Anda di halaman 1dari 20

PANDANGAN PEMERINTAH TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM DI

SEKOLAH UMUM DAN PANDANGAN PEMERINTAH TERHADAP


PENDIDIKAN ISLAM DI PERGURUAN TINGGI

DOSEN PENGAMPU

DISUSUN OLEH :

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

STIT SYAMSUL MA’ARIF BONTANG

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan kata syukur yang tiada terhingga atas kehadirat


Allah SWT. Berkat rahmat dan inayah-nya jua lah, alhamdulillah, akhirnya kami
bisa menyelesaikan makalah ini.

Sholawat serta salam tiada lupa terhaturkan kepada junjungan kita nabi
besar Muhammad SAW. beserta para keluarga, sahabat, dan para pengikut-
pengikut beliau hingga akhir nanti.

Makalah ini disusun untuk untuk memenuhi tugas kelompok pada mata
kuliah “Sosiologi Pendidikan Agama”, yang diasuh oleh Dosen “Qosim Lakaseng
S.H.I, M.Pd” dan dengan selesainya makalah ini, maka kami sebagai penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut serta
membantu dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada Bapak Dosen
pengajar dalam pembelajaran mata kuliah ini dan kepada teman-teman semua.

Kami menyadari terdapat begitu banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini dapat diterima untuk memenuhi tugas tersebut. Terakhir, semoga
makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan siapapun yang membacanya.

Bontang, 24 Mei 2022

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar.................................................................................................. i

Daftar Isi........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan.................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 2

A. Arti Penyesuaian Diri........................................................................... 2


B. Sosialisasi Dan Penyesuaian Diri......................................................... 4
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sosialisasi................................... 12

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 15


A. Kesimpulan........................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan budi pekerti memiliki esensi dan makna yang sama


dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah
membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga
masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang
baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu
masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu,
yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh
karena itu, hakikat dari Pendidikan Budi Pekerti dalam konteks pendidikan
di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur
yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka
membina kepribadian generasi muda.

B. Rumusan Masalah

1. Arti sosialisasi dan penyesuaian diri


2. Sosialisasi dan penyesuaian diri fitrah manusia

C. Tujuan Penulisan

1. Memahami dan mengerti arti sosialisasi dan penyesuaian diri serta


mampu menjelasakan dan contoh mengenai arti sosialisasi.
2. Memahami bahwa proses sosialisasi dan penyesuaian diri
merupakan bagian fitrah menusia serta mengetahui berbagai
contohnya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. ARTI PENYESUAIAN DIRI


1. Konsep Penyesuaian diri

Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada


sejauh mana hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam
penyesuaian diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada
tuntutan masyarakat. Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah
mampu menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri,
kondisi fisik, mental, dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh
faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan berkembang
proses penyesuaian yang baik atau yang salah.

Penyesuaian yang sempurna dapat terjadi jika manusia / individu


selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya,
tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan semua fungsi-
fungsi organisme / individu berjalan normal. Namun, penyesuaian diri

lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat, dan manusia terus menerus
menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna
mencapai pribadi sehat. Penyesuaian diri adalah suatu proses.
Kepribadian yang sehat ialah memiliki kemampuan untuk mengadakan
penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap lingkungannya.1

1
Desmita, 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

2
2. Pengertian Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan


untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih

sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Atas dasar


pengertian tersebut dapat diberikan batasan bahwa kemampuan
manusia sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang
menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya.2

Dalam kehidupan sehari-hari, Penyesuaian diri merupakan salah


satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental
individu. Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai
kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidak-mampuannya dalam
menyesuaikan diri, baik dengan kehidupan keluarga, sekolah,
pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya. Tidak jarang pula
ditemui bahwa orang-orang mengalami stres dan depresi disebabkan
oleh kegagalan mereka untuk melakukan penyesaian diri dengan
kondisi yang penuh tekanan.

