya pendekatan bernama Nondirective Counseling.

-          Pendekatan ini menekankan penciptaan suasana permisif  (kebebasan) dan non


direktif dalam proses konseling

-          Menentang asumsi bahwa terapis adalah individu yang


tahu segalanya tentangklien.
-          Pendekatan ini tidak menggunakan prosedur konseling: nasehat, sugesti,
arahan, persuasi, pengajaran, diagnosis, dan interpretasi

-          Pendekatan ini memusatkan pada refleksi dan klarifikasi pengalaman verbal


dan non verbal klien.

-          Tujuannya untuk membantu konseli menyadari dan memperoleh pemahaman


tentang perasaan-perasaannya.

2.      PERIODE KEDUA (Tahun 1950-an)

-          Pendekatan ini berganti nama dengan  Client-Centered Therapy.

-          Mereflesikan penekanan pada klien daripada metode nondirektif.

-          Pendekatan ini lebih menekankan pada dunia pengalaman klien.

-          Adanya  asumsi bahwa cara terbaik memahami perilaku individu ialah dari


kerangka internal individu tersebut (frame of reference)

3.      PERIODE KETIGA ( Tahun 1950-an s.d 1970-an)

-          Kondisi-kondisi konseling diperlukan bagi perubahan klien.

-          Person centered therapy diaplikasikan dalam bidang pendidikan (student


centered teaching).

4.      PERIODE KEEMPAT ( Tahun1980-an dan 1990)

-          Person centered therapy dikembangkan secara luas dalam bidang pendidikan,


industri, kelompok, resolusi konflik, dan perdamaian dunia.

-          Karena memiliki pengaruh yang besar, maka pendekatan ini pada


ahirnya menjadiPerson Centered Approach.
Filosofi berkonseling

Manusia dalam pandangan Rogers adalah bersifat positif. Ia mempercayai bahwa


manusia memiliki dorongan untuk selalu bergerak ke muka, berjuang untuk
berfungsi, kooperatif, konstrukstif dan memiliki kebaikan pada inti terdalam tanpa
perlu mengendalikan dorongan-dorongan agresifnya. Filosofi tentang manusia ini
berimplikasi dalam praktek terapi client centered dimana terapis meletakan
tanggung jawab proses terapi pada client, bukan terapis yang memiliki otoritas.
Client diposisikan untuk memiliki kesnggupan-kesangguapan dalam membuat
keputusan.

Filosofi pandangan manusia sehat

Pandangan Menurut Rogers

CLIENT CENTERED (KONSELING BERPUSAT KLIEN) – Model konseling


berpusat pribadi dikembangkan oleh Carl R. Rogers. Sebagai hampiran keilmuan
merupakan cabang dari psikologi humanistik yang menekankan model
fenomenologis. Konseling person-centered mula-mula dikembangkan pada 1940
an sebagai reaksi terhadap konseling psychoanalytic. Semula dikenal sebagai
model nondirektif, kemudian diubah menjadi client-centered.

Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa


yang disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Terapis
berfugsi terutama sebagai penunjang pertumbuhan pribadi seseorang dengan jalan
membantunya dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan untuk memecahkan
masalah-masalah. Pendekatan client centered ini menaruh kepercayaan yang besar
pada kesanggupan seseorang untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan
arahnya sendiri.
Patologi/pendekatan

Berikut ini uraian ciri-ciri pendektan Client Centered dari Rogers :


Client dapat bertanggungjawab, memiliki kesanggupan dalam memecahkan
masalah dan memilih perliku yang dianggap pantas bagi dirinya.
Menekankan dunia fenomenal client. Dengan empati dan pemahaman terhadap
client, terapis memfokuskan pada persepsi diri client dan persepsi client terhadap
dunia.
Prinsip-prinsip psikoterapi berdasarkana bahwa hasrat kematangan psikologis
manusia itu berakar pada manusia sendiri. Maka psikoterapi itu bersifat
konstrukstif dimana dampak psikoteraputik terjadi karena hubungan konselor dan
client. Karena hal ini tidak dapat dilakukan sendirian (client).
Efektifitas teraputik didasarkan pada sifat-sifat ketulusan, kehangatan, penerimaan
nonposesif dan empati yang akurat.
Pendekatan ini bukanlah suatu sekumpulan teknik ataupun dogma. Tetapi berakar
pada sekumpulan sikap dan kepercayaan dimana dalam proses terapi, terapis dan
client memperlihatkan kemanusiawiannya dan partisipasi dalam pengalaman
pertumbunhan
Tujuan

a.      Keterbukaan pada Pengalaman

Sebagai lawan dari kebertahanan, keterbukaan pada pengalamam menyiratkan


menjadi lebih sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar
dirinya.

b.      Kepercayaan pada Organisme Sendiri

Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya
terhadap diri sendiri. Dengan meningknya keterbukaan klien terhadap
pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun
muali timbul.

c.       Tempat Evaluasi Internal

Tempat evaluasi internal ini berkaitan dengan kepercayaan diri, yang berarti lebih
banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah
keberadaannya. Orang semakin menaruh perhatian pada pusat dirinya dari pada
mencari pengesahan bagi kepribadiannya dari luar. Dia mengganti persetujuan
universal dari orang lain dengan persetujuan dari dirinya sendiri. Dia menetapkan
standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat
putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.

d.      Kesediaan untuk menjadi Satu Proses.

Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian merupakan lawan dari konsep diri
sebagai produk. Walaupun klien boleh jadi menjalani terapi untuk mencari sejenis
formula guna membangun keadaan berhasil dan berbahagia, tapi mereka menjadi
sadar bahwa peretumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para
klien dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan
kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri bagi pengalaman-pengalaman
baru, bahkan beberapa revisi.

Strategi konseling

Empathy

Empati merupakan “respon pengenalan perasaan”, yang berhubungan dengan


kapasitas konselor dalam menghargai apa yang dialami konseli, yakni usaha yang
dilakukan konselor secara terus menerus untuk menghargai dan memberi konseli
suatu pemahaman tentang perasaan dan makna yang diekspresikan konseli, yang
terdiri tiga fase bersiklus; (1) resonansi empatik dari konselor pada ekspresi
konseli; (2) ekspresi empati oleh konselor; dan (3) penyambutan oleh konseli
terhadap respon empatik konselor yang mengarah pada ekspresi dan resonansi
yang segar.

Dalam konseling person centered, konselor dituntut mampu secara tepat


menangkap apa yang sedang dirasakan dan yang ingin dikomunikasikan oleh
konseli. Konselor diharapkan juga mampu menangkap makna yang halus pada
kepekaan konseli, karena reaksi konseli kemungkinan berbentuk “kesenyapan”
(diam membisu), kemudian secara gradual tumbuh suatu apresiasi dan
keterbukaan. Dengan empati, konselor mampu memahami konseli serta
memberikan pengertian kepada konseli bahwa ia dipahami. Empati dapat
dilakukan dalam bentuk ekspresi verbal maupun non verbal.

Unconditional Positive Regard (penghargaan positif tanpa syarat)

Dalam konseling person centered, konselor tidak memberikan intervensi terhadap


konseli. Konselor memberikan kesempatan secara leluasa kepada konseli untuk
mengungkapkan perasaan-perasaannya, agar konseli dapat melihat dan menerima
dirinya sendiri dengan semua keterbatasannya. Konseli memiliki banyak
kesempatan tentang apa yang dapat dilakukannya pada permasalahannya sendiri,
dan tindakan-tindakan yang diputuskan atas tanggungjawabnya. Kondisi ini dapat
terjadi jika konselor menerima konseli tanpa kritik, menghargai konseli secara
total, baik sisi positif maupun negatif.

Penerimaan dan penghargaan tanpa syarat sebagaimana adanya menempatkan


konseli sebagai individu fungsional. Konseli bebas mengekspresikan dirinya
secara penuh. Konseli tidak merasa dinilai, dikendalikan, dan dimanipulasi oleh
konselor. Konseli tidak dituntut untuk menyenangkan atau mengikuti keinginan
dan pandangan konselor. Penerimaan dan penghargaan ini dilakukan oleh
konselor secara total, baik hal-hal yang bersifat positif maupun negatif. Dan tidak
hanya terhadap perilaku-perilaku tertentu saja dari konseli.

Warmth (keramahan atau kehangatan)

Keramahan atau kehangatan –termasuk didalamnya perhatian–, adalah ekspresi


persahabatan yang ditunjukkan dengan ekspresi non verbal, seperti; senyuman,
kontak mata, ekspresi wajah, posisi tubuh, sentuhan, maupun ekspresi non verbal
lainnya. Kehangatan yang diekspresikan konselor akan menumbuhkan rasa aman,
tenteram, penuh persahatan, kekeluargaan, sehingga konseli akan merasa betah
berkomunikasi dengan konselor. Kehangatan ini merupakan ekspresi yang
menunjukkan adanya perhatian dan keinginan konselor untuk mendengarkan dan
merespon pernyataan-pernyataan konseli.

Congruence
Kongruensi merujuk pada kesesuaian antara pandangan seseorang tentang diri apa
adanya (real self) dan diri yang ideal (ideal self). Dalam konseling person
centered, hubungan konselor dengan konseli adalah sejajar, tetapi berada dalam
hubungan psikologis. Sehingga konselor harus menempatkan dirinya apa adanya
(asli). Konselor boleh berbagi suatu keyakinan atau pengaruh dengan konseli.
Konselor boleh menyatakan ketidaksetujuan dan atau ketidaksepahaman dengan
keyakinan konseli. Namun demikian, konselor tidak boleh memaksakan
keyakinannya pada konseli. Ketidaksetujuan atau ketidaksepahaman konselor
hanya sekedar untuk menunjukkan keaslian konselor.

Kongruensi adalah sikap yang paling mendasar sebagai kondisi yang membantu
pertumbuhan konseling. Konseling yang efektif dapat terjadi jika konselor mampu
mengekspresikan diri apa adanya, tanpa kepura-puraan, dan mewujud dalam
kepekaan ketika komunikasi langsung dengan konseli. Tindakan dan ungkapan
konselor selaras dengan pikiran-pikirannya. Pada kondisi tertentu, bisa jadi
konselor kesulitan dalam memahami apa yang berusaha dikomunikasikan konseli.
Konselor dapat melakukan verbalisasi yang berupa ekspresi kongruensi,
tujuannya bukan untuk mengumpulkan informasi, melainkan untuk
mengimplementasikan perasaan konselor yang tidak sepenuhnya memahami
konseli, dan karenanya konselor dapat mengangkat suatu kondisi kongruensi. 

Teknik-teknik

Secara garis besar, teknik-teknik dalam person-centered therapy adalah:


1. Konselor menciptakan suasana komunikasi antar pribadi yang merealisasikan
segala kondisi
2. Konselor menjadi seorang pendengar yang sabar dan peka serta dapat
meyakinkan klien bahwa dia diterima dan dipahami
3. Konselor memungkinkan klien untuk mengungkapkan seluruh perasaannya
secara jujur, lebih memahami diri sendiri, dan mengembangkan suatu tujuan
perubahan dalam diri sendiri dan perilakunya.

 Ciri-Ciri Pendekatan Client Centered


Berikut ini uraian ciri-ciri pendektan Client Centered dari Rogers :

1. Client dapat bertanggungjawab, memiliki kesanggupan dalam


memecahkan masalah dan memilih perliku yang dianggap pantas bagi
dirinya.
2. Menekankan dunia fenomenal client. Dengan empati dan pemahaman 
terhadap client, terapis memfokuskan pada persepsi diri client dan persepsi
client terhadap dunia.
3. Prinsip-prinsip psikoterapi berdasarkana bahwa hasrat kematangan
psikologis manusia itu berakar pada manusia sendiri. Maka psikoterapi itu
bersifat konstrukstif dimana dampak psikoteraputik terjadi karena
hubungan konselor dan client. Karena hal ini tidak dapat dilakukan
sendirian (client).
4. Efektifitas teraputik didasarkan pada sifat-sifat ketulusan, kehangatan,
penerimaan nonposesif dan empati yang akurat.
5. Pendekatan ini bukanlah suatu sekumpulan teknik ataupun dogma. Tetapi
berakar pada sekumpulan sikap dan kepercayaan dimana dalam proses
terapi, terapis dan client memperlihatkan kemanusiawiannya dan
partisipasi dalam pengalaman pertumbunhan.

Prinsip-Prinsip dalam Terapi Client Centered


 Kita berperilaku sesuai dengan persepsi kita terhadap realitas. Berkaitan
dengan hal ini, untuk memahami masalah klien, maka kita harus benar-
benar memahami bagaimana ia mempersepsikannya.
 Kita termotivasi oleh dorongan primer bawaan lahir yang berupa dorongan
untuk mengaktualisasikan diri. Secara otomatis individu akan
mengembangkan potensinya dalam kondisi-kondisi yang mendukung.
Kondisi-kondisi ini dapat diciptakan dalam terapi dan oleh karena itu,
terapis harus bersikap nondirektif.
 Individu memiliki kebutuhan dasar akan cinta dan penerimaan. Dalam
terapi, hal ini diterjemahkan sebagai adanya kebutuhan untuk fokus pada
hubungan (antara terapis dan klien-red) dan pengkomunikasian empati,
sikap menghargai, dan ketulusan dari terapis.
 Konsep diri individu bergantung pada penerimaan dan penghargaan yang
ia terima dari orang lain. Konsep diri klien dapat ia ubah apabila ia
mengalami penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positive
regard) dalam terapi.

http://dwiputriulfah.blogspot.co.id/2013/04/person-centered-therapy-person-
centered.html

http://bimbingandankonseling07.blogspot.co.id/2012/11/peson-centered-
therapy.html

http://dedyritonga17.blogspot.co.id/2012/09/pendekatan-konseling-client-
centered.html

http://konselorsekolahblog.blogspot.co.id/2012/12/strategi-dan-teknik-konseling-
person.html

http://helloaicita.blogspot.co.id/2015/04/person-centered-therapy-carl-rogers.html

https://eko13.wordpress.com/2011/04/14/pendekatan-konseling-client-centred/

Anda mungkin juga menyukai