Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PSIKOLOGI FORENSIK

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah kode Etik Psikologi

yang Diampu Oleh : Muhammad Alwi, M. A

Disusun Oleh :

Kelompok 3

1.Dennisa Ulya Muflihah (204103050016)

2.imron( 204103050004)

3.Lilik Rahayu( 204103050015)

4.Siti Shofwatil Himami (204103050002)

5. Tya Qurrota A'yun (204103050030)

6.Zakia damar sekarwangi (201103050024)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH. ACHMAD SIDDIQ JEMBER

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Psikologi Forensik" dengan
tepat waktu.

Makalah "Psikologi forensik" ini disusun guna memenuhi tugas dari Bapak
MUHAMMAD ALWI,M.A Mata Kuliah Kode Etik Psikologi di UIN KH Achmad Siddiq
Jember. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, dimana masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat
penulis harapkan.

Mudah-mudahan apa yang penulis sajikan ini dapat diterima dan bermanfaat untuk
pembaca dengan segala kekurangan.

Jember, 07 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii

BAB I................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN.................................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang......................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................1

1.3 Tujuan...................................................................................................................... 1

BAB II.................................................................................................................................. 2

PEMBAHASAN.................................................................................................................... 2

2.1 Pengertian dan Fungsi Psikologi Forensik.............................................2

2.2 Hukum Dan Komitmen Terhadap Kode Etik............................................................. 5

2.3 Kompetensi Psikologi Forensik............................................................................6

2.4 Tanggung jawab, hak, wewenang psikologi Forensik...........................7

2.5 Pernyataan sebagai saksi atau saksi ahl............................................... 8

2.6 Peran majemuk dan profesional Psikologi/ilmuan psikologi...............9

2.7 Pernyataan melalui media tentang psikologi forens............................ 10

BAB III................................................................................................................................. 11

PENUTUP.......................................................................................................................... 11

3.1 Kesimpulan............................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Psikolog Forensikmemiliki keahlian yang lebih spesifk dibanding psikolog umum.ada


penanganan pelaku korban dan saksi anak-anak dibutuhkan pemahaman psikologi
perkembangan. Dalam menjelaskan relasi sosialantara hakim, pengacara, saksi, terdakwa
dibutuhkan kemampuan psikologi sosial. ada saat ini, banyak psikolog yang sudah terlibat
sebagaipsikolog Forensik, namun tidak adanya standar yang jelas membuat psikolog yang terjun
di kegiatan forensik menjalankan sesuai dengan pertimbangannya masing-masing. Hal ini
berdampak pada penilaian pelaku hukum dan masyarakat yang menjadi bingung dan
tidakmemahami kinerja psikolog forensik yang beragam.

1.2 Rumusan Masalah

 Pengertian dan fungsi Psikologi Forensik

 Hukum Dan Komitmen Terhadap kode etik

 Kompetensi Psikologi Forensik

 Tanggung jawab, hak, wewenang psikologi Forensik

 Pernyataan sebagai saksi atau saksi ahli

 Peran majemuk dan profesional Psikologi/ilmuan psikologi

 Pernyataan melalui media tentang psikologi forensik

1.3 Tujuan

 Untuk Mengetahui tentang Psikologi Forensik lebih Mendalam.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Fungsi Psikologi Forensik

Istilah Psikologi Forensik berasal dari forum Latin. Artinya, alun-alun, ruang publik tempat
pengadilan umum berlangsung di zaman Romawi. Dengan demikian, psikologi forensik
merupakan cabang dari psikologi yang mempelajari dan mengintervensi proses peradilan guna
menyediakan data dan pengetahuan yang membantu penyelesaian suatu kasus.

Profesional psikologi forensik adalah psikolog forensik, dan peran mereka adalah
mengumpulkan, mempelajari, dan menafsirkan dengan benar berbagai data psikologis yang
dapat memberikan elemen penting untuk uji coba.Profesi psikologi forensik selain lulusan
psikologi juga harus memiliki pengetahuan dan perangkat hukum yudisial, prosedural dan
pidana. Hal ini memungkinkan mereka memiliki latar belakang yang diperlukan untuk dapat
memahami proses peradilan secara akurat dan menerapkan teknik psikologis dengan benar di
bidang ini.