Penyesuaian dapat diartikan sebagai berikut3 :

1) Penyesuaian berarti adaptasi; dapat mempertahankan


eksistensinya, atau bisa survive dan memperoleh
kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat
mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan
sosial.
2) Penyesuaian dapat diartikan sebagai penguasaan, yaitu
memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan
mengorganisasi respon – respon sedemikian rupa, sehingga
bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan dan
frustasi-frustasi secara efisien. Individu memiliki

2
Ibid, hal.20
3
Ibid, hal. 23

3
kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang
memnuhi syarat.
3) Penyesuaian dapat diartikan penguasaan dan kematangan
emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara
positif memiliki respon emosional yang tepat pada setiap
situasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa, penyesuaian diri
adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada
diri sendiri dan pada lingkungan.

B. SOSIALISASI DAN PENYESUAIAN DIRI

Sosialisasi adalah proses mempelajari, menghayati, dan


menanamkan suatu nilai, norma, peran, pola perilaku yang diperlukan
individu-individu untuk dapat berpartisipasi yang efektif dalam kehidupan
masyarakat.4
Pendekatan adalah Sebuah cara yang telah diatur dalam berfikir
baik-baik untuk mencapai suatu maksud.  Sesuatu cara kerja untuk
memudahkan pendidik atau fasilitator agar peserta didik atau warga belajar
ingin belajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.5
Sosialisasi diartikan sebagai sebuah proses seumur hidup
bagaimana seorang individu mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang
meliputi cara-cara hidup, nilai-nilai, dan norma-norma social yang terdapat
dalam masyarakat agar dapat diterima oleh masyarakatnya.
1. Proses Sosisalisasi
George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui
seseorang dapat dibedakan melalui tahap-tahap sebagai berikut.6
a) Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang
anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya,
4
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. 1991. Hal 3
5
Armai Arief. MA, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat Pers, Jakarta, 2002
6
Nasution R. Sosiologi Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara. 1999. Hal 78

4
termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada
tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru
meski tidak sempurna. Contoh: Kata “makan” yang
diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan
“mam”. Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat
oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat
makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang
dialaminya.

b) Tahap Meniru (Play Stage)


Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya
seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh
orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran
tentang nama diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya,
dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang
dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu
dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk
menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai
terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial
manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk.
Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang
dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri,
yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi
seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang
amat berarti (Significant other)

c) Tahap siap bertindak (Game Stage)


yang dilakukan sudah mulai berkurang dan
digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan
sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya
menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat

5
sehingga memungkinkan adanya
kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai
menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan
bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini
lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya
semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan
teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan
yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga
mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai
menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar
keluarganya.

d) Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized


Stage/Generalized other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa.
Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi
masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat
bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang
berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas.
Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan,
kemampuan bekerja sama–bahkan dengan orang lain yang
tidak dikenalnya– secara mantap. Manusia dengan
perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga
masyarakat dalam arti sepenuhnya.
Sosialisasi dapat terjadi melalui interaksi sosial
secara langsung ataupun tidak langsung. Proses sosialisasi
dapat berlangsung melalui kelompok social, seperti
keluarga, teman sepermainan dan sekolah, lingkungan
kerja, maupun media massa. Adapun media yang dapat

6
menjadi ajang sosialisasi adalah keluarga, sekolah, teman
bermain media massa dan lingkungan kerja.7
a. Keluarga

bapaknya dan saudara-saudaranya. Kebijaksanaan


orangtua yang baik dalam proses sosialisasi anak, antara
lain :

1) berusaha dekat dengan anak-anaknya.


2) mengawasi dan mengendalikan secara wajar
agar anak tidak merasa tertekan.
3) mendorong agar anak mampu membedakan
benar dan salah, baik dan buruk.
4) memberikan keteladanan yang baik.
5) menasihati anak-anak jika melakukan
kesalahan-kesalahan dan tidak menjatuhkan.

b. Sekolah

Pendidikan di sekolah merupakan wahana sosialisasi


sekunder dan merupakan tempat berlangsungnya proses
sosialisasi secara formal. Robert Dreben berpendapat
bahwa yang dipelajari seorang anak di sekolah tidak
hanya membaca, menulis, dan berhitung saja namun
juga mengenai kemandirian, prestasi, universal dan
spesifitas.

