Anda di halaman 1dari 10

TUGAS AKHIR INDIVIDU KODE ETIK PSIKOLOGI

“PELAKSANAAN KODE ETIK DI INDONESIA”

Dosen Pengampu : Wulan Dwi Kencana M.Psi

Waktu perkuliahan : Jum’at, 08.00-09.40 wib

Disusun oleh:

Daan Juan Arsyad 1125162183

Kelas : D 2016

FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2020
1. Hasil Wawancara dengan Psikolog
a. Latar Belakang Psikolog

Sri Cahya V. M.Psi, Psikolog adalah seorang Psikolog yang pernah menempuh
pendidikan serta memperoleh gelar S1 dan S2 di Universitas Persada Indonesia (YAI)
untuk mengambil program Magister Psikologi Terapan pada bidang Psikologi Klinis.
Selain itu, ia juga menjelaskan kegiatan yang dilakukan sebelum dirinya menjadi seorang
Psikolog yaitu: kuliah dan aktif mengikuti kegiatan relawan, mengajar, dan menjadi tester
di Biro Psikologi. Hingga pada akhirnya, ia juga menjelaskan hal yang mendasari dirinya
untuk menjadi seorang Psikolog adalah ingin membantu orang banyak yang memiliki
masalah Psikologis. Adapun, aktivitas saat ini yang dijalani oleh Ibu Sri Cahya V. M.Psi,
Psikolog adalah sebagai seorang Psikolog di salah satu Biro Psikologi di Jakarta Timur
(Namira Consulting) dan Dosen Fakultas Psikologi (S1) Universitas Tama Jagakarsa.

b. Perbedaan Hak, Wewenang, & Tanggung Jawab Profesi

Berdasarkan hasil wawancara kami dengan Ibu Sri Cahya selaku Psikolog menyatakan
bahwa tentu saja terdapat perbedaan hak, wewenang, & tanggungjawab profesi antara
seorang psikolog dengan ilmuwan psikologi. Dimana, seorang ilmuwan psikologi hanya
dapat mengajar dan meneliti. Sedangkan, seorang Psikolog dapat melakukan praktik tes
psikologi dan melakukan intervensi (dalam bentuk penanganan untuk klien: terapi),
mengajar dan meneliti sehingga profesi tersebut (psikolog) terlihat lebih leluasa dan
fleksibel. Sehingga, ia menyimpulkan bahwa hak, wewenang, dan tanggungjawab sebagai
seorang psikolog memberikan pengaruh yang cukup besar karena berhubungan dengan
perbaikan atau penanganan perilaku manusia.

Ditinjau dari hasil wawancara tersebut dapat dikatakan bahwa seorang Psikolog adalah
seseorang yang telah lulus S2 Psikologi Profesi dan memiliki surat izin praktik psikologi
(SIPP). Sehingga, dapat dikatakan bahwa hal ini berkaitan erat pada buku Kode Etik
Psikologi Himpsi Bab I mengenai Pedoman Umum yaitu: Pasal 1 – Pengertian dalam ayat (3)
dan (5), yang menyatakan bahwa:

 Ayat (3): Psikolog adalah lulusan pendidikan profesi yang berkaitan dengan
praktik psikologi dengan latar belakang pendidikan Sarjana Psikologi lulusan
program pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1) sistem kurikulum lama atau yang
mengikuti Pendidikan Psikologi Strata Satu (S1) dan lulus dari Pendidikan Profesi

1| Laporan Tugas Akhir Mata Kuliah Kode Etik Psikologi


Psikologi atau Strata 2 (S2) Pendidikan Magister Psikologi (Profesi Psikolog).
Psikolog memiliki kewenangan untuk memberikan layanan Psikologi yang meliputi
bidang-bidang praktik klinis dan konseling, penelitian, pengajaran, supervisi dalam
pelatihan, layanan masyarakat, pengembangan kebijakan, intervensi sosial dan
klinis, pengembangan instrumen assesmen psikologis, penyelenggaraan assesmen,
konseling, konsultasi organisasi, aktifitas-aktifitas dalam bidang forensik,
perancangan dan evaluasi program, serta administrasi. Psikolog diwajibkan
memiliki izin praktik psikologi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Ayat (5): Layanan Psikologi adalah segala aktifitas pemberian jasa dan praktik
psikologi dalam rangka menolong individu dan/atau kelompok yang dimaksudkan
untuk pencegahan, pengembangan dan penyelesaian masalah-masalah psikologis.
Layanan psikologi dapat berupa praktik konseling dan psikoterapi, penelitian,
pengajaran, supervisi dalam pelatihan, layanan masyarakat, pengembangan
kebijakan, intervensi sosial dan klini, pengembangan instrumen assesmen psikologi,
penyelenggaraan assesmen, konseling karir dan pendidikan, konsultasi organisasi,
aktifitas-aktifitas dalam bidang forensik, perancangan dan evaluasi program, dan
administrasi.

c. Pendapat Psikolog Mengenai Pelaksanaan, Penerapan Pelanggaran dan Saran


Pengembangan bagi Kode Etik Di Indonesia

Berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan kepada Ibu Sri Cahya V. selaku
Psikolog mengenai beberapa pertanyaan seputar pelaksanaan kode etik di Indonesia bahwa
ia mengetahui apa itu kode etik psikologi karena hal tersebut dipelajari dan wajib diketahui.
Selanjutnya, ia juga menjelaskan bahwa kode etik memberikan pengaruh sangat besar
dalam karirnya sebagai seorang psikolog untuk dapat bersikap professional dikarenakan ia
sudah disumpah profesi. Kemudian, ia juga menjelaskan mengenai pelaksanaan kode etik di
Indonesia itu kurang berjalan dengan baik dikarenakan sanksi yang diberlakukan tidak tegas
untuk individu yang melanggar dikarenakan sulit mendeteksi pelanggaran kode etik
psikologi dengan banyaknya psikolog disemua daerah di Indonesia. Lalu, Psikolog tersebut
juga menjelaskan bahwa ia mengetahui sanksi yang terdapat dalam kode etik psikologi,
salah satu yang terbesar ialah pencabutan surat izin praktik psikologi (SIP).

2| Laporan Tugas Akhir Mata Kuliah Kode Etik Psikologi


Adapun ditinjau dari pendapat psikolog tersebut mengenai saran pengembangan bagi
pelaksanaan kode etik psikologi di Indonesia, yaitu: bersikaplah jujur, jagalah kerahasiaan
klien, bersikaplah professional, dan jangan memboncorkan hasil tes kepada pihak yang tidak
berwewenang.

d. Pengalaman Mengenai Pelanggaran Kode Etik Selama Menjalani Profesi

Berdasarkan hasil wawancara yang kami ajukan kepada Ibu Sri Cahya V. selaku
Psikolog mengenai beberapa pertanyaan seputar pengalaman yang diketahuinya mengenai
pelanggaran kode etik bahwa ia menyatakan tidak pernah melakukan pelanggaran kode
etik dalam bentuk apapun selama menjalani profesinya sebagai seorang psikolog
terhitung sejak tahun 2012 (kurang lebih 8 tahun hingga saat ini). Namun, psikolog
tersebut juga menjelaskan kepada kami bahwa pernah menemukan kasus mengenai
pelanggaran kode etik yang terjadi oleh salah satu rekannya sesama Psikolog, yaitu: dia
(rekannya) mengalamikasus pembocoran tes Psikologi yang dibungkus dengan
mengadakan pelatihan alat tes Psikologi yang seharusnya hanya diikuti oleh orang
Psikologi namun juga diikuti oleh orang diluar Psikologi. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan rekan dari psikolog tersebut tidak menerapakan prinsip, aturan, dan sumpah
sebagai seorang Psikolog yang professional.

