Kelompok 6:
7. Frizky (012021027)
UNIVERSITAS BINAWAN
JAKARTA
2020
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
1.3 Tujuan........................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................5
BAB III..................................................................................................................11
PENUTUP..............................................................................................................11
3.1 Kesimpulan..............................................................................................11
3.2 Saran........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap orang dalam hidupnya pasti akan menghadapi yang namanya
masalah, sikap seseorang dalam menghadapi sangat ditentukan oleh
keyakinan mereka masing-masing. Keyakinan yang dimiliki setiap orang
selalu dikaitkan dengan kepercayaan atau agama. Spiritual, keyakinan dan
agama merupakan hal yang berbeda namun seringkali diartikan sama.
Penting sekali bagi seorang perawat memahami perbedaan antara spiritual,
keyakinan dan agama guna menghindarkan salah pengertian yang akan
mempengaruhi pendekatan perawat dengan pasien.
Dalam ilmu keperawatan spiritual juga sangat diperhatikan.
Berdasarkan konsep keperawatan, makna spiritual dapat dihubungkan
dengan kata-kata: makna, harapan, kerukunan, dan sistem kepercayaan
(Dyson, Cobb, Forman, 1997). Dyson mengamati bahwa perawat
menemukan aspek spiritual tersebut dalam hubungan seseorang dengan
dirinya sendiri, orang lain, dan dengan Tuhan. Menurut Reed (1992)
spiritual mencakup hubungan intra-, inter-, dan transpersonal. Spiritual juga
diartikan sebagai inti dari manusia yang memasuki dan mempengaruhi
kehidupannya dan dimanifestasikan dalam pemikiran dan perilaku serta
dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, alam, dan Tuhan
(Dossey & Guzzetta, 2000).
3
1.3 Tujuan
a. Mahasiswa mengetahui tentang Distress spiritual
b. Mahasiswa mengerti mekanisme koping dari Distress Spiritual
c. Mahasiswa memahami karakteristik Distress spiritual
d. Mahasiswa mengetahui etiologi dari Distress spiritual
e. Mahasiswa memahami patofisiologi Distress spiritual
f. Mahasiswa memahami strategi pelaksanaan Distress spiritual
g. Mahasiswa mengetahui terapi aktivitas Distress spiritual
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Distress Spiritual
Distress spiritual adalah gangguan kemampuan untuk mengalami
dan mengintegrasikan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan
diri sendiri, orang lain, seni, music, literature, alam, dan/atau kekuatan yang
lebih besar dari pada diri sendiri (Bulechek, Butcher, Dochterman, &
Wagner, 2016).
Distress spiritual juga didefinisikan sebagai gangguan dalam prinsip
hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang yang diintegrasikan
secara biologis dan psikososial (EGC, 2011). Dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa distress psiritual adalah kegagalan individu menemukan
arti atau kebermaknaan kehidupannya.
Distress spiritual adalah gangguan pada prinsip hidup yang meliputi
aspek dari seseorang yang menggabungkan aspek psikososial dan biologis
seseorang. (Wilkinson, Judith M., 2007: 490)
Menurut Monod (2012) Distress spiritual muncul ketika kebutuhan
spiritual tidak terpenuhi, sehingga dalam menghdapi penyakitnya pasien
mengalami depresi, cemas, dan marah kepada tuhan. Distress spiritual dapat
menyebabkan ketidakharmonisan dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan
dan Tuhannya (Mesnikoff, 2002 dalam Hubbell et al, 2006).
5
1) Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri)
Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stres, sebagaimana
teori dari Colley’s looking-glass self: rasa percaya diri, dan
kemampuan untuk mengatasi masalah yg dihadapi.
2) Mengontrol diri sendiri
Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri sendiri
dan situasi (internal control) dan external control (bahwa
kehidupannya dikendalikan oleh keberuntungan, nasib, dari luar)
sehingga pasien akan mampu mengambil hikmah dari sakitnya
(looking for silver lining).
b. Rasionalisasi (Teknik Kognitif)
Upaya memahami dan mengiterpretasikan secara spesifik terhadap
stres dalam mencari arti dan makna stres (neutralize its stressfull).
Dalam menghadapi situasi stres, respons individu secara rasional
adalah dia akan menghadapi secara terus terang, mengabaikan, atau
memberitahukan kepada diri sendiri bahwa masalah tersebut bukan
sesuatu yang penting untuk dipikirkan dan semuanya akan berakhir
dengan sendirinya. Sebagaian orang berpikir bahwa setiap suatu
kejadian akan menjadi sesuatu tantangan dalam hidupnya. Sebagian
lagi menggantungkan semua permasalahan dengan melakukan
kegiatan spiritual, lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta untuk
mencari hikmah dan makna dari semua yang terjadi.
c. Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam
mengatasi situasi stres. Beberapa individu melakukan kegiatan yang
bermanfaat dalam menunjang kesembuhannya. Misalnya, pasien HIV
akan melakukan aktivitas yang dapat membantu peningkatan daya
tubuhnya dengan tidur secara teratur, makan seimbang, minum obat
anti retroviral dan obat untuk infeksi sekunder secara teratur, tidur dan
istirahat yang cukup, dan menghindari konsumsi obat-abat yang
memperparah keadaan sakitnya.
6
2.3 Karakteristik Distress Spiritual
a. Hubungan dengan diri
1) Ungkapan kekurangan
a) Harapan
b) Arti dan tujuan hidup
c) Perdamaian/ ketenangan
2) Penerimaan
3) Cinta
4) Memaafkan diri sendiri
5) Keberanian
a) Marah
b) Kesalahan
c) Koping yang buruk
b. Hubungan dengan orang lain
1) Menolak berhubungan dengan tokoh agama
2) Menolak interaksi dengan tujuan dan keluarga
3) Mengungkapkan terpisah dari sistem pendukung
4) Mengungkapkan pengasingan diri
c. Hubungan dengan seni, musik, literatur, dan alam
1) Ketidakmampuan untuk mengungkapkan kreativitas (bernyanyi,
mendengarkan musik, menulis)
2) Tidak tertarik dengan alam
3) Tidak tertarik dengan bacaan keagamaan
d. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya
1) Ketidakmampuan untuk berdoa
2) Ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan
3) Mengungkapkan terbuang oleh atau karena kemarahan Tuhan
4) Meminta untuk bertemu dengan tokoh agama
5) Tiba-tiba berubah praktik agama
6) Ketidakmampuan untuk introspeksi
7) Mengungkapkan hidup tanpa harapan, menderita
7
2.4 Etiologi Distress Spiritual
Menurut Vacarolis (2000) penyebab distres spiritual adalah sebagai berikut :
a. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik digunakan untuk melihat keadaan fisik pada klien.
Pengkajian fisik biasanya digunakan pada korban tindak penganiayaan,
contohnya seperti abuse.
b. Pengkajian Psikologis
Status mental, mungkin adanya depresi, marah, kecemasan, ketakutan,
makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah, dan pemikiran yang
bertentangan (Otis-Green, 2002).
c. Pengkajian Sosial Budaya
Dukungan sosial dalam memahami keyakinan klien (Spencer, 1998).
2.4.1 Faktor Predisposisi
Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi
kognitif seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi
dimana dalam proses interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman
yang penting bagi perkembangan spiritual seseorang.
Faktor predisposisi sosiokultural meliputi usia, gender,
pendidikan, pendapatan, okupasi, posisi sosial, latar belakang
budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial.
2.4.2 Faktor Presipitasi
a. Kejadian Stresfull
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi
karena perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan
orang yang terdekat karena kematian, kegagalan dalam
menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain,
lingkungan dan zat yang maha tinggi.
b. Ketegangan Hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap
terjadinya distress spiritual adalah ketegangan dalam
menjalankan ritual keagamaan, perbedaan keyakinan dan
8
ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam
keluarga, kelompok maupun komunitas.
9
4) Bantu klien mengembangkan skill untuk mengatasi perubahan
spiritual dalam kehidupan.
5) Fasilitasi pasien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan atau
agama yang dianut oleh pasien.
6) Fasilitasi klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan
orang lain
7) Bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
8) Bantu pasien mengevaluasi perasaan setelah melakukan kegiatan
ibadah atau kegiatan spiritual lainnya.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Distress spiritual adalah gangguan kemampuan untuk mengalami
dan mengintegrasikan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan
diri sendiri, orang lain, seni, music, literature, alam, dan/atau kekuatan
yang lebih besar dari pada diri sendiri.
Distress spiritual muncul ketika kebutuhan spiritual tidak
terpenuhi, sehingga dalam menghdapi penyakitnya pasien mengalami
depresi, cemas, dan marah kepada Tuhan. Distress spiritual dapat
menyebabkan ketidakharmonisan dengan diri sendiri, orang lain,
lingkungan dan Tuhannya.
3.2 Saran
Kita sebagai perawat meminta orang-orang terdekat seperti
keluarga, teman dan tokoh masyarakat (ustadz) untuk membantu dalam
mendukung proses penyembuhan klien yang mengalami distress spiritual
selain obat yang di berikan di rumah sakit.
11
DAFTAR PUSTAKA
12