Psikolog forensik juga bisa bekerja sama dengan pengacara, ahli, jaksa, dan hakim. Faktanya,
psikolog forensik bertindak sebagai ahli ketika menawarkan kesaksian profesional mereka dalam
persidangan tertentu, memberikan data dan pengetahuan yang menarik untuk bekerja sama
dengan Kehakiman dan memastikan bahwa keadaan kasus dapat diklarifikasi, setidaknya dalam
hal apa yang menjadi perhatian. untuk aspek psikologis dan / atau psikopatologis tertentu dari
beberapa atau semua pihak yang terlibat.Seorang psikolog forensik bukan hanya seorang
psikolog yang melakukan tugas tugas tertentu dalam penyelenggaraan peradilan negara. Dalam
kenyataannya, ia merupakan dominator besar dari semua konsep, norma, dan dinamika sistem
hukum di mana ia ditemukan.

Psikolog forensik memiliki pemahaman yang luas tentang semua mekanisme hukum dan
prosedural. Faktanya, jika tidak demikian, dia dapat dengan mudah dikeluarkan dari proses
tertentu yang dia ikuti, karena kehilangan kredibilitas dari berbagai aktor yang terlibat dalam
persidangan. Sistem peradilan adalah sistem formal di mana metode dan prosedur sangat penting.
Oleh karena itu, psikolog forensik selain ahli di bidangnya juga harus mengetahui dan
menyesuaikan dengan baik regulasi tersebut.

Ada beberapa hal pada elemen dan faktor di mana psikologi forensik memainkan perannya
sebagaai kunci dalam konteks proses peradilan. Untuk membantu hakim membuat keputusan
yang tepat, psikolog forensik menyediakan serangkaian pengetahuan dan alat untuk kasus
tersebut.Salah satu fungsi yang paling umum mengacu pada studi yang dilakukan oleh psikolog
forensik tentang kemampuan mental dan kondisi psikologis dari salah satu pihak yang terlibat
dalam persidangan (tergugat, pengadu, dan bahkan saksi). Analisis ini membantu menjelaskan,
dalam kasus terdakwa, apakah mereka sepenuhnya menggunakan kemampuan mental mereka
pada saat mereka diduga melakukan kejahatan. Misalnya, jika ada terdakwa kasus pembunuhan,
psikolog forensik akan memiliki kemampuan untuk membuat laporan yang menunjukkan apakah
terdakwa sadar pada saat melakukan kejahatan.

