Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

“Askep Lansia Dengan Distress Spiritual”

Dosen : Nila Putri Purwandari, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 6 :

1. Rofiatun Nikmah (2020012275)


2. Vina Anggraeni (2020012285)
3. Wafda Nailil Muna (2020012287)
4. Yunita Arum Sari (2020012289)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

ITEKES CENDEKIA UTAMA KUDUS

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan nikmat, taufik serta hidayah-Nya yang sangat besar sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Askep Lansia Dengan Distress Spiritual” yang
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik.

Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada Dosen Pengampu mata kuliah
Keperawatan Gerontik yakni Nila Putri Purwandari, S.Kep., M.Kep. selalu memberikan
dukungan serta bimbingannya dan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini sehingga makalah ini dapat disusun dengan baik.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, tim penyusus
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya
dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini tim penyusun memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kudus, 15 Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................1
C. Tujuan................................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
A. Pengertian Distress Spiritual..............................................................................................3
B. Mekanisme Koping dari Distress Spiritual pada Lansia....................................................3
C. Karakteristik Distress Spiritual pada Lansia......................................................................4
D. Etiologi dari Distress Spiritual pada Lansia......................................................................5
E. Patofisiologi Distress Spiritual..........................................................................................6
F. Strategi Pelaksanaan Distress Spiritual.............................................................................6
G. Terapi Aktivitas Distress Spiritual.....................................................................................7
H. Asuhan Keperawatan.........................................................................................................7
BAB III.....................................................................................................................................13
PENUTUP................................................................................................................................13
A. Kesimpulan......................................................................................................................13
B. Saran................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat
menjadi rapuh disertai dengan menurunnya cadangan hampir semua sistem fisisologis
dan disertai pula dengan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan kematian.
Pendapat lain mengatakan bahwa menua merupakan suatu proses menghilangnya
secara berlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri serta
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas termasuk infeksi dan kemampuan untuk memperbaiki kerusakan yang
diderita (Suryadi, 2003).
Pada lansia terdapat banyak perubahan yang terjadi mencakup
perubahanperubahan fisik, mental, psikososial, dan perkembangan spiritual.
Perubahan spiritual dijelaskan Murray dan Zenter (1987) lansia makin matur dalam
kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam
kehidupan seharihari. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia memiliki dampak
yang mencakup semakin tingginya tingkat ketergantungan, masalah kesehatan,
masalah psikologi mental spiritual dan lain-lain.(Kuntjoro, 2002).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan Distress spiritual?
2. Bagaimana mekanisme koping dari distress spiritual pada lansia?
3. Bagaimana karakteristik Distress spiritual pada lansia?
4. Apa saja etiologi dari Distress spiritual pada lansia?
5. Bagaimana patofisiologi Distress spiritual?
6. Bagaimana strategi pelaksanaan Distress spiritual?
7. Apa saja terapi aktivitas Distress spiritual?
8. Bagaimana Asuhan keperawatan Distress spiritual pada lansia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan Distress spiritual?
2. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme koping dari distress spiritual pada
lansia?

3. Untuk mngetahui bagaimana karakteristik Distress spiritual pada lansia?

1
4. Untuk mengetahui apa saja etiologi dari Distress spiritual pada lansia?
5. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi Distress spiritual?
6. Untuk mengetahui bagaimana strategi pelaksanaan Distress spiritual?
7. Untuk mengetahui apa saja terapi aktivitas Distress spiritual?
8. Untuk mengetahui bagaimana Asuhan keperawatan Distress spiritual pada lansia?

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Distress Spiritual
Distress spiritual adalah gangguan kemampuan untuk mengalami dan
mengintegrasikan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri,
orang lain, seni, music, literature, alam, dan/atau kekuatan yang lebih besar dari pada
diri sendiri (Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016).
Distress spiritual juga didefinisikan sebagai gangguan dalam prinsip hidup
yang meliputi seluruh kehidupan seseorang yang diintegrasikan secara biologis dan
psikososial (EGC, 2011). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa distress psiritual
adalah kegagalan individu menemukan arti atau kebermaknaan kehidupannya.
Distress spiritual adalah gangguan pada prinsip hidup yang meliputi aspek dari
seseorang yang menggabungkan aspek psikososial dan biologis seseorang.(Wilkinson,
Judith M., 2007: 490).
Menurut Monod (2012) Distress spiritual muncul ketika kebutuhan spiritual
tidak terpenuhi, sehingga dalam menghdapi penyakitnya pasien mengalami depresi,
cemas, dan marah kepada tuhan. Distress spiritual dapat menyebabkan
ketidakharmonisan dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan Tuhannya
(Mesnikoff, 2002 dalam Hubbell et al, 2006).

B. Mekanisme Koping dari Distress Spiritual pada Lansia


Menurut Mooss (1984) yang dikutip Brunner dan Suddarth menguraikan yang
positif (Teknik Koping) dalam menghadapi stress, yaitu: 1. Pemberdayaan Sumber
Daya Psikologis (Potensi diri)
Sumber daya psikologis merupakan kepribadian dan kemampuan individu
dalam memanfaatkannya menghadapi stres yang disebabkan situasi dan
lingkungan (Pearlin & Schooler, 1978:5). Karakterisik di bawah ini merupakan
sumber daya psikologis yang penting, diantaranya adalah:
a. Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri)
Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stres, sebagaimana teori
dari Colley’s looking-glass self: rasa percaya diri, dan kemampuan untuk
mengatasi masalah yg dihadapi.
b. Mengontrol diri sendiri

3
Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri sendiri dan
situasi (internal control) dan external control (bahwa kehidupannya
dikendalikan oleh keberuntungan, nasib, dari luar) sehingga pasien akan
mampu mengambil hikmah dari sakitnya (looking for silver lining).
2. Rasionalisasi (Teknik Kognitif)
Upaya memahami dan mengiterpretasikan secara spesifik terhadap stres
dalam mencari arti dan makna stres (neutralize its stressfull). Dalam menghadapi
situasi stres, respons individu secara rasional adalah dia akan menghadapi secara
terus terang, mengabaikan, atau memberitahukan kepada diri sendiri bahwa
masalah tersebut bukan sesuatu yang penting untuk dipikirkan dan semuanya akan
berakhir dengan sendirinya. Sebagaian orang berpikir bahwa setiap suatu kejadian
akan menjadi sesuatu tantangan dalam hidupnya. Sebagian lagi menggantungkan
semua permasalahan dengan melakukan kegiatan spiritual, lebih mendekatkan diri
kepada sang pencipta untuk mencari hikmah dan makna dari semua yang terjadi.
3. Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam
mengatasi situasi stres. Beberapa individu melakukan kegiatan yang bermanfaat
dalam menunjang kesembuhannya. Misalnya, pasien HIV akan melakukan
aktivitas yang dapat membantu peningkatan daya tubuhnya dengan tidur secara
teratur, makan seimbang, minum obat anti retroviral dan obat untuk infeksi
sekunder secara teratur, tidur dan istirahat yang cukup, dan menghindari konsumsi
obat-abat yang memperparah keadan sakitnya.

C. Karakteristik Distress Spiritual pada Lansia


Adapun karakteristik spiritualitas menurut (Azizah, 2011) meliputi :
1. Hubungan dengan diri sendiri (kekuatan dalam atau self- reliance) meliputi :
pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya) dan sikap (percaya
pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa depan, ketenangan pikiran,
harmoni atau keselarasan dengan diri sendiri.
2. Hubungan dengan alam (harmoni) meliputi: mengetahui tentang tanaman, pohon,
margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam (bertanam, berjalan kaki),
mengabadikan dan melindungi alam.
3. Hubungan dengan orang lain (harmonis atau suportif) meliputi: berbagi waktu,
pengetahuan dan sumber secara timbal balik, mengasuh anak, orang tua dan orang
sakit, serta meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat dll),

4
dikatakan tidak harmonis apabila : konflik dengan orang lain, resolusi yang
menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.
4. Hubungan dengan ketuhanan (agamais atau tidak agamais) meliputi: sembahyang
atau berdoa atau meditasi,perlengkapan keagamaan dan bersatu dengan alam
(hamid,2000).

D. Etiologi dari Distress Spiritual pada Lansia


Menurut Vacarolis (2000) penyebab distres spiritual adalah sebagai berikut :
a. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik digunakan untuk melihat keadaan fisik pada klien. Pengkajian
fisik biasanya digunakan pada korban tindak penganiayaan, contohnya seperti
abuse
b. Pengkajian Psikologis
Status mental, mungkin adanya depresi, marah, kecemasan, ketakutan, makna
nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah, dan pemikiran yang bertentangan
(Otis-Green, 2002).
c. Pengkajian Sosial Budaya
Dukungan sosial dalam memahami keyakinan klien (Spencer, 1998).
1. Faktor Predisposisi
Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif
seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses
interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman yang penting bagi perkembangan
spiritual seseorang.
Faktor predisposisi sosiokultural meliputi usia, gender,
pendidikan, pendapatan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya,
keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial.
2. Faktor Presipitasi
a. Kejadian Stresfull
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena
perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat
karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri
sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi.
b. Ketegangan Hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya
distres spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan,

5
perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik
dalam keluarga, kelompok maupun komunitas.

E. Patofisiologi Distress Spiritual


Kozier (2004) juga mengidentifikasi beberapa faktor yang berhubungan
dengan distres spiritual seseorang meliputi masalah-masalah fisiologis antara lain
diagnosis penyakit terminal, penyakit yang menimbulkan kecacatan atau kelemahan,
nyeri, kehilangan organ atau fungsi tubuh atau kematian bayi saat lahir, masalah
terapi atau pengobatan antara lain anjuran untuk transfusi darah, aborsi, tindakan
pembedahan, amputasi bagian tubuh dan isolasi, masalah situasional antara lain
kematian atau penyakit pada orang-orang yang dicintai, ketidakmampuan untuk
melakukan praktek spiritual (Carpenitto, 2002 dalam Kozier et al, 2004).

F. Strategi Pelaksanaan Distress Spiritual


Tindakan Psikoterapeutik
1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan keperawatan gangguan spiritual untuk pasien adalah agar pasien:
a. Mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b. Mengungkapkan penyebab gangguan spiritual.
c. Mengungkapkan perasaan dan pikiran tentang spiritual yang diyakininya.
d. Mampu mengembangkan skill untuk mengatasi masalah atau penyakit atau
perubahan spiritual dalam kehidupan.
e. Aktif melakukan kegiatan spiritual atau keagamaan.
f. Ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
2. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan pasien.
b. Kaji faktor penyebab gangguan spiritual pada pasien.
c. Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran terhadap spiritual yang
diyakininya.
d. Bantu klien mengembangkan skill untuk mengatasi perubahan spiritual dalam
kehidupan.
e. Fasilitasi pasien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan atau agama yang
dianut oleh pasien.
f. Fasilitasi klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain.
g. Bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan.

6
h. Bantu pasien mengevaluasi perasaan setelah melakukan kegiatan ibadah atau
kegiatan spiritual lainnya.

G. Terapi Aktivitas Distress Spiritual


1. Psikofarmako
a. Memberikan obat - obatan sesuai program pengobatan pasien.
b. Memantau keefektifan dan efek samping obat yang diminum.
2. Manipulasi Lingkungan
a. Memodifikasi ruangan dengan menyediakan tempat ibadah.
b. Menyediakan sarana dan prasarana untuk melakukan kegiatan spiritual.
c. Melibatkan pasien dalam kegiatan spiritual secara berkelompok.

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dapat menunjukan kesempatan yang dimiliki perawat dalam
mendukung atau menguatkan spiritualitas pasien. Pengkajian tersebut dapat
menjadi terapeutik karena pengkajian menunjukkan tingkat perawatan dan
dukungan yang diberikan. Perawat yang memahami pendekatan konseptual
menyeluruh tentang pengkajian siritual akan menjadi yang paling berhasil
(Aspiani, 2014). Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal penting yaitu
dilakukan setelah pengkajian aspek psikososial pasien. Pengkajian aspek spiritual
memerlukan hubungan interpersonal yang baik dengan pasien. Oleh karena itu
pengkajian sebaiknya dilakukan setelah perawat dapat membentuk hubungan yang
baik dengan pasien atau dengan orang terdekat pasien, atau perawat telah merasa
nyaman untuk membicarakannya. Pada dasarnya informasi awal yang perlu digali
secara umum adalah :
1) Afiliasi agama
a) Partisipasi agama pasien dalam kegiatan keagamaan
b) Jenis partisipasi dalam kegiatan keagamaan
2) Keyakinan/spiritual agama
a) Praktik kesehatan :diet,mencari dan menerima terapi/upacara keagamaan
b) Persepsi penyakit : hukuman,cobaan terhadap keyakinan
c) Strategi koping
3) Pengkajian data subyektif meliputi :
a) Konsep tentang Tuhan atau ketuhanan
b) Sumber harapan dan kekuatan
7
c) Praktik agama dan ritual
d) Hubungan antara keyakinan dan kondisi kesehatan
4) Pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian klinik yang meliputi :
a) Pengkajian afek dan sikap (Apakah pasien tampak kesepian, depresi,
marah, cemas, agitasi, apatis atau preokupasi)
b) Perilaku (Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab
suci atau buku keagamaan, dan apakah pasien seringkali mengaluh, tidak
dapat tidur, bermimpi buruk, dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnya,
serta bercanda yang tidak sesuai atau mengekspresikan kemarahannya
terhadap agama)
c) Verbalisasi (Apakah pasien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah atau topik
keagamaan lainnya, apakah pasien pernah minta dikunjungi oleh pemuka
agama, dan apakah pasien mengekspresikan rasa takutnya terhadap
kematian)
d) Hubungan interpersonal (Siapa pengunjung pasien, bagaimana pasien
berespon terhadap pengunjung, apakah pemuka agama datang
mengunjungi pasien, dan bagaimana pasien berhubungan dengan pasien
yang lain dan juga dengan perawat)
e) Lingkungan (Apakah pasien membawa kitab suci atau perlengkapan
ibadah lainnya,apakah pasien menerima kiriman tanda simpati dari unsur
keagamaan dan apakah pasien memakai tanda keagamaan misalnya jilbab).
Terutama dilakukan melalui observasi.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan utama yang sering muncul dan dapat dijumpai pada lansia
dengan masalah spiritual adalah sebagai berikut :
1) Distres spiritual berhubungan dengan diagnosis penyakit terminal
2) Distres spiritual berhubungan dengan terpisah dari ikatan keagamaan dan
budaya
3) Kesiapan meningkatkan kesejahteraan spiritual
3. Intervensi
1) Distres spiritual berhubungan dengan diagnosis penyakit terminal Kriteria
hasil :
a) Pasien mengidentifikasi kepercayaan spiritual atau religious yang
menimbulkan perasaan distress terhadap kondisinya.

8
b) Pasien mengeksplorasi kepercayaan spiritual atau religiusnya bersama
penasihat keagamaan yang dipercaya.
c) Pasien membuat keputusan secara sadar untuk menguatkan, memodifikasi,
atau menolak kepercayaan tersebut.
d) Pasien mengidentifikasi aspek positif dan negative dalam penggunaan
keyakinan untuk mengartikan sakit
e) Pasien mengevaluasi tingkat keyakinan yang dapat membantunya
melakukan koping terhadap penyakit.
f) Pasien menentukan penasihat spiritual atau religus yang dipercaya atau
sumber lain yang sesuai untuk membantunya mengeksplorasi tentang
penggunaan keyakinan yang memaknai pengalaman
Intervensi :
a) Dengarkan ungkapan pikiran pasien tentang masalah spiritual.
b) Bantu pasien mengidentifikasi konflik antara kepercayaan spiritual atau
religious dan diagnosis penyakit terminal. Contoh, pasien berkata “kalau
tuhan mengerti aku dan mengiginkan yang terbaik untukku, dia tidak akan
membiarkan aku mengalami penyakit terminal.
c) Tanyakan kepada pasien apakah ia ingin mendiskusikan keluhan spiritual
dengan rohaniawan yang dipiihnya.
d) Atur pertemuan dengan penasihat religious dan jeaskan kepada kedua
belah pihak tentang pentingnya mengklarifikasi kepercayaan spiritual atau
reigius.
e) Bantu pasien mengklarifikasi cara-cara positif dan negative dalam
menggunakan kepercayaan untuk memaknai pengalaman terminal.
f) Jelaskan tahap berduka dan karakteristik emosi serta perilaku pada masing-
masing tahap.
g) Bantu pasien menyusun rencana yang menggunakan keyakinan untuk
meningkatkan kemampuan koping terhadap penyakit terminal.Contoh
anjurkan membaca doa,mengunjungi tempat ibadah, mengunjungi anggota
gereja, atau aktivitas lain.
h) Gunakan teknik mendengar aktif untuk memberikan kesempatan kepada
pasien untuk mengeluarkan perasaan, atau sarankan ia untuk memukul
bantal atau menggunakan benda yang aman.

9
2) Distres spiritual berhubungan dengan terpisah dari ikatan
keagamaan dan budaya
Kriteri Hasil :
a) Pasien menyampaikan konflik tentang kepercayaan.
b) Pasien mengidentifikasi sumber konflik spiritual.
c) Pasien menentukan segala bantuan spiritual yang diperlukan.
d) Pasien mendiskusikan kepercayaan yang berkaitandengan
praktik keperawatan.
e) Pasien mengidentifikasi teknik koping untuk mengatasi ketidaknyamanan
spiritual.
f) Pasien mengungkapkan kenyamanan spiritual.
Intervensi :
a) Dengarkan isyarat yang menunjukkan perasan pasien. Misalnya “mengapa
tuhan melakukan ini padaku”
b) Lakukan pendekatan kepada pasien dengan cara yang tidak menghakimi.
c) Kenali keluhan spiritual pasien dan dorong untuk mengungkapkan pikiran
dan perasaan.
d) Bantu pasien mendefinisikan dalam istilah konkret tentang masalah yang
mengakibatkan konfik internal.
e) Atur kunjungan rohaniawan bila memungkinkan, sehingga dapat
menggunakan sumber spiritual dari ahli agama.
f) Dorong pasien untuk tetap melakukan praktik keagamaan selama
hospitalisasi, dan lakukan apapun yang diperukan untuk memudahkannya.
Contoh : bila pasien biasa membaca kitab suci dan tidak
memilikinya,bantu untuk memperolehnya.
g) Komunikasikan dan kolaborasikan dengan rohaniawan rumah sakit.
h) Atur supaya pasien memiliki benda disamping tempat tidur yang
memberikan kenyamanan spiritual.
i) Berikan privasi selama pasien dikunjungi oleh rohaniawan rumah sakit.
3) Kesiapan meningkatkan kesejahteraan spiritual Kriteria hasil :
a) Pasien mendiskusikan konflik spiritual.
b) Pasien diberikan kesempatan untuk memilih penasihat religious
c) Pasien didukung dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan spiritual.

10
d) Pasien mengikuti praktik religious atau spiritual hingga tingkat yang ia
rasa nyaman.
e) Pasien mendiskusikan secara terbuka tentang efek penyakit terhadap
kepercayaannya dan isu spiritual lain.
f) Pasien menjelaskan rencananya untuk meningkatkan kesejahteraan
spiritual.
g) Pasien menerima rujukan untuk dukungan selanjutnya.

Intervensi :

a) Pantau adanya tanda distres spiritual pada pasien yang mungkin dapat
membahayakan kesejahteraan pasien (perubahan perawatan diri, gangguan
pola tidur,dan perubahan kebiasaan latihan fisik dan makan).
b) Kaji pentingnya spiritualitas dalam kehidupan pasien dan dalam koping
terhadap penyakit.
c) Perhatikan apakah pasien berpartisipasi dalam ritual religious atau ingin
berdiskusi tentang kepercayaan spiritualitas. Pertahankan pandangan
terbuka tentang spiritual.
d) Tanyakan kepada pasien apakah penyakit memengaruhi pandangan
spiritualnya dan katakan kepadanya bahwa anda ingin membantunya
mengatasi isu-isu spiritual bila pasien menghendaki.
e) Tanyakan kepada pasien apakah ia ingin berdiskusi tentang masalah
spiritual dengan penasihatspiritual yang dipilihnya.
f) Dorong pasien untuk mengajukan pertanyaan spiritual.
g) Yakinkan pasien bahwa keluhan spiritualnya dapat diterima dan dengan
menguatkan spiritualitas pasien dapat meningkatkan kesejahteraan secara
keseluruhan.
h) Berikan sumber koping untuk mengatasi distress spiritual (seperti rujukan
ke organisasi spiritual atau buku-buku tentang doa)
i) Pastikan sumber yang dipilih sesuai dengan kepercayaan spiritual dan
agama yang dianut pasien.
j) Tanyakan ke penasihat spiritual apabila kurang tahu tentang kepercayaan
dan praktik spiritual pasien.
4. Implementasi

