Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seorang manusia membutuhkan bantuan dan pertolongan orang lain,
karena pada dasarnya seorang individu tidak mampu mencukupi kebutuhan-
kebutuhannya sendiri. Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia terdiri
dari dua unsur, yaitu unsur jasmani dan rohani. Manusia bisa dikatakan sehat
jasmani dan rohaninya apabila kedua unsur tersebut seimbang dan saling
terpenuhi kebutuhan kebutuhannya. Salah satu fungsi agama adalah
membimbing manusia kejalan yang benar.
Bimbingan dan Penyuluhan Agama adalah segala kegiatan yang
dilakukan oleh seorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang
lain yang mengalami kesulitan-kesulitan rohani dalam lingkungan hidupnya
agar orang orang tersebut mampu mengatasinya sendiri, karena timbul
kesadaran atau penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa,
sehingga timbul pada diri pribadinya suatu cahaya harapan kebahagian hidup
sekarang dan masa depannya (Arifin, 2017). Sakit bukan hanya masalah fisik
semata tetapi lebih luas dari itu yaitu menyangkut masalah psiko
juga.Dengan demikian kepedulian terhadap mereka yang sakit seharusnya
perlu dilihat secara utuh dan menyeluruh dari segi biologis, psikososial,
sosial, spiritual.
Menurut Dr. Howard Clinebell (2018), kebutuhan akan kepercayaan
dasar (basic trust), kebutuhan akan makna hidup dan tujuan hidup,
kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dalam hidup
keseharian, kebutuhan akan pengisian spiritualnya dengan selalu secara
teratur, kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan berdosa, kebutuhan
akan penerimaaan diri dan harga diri, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan
akan dicapainya derajat dan martabat yang semakin tinggi, kebutuhan akan
terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesama manusia dan kebutuhan
akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nilai-nilai religious.

1
Menyadari akan hal itu, maka di dalam makalah ini penulis akan
menjelaskan dalam bentuk Asuhan Keperawatan pada klien dengan distress
spiritualitas.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian distress spiritualitas dalam keperawatan jiwa ?
1.2.2 Apa etiologi dari distress spiritual ?
1.2.3 Bagaimanakah tanda-tanda klien dengan distress spiritual ?
1.2.4 Bagaimana pathoflowdiagram distress spiritual ?
1.2.5 Bagaimana manajemen atau pengobatan pada pasien dengan distress
spiritual ?
1.2.6 Apa saja yang harus dikaji pada pasien dengan distress spiritual ?
1.2.7 Diagnosa apa saja yang mungkin muncul pada pasien dengan distress
spiritual ?
1.2.8 Bagaimana intervensi keperawatan untuk menangani pasien dengan
distress spiritual ?
1.2.9 Bagaimana implementasinya ?
1.2.10 Hal apa saja yang harus di evaluasi setelah melakukan tindakan
keperawatan ?
1.2.11 Bagaimana dokumentasinya ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Dapat memahami pengertian dari distress spititualitas
1.3.2 Mengerti dan memahami etiologi dari distress spiritual
1.3.3 Mengerti dan memahami tanda-tanda pasien yang mengalami distress
spiritual
1.3.4 Mampu memahami dan mampu membuat psikopathoflowdiagram
distress spiritual
1.3.5 Mengerti dan memahami treatment pada pasien distress spiritual
1.3.6 Mengerti dan memahami data apa yang harus dikaji pada pasien
distress spiritual
1.3.7 Mengerti dan memahami diagnose yang muncul pada pasien dengan
distress spiritual
1.3.8 Mengerti dan memahami intervensi keperawatan pada pasien distress
spiritual

2
1.3.9 Mengerti dan memahami implementasi keperawatan untuk pasien
distress spiritual
1.3.10 Mampu mendokumentasikan dengan baik tindakan keperawatan
apa saja yang sudah dilakukan
1.4 Manfaat Penulisan
Diharapkan dengan adanya karya tulis ini dapat membantu para
pembaca khususnya mahasiswa dan perawat dalam membuat asuhan
keperawatan pada klien dengan distress spiritualitas, supaya dapat
memberikan tindakan yang tepat pada klien
1.5 Metode Penulisan
Study pustaka dengan menggunakan bahan informasi dan buku

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Distress Spiritualitas

Menurut Khoyriyati, Azizah (2018), menyatakan bahwa distress


spiritualitas adalah suatu keadaan penderitaan yang terkait dengan gangguan
kemampuan untuk mengalami makna dalam hidup melalui hubungan dengan diri
sendiri, orang lain, dunia atau alam dan kekuatan yang lebih besar dari diri
sendiri.

Distress sipitualitas adalah suatu gangguan yang berkaitan dengan


prinsip-prinsip kehidupan, keyakinan, atau keagamaan dari pasien yang
menyebabkan gangguan pada aktivitas spiritualitas, yang merupakan akibat dari
masalah-masalah fisik atau pasikososial yang dialami (Dochterman, 2018:120).

