Anda di halaman 1dari 17

KONSEP PSIKOSOSIAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

YANG MENCAKUP KONSEP DIRI DAN KESEHATAN


SPIRITUAL

Disusun Oleh:
Kelompok 9B
Dosy Ungsiana Tumangger (032017061)
Filipus Waruwu (032017041)
Melina Cecilia Tarigan (032017065)
Nurtalenta Lafau (032017042)
Yofita Telaumbanua (032017043)

PROGRAM STUDI TAHAP AKADEMIK


SEKOLAH TINGGI ILMU KESAHATAN SANTA ELISABETH
MEDAN
T.A 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah kami ini dengan judul
“Konsep Psikososial dalam Praktik Keperawatan yang Mencakup Konsep Diri
dan Kesehatan Spiritual”. Dalam pembelajaran kali ini, mahasiswa dituntut untuk
mampu memahami bagaimana konsep psikososial dalam praktik keperawatan
yang mancakup konsep diri dan kesehatan spiritual.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai konsep psikososial dalam praktik
keperawatan yang mencakup konsep diri dan kesehatan spiritual. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata kesempurna.

Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan di masa depan.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………..………………...i

DAFTAR ISI………………….……………………………………………ii

BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………1

1.1 Latar Belakang………………………………………………………….1

1.2 Tujuan…………………………………………………………………...2

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS…………………………………………..3

2.1 Konsep Diri……………………………………………………………..3

2.1.1 Defenisi Konsep Diri………………………………………….3

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengarhui Konsep Diri……………..3

2.1.3 Rentang Konsep Diri………………………………………….4

2.1.4 Komponen Konsep Diri………………………………………5

2.1.5 Perilaku Pasien dengan Gangguan Konsep Diri……………...8

2.2 Kesehatan Spiritual……………………………………………………..9

2.2.1 Defenisi Kesehatan Spiritual………………………………….9

2.2.2 Karakteristik…………………………………………………10

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas……………11

2.2.4 Masalah Kesehatan Spiritualitas…………………………….11

2.2.5 Keterkaitan Spiritual, Kesehatan dan Sakit…………………12


BAB 3 PENUTUP………………………………………………………..14

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………….14

3.2 Saran…………………………………………………………………...14

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….15
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makluk biopsikososial yang unik dan menerapkan sistem
terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan
keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan tersebut disebut sehat.
Sedangkan orang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan
keseimbangan dirinya dan lingkungan. Kilen masuk rumah sakit dan dirawat
mengalami sters fisik dan mental baik dari diri sendiri, lingkungan, maupun
keluarga. Pada heirarki kebutuhan Maslow dinyatakan bahwa tingkat yang paling
tinggi dalam kebutuhan manusia adalah tercapainya aktualisasi diri. Untuk
mencapai aktualisasi diri diperlukan konsep diri yang sehat.
Perawat memandang klien sebagai makhluk bio-psiko-sosiokultural dan
spiritual yang berespon secara unik terhadap perubahan kesehatan atau pada
keadaan krisis. Perawat berupaya untuk membantu memenuhi kebutuhan spiritual
klien sebagai bagian dari kebutuhan menyeluruh klien, antara lain dengan
memfasilitasi pemenuhan kebutuhan spiritual klien tersebut, walaupun perawat
dan klien mempunyai keyakinan spiritual atau keagamaan yang berbeda.
Penting sekali bagi seorang perawat memahami perbedaan antara spiritual,
keyakinan dan agama untuk menghindarkan salah pengertian yang akan
mempengaruhi pendekatan perawat dengan pasien. Spiritualitas merupakan suatu
konsep yang unik pada masing-masing individu. manusia adalah makhluk yang
mempunyai aspek spiritual yang akhir-akhir ini banyak perhatian dari masyarakat
yang disebut kecerdasan spiritual yang sangat menentukan kehagiaan hidup
seseorang.
Perawat memahami bahwa aspek ini adalah bagian dari pelayanan yang
komprehensif. Karena selama dalam perawatan, respon spiritual kemungkian akan
muncul pada pasien. Pasien yang sedang dirawat dirumah sakit membutuhkan
asuhan keperawatan yang holistik dimana perawat dituntut untuk mampu
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif bukan hanya pada masalah
secara fisik namun juga spiritualnya. Untuk itulah materi spiritual diberikan
kepada calon perawat guna meningkatkan pemahaman dan kemampuan perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kebutuhan spiritual.

