Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Konsep Askep Distress Spiritual

Dosen Pembimbing:
Ns.Mona Yolanda,S.Kep,M.Kep

Kelompok 4
Disusun Oleh:
Selvy Orline (2010120201606)
Melda Juliani (2010120201580)
Fiki Alfrionandes (2010120201596)
Uswatun Hasanah (2010120201599)
Eka Putri Hairiah (2010120201592)
Elnita Sari (2010120201585)
Meila Sri Alisyha (2010120201610)
Agung Ali Imam Hanafi (2010120201619)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SUMATERA BARAT
TAHUN AJARAN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya dalam penyelesaian makalah berjudul “Konsep Askep Distress
Spiritual”
Penyusunan makalah ini disusun sebagai salah satu tugas yang diberikan pada mata
kuliah Keperawatan Jiwa 1.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga terselesaikannya makalah ini. Demikian banyak pihak yang turut serta membantu
sehingga tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Mudah-mudahan, semua bantuan dan
amal baiknya mendapat imbalan yang berlimpah dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.Penulis percaya
tidak ada hasil karya manusia yang sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini sebagai makalah yang dapat memberikan sumbangan atau kajian
yang bermanfaat bagi pendidikan di sekolah dan masyarakat.

Lubuk Alung, 1 Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................2
C.Tujuan..........................................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
1. Pengertian Distress Spiritual......................................................................................................3
2. Etiologi Distress Spiritual...........................................................................................................4
3. Patofisiologi Distress Spiritual....................................................................................................4
4. Psikopatologi/Psikodinamika......................................................................................................5
5. Tanda dan gejala Distress Spiritual...........................................................................................6
6. Penatalaksanaan Medis Distress Spiritual.................................................................................6
7. Askep Distress Spiritual..............................................................................................................7
BAB III...............................................................................................................................................17
PENUTUP..........................................................................................................................................17
A. Kesimpulan...............................................................................................................................17
B. Saran..........................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Spiritual adalah suatu akitivitas individu untuk mencari arti dan tujuan hidup yang
berhubungan dengan kegiatan spiritual atau agama. Distress Spiritual merupakan merupakan
suatu respons akibat dari suatu kejadian yang traumatis baik fisik maupun emosional yang
tidak sesuai dengan keyakinan atau kepecayaan pasien dalam menerima kenyataan yang
terjadi. Bagi individu yang mengalami masalah bencana, Ketidaknyamanan akibat
permasalahan-permasalahan akan menimbulkan pertanyaan bagi klien tentang kejadian yang
akan terjadi selanjutnya terhadap dirinya. Klien terkadang ragu terhadap spiritual atau agama
yang dianutnya.

Menurut Rousseau (2003) distress spiritual harus pula diperhatikan atau


dipertimbangkan bila klien mengeluh gejala-gejala fisik dan tidak berespon terhadap
intervensi yang efektif. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual
keluarga. Seseorang belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama termasuk nilai moral
dari hubungan keluarga. Akan tetapi perlu diperhatikan apapun tradisi agama atau sistem
kepercayaan yang dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual unik bagi setiap individu.
Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif dapat mempengaruhi
spiritual seseorang. Peristiwa buruk dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan
pada manusia untuk menguji imannya. Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman
spiritual seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan,
proses penuaan, kehilangan, dan bahkan kematian.

Setiap orang dalam hidupnya pasti akan menghadapi yang namanya masalah, sikap
seseorang dalam menghadapi sangat ditentukan oleh keyakinan mereka masing-masing.
Keyakinan yang dimiliki setiap orang selalu dikaitkan dengan kepercayaan atau agama.
Spiritual, keyakinan dan agama merupakan hal yang berbeda namun seringkali diartikan
sama. Penting sekali bagi seorang perawat memahami perbedaan antara spiritual, keyakinan
dan agama guna menghindarkan salah pengertian yang akan mempengaruhi pendekatan
perawat dengan pasien.