Psikologi forensik juga memiliki pengaruh dalam menginformasikan dan menyarankan


jenis pengobatan yang harus diikuti oleh seseorang yang dihukum perampasan kemerdekaan.
Dengan demikian, hakim dapat memiliki lebih banyak elemen untuk memutuskan bagaimana
menjalankan hukuman dan tindakan korektif apa yang akan diterapkan.Perlu ditekankan:
psikologi forensik dapat membantu hakim untuk menentukan faktor psikologis tertentu dari
pihak-pihak yang terlibat dalam proses peradilan; ini dapat menjelaskan perilaku seseorang agar
lebih dapat dipahami bahwa dia adalah korban atau penyerang dalam keadaan tertentu. Informasi
ini diberikan kepada pengadilan agar pengadilan dapat mengambil keputusan berdasarkan
fakta.Namun, psikolog forensik tidak diberdayakan untuk membela atau bertindak sebagai
penuntut bagi salah satu pihak yang terlibat dalam sengketa hukum. Fungsinya deskriptif dan
informatif, dan oleh karena itu harus sepenuhnya netral. Pengadilan biasanya mengajukan
pertanyaan yang sangat spesifik kepada psikolog forensik, selalu terkait dengan kasus yang
sedang diadili dan seputar variabel psikologis berbeda yang mungkin telah mempengaruhi
peristiwa tersebut. Terminologi yang digunakan oleh aktor peradilan yang berbeda dalam
mengekspresikan diri adalah bidang hukum, dan dengan demikian diharapkan psikolog forensik
tetap berpegang pada bahasa yang univokal dan koheren dengan konteksnya.Dari berbagai hal
seperti aktor yang terlibat dalam proses peradilan (hakim, pengacara, jaksa, dan juri) perlu
mengetahui efek langsung dari keadaan psikologis beberapa dari mereka yang terlibat untuk
menentukan sejauh mana mereka bertanggung jawab atas tindakan mereka. Dalam pengertian
ini, harus diklarifikasi bahwa tidak masuk akal bagi psikolog forensik untuk mengoceh tentang
keadaan mental salah satu pihak yang mencoba di luar tugas yang dipercayakan kepadanya, yaitu
untuk menjelaskan keadaan psikologis dari pihak-pihak yang terlibat selama fakta-fakta yang
sedang dinilai, dan dengan perluasan perlakuan yang harus diberikan kepada salah satu pihak,
jika perlu.Psikolog forensik seringkali menjadi subyek kontroversi. Sebab, sebagai tenaga
profesional di bidang peradilan, mereka juga memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi
keputusan pengadilan. Misalnya, psikolog forensik mungkin menunjukkan kelayakan untuk
membebaskan terdakwa dari rasa bersalah dengan menyatakan bahwa, pada saat kejadian, dia
tidak menyadari tindakannya. Oleh karena itu, mereka memiliki kemampuan untuk
membebaskan seseorang, bahkan jika dia mungkin adalah pencipta materi sebuah
kejahatan.Demikian pula, psikolog peradilan mungkin juga menyarankan untuk memperburuk
atau mengurangi kejahatan tertentu, indikasi yang dapat mempengaruhi hukuman yang
dijatuhkan pada terdakwa.Fungsi ini selalu kontroversial. Misalnya, dalam kasus terdakwa yang
membunuh seorang anak, jika ia dinyatakan tidak dapat disangkal karena alasan klinis
(kejiwaan), keluarga dari anak di bawah umur yang terbunuh dapat meledak marah terhadap
keputusan tersebut, meskipun fakta bahwa keputusan tersebut memiliki dasar klinis yang
ketat.Namun, dan meskipun dapat menimbulkan semua jenis perdebatan sosial, kenyataannya
adalah bahwa psikologi forensik berkontribusi secara meyakinkan pada fakta bahwa keadilan
dapat diberikan secara seimbang dan adil, jika redundansi diperbolehkan.

2.1. Hukum Dan Komitmen Terhadap kode etik

Penelitian dan Publikasi dalam Kode Etik Psikologi Pasal 56: Hukum dan Komitmen
Terhadap Kode Etik Pasal ini menjelaskan pedoman umum terkait hukum dan komitment
terhadap kode etik terkait dengan hal hal forensik:
1. Definisi forensik Psikologi forensik adalah bidang psikologi yang berkaitan dan/atau
diaplikasikan dalam bidang hukum, khususnya peradilan pidana

2.Tugas psikolog forensik Adapun yang menjadi tugas dan kegiatan yang dilakukan oleh
psikolog forensik:

 Membuat penelitian melakukan kajian/ penelitian yang terkait dengan aspek-aspek


psikologis manusia dalam proses hukum, khususnya peradilan pidana.

 Memberikan bantuan profesional memberikan bantuan profesional psikologi berkaitan


dengan permasalahan hukum, khususnya peradilan pidana.

3. Komitmen yang harus dimiliki: Kompetensi yang sesuia Memahami hukum di Indonesia dan
impl;ikasinya terhadap tanggung jawab, wewenang dan hak psikolog forensik .

4.Menangani konflik Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menya-dari adanya kemungkinan


konflik antara kebutuhan untuk menyampaikan informasi dan pendapat, dengan keharusan
mengikuti hukum yang ditetapkan sesuai sistem hukum yang berlaku. Psikolog dan/atau
ilmuwan Psikologi berusaha menyelesaikan konflik ini dengan menunjukkan komitmen terhadap
kode etik dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasi konflik ini dalam cara-cara yang
dapat diterima.

2.2 Kompetensi Psikologi Forensik

Kompetensi psikolog forensik Memahami piskologi forensic Memahami system hukum di


Indonesia . Psikolog forensik menerapkan kompetensi asesmen, intervensi, dan prevensinya
dalam konteks permasalahan hukum. Seorang psikolog forensik dibutuhkan untuk melakukan
pemeriksaan bagi pelaku kejahatan untuk dianggap mampu mengambil tanggung jawab atas
tindakannya.
Pasal 57: Kompetensi Pasal ini menjelaskan berbagai hal terkait kompetensi seorang
psikolog dan ilmuwan psikologi forensik antara lain:

1. Definisi praktik psikolog forensik Menangani pemeriksaan psikologi pada individu yang
terlibat kasus hukum atau terpidana

2. Kompetensi psikolog forensik Memahami piskologi forensic Memahami system hukum di


Indonesia

3. Ruang lingkup psikolog forensik Asesmen Evaluasi psikologis Penegakan diagnosa


Konsultasi dan terapi psikologi Intervensi psikologi dalam kaitannya dengan proses hukum
(misalnya evaluasi psikologis bagi pelaku atau korban criminal Sebagai saksi ahli, Evaluasi
kompetensi untuk hak pengasuhan anak Program asesmen Konsultasi dan terapi di lembaga
pemasyarakatan) hanya dapat dilakukan oleh psikolog.

4. Memiliki kompetensi untuk melakukan penelitian forensik.

2.3 Tanggung jawab, hak, wewenang psikologi Forensik

Wewenang :

 Pasal 58 Kewajiban dan wenang Pasal ini menjelaskan kewajiban dan wewenang yang
dimiliki oleh psikolog forensik . Adapun yang termasuk kewajiban dari psikolog forensic
adalah:
a) Membantu proses peradilan pidana sesuai azas profesionalitas Adapun yang menjadi
wewenang dari psikolog forensic antara lain:

b) Memberikan laporan tertulis atau lisan mengenai hasil penemuan forensic

c) Membuat pernyataan karakter psikologi seseorang, hanya sesudah ia melakukan


pemeriksaan terhadap pribadi bersangkutan sesuai standar prosedur pemeriksaan
psikologi, untuk mendukung pernyataan atau kesimpulannya. Bila tidak dilakukan
pemeriksaan menyeluruh karena keadaan tidak memungkinkan, Psikolog menjelaskan
keterbatasan yang ada, serta melakukan langkah-langkah untuk membatasi implikasi
dari kesimpulan atau rekomendasi yang dibuatnya.Psikologi forensik memberi
masukan dan bantuan kepada penyidik tentang langkah-langkah penyidik dalam
pengawal pelaku dalam hal pengawasan untuk keselamatan pelaku dan tahanan
lainnya di Polres/Polsek selama dalam proses tahap penyidikan kepolisian, hingga ke
proses pengadilan

Hak Psikologi Forensik :

 Adapun yang menjadi hak dari psikolog forensik adalah: Mendapatkan perlindungan dari
HIMPSI apabila terlibat masalah yang terkait dengan hukum, apabila ia sudah
menjalankan tugas sesuai dengan kode etik dan profesionalitas.

2.4 Pertanyaan sebagai saksi atau saksi ahli

Pasal 59 Pernyataan sebagai saksi atau saksi ahli Adapun hal hal ynag terkait dengan
pernyataan saksi dan saksi ahli adalah:

A. Memberikan kesaksian untuk menegakkan keadilan berdasarkan pemeriksaan psikologi


forensik yang sesuai prosedur
B. Berpegang teguh pada kode etik apabila terjadi konflik Bila kemungkinan terjadi konflik
antara ke-butuhan untuk menyampaikan pendapat dan keharusan mengikuti aturan
hukum yang di-tetapkan dalam kasus di pengadilan, psikolog berusaha menyelesaikan
konflik ini dengan menunjukkan komitmen terhadap Kode Etik dan mengambil langkah-
langkah untuk mengatasi konflik dengan cara-cara yang bisa diterima.

C. Ketentuan apabila lebih dari satu saksi ahli psokolog Bila kemungkinan ada lebih dari
satu saksi atau saksi ahli psikolog, maka psikolog tersebut harus memegang teguh
prinsip hubungan profesional sesuai dengan pasal 19 buku kode etik ini.