c. Teman bermain (kelompok bermain)

Kelompok bermain mempunyai pengaruh besar dan


berperan kuat dalam pembentukan kepribadian anak.
Dalam kelompok bermain anak akan belajar

7
Ibid, hal 80

7
bersosialisasi dengan teman sebayanya. Puncak
pengaruh teman bermain adalah masa remaja. Para
remaja berusaha untuk melaksanakan nilai-nilai dan
norma-norma yang berlaku bagi kelompoknya itu
berbeda dengan nilai yang berlaku pada keluarganya,
sehingga timbul konflik antara anak dengan anggota
keluarganya. Hal ini terjadi apabila para remaja lebih
taat kepada nilai dan norma kelompoknya.

d. Media Massa

Media massa seperti media cetak, (surat kabar, majalah,


tabloid) maupun media         elektronik (televise, radio,
film dan video). Besarnya pengaruh media massa sangat
tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang
disampaikan.

e. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja merupakan media sosialisasi yang


terakhir cukup kuat, dan efektif           mempengaruhi
pembentukan kepribadian seseorang.

1) lingkungan kerja dalam panti asuhan, orang


yang bekerja dilingkungan panti asuhan lama
kelamaan terbentuk kepribadian dengan tipe
memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, sabar
dan penuh rasa toleransi.
2) lingkungan kerja dalam perbankan, lingkungan
ini dapat membuat seseorang menjadi sangat
penuh perhitungan terutama terhadap hal-hal
yang bersifat material dan uang.

8
2. Penyesuaian Diri Dengan Fitrah Manusia

Para ahli pendidik muslim umumnya sependapat bahwa teori dan   


praktek kependidikan Islam harus di dasarkan pada konsepsi dasar
tentang manusia. Pembicaraan diseputar persoalan ini merupakan
sesatu yang sangat vital dalam   pendidikan. Tanp kejelasan konsep ini,
pendidikan akan meraba-raba. Bahkan menurut Ali Ashraf, pendidikan
Islam tidak akan dapat difahami secara jelas tanpa terlebih dahulu
memahami penafsiran Islam tentang pengembangan individu
seutuhnya.
Dalam sebuah hadits fitrah diungkapkan dalam berbagai bentuk
dan makna. Salah   satu hadits yang mengungkapkan fitrah manusia
(hakikat manusia) yaitu       hadits yang      berbunyi: “tidaklah anak
itu dilahirkan kecuali atas dasar fitrah (bakat). Maka ayah ibunya  
yang menjadukan anaknya Yahudi, nasrani ataupun Majusi”. (H.R.
Muslim: 458)
Para pemikir Islam mencoba mengemukakan teorinya tentang
fitrah, dari penafsiran ayat dan hadis tersebut diantaranya: Fitrah
berarti kesucian, menurut al-Auzal (1976), fitrah adalah kesucian
dalam jasmaniah dan rohania.
Dalam bidang Pendidikan, bayi yang akan dilahirkan disarankan
untuk menciptakan kondisi rumah tangga yang rukun dan damai.
Keaaan itu dapat dicapai, misalnya dengan cara pengendalian diri.
Janganlah berbuat jahat terhadap sesama manusia ataupun makhluk
lain, Karena tingkah laku orang tua selalu dikait-kaitkan dengan
pertumbuhan bayi yang sedang dikandungnya.
Keutuhan terhadap pendidikan tersebut bukan sekedar untuk
mengembangkan aspek-aspek individualisasi dan sosialisasi.
Melainkan juga mengarah pada perkembangan kemampuan dasar
tersebut kepada pola hidup yang dihajatkan manusia dalam bidang
duniawiyah dan ukhrawiyah, dalam bidang fisik/materi dan

9
mental/spiritual yang harmonis. Oleh karena itu didalam apa yang
disebut “keharusan pendidikan” itu    sebenarnya mengandung aspek-
aspek kepentingan yang antara lain dapat diterangkan sebagai berikut:8

1) Aspek Pedagogis
Dalam hal ini manusiadipandang sebagai makhluk yang disebut
“Homo educondum” yaitu makhluk yang harus dididik, oleh karena
menurut aspek ini manusia dikategorikan sebagai “animal educabil” yaitu
sebangsa binatang yang dapat dididik, sedangkan binatang selain manusia
hanya dapat dilakukan “dressur” (dilatih sehingga dapat mengerjakan
sesuatu yang sifatnya statis, tidak berubah).
Jadi disini pendidikan berfungsi memanusiawikan manusia yang dengan
tanpa pendidikan sama sekali, manusia tidak dapat menjadi manusia
sebenarnya.

