Dosen Pengampu
Disusun Oleh
UNIVERSITAS JAMBI
2022/2023
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kode etik merupakan acuan yang dibuat untuk beberapa profesi yang
membutuhkannya, kode etik sendiri dipercaya dapat menjadi barometer tindakan
profesional dalam suatu profesi, termasuk para psikolog yang membutuhkan kode etik
psikologis untuk dijadikan acuan agar dapat Bertindak. sebagai psikolog atau
ilmuwan psikolog dan sebagainya. Namun, kode etik ini sering disalahgunakan dan
diabaikan oleh para psikolog dan psikolog lainnya. Tidak menutup kemungkinan para
psikolog atau psikolog ilmiah telah melakukan berbagai pelanggaran. Pada makalah
ini berfokus kepada BAB VIII dari kode etik psikologi Indonesia. Pada bab ini terdiri
dari 8 pasal mulai dari pasal 37 – 44. Pasal 37 berisikan Pedoman Umum yang
membahas tentang Pendidikan serta Selain itu juga memastikan Pendidikan bergelar
atau non gelar dan pelatihan, (Pelatihan adalah kegiatan yang bertujuan membawa
kearah yang lebih baik yang dapat dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi, Himpsi,
Asosiasi/Ikatan Minat dan/atau Praktik Spesialisasi Psikologi atau lembaga lain yang
kegiatannya mendapat pengakuan dari Himpsi. Pasal 38 membahas mengenai
Rancangan dan Penjabaran Program Pendidikan dan/atau Pelatihan dimana Psikolog
dan atau Ilmuwan Psikologi menyusun program pendidikan dan/atau pelatihan
berdasarkan teori dan bukti-bukti ilmiah dan berorientasi pada kesejahteraan peserta
pendidikan dan/atau pelatihan. Selanjutnya adalah Pasal 39 yang membahas
Keakuratan dalam Pendidikan dan/atau Pelatihan. Psikolog dan/atau Ilmuwan
Psikologi mengambil langkah yang tepat guna memastikan rencana pendidikan
dan/atau pelatihan berdasar perkembangan kemajuan pengetahuan terkini dan sesuai
dengan materi yang akan dibahas serta berdasarkan teori yang ada. Pasal ini
menjelaskan bahwa psikolog dan ilmuwan psikolog dalam mengambil Langkah dalam
pendidikan dan pelatihan harus berdasarkan perkembangan kemajuan pengetahuan
yang ada. psikolog dan ilmuwan psikologi bertanggung jawab atas akurasi dan tujuan
pengajaran, pelatihan dan pendidikan yang diselenggarakannya.
Selanjutnya adalah Pasal 43 Penilaian Kinerja Peserta Pendidikan dan/atau Pelatihan atau
Orang yang Disupervisi yaitu menjelaskan mengenai evaluasi yang dilakukan oleh Psikolog
dan lmuwan Psikologi pada peserta didikan atau orang yang dibimbingnya berdasarkan
kinerjanya secara nyata dan ada relevansinya dengan persyaratan yang ditentukan oleh
program. Psikolog dan Ilmuwan Psikologi membangun hubungan yang kondusif dalam
mendukung dilakukannya evaluasi peserta didikan atau orang yang dibimbingnya. Pasal 44
Keakraban Seksual dengan Peserta Pendidikan dan/atau Pelatihan atau Orang yang di
Supervisi, Pasal ini menjelaskan dilarangnya psikolog dan ilmuwan psikologi untuk terlibat
dalam keakraban seksual dengan peserta didik, bawahan yang disupervisi atau dengan orang
yang bekerja dalam institusi yang sama dengan psikolog dan ilmuwan psikologi. Menjelaskan
penggambaran situasi hubungan kerja yang diperbolehkan pada profesi Psikolog dan
Ilmuwan Psikologi mengenai sikap profesional dan perlakuan terhadap pemakai jasa atau
klien, terutama pada sub pasal mengenai hubungan yang mengandung unsur eksploitasi.
Dalam sub pasal ini psikolog dan ilmuwan psikologi dilarang melakukan eksploitasi pada
mahasiswa yang dibimbingnya dan dilarang terjadinya hubungan seksual dengan pribadi
yang mereka supervisi, evaluasi atau di bawah wewenang mereka. Namun, bentuk-bentuk
eksploitasi tidak dijelaskan secara spesifik sehingga juga menyebabkan pemahaman yang
berbeda.
Berdasarkan penjelasan diatas terdapat 8 pasal dari Bab VIII kode etik psikologi
Indonesia, namun pada makalah ini hanya akan berfokus kepada
Rumusan Masalah
B. Tujuan
1. Agar dapat memahami kode etik yang terdapat pada pasal 37- 44
2. Agar dapat memahami pengertian serta contoh kasus yang sering terjadi di
kehidupan sehari-hari.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kode Etik Psikologi
Kode etik profesi adalah aturan tertulis mengenai norma moral yang
dirumuskan oleh asosiasi profesi yang memiliki kekuasaan dalam mengatur
anggotanya dalam menjalankan profesinya. Kode etik profesi berperan sebagai
pedoman, panduan, landasan, dan petunjuk dalam bersikap, tingkah laku, serta
perbuatan pada sebuah kelompok profesi tertentu yang mengatur anggotanya agar
dapat menjalankan profesinya dengan baik dan tepat (Denadia,2021). Terbentuknya
kode etik bertujuan untuk melindungi dari perbuatan yang tidak profesional serta agar
profesional memberikan jasa sebaik-baiknya terhadap konsumennya. Psikolog telah
dihadapkan pada banyak tantangan mulai dari prinsip hingga praktik. Tantangan-
tantangan tersebut sebagian besar dievaluasi berdasarkan standar profesional, prinsip
etika, dan praktik. Psikologi berpijak pada keilmuan dan praktik (aplikatif) sehingga
tidak hanya menjadi suatu ilmu. Namun, psikologi juga menjadi suatu praktik di mana
dapat memberikan manfaat bagi manusia. Oleh karena itu, seorang psikolog sebagai
praktisi memerlukan panduan etis dalam kerja mereka serta dalam melayani kliennya.
Kode etik dalam profesi psikologi pertama kali diberlakukan pada tahun 1953
oleh APA (American Psychological Association) di mana pada saat itu para psikolog
yang tergabung dengan APA melibatkan dilema etik dalam banyak kasus klinis yang
muncul dalam konteks profesionalisme. Hal ini mendorong komite APA untuk
merumuskan kode etik menyeluruh yang memberikan standar dan batasan berupa
aturan-aturan yang mengikat serta menjadi acuan dalam tata cara perilaku profesional
psikolog. Seiring perkembangannya, dimulai sejak awal penyusunan hingga saat ini,
kode etik ini telah banyak mengalami perbaikan dan penyempurnaan serta menjadi
standar etika yang baik. Kode etik APA memuat ketentuan terkait etika profesi
psikologi, yaitu: (1) pemecahan masalah etika, (2) kompetensi, (3) hubungan manusia,
(4) privasi dan kerahasiaan, (5) periklanan dan pernyataan publik, (6) penjagaan
rekaman dan pembayaran, (7) pendidikan dan pelatihan, (8) penelitian dan publikasi,
(9) penilaian psikologis, (10) terapi. Kode etik APA juga memuat mengenai prinsip
umum yang terdiri dari lima bagian meliputi (1) manfaat dan penyalahgunaan, (2)
pengabdian dan tanggung jawab, (3) keadilan, (4) integritas, dan (5) penghargaan
terhadap hak-hak dan martabat manusia (Purwakania Hasan, 2008).
Kode etik psikologi di Indonesia disusun oleh profesi psikologi Indonesia
yaitu HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) yang tergabung oleh seluruh lulusan
pendidikan psikologi di Indonesia. HIMPSI merupakan lanjutan dari ISPsi (Ikatan
Sarjana Psikologi Indonesia) yang didirikan pada 11 Juli 1959. Kode etik psikologi
Indonesia pertama kali disusun oleh ISPsi dan pada tahun 2010 saat kongres HIMPSI
ke-11 ditetapkan kode etik psikologi Indonesia sebagai pengganti versi tahun 2000.
Kode Etik Psikologi Indonesia merupakan ketentuan tertulis yang diharapkan menjadi
pedoman dalam bersikap dan berperilaku, serta pegangan teguh seluruh Psikolog dan
kelompok Ilmuwan Psikologi, dalam menjalankan aktivitas profesinya sesuai dengan
kompetensi dan kewenangan masing- masing, guna menciptakan kehidupan
masyarakat yang lebih sejahtera. Kode Etik Psikologi Indonesia terdiri dengan 14 bab
dan 80 pasal yang membahas mengenai hal-hal berkaitan dengan psikologi sebagai
berikut:
Bab 1. Pengertian dan prinsip umum.
Bab 2. Persoalan yang perlu diatasi menyangkut penyalahgunaan bidang
psikologi, penyelesaian isu etika dan masalah diskriminasi.
Bab 3. Kompetensi.
Bab 4. Hubungan antar manusia
Bab 5. Kerahasiaan rekam dan hasil pemeriksaan psikologi.
Bab 6. Iklan dan pernyataan publik.
Bab 7. Biaya layanan psikologi.
Bab 8. Pendidikan dan pelatihan.
Bab 9 Penelitian dan publikasi.
Bab 10. Psikologi forensik.
Bab 11. Asesmen.
Bab 12. Intervensi.
Bab 13. Psikoedukasi
Bab 14. Konseling psikologi dan terapi psikologi.
Prinsip-prinsip etis yang ditekankan oleh Kode etik psikologi Indonesia ini
diungkapkan dalam pasal 1 mengenai prinsip umum. Adapun prinsip etis itu
mencakup (1) penghormatan pada harkat dan martabat manusia. Seorang psikolog
atau ilmuwan psikologi harus berhati-hati dalam berperilaku dan membuat keputusan
agar hak dan kesejahteraan individu atau komunitas tidak terganggu, selain itu juga
menghormati pada setiap perbedaan budaya, usia, gender, ras, orientasi seksual, status
ekonomi, dan sebagainya. (2) integritas dan sikap ilmiah. Psikolog yang memiliki
integritas tidak akan mudah tergoda dengan hal-hal yang 9 akan mengganggu dirinya
serta memiliki perilaku yang berorientasi pada etika ilmiah yang telah diyakini
kebenarannya. (3) profesional. Seorang psikolog atau ilmuwan psikologi yang
profesional memiliki kompetensi dalam menjalankan seluruh bentuk layanan
psikologi serta menekankan diri pada tanggung jawab, kejujuran, objektivitas, dan
batasan kompetensi. (4) keadilan. Prinsip keadilan dalam etika profesi psikologi
berupa kejujuran dan ketidakberpihakan adalah hak setiap individu sehingga
pengguna layanan psikologi mendapatkan layanan dengan kualitas setara. (5)
manfaat. Seorang psikolog atau ilmuwan psikologi berusaha secara maksimal dalam
memberikan manfaat pada kesejahteraan umat manusia, memberikan perlindungan
hak, dan meminimalkan risiko dampak buruk bagi pengguna layanan psikologi.
Pada Kode Etik Psikologi Indonesia yang disusun oleh HIMPSI ini
menjelaskan secara rinci dan mudah dipahami mengenai batasan-batasan serta standar
yang harus dilakukan dan dijalani oleh seluruh profesional psikologi. Hal ini
bertujuan untuk membangun kepercayaan masyarakat akan profesi psikolog, sehingga
diperlukan sebuah kepastian, jaminan, dan perwujudan dari upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan psikologi bagi seluruh masyarakat. Sehingga HIMPSI
sebagai satu-satunya wadah komunitas psikologi di Indonesia, telah menghimpun
nilai-nilai moral yang hakiki dalam bentuk Kode Etik Psikologi Indonesia yang
berfungsi sebagai standar pengaturan diri bagi psikolog dan ilmuwan psikologi. Hal
ini bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, Kode Etik Psikologi
hakikatnya merupakan kristalisasi dari nilai moral yang bersifat universal, sehingga
penyusunannya juga mempertimbangkan kesepakatan internasional (Himawan dkk,
2016).
Penjabaran : Pasal ini menjelaskan bahwa psikolog dan ilmuwan psikolog dalam
mengambil langkah dalam pendidikan dan pelatihan harus berdasarkan perkembangan
kemajuan pengetahuan yang ada. psikolog dan ilmuwan psikologi bertanggung jawab
atas akurasi dan tujuan pengajaran, pelatihan dan pendidikan yang
diselenggarakannya
4. Pasal 40 (Informed Consent dalam Pendidikan dan/atau Pelatihan)
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus memperoleh persetujuan untuk
melaksanakan pelatihan sebagaimana yang dinyatakan dalam standar informed
consent, kecuali jika
a) Pelaksanaan pelatihan diatur oleh peraturan pemerintah atau hukum;
b) Pelaksanaan dilakukan sebagai bagian dari kegiatan pendidikan, kelembagaan
atau orgainsasi secara rutin misal: syarat untuk kenaikan jabatan.
Bila suatu pendidiksn dan/atau pelatihan atau suatu kegiatan merupakan suatu
persyaratan dalam suatu program pendidikan dan/atau pelatihan, maka penyelenggara
harus bertanggung jawabbahwa program tersebut tersedia. Pendidikan dan/atau
pelatihan yang diisyaratkan tersebut diberikan oleh ahli dalam bidangnya yang dapat
tidak berhubungan dengan program pendidikan dan/atau pelatihan tersebut.
Contoh kasus :
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kode Etik Psikologi merupakan ketentuan tertulis yang berisi nilai-nilai
menjadi pegangan teguh bagi seluruh Psikolog dan Ilmuwan Psikologi dalam
menjalankan aktivitas profesinya, guna mewujudkan kehidupan masyarakat yang
lebih sejahtera. Pada bab VIII mengenai Pendidikan dan/atau pelatihan, terdapat
pasal-pasal yang dimana diantaranya terdapat delapan pasal yang harus dipahami oleh
Psikolog dan Ilmuwan Psikolog. Selain itu, Terbentuknya kode etik bertujuan untuk
melindungi dari perbuatan yang tidak profesional serta agar profesional memberikan
jasa sebaik-baiknya terhadap konsumennya.
DAFTAR PUSTAKA
Denadia, F., & Ediyono, S. (2021) Hubungan Etika dan Ilmu Psikologi Berdasarkan
Perspektif Filsafat The Relation between Ethics and Psychology Based on Philosophical
Perspective.
Himawan, K. K., Dewi, W. P., Sitorus, K. S., & Mutiara, E. (2016). Kode Etik
Psikologi dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Salemba Humanika.
Kirana, Y. (2020). Psikologi dan etika profesi dalam nilai-nilai ilmu pengetahuan.
Jurnal Ilmiah Hukum Dan Keadilan, 7(1), 130-149.
KONTRIBUSI KELOMPOK
Aisya syakinah Ulza:Aktif dalam berdiskusi, mencari materi dan membuat makalah
Heza Septiarani: Aktif dalam berdiskusi, mencari materi, membuat makalah dan voice
over video