D. Ketentuan dalam memberikan kesaksian Adapun beberapa ketentuan dalam


memberikan kesaksian antara lain: Melakukan pemeriksaan ejauh yang diizinkan
Bersikap professional dalam memberikan pandangan Menghindari terjadinya konflik
antar berbagai pihak.

E. Apabila terjadi konflik sesama psikolog dalam pemberian saksi Psikolog dapat meminta
bantuan HIMPSI untuk menyelesaikan masalah dengan melakukan pemeriksaan
psikologi sesuia standard dan kaedah ilmiah 6. HIMPSI dapat meminta pendapat dari
ikatan profesi lain yang kompeten untuk menyelesaikan konflik antara psikolog forensic.

Sistem pengadilan Indonesia mengenal beberapa barang bukti yang sah dalam persidangan.
Salah satunya adalah keterangan ahli dari saksi ahli. Dalam menghadirkan seorang saksi ahli
dalam persidangan, maka harus ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh saksi ahli agar dapat
dikatakan sebagai saksi ahli. Selain itu, saksi ahli juga harus mempunyai etika dan
profesionalisme dalam menjalan tugasnya sebagai seorang saksi ahli.Dalam sistem peradilan
yang ada di Indonesia, tahapan pembuktian adalah salah satu tahapan penting yang harus
dijalani. Karena pada tahapan pembuktian, akan menunjukkan apakah terdakwa terbukti bersalah
atau tidak atas kasus yang sedang dihadapi. Ketika proses pembuktian, akan ada tahapan
memperlihatkan barang bukti yang ada.Terkait hal-hal yang berpotensi menjadi barang bukti
dalam pengadilan, Indonesia telah mengaturnya dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana .

KUHP dalam pasal 184 ayat


(1) mengatakan “alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk
dan keterangan terdakwa” [1].Salah satu yang sah menjadi alat bukti yaitu keterangan ahli atau
yang biasa disebut dengan saksi ahli. Kehadiran saksi ahli sesuai yang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada pasal 1 menyebutkan bahwa “Keterangan
Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang
hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”

(2) Ketika menjadi saksi ahli dalam sebuah persidangan, maka harus ada etika dan
profesionalisme yang dijaga oleh para saksiahli. Untuk itu dalam paper ini, akan dibahas tentang
bagaimana etika dan profesionalisme yang harus dimiliki oleh para saksi ahli.

(3) Selain itu, dalam memberikan kesaksiannya, seorang saksi ahli juga hanya menyampaikan
apa yang menjadi bidang keahliannya yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang
diperiksa.

Undang-undang dan aturan di Indonesia belum ada yang mengatur secara rinci tentang apa
saja syarat-syarat dan aturan untuk menjadi seorang saksi ahli, namun biasanya seorang saksi
ahli dapat dihadirkan dalam persidangan apabila mempunyai latar belakang pendidikan formal
maupun informal terhadap kasus yang akan dihadapi dan juga berdasarkan pengalamannya.
Nantinya, hakimlah yang akan menentukan diterima atau tidaknya saksi ahli ini dalam
persidangan.

2.5 Peran majemuk dan profesional Psikologi/ilmuan psikologi

Psikolog atau Ilmuwan Psikologi harus menghindari untuk menjalankan peran majemuk.
Bila peran majemuk terpaksa dilakukan kejelasan masing-masing peran harus ditegaskan sejak
awal dan tetap berpegang teguh pada azas profesionalitas, obyektivitas serta mencegah dan
meminimalkan kesalahpahaman. Hal-hal yang harus diperhatikan bila peran majemuk terpaksa
dilakukan:

 Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menghindar untuk melakukan peran majemuk


dalam hal forensik, apalagi yang dapat menimbulkan konflik. Bila peran majemuk
terpaksa dilakukan, misalnya sebagai konsultan atau ahli serta menjadi saksi di
pengadilan, kejelasan masingmasing peran harus ditegaskan sejak awal bagi Psikolog
dan/atau Ilmuwan Psikologi, serta pihak-pihak terkait, untuk mempertahankan
profesionalitas dan objektivitas, serta mencegah dan meminimalkan kesalahpahaman
pihakpihak lain sehubungan dengan peran majemuknya.

 Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang menjalin hubungan profesional sebelumnya


dengan orang yang menjalani pemeriksaan tidak terhalangi untuk memberi kesaksian,
atau menyampaikan pendapatnya selaku saksi ahli yang melakukan pemeriksaan, sejauh
diijinkan oleh aturan hukum yang berlaku. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus
tetap dapat bersikap profesional dalam memberikan pandangan serta menjaga atau
meminimalkan terjadinya konflik antara berbagai pihak.

 Ilmuwan Psikologi dan Psikolog mempunyai kewajiban untuk memahami dan


menjalankan pekerjaan sesuai dengan kode etik dan penerapannya. Kurang dipahaminya
kode etik tida dapat menjadi alasan untuk mempertahankan diri ketika melakukan
kesalahan atau pelanggaran.

2.6 Pernyataan melalui media tentang psikologi forensik

Pasal 61 Psikolog dan/atau ilmuwan psikologi yang me-lakukan layanan psikologi dapat
memberikan pernyataan pada publik melalui media dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:

a) Hanya psikolog yang melakukan pe-meriksaan psikologi terhadap kasus hukum yang
ditanganinya yang dapat memberikan pernyataan di media tentang kasus tesebut.

b) Psikolog dapat membuat pernyataan di media tentang suatu gejala yang terjadi di masyarakat.
Jika ia tidak melakukan pemeriksaan psikologis maka hal ini harus dinyatakan pada media dan
pernyataan yang disampaikan bersifat umum dan didasarkan pada kaidah prinsip psikologi sesuai
dengan teori dan/atau aliran yang diikuti. Pernyataan di media harus mempertimbangkan
kepentingan masyarakat, hak subjek yang diperiksa (seperti azas praduga tak bersalah pada
pemeriksaan psikologis pelaku, atau hak untuk tidak dipublikasikan), dan telah
mempertimbangkan batasan kerahasiaan sesuai dengan pasal 24 buku Kode Etik ini.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

psikologi forensik dapat membantu hakim untuk menentukan faktor psikologis tertentu dari
pihak-pihak yang terlibat dalam proses peradilan; ini dapat menjelaskan perilaku seseorang agar
lebih dapat dipahami bahwa dia adalah korban atau penyerang dalam keadaan tertentu. Informasi
ini diberikan kepada pengadilan agar pengadilan dapat mengambil keputusan berdasarkan
fakta.Namun, psikolog forensik tidak diberdayakan untuk membela atau bertindak sebagai
penuntut bagi salah satu pihak yang terlibat dalam sengketa hukum. Fungsinya deskriptif dan
informatif, dan oleh karena itu harus sepenuhnya netral.
3.2 Saran

Diharapakan untuk para pembaca juga memelajari tentang Psikologi Forensik Melalui
Sumber-sumber yang lainya.

DAFTAR PUSTAKA

 Cetakan Pertama, Juni 2010 Hasil Kongres XI Himpsi, 2010 di Surakarta Penerbit
dan Penanggung Jawab Pengurus Pusat Himpunan Psikologi IndonesiaJl. KH.
Muhasyim Raya 23 Cilandak Barat, Jakarta 12430 Indonesia Telp./Fax .: 021-
75818256 Website: http://www.himpsi.org

 https://id.scribd.com/doc/305584173/MAKALAH-PSIKOLOGI-FORENSIK

 https://intanayuda8.wordpress.com/category/psikologi-sosial/makalah-psikologi-
forensik/

 https://psikologi.uma.ac.id/pengertian-psikologi-forensik-dan-fungsi/
 http://repo.unsrat.ac.id/1349/2/Hal_42-52_Marchel_R._Maramis_No_7_Juli-
Desember_2015.pdf

 https://ejurnal.umri.ac.id/index.php/coscitech/article/download/1679/1121

 https://www.psikologimultitalent.com/2015/09/pedoman-hukum-forensik-dan-
pemberian.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai