Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENYESUAIAN DIRI DAN KESEHATAN MENTAL


Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kesehatan Mental
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN., M.Pd
Nadia Aulia Nadhirah, M.Pd

Oleh :
Kelompok 1 BK-1A 2022

VIA HIMMATUN ‘ALIAH 2200414


DHIYA’AN FULKI HUSNAIYAINI 2201494
HARITSAH NUR WAHID 2205512
DITA RADIKA PUTRI 2206333

PROGRAM STUDI SARJANA BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala serta shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam beserta
keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman. Atas berkat rahmat dan karunia-
Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Adaptasi Diri dan
Kesehatan Mental.” Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai topik
kesehatan mental serta kiat-kiat untuk beradaptasi di era new normal ini.
Terselesaikannya penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN., M.Pd dan Ibu Nadia Aulia Nadhirah,
M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah kesehatan mental. Tidak lupa juga, kepada
kerabat-kerabat dan teman-teman seperjuangan. Semoga amal kebaikan semuanya dibalas
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Segala sesuatu yang salah datangnya dari manusia dan seluruh hal yang benar
datangnya dari agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun
sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi kami dan
umumnya bagi pembaca lain.

Bandung, 05 September 2022


Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................................
1.3 Tujuan Pembahasan................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................
2.1 Pengertian Penyesuaian Diri Menurut Para Ahli
2.2 Konsep Penyesuaian Diri........................................................................................................
2.3 Karakteristik dan Aspek Penyesuaian Diri.............................................................................
2.4 Proses Penyesuaian Diri..........................................................................................................
2.5 Penyesuaian Diri yang Normal...............................................................................................
2.6 Pengertian Kesehatan Mental Menurut Para Ahli...................................................................
2.7 Konsep Kesehatan Mental.......................................................................................................
2.8 Ciri-Ciri Orang yang Bermental Sehat....................................................................................
2.9 Prinsip dan Karakteristik Mental yang Sehat..........................................................................
2.10 Kondisi Kesehatan Mental di Indonesia...............................................................................
2.11 Kriteria Kesehatan Mental…………………………………………………………………
2.12 Faktor Penyebab Gangguan Kesehatan Mental
2.13 Gejala Terganggunya Kesehatan Mental..............................................................................
2.14 Kemampuan Mengelola Emosi dalam Perspektif Islam.......................................................
2.15 Cara Adaptasi dan Menjaga Kesehatan Mental....................................................................
BAB III PENUTUP.....................................................................................................................
3.1 Simpulan.................................................................................................................................
3.2 Saran........................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyesuaian diri dan kesehatan mental merupakan dua hal yang saling berhubungan.
Penyesuaian diri adalah kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya serta
menemukan solusi dalam mengatasi masalah-masalah maupun konflik yang sedang
dihadapinya. Kesehatan mental merupakan suatu kondisi dimana seseorang mampu
memahami potensinya dirinya, mengatasi tekanan masalah yang dihadapinya, dan mampu
bekerja secara produktif untuk berkontribusi pada lingkungan. Dengan kesehatan mental
yang baik, individu mampu menyesuaikan diri dan berinteraksi dengan lingkungannya serta
terhindar dari gangguan-gangguan mental.
Untuk bisa menyesuaikan diri dan memiliki kesehatan mental yang baik, tentunya
diperlukan pemahaman dasar terlebih dahulu . Materi mengenai penyesuaian diri dan
kesehatan mental merupakan suatu hal yang menarik untuk dibahas. Penulis akan mencoba
menjelaskan materi tersebut dalam makalah yang berjudul, “ Adaptasi Diri dan Kesehatan
Mental Mahasiswa di Lingkungan Baru” yang sesuai dengan kondisi saat ini.
Penyesuaian diri dan kesehatan mental yang baik sangat diperlukan untuk menjalani
kehidupan sehari-hari karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa
orang lain dan berhak mencapai kesejahteraan hidup. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu
kehidupan diperlukan untuk menunjang kehidupan itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai
berikut :
1. Apa pengertian dari penyesuaian diri menurut para ahli?
2. Bagaimana konsep dari penyesuaian diri?
3. Apa saja, karakteristik, dan aspek dari penyesuaian diri?
4. Bagaimana proses dari penyesuaian diri ?
5. Apa pengertian dari kesehatan mental menurut para ahli?
6. Bagaimana konsep dari kesehatan mental?
7. Apa saja, prinsip dan karakteristik mental yang sehat?
8. Bagaimana cara adaptasi diri dan menjaga kesehatan mental bagi mahasiswa di
lingkungan baru?
1.3 Tujuan Pembahasan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembahasan materi ini adalah sebagai
berikut :
1. Mengetahui pengertian dari penyesuaian diri menurut para ahli
2. Menjelaskan konsep dari penyesuaian diri
3. Memahami karakteristik dan aspek dari penyesuaian diri
4. Menjelaskan proses dari penyesuaian diri pada remaja
5. Mengetahui pengertian dari kesehatan mental menurut para ahli
6. Menjelaskan konsep dari kesehatan mental
7. Memahami prinsip, dan karakteristik mental yang sehat
8. Menjelaskan kiat-kiat dalam beradaptasi dan menjaga kesehatan mental bagi
mahasiswa di lingkungan baru
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penyesuaian Diri Menurut Para Ahli


Penyesuaian diri adalah reaksi seseorang terhadap rangsangan-rangsangan dari dalam diri
sendiri maupun reaksi seseorang terhadap situasi yang berasal darilingkungannya (Wibowo
dalam Gunarsa & Gunarsa, 2011).

Penyesuaian diri didefinisikan sebagai interaksi yang kontinyu dengan diri sendiri, yaitu apa
yang telah ada pada diri sendiri, tubuh, perilaku, pemikiran serta perasaan, dengan orang lain
dan dengan lingkungan (Calhoun, 1990)

Penyesuaian diri dapat diartikan sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk
membuat rencana dan mengorganisasi respon-respon sedemikian rupa, sehingga bisa
mengatasi segala macam konflik, kesulitan dan frustrasi-frustrasi secara efisien (Sunarto dan
Hartono, 1994).

Menurut Mappiare (1982) penyesuaian diri merupakan suatu usaha yang dilakukan agar
dapat diterima oleh kelompok dengan jalan mengikuti kemauan kelompoknya.

(Kartono, K, 2000) menyebutkan penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai
harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungan, sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati,
prasangka, depresi, kemarahan dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak
sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis.

Penyesuaian diri adalah proses yang bertuju ke arah hubungan yang harmonis antaranya
dibagi menjadi dua yaitu:
1. Model penyesuaian diri secara Internal
Model penyesuian diri yang dilakuakn subyek penelitian terkait dengan aspek
psikologis adalah berusaha dengan sendirinya untuk bisa meningkatkan
kepercayaan diri dengan mengikuti segala yang berlaku. Terlebih menurut
mereka, kepercayaan diri sangat dibutuhkan untuk bisa menjalankan aktifikas di
kampus dengan kendala yang berarti. Selain itu, dalam menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi terkait dengan kondisi psikologis ini, subyek juga
melakukan pemahaman diri (self awerenes) dengan membuat skala prioritas atau
goal setting seperti membuat alasan kuliah, target yang diraih, menata niat dan
sebagainya. Dengan kesadaran diri terkait dengan tugas perkembangan dalam
bentuk kuliah ini juga diharapkan bisa memperlancar proses perkuliahan sekaligus
meminimalisir kendala agar tidak berdampak pada aspek lainnya.
2. Model penyesuaian diri secara Eksternal
Model penyesuaian secara eksternal yaitu secara dengan melibatkan unsur dari
luar karena permasalahan yang dihadapi oleh mahasiswa baru tidak hanya terbatas
pada faktor internal saja tetapi juga terkadang terkait dengan adanya unsur luar
diri, sehingga dibutuhkan pula model penyesuaian yang berhubungan dengan
kondisi luar tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam
menyelesaikan masalah penyesuaian diri yang dihadapi, mahasiswa membutuhkan
adanya konseling yang harus diberikan oleh lembaga

penyesuaian artinya adaptasi atau juga yang diartikan menyesuaikan sesuatu dengan setandar
yang ada.

Konsep Penyesuaian Diri Pada Remaja


Penyesuaian diri menurut Soeparwoto (dalam Kumalasari, 2004) dipengaruhi oleh faktor
Internal dan faktor ekstrenal mahasiswa. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari
dalam diri individu yang sedang melakukan proses penyesuaian diri, sedangkan faktor
eksternal merupakan faktor yang ada diluar individu. Faktor internal yang mempengaruhi
penyesuaian diri salah satunya adalah konsep diri, sedangkan faktor eksternal salah satunya
adalah persepsi pola asuh demokratis. Jadi, yang mempengaruhi penyesuaian diri mahasiswa
adalah konsep diri dan persepsi pola asuh demokratis.

Penyesuain diri (adjustment) merupakan suatu istilah yang sangat sulit


didefinisikan karena mengadung banyak arti,

Secara historis arti istilah “penyesuaian diri”sudah mengalami banyak


perubahan. Erich Fromm dalam bukunya, Escape From freedom,
(Fromm,1941) mengemukkakan konsep adaptasi yang menarik dan berguna
yang mendekati ide penyeseuain diei.
1. Adaptasi statis yaitu perubahan kebiasaan yang relative sederhana
misalnya: orang yang berpindah dari kota A ke kota B
2. Adaptasi dinamik yaitu situasi dimana seseorang menerima hal hal
meskipun itu menyakitkan misalnya: seorang anak laki laki nurut
kepada orang tua nya yang keras dan mengancam.

Karakteristik Individu yang Memiliki Penyesuaian Diri yang Baik


Menurut Schneiders (1964) bahwa individu dengan penyesuaian diri yang baik
memiliki karateristik sebagai berikut :
a. Tidak adanya emosi yang berlebihan, yaitu mampu menunjukkan ketenangan emosi
dan kontrol yang memungkinkan individu tersebut menghadapi suatu permasalahan
secara tepat dan dapat menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika
muncul hambatan.
b. Tidak adanya mekanisme- mekanisme pertahanan psikologis, yaitu individu dalam
menyelesaikan suatu masalah tidak memakai defence mechanism.
c. Tidak adanya frustasi personal, yaitu adanya kemampuan mengorganisasikan pikiran,
perasaan, motivasi dan tingkah lakunya untuk menghadapi situasi yang memerlukan
penyelesaian yang berarti bahwa individu tersebut tidak mengalami frustasi.
d. Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri melalui berpikir dan melakukan
pertimbangan terhadap masalah atau konflik serta mengorganisasi (mengarahkan)
pikiran, tingkah laku dan perasaan.
e. Memiliki kemampuan untuk belajar . Individu dengan penyesuaian diri yang baik
adalah individu yang mampu untuk belajar. Proses belajar dapat dilihat dari hasil
kemampuan individu tersebut mengatasi situasi, konflik, dan stres secara
berkesimbungan.
f. Mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu. Individu dapat belajar dari
pengalamannya maupun pengalaman orang lain. Pengalaman masa lalu yang baik
terkait dengan keberhasilan maupun kegagalan untuk mengembangkan kualitas hidup
yang lebih baik. Individu dengan penyesuaian diri yang baik dapat menganalisis
faktor – faktor apa saja yang dapat membantu dan mengganggu penyesuaian diri.
g. Memiliki sikap realistik dan obyektif, yaitu mampu menerima keadaan diri dan
lingkungannya sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Aspek dalam Penyesuaian Diri


Menurut Alberlt & Emmons dalam Pramadi (1996) ada empat aspek dalam penyesuaian diri,
yaitu:
a. Aspek self knowledge dan self insight, yaitu kemampuan mengenal kelebihan dan
kekurangan diri. Kemampuan ini harus ditunjukkan dengan emosional insight, yaitu
kesadaran diri akan kelemahan yang didukung oleh sikap yang sehat terhadap kelemahan
tersebut.
b. Aspek self objectifity dan self acceptance, yaitu apabila individu telah mengenal dirinya,
ia bersikap realistik yang kemudian mengarah pada penerimaan diri.
c. Aspek self development dan self control, yaitu kendali diri berarti mengarahkan diri,
regulasi pada impuls-impuls, pemikiran- pemikiran, kebiasaan, emosi, sikap dan tingkah
laku yang sesuai. Kendali diri bisa mengembangkan kepribadian kearah kematangan,
sehingga kegagalan dapat diatasi dengan matang.
d. Aspek satisfaction, yaitu adanya rasa puas terhadap segala sesuatu yang telah dilakukan,
menganggap segala sesuatu merupakan suatu pengalaman dan bila keinginannya
terpenuhi maka ia akan merasakan suatu kepuasan dalam dirinya.

Proses Penyesuaian Diri


Proses penyesuaian diri menurut Schneider (1984) melibatkan 3 unsur, yaitu:
a. Motivasi dan Proses Penyesuaian Diri
Faktor motivasi bisa dibilang merupakan kunci dari proses penyesuaian diri. Motivasi
adalah kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan ketidakseimbangan pada
diri individu yang mendorong individu untuk meraih keharmonisan internal . Upaya
individu untuk mengurangi atau menjauhi ketegangan tersebut disebut respon
penyesuaian diri. Respon penyesuaian diri bisa baik atau buruk tergantung kualitas
motivasi dan hubungan individu dengan lingkungan.
b. Sikap terhadap Realitas dan Proses Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri ditentukan oleh perilaku dan cara individu bereaksi dengan manusia
di sekitarnya, benda-benda dan hubungan yang membentuk realitas. Adanya tuntutan
realitas, norma-norma, dan aturan menuntut individu untuk terus memahami dan
mengatur suatu proses yang mengarah ke hubungan yang harmonis. Berbagai aturan,
norma-norma, dan realitas menuntut individu untuk mampu meng
c. Pola Dasar Proses Penyesuaian Diri
Terdapat suatu pola dalam penyesuaian diri. Individu akan mencari kegiatan yang bisa
mengurangi frustasi dan ketegangan yang sedang dialaminya.

Penyesuaian Diri yang Normal


Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang normal (well adjusment) apabila
dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan
diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma agama.
Penyesuaian yang normal ini memiliki karakteristik sebagai berikut (Schneiders, 1964 : 274-
276) :
(1). Absence of excessive emotionality , yaitu terhindar dari ekspresi emosi yang berlebih-
lebihan, merugikan, atau kurang mampu mengontrol diri.
(2). Absence of psychological mechanism, yaitu terhindar dari mekanisme-mekanisme
psikologis, seperti rasionalisasi, agresi, kompensasi, dan sebagainya.
(3). Absence of the sense of personal frustation, yaitu terhindar dari perasaan frustasi atau
perasaaan kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhannya.
20 Jurnal Edueksos Vol I No 2, Juli - Desember 2012

Pola-pola Penyesuaian Diri Mahasiswa di Lingkungan Kampus (Naeila Rifatil Muna)


(4). Rational deliberation and self direction, yaitu memiliki pertimbangan dan pengarahan diri
yang rasional, yaitu mampu memecahkan masalah berdasarakan alternative- alternatif yang
telah dipertimbangkan secara matang dan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang
diambil.
(5). Ability to learn, yaitu mampu belajar, mampu mengembangkan kualitas
dirinya,khususnya yang berkaitan dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan atau mengatasi
masalah sehari-hari.
(6). Utilization of past experienceI, yaitu mampu memanfaatkan pengalamn masa lalu, baik
yang terkait dengan keberhasilan maupun kegagalan untuk mengembangkan kualitas hidup
yang lebih baik.
(7). Realistic, objective attitude, yaitu bersikap objektif dan realistik ; mampu menerima
kenyataan hidup yang dihadapi secara wajar, mampu menghindari, merespon situasi atau
masalah secara rasional, tidak didasari oleh prasangka buruk atau negatif.

2. b). Pola penyesuaian diri yang menyimpang


Penyesuaian diri yang menyimpang merupakan proses pemenuhan kebutuhan atau upaya
pemecahan masalah dengan cara-cara yang tidak wajar, bertentangan dengan norma yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat. Dapat juga dikatakan bahwa penyesuaian yang
menyimpang ini adalah sebagai tingkah laku abnormal, terutama terkait dengan kriteria
sosiopsikologis dan agama. Penyesuaian yang menyimpang ini ditandai dengan respon-
respon berikut (Syamsu Yusuf, 2004 : 28- 39) :

(1). Reaksi Bertahan (defence reaction)


2). Reaksi Menyerang (Agresive Reaction) dan Delinquency
3). Reaksi Melarikan Diri dari Kenyataan (Escape dan Withdrawal Reaction)

Pengertian Kesehatan Mental menurut Para Ahli


Beberapa definisi kesehatan mental (Soetardjo, 2004).
1. World Federation for Mental Health, pada tahun 1948 dalam konvensinya di
London mengemukakan bahwa sehat mental adalah suatu kondisi yang optimal dari
aspek intelektual, yaitu siap digunakan, dan aspek emosional yang cukup mantap atau
stabil, sehingga perilakunya tidak mudah terguncang oleh situasi yang berubah di
lingkungannya, tidak sekadar bebas atau tidak adanya gangguan kejiwaan, sepanjang
tidak mengganggu lingkungannya.
2. Karl Menninger, seorang psikiater, mendefinisikan sehat mental sebagai
penyesuaian manusia terhadap lingkungannya dan orang-orang lain dengan
keefektifan dan kebahagiaan yang optimal. Tidak sekadar efisiensi dan kegembiraan
atau ketaatan atas aturan permainan. Dalam mental yang sehat terdapat kemampuan
untuk memelihara watak inteligensi yang siap untuk digunakan, perilaku yang
dipertimbangkan secara sosial, dan disposisi yang bahagia.
3. HB. English, seorang psikolog, menyatakan sehat mental merupakan keadaan yang
secara relatif menetap di mana seseorang dapat menyesuaikan diri dengan baik,
memiliki semangat hidup yang tinggi, dan terpelihara, serta berusaha untuk mencapai
aktualisasi diri yang optimal. Hal ini merupakan keadaan yang positif dan bukan
sekadar tidak adanya gangguan mental.
4. Killander, pada tahun 1957 mengidentikkan orang yang mentalnya sehat dengan apa
yang disebutnya sebagai individu yang normal. Mereka adalah orang-orang yang
memperlihatkan kematangan emosional, kemampuan menerima realitas, kesenangan
hidup bersama orang lain, dan memiliki filsafat atau pegangan hidup pada saat ia
mengalami komplikasi kehidupan sehari-hari sebagai gangguan.
5. Mental yang sehat lebih dari sekedar tidak adanya gangguan sakit penyakit secara
psikoemosional atau psikopatologi (Keyes, 2009)
Jadi, kesehatan mental merupakan kondisi sejahtera pada individu dimana dia dapat
mengembangkan potensi- potensinya, mampu mengatasi stress secara normal, dan
dapat melakukan fungsi sosial dengan baik, serta dapat melaksanakan pekerjaan
secara produktif. Sehingga kesehatan mental tidak hanya dipahami sebagai
ketidakadaan atau absennya penyakit fisik saja.

Konsep dari Kesehatan Mental


Definisi kesehatan mental menurut WHO adalah kondisi kesejahteraan (wellbeing) seorang
individu yang menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan kehidupan yang
normal, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan
kontribusi kepada komunitasnya.

Berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, kesehatan jiwa


didefinisikan sebagai kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi
untuk komunitasnya.

Kesehatan mental merupakan bagian dari definisi sehat dan berarti terbebas dari gangguan-
gangguan mental, yang sangat penting bagi individu, masyarakat, dan lingkungan.

Menurut Siti Sundari (2005) kesehatan mental mempunyai empat peranan yaitu sebagai
berikut:
1. Mengupayakan supaya manusia mempunyai kemampuan yang sehat
2. Mengupayakan pencegahan terhadap timbulnya berbagai hal yang menyebabkan
gangguan mental dan penyakit mental
3. Mengupayakan pencegahan berkembangnya berbagai macam gangguan mental dan
penyakit mental
4. Mengupayakan penyembuha terhadap gangguan mental dan penyakit mental

Keempat peranan itu akan terwujud menggunakan beberapa langkah


penanganan sebagai berikut :
1. Upaya pencegahan (preventif) yaitu usaha untuk mengurangi bahkan
menghilangkan terjadinya kesulitan atau gangguan mental dan penyesuaian diri
2. Upaya perbaikan (korektif) yaitu usaha mengembalikan keseimbangan pada
gangguan ,ental dan penyakt mental melalui terapi jalan.
3. Upaya pemeliharaan (presertatif) yaitu usaha penjagaan agar kondisi mental yang
sudah sehat menjadi makin sehat
4. Upaya pengembangan (suportif) yaitu usaha untuk mengembangkan mental yang
sehat, sehingga seseorang mampu menghidari kesulitan kesulitan psikologis yang
mungkin dialaminya

Ciri-Ciri Orang yang Bermental Sehat


Ciri-ciri kesehatan mental dikelompokkan kedalam enam kategori (Zakiah Daradjat, 1995),
[3] yaitu:
1. Memiliki sikap batin (attitude) yang positif terhadap dirinya sendiri.
2. Aktualisasi diri.
3. Mampu mengadakan integrasi dengan fungsi-fungsi psikis yang ada.
4. Mampu berotonom terhadap diri sendiri (mandiri).
5. Memiliki persepsi yang obyektif terhadap realitas yang ada.
6. Mampu menyelaraskan kondisi lingkungan dengan diri sendiri.

Prinsip-Prinsip Kesehatan Mental


Prinsip-prinsip kesehatan mental menurut Schneiders didasarkan pada beberapa
kategori(Schneiders 1964), yakni :
1. Prinsip Berdasarkan Hakikat Manusia Sebagai Organisme
a. Kesehatan mental dan penyesuaian diri bergantung pada kondisi jasmani yang
baik dan integritas organisme.
b. Untuk memelihara kesehatan mental dan penyesuaian diri, maka perilaku individu
harus sesuai dengan hakikatnya sebagai manusia yang memiliki moral, intelektual,
agama, emosional, dan sosial.
c. Kesehatan mental dan penyesuaian diri dapat dicapai melalui integrasi dan kontrol
diri, baik dalam cara berpikir, berimajinasi, memuaskan keinginan,
mengekspresikan perasaan, serta bertingkah laku.
d. Dalam mencapai dan memelihara kesehatan mental dan penyesuaian diri,
diperlukan pengetahuan serta pemahaman diri yang luas mengenai diri sendiri
(self insight).
e. Kesehatan memerlukan konsep diri (pengetahuan dan sikap terhadap kondisi fisik
dan psikis diri sendiri) secara sehat yang meliputi penerimaan diri serta
penghargaan terhadap status diri sendiri secara realistik dan wajar.
f. Untuk mencapai kesehatan mental dan penyesuaian diri, maka pemamhaman diri
(self insight) dan penerimaan diri (self acceptance), hendaknya disertai dengan
upaya-upaya perbaikan diri (self improvement) serta perwujudan diri.
g. Kesehatan mental dan penyesuaian diri yang baik dalam mencapai kestabilan
dapat dilakukan dengan mengembangkan moral yang luhur dari dalam diri sendiri,
misalnya dengan mengembangkan sikap adil, hati-hati, keteguhan hati, semangat,
integritas pribadi, rendah hati, kejujuran, dan segala bentuk sikap positif yang
dapat dikembangkan berkenaan dengan pengembangan moral masing-masing
individu.
h. Pencapaian dan pemeliharaan kesehatan mental dan penyesuaian diri bergantung
pada penanaman dan pengembangan kebiasaan yang baik (good habits).
i. Kestabilan mental dan penyesuaian diri menuntut adanya kemampuan melakukan
perubahan sesuai dengan keadaan (kondisi kingkungan) dan kepribadian.
j. Kesehatan mental dan penyesuaian diri memerlukan usaha yang terus menerus
untuk mencapai kematangan berpikir, mengambil keputusan, mengekspresikan
emosi, dan melakukan tindakan.
k. Kesehatan mental dan penyesuaian diri dapat dicapai dengan belajar mengatasi
konflik dan frustasi serta ketegangan-ketegangan secara efektif.
2. Prinsip Berdasarkan Hubungan Manusia dengan Lingkungannya
a. Kesehatan mental dan penyesuaian diri bergantung pada hubungan antar pribadi
yang harmonis, terutama dalam kehidupan keluarga.
b. Penyesuaian diri yang baik serta ketenangan batin bergantung pada kepuasan
dalam bertindak, misalnya dalam bekerja.
c. Kesehatan mental dan penyesuaian diri dicapai dengan sikap yang realistik,
termasuk penerimaan terhadap kenyataan secara sehat dan objektif.
3. Prinsip Berdasarkan Hubungan Manusia dengan Tuhan
a. Kestabilan mental tercapai dengan perkembangan kesadaran terhadap dzat yang
lebih luhur daripada dirinya sendiri tempat ia bergantung, yakni Allah SWT.
b. Kesehatan mental dan ketenangan batin (equanimity) dicapai dengan kegiatan
yang tetap dan teratur dalam hubungan manusia dengan Tuhan, misalnya melalui
shalat dan berdo’a

Karakteristik Mental yang Sehat


1. Terhindar dari Gejala-Gejala Gangguan Jiwa dan Penyakit Jiwa Zakiyah Darajat
(1975) mengemukakan tentang perbedaan antara gangguan jiwa (neurose) dengan
penyakit jiwa (psikose). yakni:
a. yang neurose masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, sebaliknya yang
kena psikose tidak;
b. yang neurose, kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam
kenyataan pada umumnya, sedangkan yang kena psikose kepribadiannya dari
segala segi (tanggapan, perasaan/emosi, dan dorongan-dorongannya) sangat
terganggu, tidak ada integritas, dan ia hidup jauh dari alam kenyataan.
2. Mampu Menyesuaikan Diri (Self Adjustment)
Penyesuaian diri (self adjustment) adalah proses untuk memenuhi kebutuhan (needs
satisfaction), mampu mengatasi masalah, tidak merugikan dirinya maupun sekitar,
dan sesuai dengan norma agama.
3. Mampu Mengembangkan Potensi dengan Maksimal
Individu dapat memahami dan mengembangkan potensi diri yang dimilikinya dengan
kegiatan-kegiatan yang positif.
4. Mencapai Kebahagiaan Pribadi dan Orang Lain
Individu mampu memberikan dampak yang positif bagi dirinya dan orang lain dan
tidak mengorbankan hak orang lain demi kepentingannya sendiri.

Kondisi Kesehatan Mental di Indonesia

Kesehatan mental dapat digunakan sebagai salah satu kriteria kesejahteraan masyarakat, yang
tentunya bersinergi dengan kesehatan fisik. Hanya saja, literasi kesehatan mental pada tenaga
kesehatan masih rendah. Kondisi tersebut berpengaruh pada proses diagnosis, pelayanan dan
penanganan pasien, serta pemahaman keluarga tentang kondisi, dan cara memperlakukan
pasien (Afifah, dkk, 2016).
Di tahun 2018, survei yang dilakukan oleh Riset Kesehatan Dasar, prevalensi gangguan jiwa
berat meningkat secara signifikan menjadi 7 per mil, yang artinya 7 dari 1000 penduduk
Indonesia mengalami gangguan jiwa berat (Depkes, 2018), atau meningkat 312% dari tahun
2013.

Sementara, jumlah tenaga Psikolog dan Psikiater belum mencapai standar WHO untuk proses
pelayanan kesehatan mental. WHO menetapkan standar bahwa jumlah tenaga Psikolog dan
Psikiater dengan jumlah penduduk adalah 1:30 ribu orang, atau 0,03 per 100.000 orang.

Sesuai dengan pernyataan Viora (2018) bahwa masyarakat menjadi lebih terbuka untuk
mengkomunikasikan gangguan jiwa yang dialami, maupun yang dilihat di sekitar
kehidupannya. Lebih dari itu, angka yang ditunjukkan dalam survei Riskesdas 2018 adalah
gerbang awal bagi layanan kesehatan mental menyeluruh bagi masyarakat Indonesia

Dengan keterbatasan-keterbatasan tersebut, maka dibutuhkan ide ide-ide kreatif untuk lebih
memajukan layanan kesehatan mental di Indonesia. Ide-ide tersebut dibutuhkan untuk
menjangkau lebih luas masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan mental, baik secara
promotif, kuratif, maupun rehabilitatif.

Kesehatan Mental di Lingkungan Pendidikan


Mengenai peranan sekolah dalam mengembangkan kepribadian siswa,
Siti Sundari (2005) mengemukakan bahwa sekolah bukan hanya sekadar
tempat para guru memberikan pelajaran, tetapi juga berusaha memberikan
Pendidikan sesuai dengan perkembangan, berupaya agar peserta didik
dapat mengembangkan potensi secara puas dan senang serta meiliki
pribadi yang integral
Kesehatan Mental di Lingkungan Masyarakat
Syamsu Yusuf (2004) menjelaskan bahwa ada upaya upaya yang
seharusnya dilakukan khususnya oleh pemerintah, dalam rangka
mengembangkan kesehatan mental warga masyaearakat, antara lain :
1. Menciptakan iklim kehidupan social politik ekonomi yang
kondusif
2. Menciptakan iklim kehidupan beragam yang kondusif
3. Mengembangkan sikap saling menghormati antar umat beragama
4. Menghilangkan semua factor yang sekiranya dapat menyebabkan
terjadinya dekadensi morl
5. Para peminpin atau pejabat membetikan tauladan yang baik bagi
warga masyarakat dalam menjalankan nilai nilai moral yang terpuji

Menurut definisi ini , orang yang bermental sehat adalah orang yang dapat
menguasai segala factor dalam hidupnya sehingga ia dapat mengatasi
kekalutan mental sebagi akibat dari tekanan tekanan perasaan dan hal yang
menimbulkan frustasi.

KRITERIA KESEHATAN MENTAL


Alexander A. Schneiders dalam bukunya yang berjudul Personality
Dynamics and Mental Health, mengemukakan kriteria yang sangat peting

1. Efiensi Mental
2. Pengendalian dan integrase pikiran dan tingkah laku
3. Integrasi Motif motif serta pengendalian konflik dan frustasi
4. Perasaan perasaan dan emosi emosi yang positif dan sehat
5. Ktetengangan atau kedamain pikiran
6. Sikap sikpa yang sehat
7. Konsep diri (self_concept) yang sehat
8. Identitas ego yang adekuat
9. Hubungan yang adekuat dengan kenyataan

Gejala Kesehatan Mental Yang Terganggu

Kesehatan Mental yang terganggu yaitu semua perilaku dan keadaan emosi
yang menyebabkan seseorang menderita, atau perilaku merusak diri sendiri,
dan akan memiliki dampak negatif yang serius terhadap kinerja seseorang
atau kemampuan berinteraksinya dengan orang lain, serta dapat
membahayakan orang lain atau suatu komunitas (Carole & Carol, 2008).

Kesehatan Mental yang terganggu biasanya berupa gejala-gejala sebagai


berikut

1. Banyak komflk batin.


Dada rasa tersobek-sobek oleh pikiran dan emosi yang antagonistis
bertentangan. Hilangnya harga diri dan kepercayaan diri. Selalu merasa
tidak aman dan dikejar oleh suatu pikiran atau perasaan yang tidak jelas
hingga ia merasa cemas dan takut. Menjadi agresif, suka menyerang
bahkan ada yang berusaha membunuh orang lain atau melekukan usaha
bunuh diri (agresivitas ke dalam).
2. Komunikasi sosial terputus dan adanya disorientasi sosial.
Timbul delusi-delusi yang menakutkan atau dihinggapi delusion of
grandeur (merasa dirinya paling super). Selalu iri hati dan curiga. Ada
kalanya diinggapi delusion of persecution atau khayalan dikejar-kejar
sehingga menjadi sangat agresif, berusaha melakukan pengrusakan, atau
melakukan destruksi diri dan bunuh diri.
3. Ada gangguan intelektual dan gangguan emosional yang serius.Penderita
mengalami ilusi, halusinasi berat dan delusi. Selain itu, kurangnya
pengendalian emosi dan selalu bereaksi berlebihan (overracting). Selalu
berusaha melarikan diri dari dalam dunia fantasi, yaitu dalam masyarakat
semua yang diciptakan dalam khayalan. Merasa aman dalam dunia
fantasinya. Orang luar dihukum dan dihindari sebab mereka itu dianggap
“berdosa, kotor, jahat”. Maka dari itu, realitas sosial yang dihayati menjadi
kacau balau. Juga kehidupan batinnya menjadi kalut, kusut, dan
keribadiannya pecah berantakan (Paisol, 2015)

Faktor Penyebab Terganggunya Kesehatan Mental


Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan
dengan fisik, maupun dengan mental. Dan keabnormalan tidak disebabkan oleh sakit atau rusaknya
bagian-bagian anggota badan, meskipun kadang-kadang gejalanya terlihat pada fisik. Keabnormalan
itu dapat dibagi atas dua golongan, yaitu gangguan jiwa (neurose) dan sakit jiwa (psychose).
Keabnormalan itu terlihat dalam bermacam-macam gejala, yang terpenting di antaranya adalah:
ketegangan batin (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah/cemas, perbuatan-perbuatan yang
terpaksa (compulsive), hysteria, rasa lemah dan tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran
buruk dan sebagainya. Semuanya itu mengganggu ketenangan hidup, misalnya tidak bisa tidur
nyenyak, tidak ada nafsu makan dan sebagainya.

Spiritualitas salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan mental pada kaum muda.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja yang kuat secara spiritual atau agama memiliki
kesehatan mental yang lebih baik (Bhui et al., 2005). Lebih tahan terhadap tekanan-tekanan hidup
yang dihadapi dan relatif lebih bahagia (Abdel-Khalek, 2015).

Penyebab Gangguan Kesehatan Mental


Menurut Undang-undang No 3 Tahun 1966 yang dimaksud dengan "Kesehatan Jiwa" adalah keadaan
jiwa yang sehat menurut ilmu kedokteran sebagai unsur kesehatan, yang dalam penjelasannya
disebutkan sebagai berikut:
“Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan
emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan
orang lain".
Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua
segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan merupakan kondisi
yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan sosial individu secara optimal, dan yang
selaras dengan perkembangan orang lain. Seseorang yang “sehat jiwa atau mental” mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut:
1. Merasa senang terhadap dirinya serta
a. Mampu menghadapi situasi
b. Mampu mengatasi kekecewaan dalam hidup
c. Puas dengan kehidupannya sehari-hari
d. Mempunyai harga diri yang wajar
e. Menilai dirinya secara realistis, tidak berlebihan dan tidak pula merendahkan
2. Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain serta
a. Mampu mencintai orang lain
b. Mempunyai hubungan pribadi yang tetap
c. Dapat menghargai pendapat orang lain yang berbeda
d. Merasa bagian dari suatu kelompok
e. Tidak "mengakali" orang lain dan juga tidak membiarkan orang lain "mengakali" dirinya
3. Mampu memenuhi tuntutan hidup serta
a. Menetapkan tujuan hidup yang realistis
b. Mampu mengambil keputusan
c. Mampu menerima tanggungjawab
d. Mampu merancang masa depan
e. Dapat menerima ide dan pengalaman baru
f. Puas dengan pekerjaannya

Gejala Terganggunya Kesehatan Mental


Gejala Kesehatan Mental yang Terganggu
Gangguan mental yaitu semua perilaku dan keadaan emosi yang menyebabkan seseorang
menderita, atau perilaku merusak diri sendiri, dan akan memiliki dampak negatif yang serius
terhadap kinerja seseorang atau kemampuan berinteraksinya dengan orang lain, serta dapat
membahayakan orang lain atau suatu komunitas (Carole & Carol, 2008). Gangguan mental
biasanya berupa gejala-gejala sebagai berikut.
1. Banyak komflk batin.
Dada rasa tersobek-sobek oleh pikiran dan emosi yang antagonistis bertentangan. Hilangnya
harga diri dan kepercayaan diri. Selalu merasa tidak aman dan dikejar oleh suatu pikiran atau
perasaan yang tidak jelas hingga ia merasa cemas dan takut. Menjadi agresif, suka menyerang
bahkan ada yang berusaha membunuh orang lain atau melekukan usaha bunuh diri
(agresivitas ke dalam).
2. Komunikasi sosial terputus dan adanya disorientasi sosial.
Timbul delusi-delusi yang menakutkan atau dihinggapi delusion of grandeur (merasa dirinya
paling super). Selalu iri hati dan curiga. Ada kalanya diinggapi delusion of persecution atau
khayalan dikejar-kejar sehingga menjadi sangat agresif, berusaha melakukan pengrusakan,
atau melakukan destruksi diri dan bunuh diri.
3. Ada gangguan intelektual dan gangguan emosional yang serius.
Penderita mengalami ilusi, halusinasi berat dan delusi. Selain itu, kurangnya pengendalian
emosi dan selalu bereaksi berlebihan (overracting). Selalu berusaha melarikan diri dari dalam
dunia fantasi, yaitu dalam masyarakat semua yang diciptakan dalam khayalan. Merasa aman
dalam dunia fantasinya. Orang luar dihukum dan dihindari sebab mereka itu dianggap
“berdosa, kotor, jahat”. Maka dari itu, realitas sosial yang dihayati menjadi kacau balau. Juga
kehidupan batinnya menjadi kalut, kusut, dan keribadiannya pecah berantakan (Paisol, 2015)

Gejala awal kesehatan mental terganggu yang bersifat emosional dapat mempengaruhi
kehidupan sehari hari seorang mahasiswa, baik dalam akademik maupun fisik.

Individu dengan kesehatan mental emosional yang terganggu bisa mengalami kegagalan
dalam melakukan suatu hal, mahasiswa yang mengalami kesehatan mental terganggu
biasanya mengalami penurunan dalam akademis

salah satu faktor yang biasanya terjadi pada mahasiswa baru di masa transisi yaitu kesepian
(loneliness). Kesepian adalah perasaan emosional tidak menyenangkan yang dialami individu

Kemampuan Mengelola Emosi Menurut Perspektif Islam


Kemampuan Mengelola Emosi menurut Perspektif Islam Dalam Al-quran dikemukakan
gambaran yang cermat mengenai berbagai emosi yang dirasakan manusia, yaitu takut, marah,
cinta, senang, benci dan malu. Beberapa cara mengendalikan emosi yang diajarkan dalam Al-
Quran dan Sunah, yaitu :
1. Segera memohon perlindungan kepada Allah Swt dari godaan syetan dengan membaca
taawudz karena sumber marah adalah setan, sehingga godaannya bisa diredam dengan
memohon perlindungan kepada Allah. Seperti yang dikemukakan dalam HR. Bukhari dan
Muslim yaitu “Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat jika dibaca oleh orang ini,
marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta’awudz, marahnya akan hilang”.
2. Diam dan menjaga lisan, “jika kalian marah, diamlah” (HR. Ahmad dan Syuaib
AlArnauth)
3. Mengambil posisi lebih rendah, “Apabila kalian marah dan dia dalam posisi berdiri,
hendaknya dia duduk. Karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang,
hendak dia mengambil posisi tidur” (HR. Ahmad, Abudaud)
4. Ingatlah hadits “Siapa yang berusaha menahan amarahnya, padahal dia mampu
meluapkannya, maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat,
sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dia kehendaki”. (HR. Abu Daud,
Turmudzi)
5. Segera berwudhu atau mandi ketika mampu mengelola dan mengekspresikan emosi, maka
keuntungannya kita akan mampu lebih cepat menguasai perasaan, dan kembali
membangkitkan kehidupan emosi yang normal. Orang yang cepat mengausai perasaan, akan
cepat pula bangkit dalam perasaan yang normal. Hal ini akan lebih baik, karena bisa kembali
dalam menjalani kehidupannya. Barangsiapa mampu menguasai perasaannya dalam setiap
peristiwa, baik yang memilukan dan juga menggembirakan, maka dialah orang yang sejatinya
memiliki kekukuhan iman dan keteguhan keyakinan. Karena itu pula, ia akan memperoleh
kebahagiaan dan kenikmatan dikarenakan keberhasilannya mengalahkan nafsu.

Cara Adaptasi dan Menjaga Kesehatan Mental


Adaptasi merupakan penyesuaian teradaplingkungan, pekerjaan, dan pelajaran (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2018) .
Penyesuaian diri di perguruan tinggi merupakan proses psikososial yang menjadi sumber
stres bagi mahasiswa dan memerlukan berbagai keterampilan coping dalam menyesuaikan
diri di bidang akademik, sosial, personal-emosional, dan keterikatan kepada institusi (Baker
& Siryk,1989 dalam Hutz, Martin, & Beitel, 2007).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

14-Article Text-554-1-10-20140416. (n.d.).

Adisty, O. :, Putri, W., Wibhawa, B., & Gutama, A. S. (n.d.). 41 KESEHATAN MENTAL MASYARAKAT
INDONESIA (PENGETAHUAN, DAN KETERBUKAAN MASYARAKAT TERHADAP GANGGUAN KESEHATAN
MENTAL).

Akhyar Lubis, S. (n.d.). PEMBINAAN KESEHATAN MENTAL DALAM PENDIDIKAN ISLAM (Studi tentang
Perspektif Zakiah Daradjat).

Ayuningtyas, D., Misnaniarti, M., & Rayhani, M. (2018). ANALISIS SITUASI KESEHATAN MENTAL PADA
MASYARAKAT DI INDONESIA DAN STRATEGI PENANGGULANGANNYA. Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat, 9(1). https://doi.org/10.26553/jikm.2018.9.1.1-10

Book, ·. (2019). Kesehatan Mental. https://www.researchgate.net/publication/348819060

Candrawati, D. (2019). PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH DEMOKRATIS DAN KONSEP DIRI TERHADAP
PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA. 8(2), 99–107.

Chelsea, M., Starki, M., & Pengetahuan, ). (n.d.). Mengenal Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental.

Deasy Handayani Purba, Agung Mahardika Venansius, Purba Hanna Sriyanti Saragih, Anis Laela Megasari,
Niken Bayu Argaheni, Nurul Utami, & Dadang Darmawan. (2021). Kesehatan Mental (J. Simamata,
Ed.; 1st ed.). Yayasan Kita Menulis.

dkk, D. (2022). Kesehatan Mental (A. Munandar, Ed.). CV Media Sains Indonesia.

Duriana Wijaya, Y., Psi, M., Puskesmas, P., Baru, K., & Dki, J. (2019). Kesehatan Mental di Indonesia : Kini
dan Nanti. 1(1). https://ugm.ac.id/id/berita/9715-

Fajrussalam, H., Hasanah, I. A., Asri, N. O. A., & Anaureta, N. A. (2022). Peran Agama Islam dalam
Pengaruh Kesehatan Mental Mahasiswa. Al-Fikri: Jurnal Studi Dan Penelitian Pendidikan Islam, 5(1),
22. https://doi.org/10.30659/jspi.v5i1.21041

Gunandar, M. S., Muhana, &, & Utami, S. (2017). Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua dengan
Penyesuaian Diri Mahasiswa Baru yang Merantau. GADJAH MADA JOURNAL OF PSYCHOLOGY, 3(2),
98–109.

Hamid, A. (n.d.). AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI AGAMA. In Editorial
Healthy Tadulako Journal (Vol. 3, Issue 1). Abdul Hamid.

Ikhwan Fuad ~. (n.d.).

IREDHO FANI REZAEfektivitas Pelaksanaan Ibadah dalam Upaya…|105. (n.d.).

Jamaluddin, P., Diri, M., Baru, ……, & Jamaluddin, M. (2020). Indonesian Psychological Research Model
Penyesuaian Diri Mahasiswa Baru A New Student Adjusment Model. 02(02).
https://doi.org/10.2980/ipr.v2i2.361

khoerulanwar,+Journal+manager,+07.+Jurnal+Hisbah+Pak+Choirudin. (1). (n.d.).


Kumalasari, F., Pengajar, S., & Psikologi, F. (2012). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan
Penyesuaian Diri Remaja Di Panti Asuhan Latifah Nur Ahyani (Vol. 1, Issue 1).

Muna, N. R. (2012). POLA-POLA PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA DI LINGKUNGAN KAMPUS (Issue 2).

Mutiara Puspita, S. (n.d.). SELING Jurnal Program Studi PGRA KEMAMPUAN MENGELOLA EMOSI SEBAGAI
DASAR KESEHATAN MENTAL ANAK USIA DINI.

Nellitawati, N., & Yurmanita, Y. (2019). Hubungan komunikasi interpersonal dengan kepuasan kerja
pegawai di dinas pendidikan. Jurnal EDUCATIO: Jurnal Pendidikan Indonesia, 5(1), 35.
https://doi.org/10.29210/120192329

Pada, S., Jama> ’ah Tabli>, A., Selatan, J., & Rusydi, A. (2012). Religiusitas dan Kesehatan Mental.
http://www.ypm011.wordpress.com

Prasetio, C. E., & Rahman, T. A. (2019). Gangguan Mental Emosional dan Kesepian pada Mahasiswa Baru.
Mediapsi, 5(2), 97–107. https://doi.org/10.21776/ub.mps.2019.005.02.4

Puspita Sari, L., & Rusli, D. (n.d.). PENGARUH CULTURE SHOCK TERHADAP PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA
BARU YANG MERANTAU.

Semiun, Y. (2006a). Kesehatan Mental 2 (1st ed.). Kanisius.

Semiun, Y. (2006b). Kesehatan Mental 2 (2nd ed.). Kanisius.

Ulfa, F., Erindana, N., Fuad Nashori, H., Novvaliant, M., & Tasaufi, F. (2021). PENYESUAIAN DIRI DAN STRES
AKADEMIK MAHASISWA TAHUN PERTAMA SELF ADJUSTMENT AND ACADEMIC STRESS IN FIRST-
YEAR UNIVERSITY STUDENT. In Motiva : Jurnal Psikologi (Vol. 4, Issue 1).

Yusuf, S. (2018). Kesehatan Mental (E. Kuswandi, Ed.; 1st ed.). PT Remaja Rosdakarya.

Zaman, P., & Yasa, R. B. (2015). PENYESUAIAN DIRI ANAK PEREMPUAN DALAM MENGHADAPI (Vol. 1, Issue
2).

2102 ‫ديسمبر‬،-، ‫ يوليو‬2 ‫ العربية إحياء‬: ‫العدد السادسة السنة‬. (n.d.).


 

Anda mungkin juga menyukai