FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ABDURRAB T.A : 2019 Pasal 19 Hubungan Profesional
Ps ikolog dan/atau Ilmuwan Ps ikologi
memiliki dua jenis bentuk hubungan profes ional yaitu hubungan antar profes i yaitu dengan s es ama Ps ikolog dan/atau Ilmuwan Ps ikologi s erta hubungan dengan profes i lain. a) Psikolog dan/atau c) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib Ilmuwan Psikologi wajib menghargai, menghormati dan mengingatkan rekan profesinya menjaga hak-hak serta nama baik dalam rangka mencegah rekan profesinya, yaitu sejawat terjadinya pelanggaran kode etik akademisi Psikolog dan/atau psikologi. Ilmuwan Psikologi. d) Apabila terjadi pelanggaran kode etik b) Psikolog dan/atau psikologi yang di luar batas kompetensi Ilmuwan Psikologi se-yogyanya dan kewenangan, dan butir a), b), dan saling memberikan umpan balik c) di atas tidak berhasil dilakukan maka konstruktif untuk peningkatan wajib melaporkan kepada organisasi keahlian profesinya. profesi (2) Hubungan dengan Profesi lain
a) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi
wajib menghargai, menghormati kompetensi dan kewenangan rekan dari profesi lain.
b) Psikolog dan/atau Ilmuwan
Psikologi wajib mencegah dilakukannya pemberian layanan psikologi oleh orang atau pihak lain yang tidak memiliki kompetensi dan kewenangan. Pasal 20 Informed Consent
Setiap proses dibidang psikologi yang meliputi
penelitian/pendidikan/pelatihan/asesmen/intervensi yang melibatkan manusia harus disertai dengan informed consent. Informed Consent adalah persetujuan dari orang yang akan menjalani proses dibidang psikologi yang meliputi penelitian pendidikan/pelatihan/asesmen dan intervensi psikologi. Persetujuan dinyatakan dalam bentuk tertulis dan ditandatangani oleh orang yang menjalani pemeriksaan/yang menjadi subyek penelitian dan saksi. Aspek-aspek yang perlu dicantumkan dalam informed consent adalah:
a. Kesediaan untuk mengikuti proses tanpa
paksaan. b. Perkiraan waktu yang dibutuhkan. c. Gambaran tentang apa yang akan di-lakukan. d. Keuntungan dan/atau risiko yang dialami selama proses tersebut. e. Jaminan kerahasiaan selama proses tersebut. f. Orang yang bertanggung jawab jika terjadi efek samping yang merugikan selama proses tersebut. Dalam konteks Indonesia pada masyarakat tertentu yang mungkin terbatas pendidikannya, kondisinya atau yang mungkin rentan memberikan informed consent secara tertulis maka informed consent dapat dilakukan secara lisan dan dapat direkam atau adanya saksi yang mengetahui bahwa yang bersangkutan bersedia.
Informed consent yang berkaitan dengan proses pendidikan dan/atau pelatihan
terdapat pada pasal 40; yang berkait dengan penelitian psikologi pada pasal 49; yang berkait dengan asesmen psikologi terdapat pada pasal 64; serta yang berkait dengan konseling dan psikoterapi pada pasal 73 dalam buku Kode Etik ini. Pasal 21 Layanan Psikologi Kepada dan/atau Melalui Organisasi
Psikolog dan/atau Ilumuwan Psikologi yang
memberikan layanan psikologi kepada organisasi/perusahaan memberikan informasi sepenuhnya tentang:
• Sifat dan tujuan dari layanan psikologi yang diberikan
• Penerima layanan psikologi • Individu yang menjalani layanan psikologi • Hubungan antara Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dengan organisasi dan orang yang menjalani layanan psikologi • Batas-batas kerahasiaan yang harus dijaga • Orang yang memiliki akses informasi Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dilarang oleh organisasi peminta layanan untuk memberikan hasil informasi kepada orang yang menjalani layanan psikologi, maka hal tersebut harus diinformasikan sejak awal proses pemberian layanan psikologi berlangsung. Pasal 22 Pengalihan dan Penghentian Layanan Psikologi
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menyadari
pentingnya perencanaan kegiatan dan menyiapkan langkah-langkah yang perlu dilakukan bila terjadi hal-hal yang dapat menyebabkan pelayanan psikologi mengalami penghentian, terpaksa dihen-tikan atau dialihkan kepada pihak lain. Sebelum layanan psikologi dialihkan atau dihentikan pe-layanan tersebut dengan alasan apapun, hendaknya dibahas bersama antara Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dengan penerima layanan psikologi kecuali kondisinya tidak memungkinkan. (1) Pengalihan layanan: Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dapat mengalihkan layanan psikologi kepada sejawat lain (rujukan) karena:
a) Ketidakmampuan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, misalnya
sakit atau meninggal. b) Salah satu dari mereka pindah ke kota lain. c) Keterbatasan pengetahuan atau kompe-tensi dari Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi. d) Keterbatasan pemberian imbalan dari penerima jasa layanan psikologi. (2) Penghentian layanan: Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menghentikan layanan psikologi apabila:
a) Pengguna layanan psikologi sudah tidak memerlukan
jasa layanan psikologi yang telah dilakukan.
b) Ketergantungan dari pengguna layanan psikologi
maupun orang yang menjalani pemeriksaan terhadap Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang bersangkutan sehingga timbul perasaan tak nyaman atau tidak sehat pada salah satu atau kedua belah pihak. BAB V KERAHASIAAN REKAM dan HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGI
Pasal 23 Rekam Psikologi
Jenis Rekam Psikologi adalah rekam psikologi lengkap
dan rekam psikologi terbatas. (1) Rekam Psikologi Lengkap a) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi membuat, menyimpan (mengarsipkan), menjaga, memberikan catatan dan data yang berhubungan dengan penelitian, praktik, dan karya lain sesuai dengan hukum yang berlaku dan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan Kode Etik Psikologi Indonesia.
b) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi membuat
dokumentasi atas karya profesional dan ilmiah mereka untuk: i. memudahkan pengguna layanan psi-kologi mereka dikemudian hari baik oleh mereka sendiri atau oleh profe-sional lainnya. ii. bukti pertanggungjawaban telah dila-kukannya pemeriksaan psikologi. iii. memenuhi prasyarat yang ditetapkan oleh institusi ataupun hukum.
c) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menjaga
kerahasiaan klien dalam hal pencatatan, penyimpanan, pemindahan, dan pemusnahan catatan/data di bawah pengawasannya. d) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menjaga dan memusnahkan catatan dan data, dengan memperhatikan kaidah hukum atau perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan pelaksanaan kode etik ini.
e) Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psiko-logi mempunyai dugaan kuat bahwa
catatan atau data mengenai jasa profesional mereka akan digunakan untuk keperluan hukum yang melibatkan penerima atau partisipan layanan psikologi mereka, maka Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi ber-tanggung jawab untuk membuat dan mempertahankan dokumentasi yang telah dibuatnya secara rinci, berkualitas dan konsisten, seandainya diperlukan penelitian dengan cermat dalam forum hukum. f) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang melakukan pemeriksaan layanan psikologi terhadap seseorang dan menyimpan hasil pemeriksaan psikologinya dalam arsip sesuai dengan ketentuan, karena sesuatu hal tidak memungkinkan lagi menyimpan data tersebut, maka demi kerahasiaan pengguna layanan psikologi, sebelumnya Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menyiapkan pemindahan tempat atau pemberian kekuasaan pada sejawat lain terhadap data hasil pemeriksaan psi-kologi tersebut dengan tetap menjaga kerahasiaannya. Pelaksanaan dalam hal ini harus di bawah pengawasannya, yang da-pat dalam bentuk tertulis atau lainnya. (2) Rekam Psikologis untuk Kepentingan Khusus
a) Laporan pemeriksaan Psikologi untuk kepentingan
khusus hanya dapat diberikan kepada personal atau organisasi yang membutuhkan dan berorientasi untuk kepentingan atau kesejahteraan orang yang mengalami pemeriksaan psikologi.