Sehingga, dapat dikatakan bahwa pelanggaran kode etik dari penemuan kasus
pelanggaran kode etik yang dialami oleh rekan dari psikolog yang kami wawancarai terlihat
jelas melanggar aturan tertulis yang terdapat pada buku Kode Etik Psikologi Himpsi Bab IV
yaitu: mengenai Hubungan Antar Manusia yaitu: Pasal 13 – Sikap Professional yang
berbunyi: Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam memberikan layanan psikologi, baik
yang bersifat perorangan, kelompok, lembaga, atau organisasi/ institusi harus sesuai dengan
keahlian dan kewenangannya serta berkewajiban untuk: (a) mengutamakan dasar-dasar
professional, (b) memberikan layanan kepada semua pihak yang membutuhkannya, (c)
Melindungi pemakai layanan psikologi dari akibat yang merugikan sebagai dampak layanan
psikologi yang diterimanya, (d) Mengutamakan ketidakberpihakan dalam kepentingan
pemakai layanan psikologi serta pihak-pihak yang terkait dalam pemberian layanan tersebut.
(e) Dalam hal pemakai layanan psikologi menghadapi kemungkinan akan terkena dampak
negatif yang tidak dapat dihindari akibat pemberian layanan Psikologi yang dilakukan oleh
Psikolog/dan atau Ilmuwan Psikologi maka pemakai layanan Psikologi tersebut harus
diberitahu.

3| Laporan Tugas Akhir Mata Kuliah Kode Etik Psikologi


Adapun, narasumber kami juga memberikan informasi kepada kami mengenai upaya
dalam mengantisipasi terjadinya pelanggaran kode etik psikologi, melalui dua cara yaitu:

1) Berusaha melakukan pekerjaan sesuai SOP yang berlaku. (Hal ini sesuai dengan
penerapan aturan pada buku Kode Etik Psikologi Himpsi Bab I – Pedoman Umum
dalam pasal 1 ayat (1) mengenai Pengertian yang berbunyi: Kode Etik Psikologi
adalah seperangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dijalankan dengan sebaik-baiknya
dalam melaksanakan kegiatan sebagai Psikolog dan Ilmuwan Psikologi di Indonesia.
2) Menasihati mahasiswa psikologi selaku ilmuwan psikologi untuk tidak membocorkan
alat tes yang sudah dipelajari kepada khalayak umum. (Hal ini sesuai dengan
penerapan aturan pada buku Kode Etik Psikologi Himpsi Bab IV – Hubungan Antar
Manusia dalam pasal 1 ayat (1) mengenai Hubungan Profesional antar Profesi poin
(a) dan (c) yang berbunyi:
(a) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib menghargai, menghormati, dan
menjaga hak-hak serta nama baik rekan profesinya, yaitu: sejawat akademisi
Psikolog atau Ilmuwan Psikologi.
(c) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mengingatkan rekan profesinya dalam
rangka mencegah terjadinya pelanggaran kode etik psikologi.

E. Bentuk Profesi yang dilakukan dan rentang penghasilan yang didapatkan

Berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan terhadap Ibu Sri Cahya V. M.Psi,
Psikolog diketahui bahwa profesi yang dijalaninya sebagai seorang Psikolog membutuhkan
komitmen yang tinggi dilakukan secara jujur dan professional. Selanjutnya, ia juga
menjelaskan bagaimana kesan dan pesan selama menjalani profesi sebagai seorang Psikolog
itu enjoy dan menyenangkan dikarenakan profesi tersebut memang di jiwai dan di cintai.
Kemudian, ia juga menjelaskan kepada kami bahwa memiliki syarat tersendiri dalam
menjalani tugas profesinya sebagai seorang Psikolog, terdiri atas tiga macam, yaitu: (1) klien
harus merasa bahwa dia membutuhkan pertolongan. (2) Keluarga / Orang terdekat klien harus
mau diajak bekerja sama dalam menangani klien. (3) Seluruh lingkungan sekitarnya harus
mau bekerja sama menangani klien. Dalam mewujudkan hal tersebut cara yang akan
dilakukan oleh Psikolog tersebut dalam menangani perilaku klien yang tidak sesuai dengan
lingkungan sekitar, yaitu: membuat intervensi (sistem kontrol). Selain itu, Psikolog ini juga
menjelaskan bahwa ia secara pasti melakukan evaluasi setelah sesi penanganan kasus.

4| Laporan Tugas Akhir Mata Kuliah Kode Etik Psikologi


Sehinga, mengacu dari penjelasan tersebut sesuai dengan penerapan aturan pada buku Kode
Etik Psikologi Himpsi Bab XII – Intervensi dalam pasal 68 dan ayat ke-(2) mengenai Dasar
Intervensi yang berbunyi: Intervensi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis
dan terencana berdasar hasil assesmen untuk mengubah keadaan seseorang, kelompok orang
atau masyarakat yang menuju kepada perbaikan atau mencegah memburuknya suatu keadaan
atau sebagai usaha preventif maupun kuratif.

 Ayat (2): Metode yang digunakan dalam intervensi dapat berbentuk psikoedukasi,
konseling dan terapi.

Adapun, diketahui bahwa narasumber tersebut juga memberikan penjelasan kepada kami
mengenai estimasi biaya yang ia dapatkan sebagai seorang Psikolog bahwa penghasilannya
sangat relatif namun mencukupinya dimana setiap kali konsultasi yang memiliki durasi per
sesi kurang lebih selama satu jam ia bisa memperoleh penghasilan sebesar 250-350 ribu
rupiah. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa jumlah estimasi biaya tersebut bisa menjadi
lebih tinggi ketika ia sedang melakukan praktik tes psikologi (sebagai tester) di Biro
Psikologi bisa memperoleh penghasilan lebih dari 500 ribu untuk sekali pelaksanaan tes.

II. Hasil Wawancara dengan Ilmuwan Psikologi


a. Latar Belakang Ilmuwan Psikologi

Ahmad Gifari Afriyanda, S.Psi adalah seorang ilmuwan psikologi yang lahir pada
20 April 1997 (22 tahun). Ia menempuh bidang studi S1 Psikologi di Universitas
Mercu Buana Jakarta selama 4 tahun dari kurun waktu 2015-2019. Sebagai fresh
graduate dia kemudian melanjutkan karirnya dengan bekerja di salah satu perusahaan
maskapai penerbangan di Indonesia (Sriwijaya Air) pada bagian Internship yang
terdiri atas bagian Human Resources Development, Assesment, dan Organizational
Development.

b. Perbedaan hak, wewenang dan tanggung jawab profesi antara Psikolog dan
Ilmuwan Psikolog

Berdasarkan hasil wawancara kami dengan Ahmad Gifari Afriyanda selaku


Ilmuwan Psikologi menyatakan bahwa tentu saja terdapat perbedaan hak, wewenang,
& tanggungjawab profesi antara seorang psikolog dengan ilmuwan psikologi.
Dimana, seorang ilmuwan psikologi hanya dapat melakukan riset psikologi, dan
adminitrasi tes serta tidak di ijinkan untuk membuka praktik sendiri. Sedangkan,

5| Laporan Tugas Akhir Mata Kuliah Kode Etik Psikologi


seorang Psikolog dapat melakukan praktik tes psikologi dan melakukan interpretasi
tes psikologi serta diijinkan untuk membuka praktik. Sehingga, Ilmuwan Psikologi
tersebut menyimpulkan bahwa hak, wewenang, dan tanggungjawabnya sebagai
seorang Ilmuwan Psikologi memberikan pengaruh yang cukup besar karena
berhubungan dengan perbaikan atau penanganan perilaku manusia.

Ditinjau dari hasil wawancara tersebut dapat dikaitkan dengan beberapa pasal
sesuai dengan pasal perbedaan psikolog dan ilmuwan psikolog bahwa Ahmad Gifari
Afriyanda adalah seseorang yang telah lulus S1 Psikologi dan belum memiliki surat
izin praktik psikologi (SIPP). Makah hal ini dapat dikaitkan dengan pasal pada buku
Kode Etik Psikologi Himpsi Bab I mengenai Pedoman Umum yaitu: Pasal 1 –
Pengertian dalam ayat (4) dan (5), yang berbunyi:

 Ayat (4) Ilmuwan Psikologi adalah ahli dalam bidang psikologi dengan latar
belakang pendidikan strata 1 dan/atau strata 2 dan/atau strata 3 dalam bidang
psikologi. Ilmuwan psikologi memiliki kewenangan untuk memberikan
layanan psikologi yang meliputi: bidang-bidang penelitian, pengajaran,
supervisi dalam pelatihan, layanan masyarakat, pengembangan kebijakan
intervensi sosial, pengembangan instrumen assesmen psikologi,
pengadministrasian assesmen, konseling sederhana, konsultasi organisasi,
perancangan dan evaluasi program. Ilmuwan Psikologi dibedakan dalam
kelompok ilmu murni (sains) dan terapan.
 Ayat (5): Layanan Psikologi adalah segala aktifitas pemberian jasa dan
praktik psikologi dalam rangka menolong individu dan/atau kelompok yang
dimaksudkan untuk pencegahan, pengembangan dan penyelesaian masalah-
masalah psikologis. Layanan psikologi dapat berupa praktik konseling dan
psikoterapi, penelitian, pengajaran, supervisi dalam pelatihan, layanan
masyarakat, pengembangan kebijakan, intervensi sosial dan klini,
pengembangan instrumen assesmen psikologi, penyelenggaraan assesmen,
konseling karir dan pendidikan, konsultasi organisasi, aktifitas-aktifitas dalam
bidang forensik, perancangan dan evaluasi program, dan administrasi.

c. Pendapat Ilmuwan Psikologi Mengenai Pelaksanaan, Penerapan Pelanggaran dan


Saran Pengembangan bagi Kode Etik Di Indonesia

6| Laporan Tugas Akhir Mata Kuliah Kode Etik Psikologi


Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Ahmad Gifari Afriyanda,
S.Psi selaku Ilmuwan Psikologi mengenai beberapa pertanyaan seputar pelaksanaan
kode etik di Indonesia bahwa ia mengetahui apa itu kode etik psikologi karena hal
tersebut dipelajari dan wajib diketahui sewaktu berkuliah dulu. Selanjutnya, Ilmuwan
Psikologi tersebut juga menjelaskan bahwa kode etik memberikan pengaruh sangat
besar dalam melanjutkan karirnya didunia pekerjaan untuk dapat bersikap
professional. Kemudian, Ilmuwan Psikologi tersebut juga menjelaskan bahwa ia
mengetahui sanksi yang terdapat dalam kode etik psikologi, salah satu sanksi yang
terbesar ialah pencabutan surat izin praktik psikologi (SIPP) dan dikeluarkan dari
keanggotaan Himpsi. Lalu, narasumber tersebut juga menjelaskan mengenai
pelaksanaan kode etik di Indonesia itu kurang berjalan dengan baik dikarenakan
sanksi yang diberlakukan tidak terlalu mengikat oknum tertentu yang melanggar
dikarenakan kesulitan dalam mendeteksi pelanggaran dengan banyaknya psikolog di
Indonesia. Lalu, Ilmuwan Psikologi tersebut juga menjelaskan bahwa ia mengetahui
sanksi yang terdapat dalam kode etik psikologi, salah satu sanksi yang terbesar ialah
pencabutan surat izin praktik psikologi (SIPP) dan dikeluarkan dari keanggotaan
Himpsi.

Adapun ditinjau dari pendapat Ilmuwan Psikologi tersebut mengenai saran


pengembangan bagi pelaksanaan kode etik psikologi di Indonesia, yaitu: Himpsi
maupun anggotanya di Indonesia harus lebih sering melakukan sosialisasi kepada
masyarakat secara umum.

d. Pengalaman Mengenai Pelanggaran Kode Etik Selama Menjalani Profesi

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Ahmad Gifari Afriyanda


selaku Ilmuwan Psikologi mengenai pengalaman yang diketahuinya akan pelanggaran
kode etik bahwa ia sebagai Ilmuwan Psikologi menyatakan tidak pernah melakukan
pelanggaran kode etik dalam bentuk apapun selama menjalani profesinya sebagai
bagian dari Internship sebuah perusahaan maskapai penerbangan Sriwijaya Air. Hal
ini dikarenakan Ahmad Gifari Afriyanda memiliki kompetensi dalam bidang tersebut
dan tidak memiliki keinginan untuk melakukan pelanggaran kode etik dalam bentuk
apapun.

e. Bentuk Profesi yang dilakukan dan rentang penghasilan yang didapatkan

7| Laporan Tugas Akhir Mata Kuliah Kode Etik Psikologi


Berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan terhadap Ahmad Gifari
Afriyanda, S.Psi. selaku Ilmuwan Psikologi diketahui bahwa profesi yang dijalaninya
pada bagian Internship sebuah perusahaan maskapai penerbangan Sriwijaya Air
membutuhkan komitmen yang tinggi dilakukan dengan cara selalu bersikap
professional dalam menjaga kerahasiaannya di bidang pekerjaan yang ditekuninya
tersebut.

Adapun, diketahui bahwa narasumber tersebut juga memberikan penjelasan


kepada kami mengenai estimasi biaya yang ia dapatkan sangat relatif namun
mencukupi dengan rincian sebesar 5,5 juta rupiah/bulan (standar fresh graduated
diperusahaan tersebut) dengan tugas seperti: melakukan administrasi tes psikologi
sebagai tester maupun membuat instrumen penelitian.

2. Berdasarkan Hasil Wawancara atau Observasi, dan Pengalaman susun pendapat


anda tentang pentingnya penerapan kode etik di Indonesia!

Setelah saya melakukan wawancara terhadap psikolog dan Ilmuwan psikologi, saya
berpendapat bahwa sangat pentingnya penerapan kode etik psikologi di Indonesia.
Dimana yg saya lihat bahwa kode etik psikologi menjadi dasar aturan yg mesti di patuhi.
Tapi pada kenyataan nya pelanggaran kode etik di Indonesia masih banyak terjadi seperti
bocor nya teknik menjalankan tes yg di berikan kepada orang yg tidak memiliki
latarbelakang di ilmu psikologi.

3. Seandainya anda seorang Psikolog atau Ilmuwa Psikologi dimasa yang akan datang,
bagaimana komitmen anda dalam menjalani Kode Etik Psikologi Indonesia!
Setelah saya mempelajari tentang kode etik Psikologi di Indonesia, saya sebisa
mungkin untuk menjauhi pelanggaran kode etik psikologi dan saya akan mematuhi kode
etik psikologi yang berada di Indonesia. Sebagai contoh saya tidak akan menerima uang
ataupun barang untuk meluluskan orang dari tes psikologi karena itu adalah tindakan suap
yang melanggar kode etik psikologi yang berlaku di Indonesia. Saya juga akan menjaga
kerahasiaan klien saya.

8| Laporan Tugas Akhir Mata Kuliah Kode Etik Psikologi


Lampiran

Foto 1.1 Lembar Informasi Peserta

Foto 1.2 Lembar Persetujuan (Informed Consent)


9| Laporan Tugas Akhir Mata Kuliah Kode Etik Psikologi

Anda mungkin juga menyukai