Distress spiritual atau krisis spiritual terjadi ketika seseorang tidak dapat
menemukan makna dan tujuan hidup, harapan, cinta, kedamaian atau kekuatan
dalam hidup mereka. Krisis ini bisa terjadi saat seseorang mengalami ketiadaan
hubungan dengan hidup, sesama, alam dan ketika situasi hidup bertentangan
dengan keyakinan yang dimilikinya (Anandarajah dan Hight, 2008 dalam Young
dan Koopsen, 2017).

Selanjutnya, menurut Mizral (2018), distress spiritualitas adalah keadaan


dimana individual atau kelompok mengalami atau beresiko mengalami
gangguan dalam system keyakinan atau nilai yang memberi kekuatan, harapan,
dan arti kehidupan seeorang.

Distress spiritual mengacu pada tantangan dari kesejahteraan spiritual


atau sistem kepercayaan yang memberikan kekuatan, harapan dan arti hidup.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa distress spiritualitas adalah masalah yang sering
terjadi pada pemenuhan kebutuhan spiritual.

4
2.2 Etiologi Distress Spiritual
2.2.1 Menurut Tarwoto dan Wartonah (2012) dalam Hidayah,Nur (2014),
penyebab distress spiritualitas dapat dilihat dari dua faktor, sebagai
berikut:
2.2.1.1 Faktor Predisposisi
1. Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi
fungsi kognitif seseorang sehingga akan menggangu
proses interaksi dan proses interaksi ini akan terjadi
transfer pengalaman yang penting bagi perkembangan
spiritualitas seseorang.
2. Faktor sosiokultural meliputi usia, gender, Pendidikan,
pendapatan, okupasi, posisi social, latar belakang
budaya, keyakinan, politik. Pengalaman social, tingkat
lingkungan.
2.2.1.2 Faktor Presipitasi
1. Kejadian stressful : mempengaruhi perkembangan
spiritualitas seseorang dapat terjadi karena perbedaan
tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang
terdekat karena kematian, kegagalan dalam menjalain
hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan
dan maha tinggi.
2. Keteganggan hidup : beberapa ketegangan hiudp yang
berkonstribusi terhadap terjadinya distress spiritualitas
adalah ketegangan dalam menjalankan peran
spiritualitas baik dalam keluarga, kelompok maupun
komunitas.
2.2.2 Selanjutnya, menurut Mass,Meridean L,dkk (2014) menyatakan ada
beberapa faktor yang berhubungan dengan distress spiritualitas,
yaitu:
2.2.2.1 Sistem keyakinan (perpisahan dari ikatan spiritualitas),
seperti: kehilangan fungsi tubuh, penyakit terminal, penyakit
kronis, nyeri intens atau kronis, ketidakmampuan, atau
trauma.

5
2.2.2.2 Regimen terapeutik, seperti: pembedahan, radiasi dan
kemoterapi, tranfusi darah, pembatasan diet, dan obat-
obatan, yang dapat menimbulkan konflik antara nilai dan
keyakinan pribadi dengan terapi yang diprogramkan.
2.2.2.3 Faktor personal yang dapat menyebabkan distress
spiritualitas adalah kematian atau penyakit orang yang
dicintai dan perpisahan dri keluarga serta teman.
2.2.2.4 Faktor lingkungan meliputi hambatan dalam melaksanakan
praktik dan ritual ibadah, seperti tidak ada privasi, tidak ada
transportasi.pindah ke lingkungan yang berbdeda, imobilitas
dan ketidakmampuan untuk memperoleh makanan khusus,
tidak ada orang lain yang memiliki keyakinan yang sama
dengan dirinya.
2.3 Tanda-tanda terjadinya Distress Spiritualitas
2.3.1 Menurut Indah (2018), ada beberapa tanda sehingga dapat dikatakan
terkena distress spiritualitas, yaitu sebagai berikut:
2.3.1.1 Merasa tidak berharga
2.3.1.2 Tidak menikmati rasa kebahagiaan yang biasanya dirasakan
2.3.1.3 Merasa Tuhan bukan bagian dari kehidupannya
2.3.1.4 Merasa hidupnya terpuruk
2.3.1.5 Tidak menghargai pendapat dan pandangan orang lain
mengenai dirinya
2.3.1.6 Tidak merenungkan kesalahan yang sudah dilakukan
2.3.1.7 Punya keinginan untuk mncelakakan orang lain tanpa
memikirkan bahwa manusia merupakan ciptaan Tuhan yang
sangat berharga seperti dirinya sendiri
2.3.1.8 Merasa dirinya paling benar
2.3.2 Hidayat (2006) dalam Ristianingsih, dkk (2014) menambahkan tanda-
tanda distress spiritualitas, yaitu :
2.3.2.1 Keraguan berlebihan dalam mengartikan hidup
2.3.2.2 Mengungkapkan perhatian lebih pada kematian
2.3.2.3 Menolak kegiatan ritual
2.3.2.4 Menangis
2.3.2.5 Menarik diri

6
2.3.2.6 Cemas
2.3.2.7 Marah
2.3.2.8 Tanda-tanda fisik : nafsu makan terganggu, sulit tidur,
tekanan darah meningkat
2.3.3 Menurut Khoyriyati,Azizah. (2018), menyatakan ada beberapa tanda-
tanda terjadinya distress spiritualitas,yaitu:
2.3.3.1 Menanyakan pertanyaan tentang arti hidup
2.3.3.2 Menanyakan kepercayaan kita sendiri atau tiba-tiba
kehilangan kepercayaan spiritualitas atau agama
2.3.3.3 Mengajukan pertanyaan tentang rasa sakit dan penderitaan
2.3.3.4 Memiliki hal-hal buruk atau berbicara negative pada kita,
seperti “mengapa hal-hal buruk bisa terjadi pada dirinya
2.3.3.5 Perasaan marah serta keputusassa
2.3.3.6 Menderita perasaan sedih, depresi, dan cemas
2.3.3.7 Perasaan terisolasi dan merasa sendiri ditinggalkan Tuhan
2.3.4 Community Care of Brooklyn (2016), menambahkan ciri-ciri pasien
dengan distress spiritual yaitu :
2.3.4.1 Bertanya mengenai arti hidup
2.3.4.2 Menanyakan kepercayaannya sendiri atau tiba-tiba
kehilangan kepercayaan atau agama
2.3.4.3 Bertanya mengenai rasa sakit dan penderitaan
2.3.4.4 Berpikiran buruk dan berbicara hal-hal yang negative, seperti
: “mengapa hal buruk ini terjadi padaku ?”
2.3.4.5 Merasa marah dan putus asa
2.3.4.6 Merasa menderita, yang ditunjukan dengan ekspresi sedih,
depresi, dan cemas
2.3.4.7 Merasa terisolasi dan merasa sendiri, atau merasa
ditinggalkan oleh Tuhan
2.3.4.8 Merasa hilang arah, tanpa tujuan, dan merasa hampa
2.3.4.9 Sulit tidur
2.3.4.10 Mencari bantuan religius

7
2.4 Psikopatholowdiagram Distress Spiritualitas

Kehilangan fungsi tubuh Kehilangan orang yang


dicintai (meninggal,
Penyakit kronis
cerai, putus)
Nyeri
Hambatan
Pembedahan melaksanakan ibadah :
tidak ada transportasi,
Kemoterapi imobilitas, pindah ke
Obat-obatan lingkungan yang baru

Basic Anxiety

DISTRESS SPIRITUAL

Menarik diri, pengalihan, isolasi sosial

Motorik Afektif Kognitif

Nafsu makan Cemas Konsentrasi


menurun menurun
Marah pada
TD meningkat siapa saja Bingung dengan
presepsi diri
Insomnia Menangis
Berorientasi pada
BAB tidak Putus asa
kematian
lancar
Lesu
Depresi
Keras kepala
Menolak kegiatan
apatis spiritual
Humor
mengerikan
Merasa tidak
berharga
Merasa Tuhan
bukan bagian dari
8 kehidupannya
2.5 Manajemen perawatan distress sipritualitas dalam keperawatan jiwa
2.5.1 Menurut KEMENKES (2017) ada beberapa jenis perawatan yang
dapat diberikan pada klien dengan distress spiritualitas, yaitu:
2.5.1.1 Perawatan yang berfokus pada klien dan keluarga.
Perawatan yang diberikan dengan komunikasi efektif
dalam memberikan informasi, mendengar aktif, menentukan
tujuan, membantu membuat keputusan medis dan
komunikasi efektif terhadap keluarga yang membantu klien
2.5.1.2 Waktu perawatan paliatif. Waktu dalam pemberian
perawatan paliatif berlangsung mulai sejak terdiagnosanya
penyakit dan berlanjut hingga sembuh atau meninggal
sampai periode dukacita.
2.5.1.3 Perawatan komprehensif. Dimana perawatan ini bersifat
multidimensi yang bertujuan menanggulangi gejala
penderitaan yang termasuk dalam aspek fisik, psikologis,
sosial maupun keagamaan.
2.5.1.4 Perhatian terhadap berkurangnya penderitaan. Perawatan
ini bertujuan untuk mencegah dan mengurangi gejala
penderitaan dari penyakit ataupun proses pengobatan.
2.5.1.5 Bekerjasama dengan tim interdisiplin. Tim ini akan
bekerjasama dalam memberikan perawatan pada klien
yang terdiri dari kedokteran, farmasi, pekerja sosial,
pemuka agama, psikolog, asisten perawat, dan yang
lainnya

9
BAB III

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Menurut Khoriyati, Azizah (2018), hal yang perlu diperhatikan saat
melakukan pengkajian pada klien dengan distress spiritulalitas yaitu:
3.1.1.1 Tanyakan pada klien tentang Kepercayaan terhadap Tuhan
3.1.1.2 Bagaimana pandangan mengenai pentingnya ibadah pada
klien
3.1.1.3 Apakah ada perubahan di dalam kepercayaan atau
ibadahnya akhir-akhir ini pada klien.
3.1.1.4 Apakah kepercayaan/agama yang dimiliki memberikan
adanya harapan, ketenangan atau rasa bersalah, malu takut
atau marah
3.1.1.5 Apakah dengan kondisi sakit berpengaruh terhadap
kepercayaan/ibadah
3.1.1.6 Apakah cara yang digunakan untuk mengekspresikan
perasaan
3.1.2 Kemudian, menurut Rofifah (2017) pengkajian kebutuhan spiritual
meliputi 4 area yaitu:
3.1.2.1 Konsep klien tentang tuhan
Pandangan klien menganai Tuhan dalam
kehidupannya, seperti: mengangap Tuhan baik karena
selalu menjaga dirinya, atau mengangap Tuhan tidak adil
karena kehidupannya yang selalu menderita.
3.1.2.2 Sumber kekuatan atau harapan
Pandangan klien mengenai keyakinan dalam
hubungannya dengan Tuhan memberikan kekuatan dan
menjadi pengharapan dalam setiap aspek kehidupannya
atau sebaliknya klien beranggapan Tuhan tidak pernah
memberikan kekuatan pada dirinya, sehingga tidak percaya
dengan kekuatan yang bersumber dari Tuhan

10
3.1.2.3 Praktek religious
Hubungan antara klien dan Tuhan dilakukan dengan
membaca kita suci untuk menjalin sarana komunikasi
dengan Tuhan, atau dengan datang ke tempat ibadah yang
memberikan nuansa ketenangan dan kebahagiaan klien,
dan sebaliknya klien pernah melakukannya juga karena
merasa tidak memberikan efek maka tidak dilakukan lagi
3.1.2.4 Hubungan antara keyakinan spiritual dengan status
kesehatan.
Hal ini berhubungan dengan pandangan klien
mengenai asal usul penyakit dan ketentuan Tuhan, konsep
ini mengaitkan bahwa kondisi yang dialami tidak lepas dari
ketentuan Tuhan dan penyakit akan menjadi lebih baik
karena kehendak dan ketetapan Tuhan.
3.1.3 Selanjutnya, menurut Vacarilus (2018), ada beberapa hal yang harus
diperhatikan saat melakukan pengkajian, yaitu:
3.1.3.1 Pengkajian fisik : Abuse
3.1.3.2 Pengkajian psikologis : status mental, mungkin adanya
depresi, marah, kecemasan, ketakutan, makna nyeri,
kehilangan control, harga diri rendah, dan pemikiran yang
bertentangan.
3.1.3.3 Pengkajian social budaya : dukungan social dalam
memahami keyakinan klien.
3.1.3.4 Pengkajian spiritulitas :
1. F : Faith atau keyakinan (apa keyakinan saudara?)
apakah saudara memikirkan diri saudara menjadi
seseorang yang spiritual atau religius? Apa yang
saudara pikirkan tentang keyakinan saudara dalam
pemberian makna hidup?
2. I : Impotance dan influence (apakah hal ini pentin g
dalam kehidupan saudara), apa pengaruhnya terhadap
bagaimana saudara melakukan perawatan terhadap diri

11
sediri?, dapatkah keyakinan saudara memepengaruhi
prilaku salaam sakit?
3. C: Community (apakah saudara bagian dari sebuah
komunitas spiritualitas atau religius), apakah komunitas
tersebut mendukung saudara dan bagaimana?, apakah
ada seseorang didalam kelompok tersebut yang benar-
benar saudara cintai atau penting bagi saudara?
4. A : Adress (bagaiamana saudara akan mencintai saya
sebagai seorang perawat, untuk membantu dalam
asuhan Keperawatan saudara)
3.1.3.5 Pengkajian aktivitas sehari-hari klien yang
mengakarateristikkan distress spiritualitas, mendengarkan
berbagai pernyataan penting seperti:
1. Perasaan ketika seseorang gagal
2. Perasaan tidak stabil
3. Perasaan ketidakmampuan mengkontrol diri
4. Pertenyaan tentang makna hidup dan hal-hal penting
dalam kehidupan
5. Perasaan hampa

12
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.2.3 Menurut NANDA (North American Nursing Diagnosis Assosiation)
(2018) :
3.2.3.1 Distress spiritual berhubungan dengan ekspresi marah
terhadap kekuatan yang lebih besar darinya (Tuhan) ditandai
dengan menolak kegiatan spiritual, merasa Tuhan bukan
bagian dari kehidupannya
3.2.3.2 Distress spiritual berhubungan dengan kehilangan fungsi
tubuh ditandai dengan marah, menangis, merasa tidak
berdaya, dan berorientasi pada kematian
3.2.3.3 Distress spiritual berhubungan dengan perubahan perilaku
atau mood yang ditandai dengan marah, menangis, cemas,
apatis, nafsu makan menurun
3.2.4 Maas, dkk (2014) menambahkan ada beberapa diagnosa
keperawatan pada pasien dengan distress spiritual :
3.2.4.1 Distress spiritual berhubungan dengan pertanyaan tentang
makna menderita
3.2.4.2 Distress spiritual berhubungan dengan pertanyaan tentang
makna keberadaan diri-sendiri
3.2.4.3 Distress spiritual berhubungan dengan pembatasan ritual
atau praktik religious yang lazim dilakukan sebagai akibat
factor lingkungan hidup, proses penyakit, atau regimen
terapi
3.2.4.4 Distress spiritual berhubungan dengan pencarian bantuan
spiritual

13
3.3. Intervensi keperawatan
Diagnosa Intervensi Rasional
1. Distress spiritual 1. Bantu pasien 1. Dengan
berhubungan mengekspresikan mengekspresikan rasa
dengan ekspresi dan meredakan marah, pasien akan
marah terhadap perasaan marah merasa lampias, dan
kekuatan yang 2. Ajarkan metode bisa tenang kembali
lebih besar relaksasi nafas 2. Dengan metode
darinya (Tuhan) dalam relaksasi nafas dalam,
ditandai dengan 3. Mendatangkan pasien dapat
menolak kegiatan pemuka agama merasakan tenang
spiritual, merasa agar bisa 3. Mendatangkan pemuka
Tuhan bukan melakukan agama agar pasien
bagian dari konseling dengan lebih mantap dan yakin
kehidupannya pasien dan atur bisa mengatasi
kunjungannya permasalahannya
2. Distress spiritual 1. Menghadirkan diri 1. Dengan mendengarkan
berhubungan untuk menjadi keluh kesahnya dan
dengan pendengar yang memberikan solusi yang
kehilangan baik, yang bersedia terbaik, pasien akan
fungsi tubuh mendengarkan merasa memiliki teman
ditandai dengan keluh kesahnya dan dapat tenang
marah, 2. Sikap terbuka 2. Menandakan perawat
menangis, terhadap ekspresi siap menerima semua
merasa tidak ketidakberdayaan keluh kesah pasien, dan
berdaya, dan pasien dengan sikap terbuka,
berorientasi 3. Perlakukan pasien pasien akan lebih
pada kematian dengan rasa leluasa untuk
hormat dan mencurahkan isi hatinya
penghargaan 3. Dengan memperlakukan
4. Libatkan keluarga klien dengan rasa
dalam melakukan hormat dan
konseling penghargaan, klien

14
akan merasa istimewa
dan merasa “masih
berguna” bagi orang lain
sehingga klien bisa
bangkit
4. Dengan melibatkan
keluarga dalam
konseling dapat
membantu
mempercepat
pemulihan pasien
3. Distress spiritual 1. Bantu pasien 1. Dengan
berhubungan mengekspresikan mengekspresikan
dengan kemarahan, segala perasaanya,
perubahan kesedihan, dan klien akan jauh lebih
perilaku atau kecemasannya tenang dan lampias
mood yang 2. Menghadirkan diri 2. Dengan menjadi
ditandai dengan untuk menjadi pendengar yang baik,
marah, menangis, pendengar yang pasien akan dengan
cemas, apatis, baik mudah mencurahkan isi
nafsu makan 3. Sikap terbuka pikirannya, dan pasien
menurun terhadap ekspresi akan tenang
pasien 3. Menandakan perawat
4. Gunakan siap menerima semua
komunikasi yang keluh kesah pasien, dan
terapeutik dan beri dengan sikap terbuka,
sentuhan pasien akan lebih
terapeutik leluasa untuk
5. Berikan terapi mencurahkan isi hatinya
music yang 4. Dengan memberikan
menenangkan sentuhan dan kata-kata
6. Dorong keluarga yang terapeutik, pasien
untuk menyajikan akan merasa senang

15
makanan kesukaan dan perasaannya
pasien menjadi baik
7. Berkolaborasi 5. Dengan memberikan
dengan ahli gizi terapi musik, otak akan
untuk menyajikan menstimulus untuk
makanan yang menghasilkan hormon
hangat, menarik, epinefrin, sehingga
dan tinggi kalori pasien akan merasa
8. Berkolaborasi senang dan tenang.
dengan dokter Music yang diberikan
untuk pemberian bersifat menenangkan
obat penambah atau dapatjuga
nafsu makan diberikan musik
kesukaan pasien
6. Dengan menyajikan
makanan kesukaan
klien, bisa membantu
nafsu makan klien
menjadi meningkat
7. Dengan menyajikan
makanan yang hangat
secara tidak langsung
akan membantu nafsu
makan pasien menjadi
meningkat, juga
diberikan makanan yang
tinggi kalori karena
pasien membutuhkan
tenaga untuk
aktivitasnya dan juga
tubuh pasien
kekurangan zat
makanan, maka

16
makanan tinggi kalori
dapat mempercepat
penambahan nutrisi
pasien
8. Dengan pemberian obat
penambah nafsu
makan, akan membantu
peningkatan nafsu
makan pasien

4. Distress spiritual 1. Gunakan 1. Dengan komunikasi


berhubungan komunikasi terapeutik, pasien akan
dengan terapeutik untuk merasa lega dan
pertanyaan membina rasa akhirnya pasien akan
tentang makna percaya dan lebih trust dengan
menderita kepedulian perawat, dan akhirnya
2. Luangkan waktu pasien akan
untuk menceritakan semuanya
mendengarkan 2. Dengan semakin sering
perasaan pasien perawat meluangkan
3. Terbuka dengan waktu, akan semakin
perasaan pasien banyak pasien bercerita,
tentang penyakit dan akan semakin
dan kematian banyak pula data yang
4. Perlihatkan empati dimiliki perawat,
terhadap perasaan sehingga perawat dapat
pasien menerapkan tindakan
5. Yakinkan pasien keperawatan yang tepat
bahwa perawat 3. Dengan saling terbuka
akan ada untuk satu sama lain, pasien
mendukung pasien akan merasa
saat pasien tertolongdan akan
mengalami menganggap dirinya

17
penderitaan “masih berguna” untuk
orang lain
4. Dengan menunjukan
empati, pasien akan
merasa dimengerti dan
pasien akan menjadi
semangat
5. Dengan meyakinkan
pasien, maka pasien
tidak akan merasa
sendiri, sehingga tidak
merasa terbebani
5. Distress spiritual 1. Gunakan teknik 1. Dengan teknik klarifikasi
berhubungan klarifikasi nilai nilai, pasien akan dapat
dengan untuk membantu menemukan
pertanyaan pasien keberadaan dirinya
tentang makna memperjelas 2. Dengan meninjau masa
keberadaan diri- keyakinan dan nilai lalu akan menjadi
sendiri 2. Motivasi pasien kekuatan di masa
untuk meninjau sekarang
kehidupan masa
lalu dan berfokus
pada peristiwa dan
hubungan yang
memberikan
kekuatan serta
dukungan spiritual
6. Distress spiritual 1. Motivasi 1. Dengan berpartisipasi
berhubungan penggunaan dan dengan orang lain,
dengan partisipasi dalam pasien akan merasa
pembatasan ritual atau praktik tidak kesepian, dan
ritual atau praktik religious, yang dapat mengikuti ritaul
religious yang tidak ibadah dengan baik

18
lazim dilakukan membahayakan 2. Dengan menerima
sebagai akibat kesehatan komuni (yang biasa
factor lingkungan 2. Dorong pasien diberikan di Greje
hidup, proses untuk menghadiri (2019) akan membuat
penyakit, atau layanan gejera jiwa pasien menjadi
regimen terapi 3. Dorong tenang
penggunaan 3. Klien bisa
sumber-sumber menggunakan majalah,
spiritual foto-foto
4. Sediakan artikel 4. Dengan menyediakan
spiritual yang artikel spiritual dan alat-
diharapkan, sesuai alat ibadah, pasien akan
pilihan pasien, merasa terbantu dala
sediakan alat-alat 5. Dengan beberapa
ibadat (rosario, metode, pasien akan
alkitab, tasbih, merasa beragam dan
mukena, sajadah, tidak monoton
buku doa, salib,
dsb)
5. Konsultasikan
dengan anggota
tim layanan
kesehatan lain
tentang metode
terapi lain
7. Distress spiritual 1. Fasilitasi 1. Dengan memfasilitasi
berhubungan penggunaan pasien, pasien dapat
dengan meditasi, doa, dan meningkatkan
pencarian tradisi serta ritual hubungan pasien
bantuan spiritual religious oleh dengan Tuhan
pasien 2. Doa bersifat
2. Berdoa bersama menyembuhkan,
pasien dengan berdoa kita

19
3. Dengarkan akan mendoakan satu
komunikasi pasien sama lain, sehingga
dengan cermat dan akan ada kekuatan dari
kembangkan Tuhan yang turun ke
pengaturan waktu pasien
untuk berdoa atau 3. Dengan membuat
melaksanakan pengaturan waktu untuk
ritual spiritual berdoa akan membawa
4. Sediakan rekaman pasein lebih tenang dan
video dari layanan pasien mendapat
religius kekuatan dari Tuhan
5. Sediakan music, 4. Dengan menyediakan
literature, radio, video dari layanan
atau program religius dapa membantu
televise yang meningkatkan
signifikan bagi spiritualitas pasien
pasien dalam 5. Agar pasien dapat
menyediakan mengikuti ritual
dukungan spiritual ibadahnya
6. Rujuk ke penasihat 6. Agar masalah pasien
spiritual dapat terpecahkan