1.2 Tujuan

1. Tujuan Umum
Penulisan makalah ini diharapkan mampu menambah wawasan serta
pengetahuan masyarakat pada umumnya serta mahasiswa STIKes Santa
Elisabeth Medan pada khususnya tentang Konsep Psikososial dalam Praktik
Keperawatan yang Mencakup Konsep Diri dan Kesehatan Spiritual.

2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini antara lain :
a) Mengetahui konsep psikososial dalam praktik keperawatan yang
mencakup konsep diri.
b) Mencakup konsep psikososial dalam praktik keperawatan yang
mencakup kesehatan spiritual.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Diri

2.1.1 Defenisi Konsep Diri


Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian
yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu
dalalm berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 1998).
Konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik
fisikal, emosional, intelektual, sosial dan spiritual (Beck, Willian dan
Rawlin, 1986). Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai
yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain. Konsep diri berkembang secara bertahap
saat bayi melalui mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain.

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri (Stuart dan


Sundeen, 1998 )

a. Teori perkembangan
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang
secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan
dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki
batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui
kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau
pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan
interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri
sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi
potensi yang nyata.
b. Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat)
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman
dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu
dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan
orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat,
remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya,
pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup,
pengaruh budaya dan sosialisasi.

c. Self Perception (persepsi diri sendiri )


Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannnya,
serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu.
Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman
yang positif. Sehingga konsep diri merupakan aspek yang kritikal dan
dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif
dapat berfungsi lebih efektif, yang dapat dilihat dari kemampuan
interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan.
Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan
individu dan sosial yang terganggu.

2.1.3 Rentang Konsep Diri (Stuart dan Sundeen, 1998 )

Menurut Stuart dan Sudden, Rentang konsep diri mulai dari respon
Adaptif sampai dengan respon Maladaptif yang terdiri dari :
a. Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang
positif dengan latar belakang pengalaman yang nyata yang sukses dan
diterima.
b. Konsep Diri Positif
Konsep diri positif apabila individu memiliki pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi diri.
c. Harga Diri Rendah
Harga diri rendah adalah transisi antara respon konsep diri
adaptif dengan respon konsep diri maladaptif.
d. Kekacauan Identitas
Kekacauan identitas adalah kegagalan individu
mengintegrasikan aspek-aspek identitas masa kanak-kanak ke dalam
kematangan aspek psikososial kepribadian pada masa dewasa yang
harmonis.
e. Depersonalisasi
Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing
terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan
serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain.

2.1.4 Komponen Konsep Diri

a. Gambaran Diri / Citra Tubuh (Body Image)


Gambaran diri adalah sikap atau cara pandang seseorang
terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup
persepsi dan perasaaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan
potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan di
modifikasi dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart dan
Sundeen, 1998 ).
Gambaran diri (body image) berhubungan dengan kepribadian.
Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting
pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya
menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan merasa lebih aman,
sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri
(Keliat, 1992 ).
Pada anak usia sekolah mempunyai perbedaan citra tubuh
dengan seorang bayi, salah satu perbedaan yang menyolok adalah
kemampuan untuk berjalan, dimana hal ini bergantung pada
kematangan fisik. Pada masa remaja dengan adanya perubahan
hormonal akan mempengaruhi citra tubuhnya misalnya menopause.
Pada masa usia lanjut sebagai akibat dari proses penuaan terjadi
perubahan penurunan penglihatan, pendengaran, dan mobilitas
sehingga hal ini dapat mempengaruhi citra tubuh seorang lansia.

b. Ideal Diri (Self Ideal)


Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku berdasarkan standart, aspirasi, tujuan atau penilaian
personal tertentu. ( Stuart dan Sundeen, 1998 ).
Standart dapat berhubungan dengan tipe orang yang akan
diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai-nilai yang ingin
dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan, nilai-nilai
yang ingin dicapai berdasarkan norma sosial (keluarga, budaya) dan
kepada siapa ingin dilakukan.

c. Harga Diri (Self Esteem)


Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai
dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar
dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan
kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang
yang penting dan berharga. (Stuart dan Sundeen, 1998)

d. Peran (Role Performance)


Peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh
lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai
kelompok sosial. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana
seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran
yang terpilih atau dipilih oleh individu. (Stuart dan Sundeen, 1998).
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari
seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. (Keliat, 1992).
Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang
memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di
masyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran karena struktur
sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak
mungkin dilaksanakan (Keliat, 1992).
e. Identitas (Identity)
Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi,
dan keunikan individu. Mempunyai konotasi otonomi dan meliputi
persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan identitas dimulai pada
masa bayi dan seterusnya berlangsung sepanjang kehidupan tapi
merupakan tugas utama pada masa remaja (Stuart dan Sundeen, 1998)
Pada masa anak- anak , untuk membentuk identitas dirinya, anak
harus mampu membawa semua perilaku yang di pelajari kedalam
keutuhan yang koheren , konsisten dan unik ( Erikson, 1963 ). Rasa
identitas ini secara kontiniu timbul dan di pengaruhi oleh situasi
sepanjang hidup.
Pada masa remaja , banyak terjadi perubahan fisik, emosional,
kognitif dan social. Dimana dalam masa ini apabila tidak dapt
memenuhi harapan dorongan diri pribadi dan social yang membantu
mendefinisikan tentang diri maka remaja ini dapat mengalami
kebingungan identitas. Seseorang dengan rasa identitas yang kuat akan
merasa terintegrasi bukan terbelah (Ericson, 1963).

2.1.5 Perilaku Pasien dengan Gangguan Konsep Diri

Perilaku yang adaptif :


1. Syok Psikologis
Merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan
dapat terjadi pada saat pertama tindakan. Syok psikologis digunakan
sebagai reaksi terhadap ansietas. Mekanisme koping yang digunakan
seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan
diri.

2. Menarik diri
Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan,
tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar secara
emosional. Klien menjadi tergantung, pasif, tidak ada motivasi dan
keinginan untuk berperan dalam perawatannya.

3. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap


Setelah klien sadar akan kenyataan, maka respon kehilangan
atau berduka muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan
reintegrasi dengan gambaran diri yang baru.

Perilaku yang maladaptive:


1. Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah.
2. Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh.
3. Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri.
4. Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh.
5. Preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang.
6. Mengungkapkan keputusasaan.
7. Mengungkapkan ketakutan ditolak.
8. Depersonalisasi.
9. Menolak penjelasan tentang perubahan tubuh.
2.2 Kesehatan Spiritual

2.2.1 Defenisi Kesehatan Spiritual


Spiritual berasal dari bahasa latin spiritus, yang berarti bernafas
atau angin. Ini berarti segala sesuatu yang menjadi pusat semua aspek dari
kehidupan seseorang (McEwan, 2005). Spiritual adalah keyakinan dalam
hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta (Hamid,
1999).
Spiritual merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan
tergantung pada budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan
dan ide-ide tentang kehidupan seseorang (Potter & Perry, 1999)
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta
kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai,
menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan (Carson, 1989)
Menurut Burkhardt (1993), Hamid (1999) dan Stoll (1989)
spiritual meliputi aspek sebagai berikut:
a) Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau
ketidakpastian dalam kehidupan
b) Menemukan arti dan tujuan hidup
c) Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan
dalam diri sendiri.
d) Kepercayaan artinya mempunyai kepercayaan atau komitmen
terhadap sesuatu atau seseorang, sementara agama merupakan
sistem ibadah yang teratur dan terorganisasi (Hamid, 1999)
e) Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan
Yang Maha Tinggi (Stoll, 1989). Spiritualitas sebagai konsep dua
dimensi: dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau
Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang,
sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang degan
diri sendiri, orang lain dan dengan lingkungan.

2.2.2 Karakteristik

a. Hubungan dengan diri sendiri (Kekuatan dalam dan self


reliance)
 Pengetahuan diri (siapa dirinya dan apa yang dapat
dilakukannya)
 Sikap (percaya diri sendiri, percaya pada kehidupan/ masa
depan, ketenangan pikiran, harmoni/ keselarasan dengan
diri sendiri)

b. Hubungan dengan alam


Secara Harmonidiantaranya : mengetahui tentang alam,
iklim, margasatwa dan berkomunikasi dengan alam (berjalan kaki
dan bertanam), mengabdikan dan melindungi alam.

c. Hubungan dengan orang lain


 Harmoni/ Suportif diantaranya : berbagi waktu,
pengetahuan dan sumber secara timbal balik, mengasuh
anak, orang tua dan orang sakit dan meyakini kehidupan
dan kematian (mengunjungi, melayat)
 Tidak harmonis diantaranya : konflik dengan orang lain,
resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi
dan hubungan dengan Ketuhanan.
 Agamis atau tidak agamis diantaranya: sembahyang/
berdoa/ meditasi, perlengkapan keagamaan dan Bersatu
dengan alam

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

a) Perkembangan, semakin dewasa idealnya semakin matang tingkat


spiritualitas seseorang.
b) Keluarga, memiliki peran yang sangat penting dalam memenuhi
kebutuhan spiritual, individu yang dibesarkan dalam keluarga
agama Islam cenderung 90% islam.
c) Ras / Suku, di Indonesia timur seperti Irian Jaya mayoritas
beragama Kristen dan di Aceh mayoritas beragama Islam.
d) Agama yang dianut, keyakinan pada agama tertentu dapat
menentukan arti pentingnya kebutuhan spiritual.
e) Kegiatan Keagamaan, kegiatan agama dapat mengingatkan
keberadaan dirinya dengan Tuhan, dan selalu mendekatkan diri
kepada penciptanya

2.2.4 Masalah Kesehatan Spiritualitas

Manifestasi perubahan fungsi spiritual:


1. Verbalisasi distress
Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual, biasanya
akan meverbalisasikan yang dialaminya untuk mendalatkan bantuan.

2. Perubahan perilaku
Perubahan perilaku juga dapat merupakan manifestasi gangguan
fungsi spiritual. Klien yang merasa cemas dengan hasil pemeriksaan
atau menunjukkan kemarahan setelah mendengar hasil pemeriksaan
mungkin saja sedang menderita distress spiritual. Untuk jelasnya
berikut terdapat tabel ekspresi kebutuhan spiritual.
Pasien yang membutuhkan dukungan spiritual, diantaranya:
1. Pasien Kesepian
Pasien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang menemani akan
membutuhkan bantuan karena mereka merasakan tidak ada kekuatan
selain kekuatan Tuhan, tidak ada yang menyertainya kecuali Tuhan.

2. Pasien Ketakutan dan Cemas


Adanya ketakutan dan kecemasan dapat menimbulkan perasaan
kacau, yang dapat membuat pasien membuutuhkan ketenangan pada
dirinya, dan ketenangan yang paling besar adalah bersama Tuhan.

3. Pasien yang Harus Mengubah Gaya Hidup


Pola gaya hidup dapat mengacaukan keyakinan individu bila
kearah yang lebih buruk dan sebaliknya masalah kebutuhan spiritual
yang muncul kita mengenalnya dengan distress spiritual, dimana suatu
keadaan ketika individu atau kelompok mengalami atau beresiko
mengalami gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang
memberikannya kekuatan, harapan dan arti kehidupan.

Macam-macam Distres Spiritual, diantaranya:


1. Spiritual yang sakit, yaitu kesulitan menerima kehilangan dari orang
yang dicintai atau dari penderitaan yang berat.
2. Spiritual yang khawatir yaitu terjadinya pertentangan kepercayaan dan
sistem nilai seperti adanya aborsi.
3. Spiritual yang hilang yaitu adanya kesulitan menemukan ketenangan
dalam kegiatan keagamaan.

2.2.5 Keterkaitan Spiritual, Kesehatan dan Sakit


Keyakinan spiritual sangat penting karena dapat mempengaruhi tingkat
kesehatan dan perilaku selfcare klien. Pengaruh dari keyakinan spiritual yang
perlu dipahami adalah sebagai berikut:
a) Menuntun kebiasaan hidup
Praktik tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan mungkin mempunyai makna keagamaan bagi
pasien.Sebagai contoh, ada agama yg menetapkan makanan diit yg boleh
dan tidak boleh dimakan. Begitu pula metode keluarga berencana ada
agama yg melarang cara tertentu untuk mencegah kehamilan termasuk
terapi medik atau pengobatan.

b) Sumber dukungan
Pada saat mengalami stress, individu akan mencari dukungan dari
keyakinan agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk dapat
menerima keadaan sakit yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut
memerlukan proses penyembuhan yang lama dengan hasil yang belum
pasti. Sembahyang atau berdoa, membaca kitab suci, dan praktik
keagamaan lainnya sering membantu memenuhi kebutuhan spiritual yang
juga merupakan suatu perlindungan terhadap tubuh.

c) Sumber kekuatan dan penyembuhan


Individu cenderung dapat menahan stress baik fisik maupun psikis
yang luar biasa karena mempunyai keyakinan yang kuat. Keluarga klien
akan mengikuti semua proses penyembuhan yang memerlukan upaya
ekstra, karena keyakinan bahwa semua upaya tersebut akan berhasil.

d) Sumber konflik
Pada suatu situasi tertentu, bisa terjadi konflik antara keyakinan
agama dengan praktik kesehatan, misalnya ada orang yang memandang
penyakit sebagai suatu bentuk hukuman karena pernah berdosa.Ada agama
tertentu yang menganggap manusia sebagai makhluk yg tidak berdaya
dalam mengendalikan lingkungannya, oleh karena itu penyakit diterima
sebagai nasib bukan sebagai sesuatu yg harus disembuhkan.

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik
fisikal, emosional, intelektual, sosial dan spiritual (Beck, Willian dan Rawlin,
1986). Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai yang diketahui
individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan
orang lain. Konsep diri berkembang secara bertahap saat bayi melalui mengenal
dan membedakan dirinya dengan orang lain.
Spiritual merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan
tergantung pada budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-
ide tentang kehidupan seseorang (Potter & Perry, 1999). Keterkaitan Spiritual,
Kesehatan dan Sakit sangat berkaitan erat, Keyakinan spiritual sangat penting
karena dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan perilaku selfcare klien.
Perkembangan spiritual pada manusia terjadi beberapa tahap,
diantaranya:Bayi dan todler (1-3 tahun), Prasekolah, Usia sekolah, Dewasa, dan
Usia pertengahan. Masalah Kebutuhan Spiritual yang muncul kita mengenalnya
dengan Distress Spiritual, dimana suatu keadaan ketika individu atau kelompok
mengalami atau beresiko mengalami gangguan dalam kepercyaan atau sistem nilai
yg memberikannya kekuatan, harapan dan arti kehidupan.

3.2 Saran

Dalam makalah ini, kami memiliki harapan agar pembaca memberikan


kritik dan saran yang membangun. Karena kami sadar dalam penulisan makalah
ini terdapat begitu banyak kekurangan. Selain itu, penulis juga menyarankan
setelah membaca makalah ini kita semua dapat lebih memahami tentang Konsep
Kesehatan Spiritual dan Konsep Diri dan mampu menerapkannya dalam praktek
keperawatan yang ada di lingkungan kerja maupun dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Hamid, A, Y., 1999, Buku ajar Aspek Spiritual dalam Keperawatan, Widya
medika: Jakarta.
Potter, P. A., Perry, A. G., 1999, Fundamental Keperawatan, Salemba medika:
Jakarta.
Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999.
Perry & Potter.2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Volume 1,Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Stuart, Gail Wiscarz, Buku Saku Keperawatan jiwa. Jakarta .EGC, 1998.

Anda mungkin juga menyukai