2) Aspek Psikologis
Aspek ini memandang manusia sebagai makhluk yang disebut
“psychophysik netral” yaitu makhluk yang memilki kemandirian
jasmaniah dan rohaniah. Di dalam kemandirian itu. Manusia mempunyai
potensi dasar atau kemampuan dasar (deposito) yang merupakan benih
yang dapat bertumbuh dan berkembang.

3) Aspek sosiologis dan cultural


Aspek inilah yang memandang manusia bukan hanya “psycho-
physik netral”, akan tetapi juga “Homo Socius” yaitu makhluk yang
berwatak dan berkemampuan dasar atau yang memilki gharizah (insting)
untuk hidup bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial itu manusia harus
memliki rasa tanggung jawab sosial yang diperlukan dalam
mengembangkan inyer-relasi (hubungan timbal balik) dan interaksi (saling

8
Russell, Bertand, Pendidikan dan Tatanan Sosial, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993. Hal 55

10
pengaruh mempengaruhi) antara sesama anggota masyarakat dalam
kesatuan masyarakat beradab.

4) Aspek filosofis
Menurut pandangan filsafat, manusia adalah makhluk yang disebut
Homo sapiens” yaitu makhlukyang mempunyai kemampuan untuk
berilmu pengetahuan. Memang salah satu gharizah manusia adalah ingin
mengetahui hal-hal yang belum diketahui yang disebut insting neugirig
atau curiosity. Dengan insting ini maka, manusia selalu cenderung untuk
memperoleh pengetahuan tentang segala sesuatu di sekelilingnya.
Kemampuan inilah yang memberikan kemungkinan manusia untuk
dapat dididik dan belajar, sehingga dapat menangkap segala yang
diajarkan. Pengertian yang telah dipahami itu kemudian menjadi suatu
rangkaian pengertian yang berbentuk menjadi ilmu pengetahuan yang
dimilkinya. Dengan kata lain, dengan melalui proses belajar dan diajar,
nmanusia pada akhirnya menjadi makhluk yang berilmu pengetahuan.
Anugerah Allah yang tak ternilai harganya, itu harus dikembangkan agar
mausia dapat menjadi manusia yang sempurna (insan al-kamil). M.Natsir
(1954), menyatakan bahwa pengembangan fitnah adalah salah satu tugas
risalah yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW.
Setiap usaha pengembangan fitrah itu harus dilaksanakan secara
sadar, berencana dan sistematis. Dan berkembang atau tidaknya fitrah-
fitrah tersebut dan seimbang atau tidaknya, perkembangannya itu
tergantung kepada usaha manusia itu sendiri.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SOSIALISASI


Terdiri beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi sosialisasi.
Secara garis besar, ada dua faktor yang dapat memengaruhi proses
sosialisasi, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik.

1. Faktor Intrinsik

11
Sejak lahir manusia sesungguhnya telah memiliki pembawaan-
pembawaan yang berupa bakat, ciri-ciri fisik, dan kemampuan-
kemampuan khusus warisan orang tuanya. Hal itu disebut sebagai
faktor intrinsik, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri seseorang
yang melakukan sosialisasi. Faktor ini akan menjadi bekal seseorang
untuk melaksanakan beragam aktivitas dalam sosialisasi. Hasilnya
akan sangat berpengaruh terutama dalam perolehan keterampilan,
pengetahuan, dan nilai-nilai dalam sosialisasi itu sendiri.

2. Faktor Ekstrinsik

Sejak manusia dilahirkan dia telah mendapat pengaruh dari


lingkungan di sekitarnya yang disebut sebagai faktor ekstrinsik. Faktor
ini dapat berupa nilai-nilai, kebiasaan kebiasaan, adat istiadat, norma-
norma, sistem sosial, sistem budaya, dan sistem mata pencaharian
hidup yang ada dalam masyarakat. Nilai-nilai dan norma-norma yang
ada dalam masyarakat menjadi pedoman bagi seseorang untuk
melakukan berbagai aktivitas agar sikap dan perilakunya sesuai dengan
harapan masyarakat. Perpaduan antara sfaktor intrinsik dan ekstrinsik
akan berakumulasi pada diri seseorang dalam melaksanakan
sosialisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi Sosialisasi secara lebih
luas diantaranya sebagai berikut9 :
Kematangan Fisik Seseorang

 Berkaitan erat dengan usia seseorang.


 Untuk mensosialisasikan cara-cara berbahasa dan
keterampilan dasar.
 Perilaku manusia tidak dapat diatur melalui struktur
genetik.

Lingkungan atau Sarana Sosialisasi


Interaksi dengan sesame
9
Susanto, Phil Astrid S. 1983. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Hal 60, Bina Cipta.

12
 Untuk pertumbuhan kecerdasan dan emosional seseorang.
 Dapat mempelajari tentang hak, kewajiban, dan tanggung
jawab.
 Merupakan cara untuk melatih seseorang hidup
bermasyarakat.

Bahasa

 Berisi simbol untuk memahami simbol lainnya.


 Digunakan untuk memahami realitas sosial,
mengkomunikasikan gagasan, dan menyatakan pandangan    
dan nilai seseorang kepada orang lain.

Kasih saying

 Untuk menciptakan lingkungan sosial yang kondusif bagi


proses sosialisasi.
 Diperlukan bagi kesehatan mental dan fisik seseorang.
 Juga sebagai sarana komunikasi dan bekerja sama.

Keinginan yang Kuat

 Merupakan faktor terpenting dalam proses sosialisasi.


 Keinginan bisa berupa keinginan untuk melakukan sesuatu
dengan baik,kepuasan  untuk mencapai prestasi pribadi, dan
kebutuhan akan prestasi.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Proses sosialisasi adalah proses individu dalam mempelajari


keperluan-keperluan sosial dan kultural di sekitarnya yang mengarah ke
dunia sosial. Penyesuaian diri adalah proses mengubah diri sesuai dengan
norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup agar dapat berhasil
menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi dan
konflik sehingga tercapainya keharmonisan pada diri sendiri serta
lingkungannya dan akhirnya dapat diterima oleh kelompok dan
lingkungannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi
tersebut berasal dari luar dan dalam diri individu. Faktor yang berasal dari
dalam diri individu yaitu sifat dasar, perbedaan individual, dan motivasi.
Sedangkan faktor yang berasal dari luar individu yaitu lingkungan
prenatal, dan lingkungan sekitar.
Konsep penyesuaian diri dibagi menjadi dua yaitu :
a) Penyesuaian diri secara positif, yang ditandai dengan :
1. Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional,
2. Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme
psikologis,
3. Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi
4. Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri,
5. Mampu dalam belajar,
6. Menghargai pengalaman,
7. Bersikap realistik dan objektif.

14
15
e) Penyesuaian diri secara negatif (salah), terbagi menjadi :
1. Reaksi bertahan
2. Reaksi menyerang
3. Reaksi melarikan diri
 Faktor-faktor yang mempengaruhi sosialisasi adalah:
1. Sifat dasar
2. Lingkungan prenatal
3. Perbedaan individual
4. Lingkungan.
5. Motivasi

DAFTAR PUSTAKA

Desmita, 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosda Karya


Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. 1991.
Armai Arief. MA, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat
Pers, Jakarta, 2002

16
Nasution R. Sosiologi Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara. 1999.
Russell, Bertand, Pendidikan dan Tatanan Sosial, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1993.

Susanto, Phil Astrid S. 1983. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bina
Cipta.

17

Anda mungkin juga menyukai