20
3.4 Implementasi Keperawatan
Menurut Maas, dkk (2014), implementasi keperawatan pada pasien
dengan distress spiritual adalah :
3.4.1 Penggunaan diri secara terapeutik
Penggunaan diri secara terapeutik adalah intervensi
yang paling efektif dalam menyediakan dukungan spiritual dan
meningkatkan spiritual. Hal ini memungkinkan perawat melihat
pasien sebagai individu yang unik, mengkomunikasikan
pengalaman spiritual pribadi, dan menunjukan bahwa salah
satu peran perawat adalah mendengarkan.
Penggunaan diri secara terapeutik memungkinkan
perawat memfasilitasi eksplorasi pribadi pasien terhadap
aspek-aspek spiritualitas berikut :
3.4.1.1 Sumber kekuatan, harapan, dan kedamaian
Misalnya : orang terdekat, Tuhan, alam
3.4.1.2 Pola biasa dalam menghadapi krisis, ekspresi
emosional, dan keterampilan membuat pilihan
3.4.1.3 Konsep spiritualitas
3.4.1.4 Ritual yang meningkatkan spiritualitas
Misalnya : penguatan positif, doa, music, bacaan,
alam, meditasi, imajinasi, buku, symbol, artikel,
makanan
3.4.1.5 Tujuan dan makna peristiwa atau penyakit saat ini dan
hubungan dengan pencapaian, tujuan, dan makna
terbesar dalam hidup
3.4.1.6 Hubungan antara keyakinan spiritual, peristiwa atau
penyakit saat ini, kekuatan penyembuhan, dan
kecepatan pemulihan
3.4.1.7 Hubungan dengan orang terdekat

21
3.4.2 Doa
Doa dapat digunakan menjadi intervensi yang paling
penting dalam memberikan dukungan spiritual. Doa dapat
berupa percakapan, ungkapan spontan, diam, lisan, atau
tulisan. Doa dapat diterapkan pada pasien dengan
kepercayaan yang sama dan bisa juga dilakukan bersama
dengan keluarga.
Sebelum berdoa bersama, perawat harus mengkaji
kebutuhan pasien untuk berdoa dan kenyamanannya dalam
menggunakan intervensi ini. Contohnya : “apakah sakit ini
membawa dampak pada praktik doa anda ?”
Perawat dan pasien dapat menggunakan buku doa,
membaca injil, atau membaca doa yang disukai, atau dapat
juga duduk dengan tenang bersama pasien sambil
mendengarkan music. Metode pemberian dukungan spiritual
melalui berdoa meliputi mendorong untuk hadir dalam
kebaktian di gereja atau kapel.
3.4.3 Pemulihan Memori
Pemulihan memori adalah suatu proses yang
berdasarkan pada penggunaan imajinasi dan kekuatan doa.
Linn & Linn (1978) dalam Maas, dkk (2014) memandang
pemulihan memori dari dalam sebagai proses 2 tahap : 1)
mecari pengampunan diri, 2) mengampuni orang lain.
Pemulihan dari ketidakbahagiaan di masa lalu memungkinkan
ketidakbahagiaan tersebut menjadi kekuatan dan sangat
penting bagi individu tersebut.
3.4.4 Terapi Nostalgia
Terapi nostalgia adalah upaya mengingat kembali
peristiwa, perasaan, dan pikiran masa lalu untuk memfasilitasi
kesenangan, kualitas hidup, atau adaptasi terhadap
lingkungan saat ini.

22
Menurut Arifin.(2017) dalam implementasi Keperawatan juga dapat
ditambahkan dengan terapi aktifitas yang terdiri dari dua bagian yaitu:

3.4.5 Psikofarmako
Memberikan obat-obatan sesuai program pengobatan
klien. Psikofarmako pada distress spiritualitas tidak dijelaskan
secara tersendiri. Maka diberikan berdasarkan dengan
pedoman dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ) di Indonesia
III aspek spiritualitas digolongkan secara jelas.
3.4.5.1 Memantau keefektifan dan efek samping obat yang
diminum
3.4.5.2 Mengukur vital sign secara periodik
3.4.6 Manipulasi Lingkungan
3.4.6.2 Memodifikasi ruangan dengan menyediakan tempat
ibadah
3.4.6.3 Menyediakan sarana dan prasarana untuk melakukan
kegiatan spiritual
3.4.6.4 Melibatkan klien dalam kegiatan spiritualitas secara
berkelompok
3.5 Evaluasi Keperawatan
Cara yang paling jelas untuk mengukur evaluasi pada klien dengan
distress spiritual adalah dengan bertanya langsung dengan pasien secara
seksama dan mengikuti petunjuk fisik (ekspresi), verbal, dan non verbal
pasien. Perawat dapat mengamati perubahan spiritual pasien melalui :
seberapa sering pasien melaksanakan ibadah setelah dilakukan tindakan
spiritual padanya, apakah pasien terlihat lebih tenang, apakah pasien dapat
menerima keadaannya dengan lebih baik, apakah pasien mau berinteraksi
dengan lingkungannya, apakah pasien merasa senang dikunjungi
rohaniawan. (Young & Kooper (2007) dalam Winarti (2016)).
Hidayat & Musrifatul (2012) dalam Winarti (2016) menambahkan,
evaluasi pasien dengan distress spiritual juga dapat dinilai dari perubahan
untuk melakukan kegiatan spiritual, adanya kemampuan melaksanakan
ibadah dan memiliki keputusan yng tepat, adanya ungkapan yang tenang
dan menerima apa adanya kondisi saat ini, adanya wajah yang ditunjukan

23
adanya perasaan damai, rukun dengan orang lain, memilikipedoman hidup,
dan perasaan bersyukur
3.6 Dokumentasi Keperawatan

S : ungkapan pasien selama di rawat di RS, perasaan pasien selama di RS.


Contoh : pasien mengatakan tidak nyaman dengan lingkungan yang baru
sehingga tidak pernah ikut beribadah. Pasien juga merasa sering takut
dan kesepian.

O : Ekspresi pasien yang tampak. Contoh : pasien tampak cemas,


menangis, pandangan kosong, lesu

A : Analisis sesuai dengan data subyektif dan obyektif yang ada pada
pasien

P : Rencana tindak lanjut selanjutnya

24
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Distress spiritual adalah kondisi dimana seseorang tidak dapat


mengalami makna dalam hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain,
dunia atau alam dan kekuatan yang lebih besar dari diri sendiri. Klien dengan
distress spiritual ini menunjukan tanda-tanda yaitu sering menanyakan arti
hidupnya, selalu sedih, menangis, cemas, tidak mau berinteraksi dengan orang
lain, marah pada diri sendiri dan Tuhan.

Dalam tindakan keperawatannya, perawat harus lebih banyak


mengadirkan diri untuk menjalin hubungan saling percaya dengan pasien,
memfasilitasi dalam melakukan ritual keagamaan, dan bersikap terbuka dengan
semua ekspresi yang dikeluarkan oleh pasien. Perawat juga dapat berkolaborasi
dengan keluarga untuk melakukan konseling dengan pasien, agar lebih mudah
dalam meningkatkan hubungan saling percaya antar perawat dan pasien

4.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai referensi
oleh perawat, khususnya perawat jiwa agar saat melakukan tindakan
keperawatan pada pasien dengan distress spiritual dapat dilakuka dengan
maksimal.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah
ini, untuk itu penulis mohon kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
makalah selanjutnya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Anandarajah dan Hight. (2008) dalam Young dan Koopsen. (2017). Konsep
Spiritualitas Keperawatan Jiwa. Jakarta:UI

Arifin.(2017). Penyebab Distress Spiritualitas. Medan:USU

Community Care of Brooklyn. (2016). Patient education series : spiritual distress.


Retrieved from : https://www.mjhspalliativeinstitute.org/wp-
content/plugins/pdf-patient-
education/uploads/Spiritual_Distress_1472626249.pdf

Dochterman.(2018). Pengaruh Dari Distress Spiritualitas Bagi Kesehatan.


Jakarta:EGC

Dr. Howard Clinebell. (2018). Pengaruh Kecemasan Terhadap Distress


Spiritualitas. Yogyakarta: PT.Gramedia Pustaka

Herdman, T.H., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan :


Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta : EGC.

Hidayah, Nur (2014). Faktor Terjadinya Distress Pada Kehidupan

Indah. (2018). Tanda-tanda Terjadinya Distres Spirituaitas. Jakarta. Retrieved


from: https://www.ac.id.ui.journal.keperawatan.spiritualitas

KEMENKES. (2017). Asuhan Keperawatan Distress Spiritualitas. Retrieved from


: www.depkes.ac.id>folder>view>struktur>askep distress spiritualitas

Khoyriyati,Azizah. (2018). Konsep Distress Spiritualitas. Jakarta : EGC

Maas, M.L. (2014). Asuhan Keperawatan Geriatrik. Jakarta : EGC

Ristianingsih, D., Septiwi, C., dan Yuniar, I. (2014). Gambaran motivasi dan
tindakan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pasien di
Ruang ICU PKU Muhammadiyah Gombong. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, 10(2), 91-99

Rofifah. (2017). Asuhan Keperawatan Distress Spiritualitas. Retrieved


from:https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/7768?show=full

Vacarilus. (2018). Buku Keperawatan Jiwa Spiritualitas. Jakarta: Media Pustaka

26
Winarti, R. (2016). Pengaruh penerapan asuhan keperawatan spiritual terhadap
kepuasan pasien di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. [Tesis
Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro]. Retrieved from :
http://eprints.undip.ac.id/48430/2/Rahayu_Winarti%2C_Edi_Darmana%2
C_Hasib_Ardani._2016_Pengaruh_Penerapan_Asuhan_Keperawatan_
Spiritual_Terhadap_Kepuasan_Pasien_di_RS_Islam_Sultan_Agung_Se
marang.pdf

27

Anda mungkin juga menyukai