1
Dalam ilmu keperawatan spiritual juga sangat diperhatikan.Berdasarkan konsep
keperawatan, makna spiritual dapat dihubungkan dengan kata-kata : makna, harapan,
kerukunan, dan sistem kepercayaan (Dyson, Cobb, Forman, 1997). Dyson mengamati bahwa
perawat menemukan aspek spiritual tersebut dalam hubungan seseorang dengan dirinya
sendiri, orang lain, dan dengan Tuhan. Menurut Reed (1992) spiritual mencakup hubungan
intra-, inter-, dan transpersonal. Spiritual juga diartikan sebagai inti dari manusia yang
memasuki dan mempengaruhi kehidupannya dan dimanifestasikan dalam pemikiran dan
prilaku serta dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, alam, dan Tuhan (Dossey &
Guzzetta, 2000)

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan yang dimaksud dengan Distress Spiritual?
2. Apa Penyebab Distress Spiritual?
3. Jelaskan Patofisiologi dari Distress Spiritual?
4. Jelaskan Psikopatologi/Psikodinamika Distress Spiritual?
5. Jelaskan Manifestasi/tanda dan gejala dari Distress Spiritual?
6. Apa saja Penatalaksanaan medis dari Distress Spiritual?
7. Jelaskan Askep dari Distress Spiritual?

C.Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Distress Spiritual
2. Untuk Mengetahui Etiologi Distress Spiritual
3. Untuk Mengetahui Patofisiologi Distress Spiritual
4. Untuk Mengetahui Psikopatologi/psikodinamika Distress Spiritual
5. Untuk Mengetahui Manifestasi klinis/tanda dan gejala Distress Spiritual
6. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Medis Distress Spiritual
7. Menjelaskan ASKEP Distress Spiritual

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Distress Spiritual


Menurut Mirowsky dan Ross (2003) distress diakibatkan oleh dua bentuk utama yaitu
depresi dan kecemasan. Depresi adalah perasaan sedih, kehilangan semangat, kesepian, putus
asa, atau tidak berharga, berharap orang lain mati, kesulitan tidur, menangis, merasa segala
sesuatu adalah sebuah usaha, dan tidak mampu untuk pergi. Kecemasan adalah ketegangan,
gelisah, khawatir, marah, dan takut.

Spiritualitas (spirituality) merupakan sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam


hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi tuhan, yang menimbulkan suatu kebutuhan
serta kecintaan terhadap adanya tuhan, dan permohonan maaf atas segala kesalahan yang
pernah diperbuat (Alimul, 2006).

Distress spiritual adalah gangguan kemampuan untuk mengalami dan


mengintegrasikan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain,
seni, music, literature, alam, dan/atau kekuatan yang lebih besar dari pada diri sendiri
(Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016).

Distress spiritual juga didefinisikan sebagai gangguan dalam prinsip hidup yang
meliputi seluruh kehidupan seseorang yang diintegrasikan secara biologis dan psikososial
(EGC, 2011). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa distress psiritual adalah kegagalan
individu menemukan arti atau kebermaknaan kehidupannya.

Distress spiritual adalah gangguan pada prinsip hidup yang meliputi aspek dari
seseorang yang menggabungkan aspek psikososial dan biologis seseorang.(Wilkinson, Judith
M., 2007: 490).

Menurut Monod (2012) Distress spiritual muncul ketika kebutuhan spiritual tidak
terpenuhi, sehingga dalam menghdapi penyakitnya pasien mengalami depresi, cemas, dan
marah kepada tuhan. Distress spiritual dapat menyebabkan ketidakharmonisan dengan diri
sendiri, orang lain, lingkungan dan Tuhannya (Mesnikoff, 2002 dalam Hubbell et al, 2006).

3
2. Etiologi Distress Spiritual
Menurut Vacarolis (2000) penyebab distres spiritual adalah sebagai berikut :

a. Pengkajian Fisik

Pengkajian fisik digunakan untuk melihat keadaan fisik pada klien. Pengkajian fisik
biasanya digunakan pada korban tindak penganiayaan, contohnya seperti abuse

b. Pengkajian Psikologis

Status mental, mungkin adanya depresi, marah, kecemasan, ketakutan, makna nyeri,
kehilangan kontrol, harga diri rendah, dan pemikiran yang bertentangan (Otis-Green, 2002).

c. Pengkajian Sosial Budaya

Dukungan sosial dalam memahami keyakinan klien (Spencer, 1998).

3. Patofisiologi Distress Spiritual


Kozier (2004) juga mengidentifikasi beberapa faktor yang berhubungan dengan
distres spiritual seseorang meliputi masalah-masalah fisiologis antara lain diagnosis penyakit
terminal, penyakit yang menimbulkan kecacatan atau kelemahan, nyeri, kehilangan organ
atau fungsi tubuh atau kematian bayi saat lahir, masalah terapi atau pengobatan antara lain
anjuran untuk transfusi darah, aborsi, tindakan pembedahan, amputasi bagian tubuh dan
isolasi, masalah situasional antara lain kematian atau penyakit pada orang-orang yang
dicintai, ketidakmampuan untuk melakukan praktek spiritual (Carpenitto, 2002 dalam Kozier
et al, 2004).

 Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur serta
fungsi otak.
 Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-hari. Setiap orang tidak dapat dapat
menghindari stres, namun setiap orang diharpakan melakukan penyesuaian terhadap
perubahan akibat stres. Ketika kita mengalami stres, otak kita akan berespon untuk
terjadi. Konsep ini sesuai dengan yang disampikan oleh Cannon, W.B. dalam Davis
M, dan kawan-kawan (1988) yang menguraikan respon “melawan atau melarikan
diri” sebagai suatu rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang menyiapkan
seseorang menghadapi ancaman yaitu stres.

4
 Stres akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke hipotalamus.
Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk melakukan perubahan.
Sinyal dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh sistem limbik dimana salah satu
bagian pentingnya adalah amigdala yang bertangung jawab terhadap status emosional
seseorang. Gangguan pada sistem limbik menyebabkan perubahan emosional,
perilaku dan kepribadian. Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah ingatan,
kecemasan dan perubahan kepribadian termasuk halusinasi (Kaplan et all, 1996),
depresi, nyeri dan lama gagguan (Blesch et al, 1991).
 Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi terhadap stresor akan
menyebabkan seseorang mengalami perilaku maladaptif dan sering dihubungkan
dengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi kompensasi dapat ditandai
dengan munculnya gangguan pada perilaku sehari-hari baik secara fisik, psikologis,
sosial termasuk spiritual.
 Gangguan pada dimensi spritual atau distres spritual dapat dihubungkan dengan
timbulnya depresi.
 Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme patofisiologi terjadinya depresi.
Namun ada beberapa faktor yang berperan terhadap terjadinya depresi antara lain
faktor genetik, lingkungan dan neurobiologi.
 Perilaku ini yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
memenuhi kebutuhan spiritualnya sehingga terjadi distres spritiual karena pada kasus
depresi seseorang telah kehilangan motivasi dalam memenuhi kebutuhannya termasuk
kebutuhan spritual.

4. Psikopatologi/Psikodinamika
a. Faktor Predisposisi

Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif seseorang sehingga
akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses interaksi ini akan terjadi transfer
pengalaman yang penting bagi perkembangan spiritual seseorang.

Faktor predisposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan, pendapatan, okupasi,


posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial.

5
b. Faktor Presipitasi
 Kejadian Stresfull
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena
perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena
kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain,
lingkungan dan zat yang maha tinggi.
 Ketegangan Hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya distres
spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan
keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam keluarga,
kelompok maupun komunitas.

5. Tanda dan gejala Distress Spiritual


Tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada pasien distres spiritual (melalui wawancara)
adalah:

1. Selalu menanyakan kebenaran keyakinan yang dianutnya (contohnya pasien kuarang


atau tidak yakin lagi dengan nilai yang selama ini dianutnya).
2. Merasa tidk nyaman terhadap keyakinan atau nilai yang selama ini dianutnya.
3. Ketidakmampuan melakukan kegiatan keagamaan yang baisa dilakukannya secara
rutin.
4. Perasaan ragu terhadp nilai atau keyakinan yang dimilikinya.
5. Menyatakan perasaan tidak ingin hidup.
6. Merasakan kekosongan jiwa yang berkaitan dengan keyakinan agamanya.
7. Mengatakan putus hubungan dengan orang lain atauTuhan.
8. Mengekspresikan persaan, marah, takut, cemas terhadap arti hidup ini, penderitaan,
atau kematian.

6. Penatalaksanaan Medis Distress Spiritual


1. Psikofarmako
a. Memberikan obat - obatan sesuai program pengobatan pasien.

6
b. Psikofarmaka pada distres spiritual tidak dijelaskan secara tersendiri. Berdasarkan
dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia
III aspek spiritual tidak digolongkan secara jelas abuah masuk kedalam aksis satu,
dua, tiga, empat atau lima.
c. Memantau keefektifan dan efek samping obat yang diminum.
d. Mengukur vital sign secara periodik.

2. Manipulasi Lingkungan
a. Memodifikasi ruangan dengan menyediakan tempat ibadah.
b. Menyediakan sarana dan prasarana untuk melakukan kegiatan spiritual.
c. Melibatkan pasien dalam kegiatan spiritual secara berkelompok.

7. Askep Distress Spiritual


1.Pengkajian

A.Identitas pasien

 Nama
 Usia
 Jenis kelamin
 Tanggal pengkajian

Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah Puchalski’s FICA Spritiual History Tool
(Pulschalski, 1999) :

1. F : Faith atau keyakinan (apa keyakinan saudara?) Apakah saudara memikirkan diri
saudara menjadi sesorang yang spritual ata religius? Apa yang saudara pikirkan
tentang keyakinan saudara dalam pemberian makna hidup?
2. I : Impotance dan influence. (apakah hal ini penting dalam kehidupan saudara). Apa
pengaruhnya terhadap bagaimana saudara melakukan perawatan terhadap diri sendiri?
Dapatkah keyakinan saudara mempengaruhi perilaku selama sakit?
3. C : Community (Apakah saudara bagian dari sebuah komunitas spiritual atau
religius?) Apakah komunitas tersebut mendukung saudara dan bagaimana? Apakah
ada seseorang didalam kelompok tersebut yang benar-benar saudara cintai atua begini
penting bagi saudara?

7
4. A : Adress bagaimana saudara akan mencintai saya sebagai seorang perawat, untuk
membantu dalam asuhan keperawatan saudara?
5. Pengkajian aktifitas sehari-hari pasian yang mengkarakteristikan distres spiritual,
mendengarkan berbagai pernyataan penting seperti :
a. Perasaan ketika seseorang gagal
b. Perasaan tidak stabil
c. Perasaan ketidakmmapuan mengontrol diri
d. Pertanyaan tentang makna hidup dan hal-hal penting dalam kehidupan
e. Perasaan hampa.
 Faktor Predisposisi :
 Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif seseorang
sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses interaksi ini akan
terjadi transfer pengalaman yang pentingbagi perkembangan spiritual seseorang.
 Faktor frediposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan, pendapattan,
okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial,
tingkatan sosial.
 Faktor Precipitasi :
 Kejadian Stresful

Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena perbedaan tujuan


hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena kematian, kegagalan dalam
menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi.

 Ketegangan Hidup

Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya distres spiritual


adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan keyakinan dan
ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun
komunitas.

 Penilaian Terhadap Stressor :


 Respon Kognitif
 Respon Afektif
 Respon Fisiologis
 Respon Sosial

8
 Respon Perilaku

 Sumber Koping :

Terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres spiritual :

 Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada
kepentingan orang lain.
 Dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif thingking, mendorong atau setuju
dengan pendapat orang lain.
 Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan pelayanan
langsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual.
 Dukungan informasi yaitu memberikan nasehat, petunjuk dan umpan balik bagaimana
seseorang harus berperilaku berdasarkan keyakinan spiritualnya.
 Dukungan network menyediakan dukungan kelompok untuk berbagai tentang aktifitas
spiritual.
 PSIKOFARMAKA :

Psikofarmaka pada distres spiritual tidak dijelaskan secara tersendiri. Berdasarkan dengan
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia III aspek
spiritual tidak digolongkan secara jelas apakah masuk kedalam aksis satu, dua, tiga, empat
atau lima.

2.Diagnosa

1. Distress Spiritual
2. Harga Diri Rendah Kronis
3. Koping Tidak Efektif

3.Intervensi

9
NO. DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
KEPERAWATAN HASIL

1. SDKI SLKI SIKI


D.0082 L.09091 I.09276
Distress Spiritual Luaran utama: Dukungan spiritual
Status spiritual 1) Observasi
1) Definisi Luaran tambahan: - Identifikasi perasaan
Gangguan pada keyakinan - Harapan khawatir, kesepian,
atau sistem nilai berupa - Kesadaran diri dan ketidak
kesulitan merasakan makna - Psikospiritual berdayaan
dan tujuan hidup melalui - Resolusi berduka - Identifikasi
hubungan dengan diri, orang - Status kenyamanan pandangan tentang
lain, lingkungan atau tuhan. - Status koping hubungan antara
- Tingkat depresi spiritual dan
2) Penyebab kesehatan
1. Kesepian - Identifikasi harapan
2. Pengasingan sosial dan kekuatan pasien
3. Gangguan sosio- - Identifikasi ketaatan
kultural dalam beragama

3) Gejala dan tanda 2) Terapeutik:


mayor - Berikan kesempatan
Subjektif: mengekpresikan
1. Mempertanyakan perasaan tentang
makna atau tujuan penyakit dan
hidupnya kematian
2. Menyatakan - Berikan kesempatan
hidupnya terasa tidak mengespresikan dan
atau kurang meredakan marah
bermakna secara tepat.
3. Merasa menderita - Yakinkan perawat
atau tidak berdaya. bersedia mendukung
Objektif: selama masa ketidak

10
1.Tidak mampu beribadah berdayaan
2.Marah pada tuhan - Sediakan privasi dan
waktu tenang untuk
4) Gejala dan tanda aktifitas spiritual
minor - Diskusikan
Subjektif: keyakinan tentang
1. Menyatakan makna dan tujuan
hidupnya tidak atau hidup
kurang tenang - Fasilitasi melakukan
2. Mengeluh tidak dapat kegiatan ibadah
menerima (kurang
pasrah) 3) Edukasi:
3. Merasa bersalah - Anjurkan
4. Merasa terasing berinteraksi dengan
5. Menyatakan telah keluarga atau orang
diabaikan lain
Objektif: - Anjurkan
1. Menolak berinteraksi berpartisitasi dalam
dengan orang kelompok
terdekat atau pendukung
pemimpin spiritual. - Ajarkan metode
2. Tidak mampu relaksasi, meditasi
berkreatifitas dan imajinasi
3. Koping tidak efektif terbimbing
4. Tidak berminat pada
alam atau literatur 4) Kolaborasi:
spiritual - Atur kunjungan
dengan rohaniawan.
2. SDKI SLKI SIKI
I.12463
D.0086 L.09070
Manajemen perilaku
Harga diri rendah kronis Luaran utama:
1) Observasi
1) Definisi : Harga diri
- Identifikasi harapan
Evaluasi atau perasaan Luaran tambahan:
untuk
negatif terhadap diri sendiri - Adaptasi disbilitas

11
atau kemampuan klien - Fungsi keluarga mengendalikan
seperti tidak berarti, tidak - Identitas seksual perilaku
berharga, tidak berdaya yang - Kesadaran diri
berlangsung dalam waktu - Ketahanan personal 2) Terapeutik
lama dan terus menerus - Ketahanan keluarga - Diskusi tanggung
2) Penyebab : - Resolusi berduka jawab terhadap
1. Kegagalan berulang - Tingkat depresi perilaku jadwalkan
2. Kurangnya kegiatan berstruktur
pengakuan dari orang - Ciptakan dan
lain pertahankan
3. Ketidaksesuaian lingkungan dan
budaya kegiatan perawatan
4. Ketidak efektifan konsisten setiap
mengatasi masalah dinas
kehilangan - Tingkatkan aktivitas
5. Penguatan negatif fisik sesuai
berulang kemampuan
6. Gangguan psikiatri - Barasi jumlah
pengunjung
3) Gejala dan tanda - Bicara dengan nada
mayor rendah dan tenang
Subjektif: - Lakukan kegiatan
1. Menilai diri negatif pengalihan terhadap
2. Merasa malu atau sumber agitasi
bersalah - Cegah perilaku pasif
3. Merasa tidak mampu dan agresif
melakukan apapun - Beri penguatan
4. Meremehkan positif terhadap
kemampuan keberhasilan
mengatasi masalah mengendalikan
5. Merasa tidak perilaku
memiliki kelebihan - Lakukan
atau kemampuan pengekangan fisik
positif

12
6. Melebih lebihkan sesuai indikasi
penilaian negatif - Hindari bersikap
tentang diri sendiri menyudutkan dan
7. menolak penilaian menghentikan
positif tentang diri pembicaraan
sendiri - Hindari sikap
objektif: mengancam dan
1. Enggan mencoba hal berdebat
baru - Hindari berdebat
2. Berjalan menunduk atau menawar batas
3. Postur tubuh perilaku yang telah
menunduk di tetapkan

4) Gejala dan tanda 3) Edukasi


minor: - Informasikan
Subjektif: keluarga bahwa
1. Merasa sulit keluarga sebagai
konsentrasi dasar pembentukan
2. Sulit tidur kognitif
3. Mengungkapkan
keputusasaan
Objektif:
1. Kontak mata kurang
2. Lesu dan tidak
bergairah
3. Berbicara pelan dan
liri
4. Pasif
5. Perilaku tidak asartif
6. Mencari penguatan
secara berlebihan
7. Bergantung pada
pendapat orang lain
8. Sulit membuat

13
keputusan
9. Sering kali mencari
penegasan

3 SDKI SLKI SIKI


D.0096 I.09265
L.09086
Koping Tidak Efektif
Dukungan pengambilan
Luaran utama:
1) Definisi:
keputusan
Status koping
Ketidakmampuan menilai
1) Observasi
Luaran tambahan:
dan merespon stresor dan
Identifikasi persepsi
- Dukungan sosial
ketidakmampuan
mengenai masalah dan
- Harga diri
menggunakan sumber
informasi yang memicu
- Interaksi sosial
sumber yang ada untuk
konflik
- Kesadaran diri
mengatasi masalah
2) Terapeutik
- Ketahanan personal
- Fasilitasi
2) Penyebab: - Konservasi energi
mengklarifikasi nilai
1. Ketidakpercayaan - Penampilan peran
dan harapan yang
terhadap kemampuan - Penerimaan
membantu membuat
diri mengatasi - Pola tidur
pilihan
masalah - Proses informasi
- Diskusikan
2. Ketidakadekuatan - Resolusi berduka
kelebihan dan
sistem pendukung - Tingkat ansientas
kekurangan dari
3. Ketidakadekuatan - Tingkat agitasi
setiap solusi
strategi koping
- Fasilitasi melihat

3) Gejala dan tanda situasi secara

mayor realistis

Subjektif: - Motivasi

1. Mengungkapkan mengungkapkan

tidak mampu tujuan perawatan

mengatasi masalah yang di harapkan

Objektif: - Fasilitasi

14
1. Tidak mampu pengambilan
memenuhi peran keputusan secara
yang di harapkan kolaboratif
(sesuai usia) - Hormati hak pasien
2. Menggunakan untuk menerima
mekanisme koping - Atau menolak
yang tidak sesuai informasi
4) Gejala dan tanda - Fasilitasi
minor: menjelaskan
Subjektif: keputusan kepada
1. Ketidakmampuan orang lain, jika perlu
memenuhi kebutuhan - Fasilitasi hubungan
dasar antara pasien,
2. Kekhawatiran kronis keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya
Objektif:
1. Penyalahgunaan zat 3) Edukasi
2. Memanipulasi orang - Informasikan
lain untuk memenuhi alternatif solusi
keinginan nya sendiri secara jelas
3. Perilaku tidak asertif - Berikan informasi
4. Partisipasi soaial yang di minta pasien
kurang - Kolaborasi dengan
tenaga kesehatan
lain dalam
memfasilitasi
pengambilan
keputusan

4. Implementasi

Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah kategori


dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang dperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori,
implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses

15
keperawatan. Namun demikian, di banyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi
mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian.

5.Evaluasi

Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan perbandingan
sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan untuk menilai apakah tujuan
dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.

BAB III
PENUTUP

16
A. Kesimpulan
Spiritualitas adalah dimensi manusia, dan dengan demikian dimensi praktek
Keperawatan. Fokus pada tanggung jawab perawat untuk menyediakan kerohanian meliputi
penilaian, diagnosis, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Ini adalah langkah-langkah yang
mendefinisikan proses keperawatan, yang merupakan scien- tific metode pelayanan
keperawat adalah diterapkan dalam praktek.

Distres spiritual adalah suatu gangguan yaang berhubungan dengan prinsip


kehidupan, keyakinan, kepercayaan atau keagamaan pasien yang menyebabkan gangguan
pada aktivitas spiritual akibat masalah-masalah fisik atau psikososial yan dialami.

B. Saran
Dalam keterbatasan pengetahuan yang kami miliki, tentu dalam penulisan makalah
ini masih banyak kekurangan dan kejanggalan. Untuk itu kami mengharapkan saran agar
kami dapat meningkatkan kualitas makalah yang akan dibuat selanjutnya. Semoga makalah
ini berguna bagi pembaca, khususnya mahasiswa ilmu keperawatan dalam mempelajari
keperawatan jiwa mengenai distress spiritual.

DAFTAR PUSTAKA

17
Baldacchino, D. (2006). Nursing competencies for spiritual care. Journal of Clinical Nursing,
15 (7), 885–896

Burkhart, L., & Solari-Twadell, A. (2001). Spirituality and religiousness: Dif-ferentiating the
diagnoses through a review of the nursing literature.Nursing Diagnosis,12(2), 45–54.

Caldeira ,Sílvia, dkk. 2013. Spiritual Distress—Proposing a New Definition and Defining
Characteristics.

Chan, M. (2010). Factors affecting nursing staff in practicing spiritual care.Journal of Clinical
Nursing,19(15–16), 2128–2136.

Kim, M. J., McFarland, G. K. & Mclane, A. M., 1995. Diagnosa Keperawatan. 5 ed. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

Doenges, M. E., Moorhouse. M. F., Geisler. A. C., Rencana Asuhan Keperawatan, EGC:
Jakarta

Hamid, Achir Yani, 1999, Buku ajar Aspek Spiritual dalam Keperawatan, Widya medika:

Jakarta.

18

Anda mungkin juga menyukai