b) Laporan Pemeriksaan Psikologi untuk kepentingan
khusus dibuat sesuai dengan kebutuhan dan tetap mempertimbangkan unsur-unsur ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan serta menjaga kerahasiaan orang yang mengalami pemeriksaan psikologi. 1 Psikolog WL kedapatan klien MN dari Psikolog HT yang sedang lelah dan tidak ingin menangani klien sementara waktu. Pada saat melakukan interview klien MN seringkali menceritakan bagaimana pandangannya tentang Psikolog HT. Klien MN begitu percaya bahwa Psikolog HT adalah Psikolog yang berkompeten dan dapat diandalkan. Pertemuan pertama Psikolog WL masih belum dapat memastikan hasil assesmennya maka MN diminta untuk datang kembali untuk pertemuan kedua. Pada pertemuan kedua klien MN masih menghadirkan pandangannya terhadap Psikolog HT dalam interview. Psikolog WL berusaha untuk menegakan hasil assesmennya. Kemudian Psikolog WL melakukan intervensi untuk menemukan data yang lebih, karena seringnya klien MN membicarakan Psikolog HT membuat Psikolog WL belum mendapatkan data yang cukup untuk memastikan hasil assesmennya. Namun ketika melakukan intervensi Psikolog WL menyinggung Psikolog HT dengan menceritakan hal yang membuat Psikolog HT tidak menerima MN sebagai kliennya dan malah menyerahkan kepada Psikolog WL. Hal tersebut membuat klien MN menutup diri dari Psikolog WL dan menaruh curiga padanya. Menyadari intervensinya tidak berhasil Psikolog WL mencukupkan proses interview tersebut dan menetapkan hasil assesmen saat itu juga. 2
JW bekerja sebagai Psikolog yang membantu biro psikologi yang
mendapatkan proyek kerja sama untuk melakukan psikotes di berbagai perusahaan atau lembaga pendidikan. Salah satu kakak angkatannya yang bernama IS memiliki biro psikologi yang masih berbentuk CV, dan mendapatkan proyek dari perusahaan tertentu untuk melakukan psikotes dalam bentul massal. Ia meminta JW untuk membantunya, dan JW menerimanya berdasarkan sistem kepercayaan, tanpa menandatangani surat kontrak perjanjian seperti kebiasaan yang terjadi saat itu. Namun, setelah beberapa lama JW tidak mendapatkan honor yang dijanjikan meskipun telah berusaha menagih honornya pada IS dan bahkan juga menghubungi staf HR di perusahaan tersebut, yang juga adik kelasnya, untuk mencari kepastian, meskipun pihak perusahaan telah membayar penuh pada IS, honor JW tak kunjung dibayar oleh IS, bahkan JW merasa IS menghindari dirinya dan seolah-olah menghilang di telan bumi. Dalam salah satu diskusi tentang kode etik di milis psikologi, JW kemudian mengemukakan kasusnya dengan menyebutkan nama lengkap IS dan perusahaan IS tanpa menyamarkannya untuk mencari solusi.
JW tidak berani membuat laporan resmi
kepada pihak Majelis Psikologi maupun aparat hukum karena posisinya lemah, dengan tidak adanya surat kontrak tertulis. 3
Seorang psikolog Sherly Solihin dan klinik tempatnya bekerja
yakni ICAC Profesional Service digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka digugat lantaran diduga telah melanggar kode etik psikolog. Gugatan ini menyusul gagalnya dalam proses mediasi oleh PN Selatan antara pihak tergugat yakni Sherly dan ICAC dengan pihak penggugat seorang warga negara (WN) Australia bernama Denis Anthony Michael Keet. Pengaduan tersebut disebabkan pihak tergugat telah mengeluarkan rekam medis dari proses konseling perceraian antara pihak tergugat dan penggugat Denis beserta istrinya Yeane Sailan. “Kita sudah kirim somasi, tapi tidak ada tanggapan positif. Kita sebenarnya hanya minta maaf dan cabut dari tergugat tapi tidak ada. Jadi kita adukan ke pengadilan. Mereka anggap yang dilakukan sesuai prosedur. Tapi prosedur yang mana? ICAC kan berprinsip menjaga kerahasian. Tapi ternyata tidak menjaga kerahasian klien kami,” jelas kuasa hukum Denis, Andru Bimaseta Siswodihardjo, di Jakarta, Rabu (2/10/2013). Menurutnya, ICAC dan Sherly secara nyata telah melanggar kode etik psikolog, dengan mengeluarkan rekam medis hasil konseling. Upaya mediasi sebelumnya telah dilakukan pekan lalu di PN Selatan, namun gagal lantaran pihak ICAC dan Sherly bersikukuh tidak bersalah terkait proses keluarnya rekaman medis yang sejatinya bersifat rahasia. “Padahal dalam konseling yang dilakukan, tidak pernah membahas soal anak, apalagi soal yang dituliskan oleh pihak ICAC. Di mana dikeluarkan Luke telah mengalami gangguan kecemasan yang disebabkan pengalaman buruk masa lalunya atau penyekapan oleh ayahnya pada 20 Mei 2012,” terang Andru. Kliennya pun merasa telah dirusak nama baiknya karena dalam rekam medis yang dikeluarkan oleh ICAC melalui dokter Sherly, tercantum nama Denis telah melakukan penyekapan dan penyiksaan terhadap anaknya, Luke Xavier Keet. Andru menambahkan, kliennya tersebut tidak pernah meminta surat rekam medis dari klinik, namun ICAC justru mengeluarkannya tanpa izin.”Kami sudah minta pendapat kepada pihak organisasi psikolog, dan menyatakan apa yang dilakukan Sherly dan ICAC salah. Itu akan jadi bahan masukkan kami,” tukasnya.