11
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. ( Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 2011).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil yang teramati dan tujuan
atau kriteria hasil yang di buat pada tahap perencanaan (Asmadi, 2008).

12
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat
menjadi rapuh disertai dengan menurunnya cadangan hampir semua sistem fisiologis
dan disertai pula dengan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan kematian.
Pada lansia terdapat banyak perubahan yang terjadi mencakup perubahan-perubahan
fisik, mental, psikososial, dan perkembangan spiritual. Spiritual adalah keyakinan
dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta. Spiritual juga
disebut sebagai sesuatu yang dirasakan tentang diri sendiri dan hubungan dengan
orang lain, yang dapat diwujudkan dengan sikap mengasihi orang lain, baik dan
ramah terhadap orang lain, menghormati setiap orang untuk membuat perasaan
senang seseorang. Religiositas adalah derajat dan jenis ekspresi dan pasrtisipasi
religius dari lansia. Sejumlah indikator religiositas telah ditentukan dari penelitian:
kehadiran di tempat ibadah, berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan, mengetahui
tentang ibadah dan teologi, beribadah, membaca kitab suci, dan melakukan kebaktian.
Konsep dasar kebutuhan spiritual pada lansia yaitu Kebutuhan akan
dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi sebagai pribadi yang utuh. Di
hadapan Tuhan, derajat atau kedudukan manusia didasarkan pada tingkat keimanan
seseorang.Apabila seseorang ingin agar derajatnya lebih tinggi dihadapan Tuhan
maka dia senantiasa menjaga dan meningkatkan keimanannya.Kebutuhan akan rasa
aman,terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa depan.Bagi orang beriman
hidup ini ada dua tahap yaitu jangka pendek (hidup di dunia) dan jangka panjang
(hidup di akhirat). Hidup di dunia sifatnya sementara yang merupakan persiapan bagi
kehidupan yang kekal di akhirat nanti.
Dalam menghadapi kematian setiap pasien lanjut usia akan memberikan reaksi
yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini.
Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga, perawat harus
dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun kelurga tadi di tinggalkan, masih ada
orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran
lanjut usia.Dengan demikian pendekatan perawat pada pasien lanjut usia bukan hanya
terhadap fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi pasien lanjut
usia melalui agama mereka.

13
B. Saran
Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan menguasai tentang kesehatan
spiritual dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC) (6th ed.). Yogyakarta: Elsevier.

14
Dochterman, J. M and Bulecheck, G. M., 2004, Nursing Interventions Clasification (NIC),
Mosby: St. Louis, Missouri

Doenges, M. E., Moorhouse. M. F., Geisler. A. C., Rencana Asuhan Keperawatan, EGC:
Jakarta

Hamid, Achir Yani, 1999, Buku ajar Aspek Spiritual dalam Keperawatan, Widya medika:
Jakarta.

Kozier, B., et al. 2004. Fundamental of Nursing : Concepts, Process and Practice.(7th ed).
New Jersey: Prentice -Hall, Inc.

Nanda Internasional.(2005). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


20122014.Jakarta: EGC.

Nanda Internasional.(2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


20122014.Jakarta: EGC.

Potter, P. A., Perry, A. G.,.2004. Fundamental Keperawatan, Salemba medika: Jakarta

S, P. A. Y., & Hamid, Mn, Dns. (2008). Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan
Jiwa. EGC. Jakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai