Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

PATOFISIOLOGI,WOC,DAN ASKEP ISPA

Dosen pembimbing
NS.RAHMI RAMADHAN ,M.KEP
Kelompok 1

Disusun Oleh

Hafifah Fadilatul Hayati

Uswatun Hasanah

Annisa Nabila Furty

Desirwan Saputra

Nola Anggraini Putri

Hermi Yunita Sari

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SUMATERA BARAT
TAHUN AJARAN 2022

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan kesempatan


kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammad
SAW.
Makalah ini memuat mengenai PATOFISIOLOGI,WOC,DAN ASKEP ISPA
Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas
bagi pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami mohon untuk saran dan
kritik nya. Terimakasih.

Lubuk alung, 23 Mei 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

ii
ii
ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) telah menjadi penyakit umum bagi
masyarakat. ISPA berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi
saluran pernapasan atas dan infeksi saluran pernapasan bawah. Penyebab dari
infeksi saluran pernapasan pada umumnya yaitu dikarenakan adanya berbagai
mikroorganisme, namun yang terbanyak yakni karena adanya infeksi virus dan
bakteri (Depkes RI, 2005). Penyakit yang termasuk kedalam ISPA adalah
influenza, campak, faringitis, trakeitis, bronchitis akut, bronkiolitis dan
pneumonia (Yuliastuti, 1992). Infeksi saluran pernapasan bawah merupakan
infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan virus yang menyerang saluran napas
bagian bawah (Amelinda, 2014). Data Indonesia, menurut Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia tahun 2003 dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes
tahun 2001 penyakit infeksi saluran pernapasan bagian bawah menempati urutan
ke-2 sebagai penyebab kematian tertinggi di masyarakat.

A. Rumusan Masalah

a.bagaimana patofisiologi ispa?

b.bagaimana Woc ispa?

c.bagaimana askep ispa?

B. Tujuan Penelitian

a.untuk mengetahui patofisologi ispa

b.untuk mengetahui ispa

c.untuk mengetahui askep ispa

ii
BAB II
PEMBAHASAN
A Definisi

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab utama
kematian pada balita didunia. Penyakit ini paling banyak terjadi di negara-
negara berkembang di dunia. Populasi penduduk yang terus bertambah dan tidak
terkendali mengakibatkan kepadatan penduduk di suatu wilayah yang tidak
tertata baik dari segi aspek sosial, budaya dan kesehatan (Adesanya & Chiao,
2017). Kondisi ini akan bertambah buruk dengan status sosial ekonomi keluarga
yang rendah atau berada dibawah garis kemiskinan karena tidak dapat memenuhi
asupan gizi yang baik dan sehat untuk balita ditambah dengan kondisi fisik
rumah yang tidak layak tinggal (Kolawole, Oguntoye, Dam, & Chunara, 2017).
(Mahendra & Farapti, 2018)
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan
organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah.
Inveksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA akan menyerang host,
apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Penyakit ISPA ini paling
banyak di temukan pada anak di bawah lima tahun karena pada kelompok usia
ini adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan
terhadap berbagai penyakit. (Karundeng Y.M, et al. 2016)(Suriani, 2018)

B ANATOMI FISIOLOGI
a. Anatomi

ii
Gambar Anatomi Sistem Pernafasan (Adam, 2010)

ii
Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas hidung, faring, laring, dan
epiglotis, yang berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara
yang dihirup. (Nursing Students, 2015)
1. Hidung
Bagian ini terdiri atas nares anterior (saluran di dalam lubang hidung)
yang memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu kasar yang bermuara
ke rongga hidung. Bagian hidung lain adalah rongga hidung yang dilapisi
oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi
diawali dari sini. Pada saat udara masuk melalui hidung, udara akan
disaring oleh bulu-bulu yang ada di dalam vestibulum (bagian rongga
hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
2. Faring
Merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang mulai dari dasar
tengkorak sampai dengan esofagus yang terletak di belakang naso faring
(di belakang hidung), di belakang mulut (orofaring), dan di belakang laring
(laringo faring).
3. Laring (Tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas
bagian tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, yang
terdiri atas dua lamina yang bersambung di garis tengah.
4. Epiglotis
Merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu menutup
laring ketika orang sedang menelan

Saluran Pernapasan Bagian Bawah


Saluran pernapasan bagian bawah terdiri atas trakhea, tandan bronkhus, segmen
bronkhus, dan bronkhiolus, yang berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi
surfaktan.
5. Trakhea
Trakhea atau disebut sebagai batang tenggorok yang memiliki panjang

ii
kurang lebih 9 cm dimulai dari laring sampai kira-kira setinggi vertebra
thorakalis kelima. Trakhea tersebut tersusun atas enam belas sampai dua
puluh lingkaran tidak lengkap yang berupa cincin. Trakhea ini dilapisi oleh
selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan
debu atau benda asing.
6. Bronkhus
Bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakhea yang terdiri atas dua
percabangan yaitu kanan dan kiri. Pada bagian kanan lebih pendek dan
lebar dari pada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan
bawah; sedangkan bronkhus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang
berjalan dalam lobus atas dan bawah. Kemudian saluran setelah bronkhus
adalah bagian percabangan yang disebut sebagai bronkhiolus.
7. Paru
Merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Letak paru itu
sendiri di dalam rongga thoraks setinggi tulang selangka sampai dengan
diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura
yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis, kemudian juga dilindungi oleh
cairan pleura yang berisi cairan surfaktan.

Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian (paru kanan dan
paru kiri) dan bagian tengah dari organ tersebut terdapat organ jantung beserta
pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks.
Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, dan memiliki fungsi
pertukaran gas oksigen dan karbondioksida.

 Fisiologi
Pernafasan/respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskann udara yang
banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari
tubuh. Penghisapan udara disebut inspirasi dan menghembuskan disebut

ii
ekspirasi.
Oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas dimana
oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah
dalam kapiler pulmonar, alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen
menembus membran, di ambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung dan
dari jantung di pompakan ke seluruh tubuh.
Di paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan menembus
membran alveoli dankapiler darah di keluarkan melalui pipa bronkus berakhir
sampai pada mulut dan hidung. (Saputro. R, 2013).

C.KLASIFIKASI
Penyakit ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas,
saluran pernafasan bagian bawah (termasuk paru-paru) dan organ aksesoris
saluran pernafasan. Berdasarkan batasan tersebut jaringan paru termasuk dalam
saluran pernafasan (respiratory tract). Program pemberantasan penyakit (P2)
ISPA dalam 2 golongan yaitu (Cahyaningrum, 2012):
a) ISPA Non-Pneumonia
Merupakan penyakit yang banyak dikenal masyarakat dengan istilah batuk
dan pilek (common cold).
b) ISPA Pneumonia
Pengertian pneumonia sendiri merupakan proses infeksi akut yang mengenai
jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri,
yang ditandai oleh gejala klinik batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun
tarikan dinding dada bagian bawah.
Berdasarkan kelompok umur program-programpemberantasan ISPA (P2
ISPA) mengklasifikasikan ISPA(Cahyaningrum, 2012) sebagai berikut:

ii
1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas:

A Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya penarikan yang kuat pada dinding dada
bagian bawah ke dalam dan adanya nafas cepat, frekuensi nafas 60 kali per menit atau
lebih.

B. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)

Bila tidak ditemukan tanda tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah ke dalam dan
tidak ada nafas cepat, frekuensi kurang dari 60 menit.

2. Kelompok umur 2 bulan -<5 tahun diklasifikasikan atas:


1) Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya tarikan dinding dada dan bagian bawah
ke dalam.
2) Pneumonia
Tidak ada tarikan dada bagian bawah ke dalam, adanya nafas cepat, frekuensi nafas 50
kali atau lebih pada umur 2 - <12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12
bulan - <5 tahun.
3) Bukan pneumonia
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak ada nafas cepat, frekuensi
kurang dari 50 kali per menit pada anak umur 2- <12 bulan dan kurang dari 40 permenit 12
bulan - <5 tahun.

D. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri
tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan
konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise,
mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila
peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit.

ii
a) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA yaitu, faktor
lingkungan, individu anak (umur, jenis kelamin dan berat badan lahir), nutrisi,
imunisasi, status sosial ekonomi, dan perilaku orang tua yang merokok,
Maryunani (2010)(Syahidi, Gayatri, & Bantas, 2016)

b) MASALAH-MASALAH YANG TERJADI


Komplikasi yang dapat timbul dari penyakit ini yaitu asma. Komplikasi lain
yang dapat timbul yaitu:
1. Otitis media
2. Croup
3. Gagal nafas
4. Sindrom kematian bayi mendadak dan kerusakan paru residu
(Wuandari.D & Purnamasari. L, 2015)

E. PATOFISIOLOGI
Menurut (Amalia Nurin, dkk, 2014) Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi
4 tahap yaitu:
a. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan
reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
c. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala
demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh
sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat
pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar
sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang

ii
efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun
partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami
yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan
gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel
mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal
yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap
rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma
imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih). Makrofag
banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi
infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh
bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini. Antibodi
setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan
di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi
saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan
(imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan
yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi. Penyebaran infeksi pada ISPA
dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.

ii
F. WOC
Bakteri, virus dan jamur

ii
G. PENATALAKSANAAN

8. Upaya pencegahan
Menurut Wijayaningsih tahun 2013, hal-hal yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain:
a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik diantaranya
dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung
cukup gizi.
b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan
tubuh terhadap penyakit baik.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
d. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA.
2. Upaya perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain:
a. Meningkakan istirahat minimal 8 jam per hari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung
e. Bila demam gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat
f. Bila anak terserang ISPA tetap berikan makanan dan ASI
3. Penatalaksaan medis : pemberian antibiotik sesuai jenis
kuman penyebab.

ii
ASUHAN KEPERAWATAN
A.PENGKAJIAN
Pengkajian menurut (Amalia Nurin, dkk, 2014):
1. Identitas Pasien
2. Umur
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA
dari pada usia yang lebih lanjut.
3. Jenis kelamin
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana
angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di
negara Denmark.
4. Alamat
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Diketahui bahwa
penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah
rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna
dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe
akan mempermudah terjadinya ISPA anak.

B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah,
nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit
tenggorokan.
2. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini

ii
3. Riwayat penyakit keluarga
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti
penyakit klien tersebut.
4. Riwayat sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan
padat penduduknya. (Nursing Student, 2015).

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
2. Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien
3. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada
kelainan atau lesi pada kepala
4. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak
5. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/
tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
6. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta
cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam
penciuman
7. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/
tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam
menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
8. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi

ii
vena jugularis.
9. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada
wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.

Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan


a. Inspeksi
→ Membran mukosa- faring tamppak kemerahan
→ Tonsil tampak kemerahan dan edema
→ Tampak batuk tidak produktif
→ Tidak ada jaringan parut dan leher
→ Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasan cuping hidung
b. Palpasi
→ Adanya demam
→ Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
→ Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c. Perkusi
→ Suara paru normal (resonance)
d. Auskultasi
→ Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
10. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat
nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan
pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
11. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut
kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada
wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia

ii
mayora.
12. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak,
apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
13. Ekstremitas atas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan
bentuk. (Nursing Student, 2015).

D. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologi pola nafas berubah

2. Hipertermia b.d proses penyakit takipnea

3. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan sputum berlebihan

N Diangno Kode Definisi Penyebab Tanda dan


O. sa SDKI gejala mayor
keperaw dan minor
atan
111
Nyeri akut b.d D.0077 Pengalaman sensorik 1. Agen Mayor
agen atau emosional yang pencedera S:
pencedera berkaitan dengan fisiologis Mengeluh
fisiologi pola kerusakan jaringan 2.Agen nyeri
nafas berubah aktual atau pencedera O:
fungsional,dengan onset kimiawi 1.Tampak
mandadak atau lambat 3.Agen meringis
dan berintensitas ringan pencedera 2.Bersikap
hingga berat yang fisik protektif
berlangsung kurang dari 3.Gelisah
3 bulan 4.Frekuensi
nadi
meningkat
5.Sulit tidur

ii
Minor
S:
Tidak
tersedia
O:
1.Tekanan
darah
meningkat
2.Pola nafas
berubah
3.Nafsu
makan
berubah
4.Proses
berfikir
terganggu
5. Menarik
diri
6. Berfokus
pada diri
sendiri
7.Diaforesis

2. Hipertermia D.0130 Suhu tubuh meningkat 1.Dehidrasi Mayor


b.d proses di atas rentang normal 2.Terpapar S:
penyakit tubuh lingkungan Tidak
takipnea panas tersedia
3.proses O:
penyakit 1.Suhu
4.ketidaksesua tubuh di atas
in pakaian nilai normal
dengan suhu

ii
lingkungan Minor
5.Peningkatan S:
laju Tidak
metabolisme tersedia
6.Respon O:
trauma 1.Kulit
7.Aktivitas merah
berlebihan 2.Kejang
8.Penggunaan 3.Takikardi
inkubator 4.Takipnea
5.Kulit
terasa
hangat
3. Bersihan jalan D.0001 Ketidakmampuan 1.Spasmes Mayor
nafas tidak membersihkan sekret jalan nafas S: Tidak
efektif b.d atau obstruksi jalan 2.Hipersekresi tersedia
hiperplasia nafas untuk jalan nafas O:
dinding jalan mempertahankan jalan 3.Disfungsi 1.Batuk
nafas ditandai nafas tetap paten neuromuskuler tidak efektif
dengan batuk 4.Benda asing 2.Tidak
tidak efektif, dalam jalan mampu
sputum nafas batuk
berlebih, dan 5.Adanya 3.Sputum
Wheezing. jalan nafas berlebih
buatan 4.Mengi,wh
6. Sekresi eezing dan
yang tertahan atau rhongki
7.Hiperplasia kering
dinding jalan 5.Mekonium
nafas dijalan nafas
8.Proses

ii
infeksi Minor:
9.Respon S:
alergi 1.Dispnea
10. Efek agen 2.Sulit
farmakologis. bicara
3.Ortopepne
a
O:
1.Gelisah
2.Sianosis
3.Bunyi
nafas
menurun
4.Fekuensi
nafas
berubah
5. Pola nafas
berubah.

E.INTERVENSI KEPERAWATAN

NO. DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL

1. SDKI SLKI SIKI


D.0149
L.01001 I.01011
Bersihan jalan napas tidak
efektif Setelah dilakukan tindakan 1) Observasi
1x24 jam diharapkan bersihan - Monitor pola napas
jalan nafas kembali efektif (frekuensi,
dengan kriteria hasil : kedalaman, usaha
 Batuk efektif (skala 5: nafas)

ii
meningkat) - Monitor bunyi napas
 Produksi sputum (skala 5 : tambahan (mis,
menurun) gurgling, mengi,
 Mengi (skala 5 : menurun) wheezing, ronki
 Wheezing (skala 5 : kering)
menurun) - Monitor sputum

 Dyspnea (skala 5 : ( jumlah, aroma,

menurun) warna)

 Ortopnea (skala 5 : 2) Terapeutik

menurun) - Pertahankan

 Sulit bicara (skala 5 : kepatenan jalan

menurun) napas
- Posisikan semi
 Sianosis (skala 5 :
fowler
menurun)
- Berikan minuman
 Gelissah (skala 5 :
hangat
menurun)
- Lakukan fisioterapi
 Frekuensi napas (skala 5 :
dada, jika perlu
membaik)
- Lakukan
 Pola napas (skala 5 :
penghisapan lendir
membaik)
kurang dari 15 detik
- Berikan oksigen,
jika perlu
3) Edukasi
- Ajarkan batuk
efektif
- Anjurkan asupan
cairan
2000ml/perhari, jika
tidak kontradiksi
4) Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian mukolitik

ii
atau ekspetoran, jika
perlu
2. SDKI SLKI SIKI
D.0077 1.Observasi
Tingkat nyeri
Nyeri Akut  lokasi, karakteristik,
a.Keluhan nyeri(4 cukup durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas
menurun)
nyeri
b.gelisah (3 sedang )  Identifikasi skala
c.pola nafas (4 cukup nyeri
 Identifikasi respon
membaik) nyeri non verbal
d.tekananan darah (3 sedang)  Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri
 Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
 Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
 Identifikasi
pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
 Monitor
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan
 Monitor efek
samping penggunaan
analgetik
2.Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma
terapi, teknik
imajinasi
terbimbing, kompres

ii
hangat/dingin, terapi
bermain)
 Control lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat
dan tidur
 Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
3.Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor
nyri secara mandiri
 Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
4.Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
3. SDKI SLKI SIKI
D.0130 1.Observasi
Termoregulasi
Hipetermia  Identifkasi penyebab
a.kulit merah (3 sedang) hipertermi (mis.
dehidrasi terpapar
b.pucat (4 cukup meningkat)
lingkungan panas
c.suhu tubuh (3 sedang) penggunaan
incubator)
d.suhu kulit (3 sedang)
 Monitor suhu tubuh
e.tekanan darah (3 sedang)  Monitor kadar
elektrolit

ii
 Monitor haluaran
urine
2.Terapeutik
 Sediakan lingkungan
yang dingin
 Longgarkan atau
lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap
hari atau lebih sering
jika mengalami
hiperhidrosis
(keringat berlebih)
 Lakukan
pendinginan
eksternal (mis.
selimut hipotermia
atau kompres dingin
pada dahi, leher,
dada,
abdomen,aksila)
 Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin
 Batasi oksigen, jika
perlu
3.Edukasi
 Anjurkan tirah
baring
 Kolaborasi
 Kolaborasi cairan
dan elektrolit
intravena, jika perlu

F.IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, kegiatan
dalam pelaksanaan juga meliput pengumpulan data lanjutan, mengobservası respon kilen. selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan dan menilai data yang baru. Ada beberapa ketrampilan yang dibutuhkan dalam
hal Int. Pertama ketrampilan kognitif. Ketramplian Kognitif mencangkup pengetahuan keperawatan yang
menyeluruh perawat harus mengetahui alasan untuk setiap Intervensi terapeutik, memahami respon fisiologıs
dan psikologis normal dan abnormal, mampu mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran dan pemulangan

ii
klien, dan mengenali askep-askep promotif kesehatan klien dan kebutuhan penyakit. Kedua, ketrampilan
Interpersonal, Ketrampilan ini penting untuk tindakan keperawatan yang efektif.

Perawat harus berkomunikasi dengan jelas kepada klien, tim kesehatan lainnya. Ketiga anggota
ketrampilan psikomotor, ketrampilan ini mencangkup kebutuhan langsung terhadap perawatan kepada klien,
seperti keluarganya dan memberikan suntikan, melakukan penghisapan tendır, mengatur posisi, membantu
kilen memenuhi aktvitas seharian dan lain-lain.

G.EVALUASI

Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan perbandingan sistematis dan
rencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab utama kematian pada balita didunia. Penyakit
ini paling banyak terjadi di negara- negara berkembang di dunia. Populasi penduduk yang terus bertambah dan tidak
terkendali mengakibatkan kepadatan penduduk di suatu wilayah yang tidak tertata baik dari segi aspek sosial, budaya
dan kesehatan (Adesanya & Chiao, 2017). Kondisi ini akan bertambah buruk dengan status sosial ekonomi keluarga
yang rendah atau berada dibawah garis kemiskinan karena tidak dapat memenuhi asupan gizi yang baik dan sehat
untuk balita ditambah dengan kondisi fisik rumah yang tidak layak tinggal (Kolawole, Oguntoye, Dam, & Chunara,
2017).(Mahendra & Farapti, 2018)

B. Saran

Perawat maupun dokter serta tenaga medis lainnya hendaknya perlu mengetahui patofisiologi woc serta
asuhan keperawatan mengenai Pneumonia, serta tindakan keperawatan apa yang dapat diberikan. Kita
ketahui bahwa peran perawat yang paling utama adalah melakukan promosi dan pencegahan terjadinya
gangguan kesehatan.

ii
.

DAFTAR PUSTAKA
1. Cahyaningrum, P. F. (2012). HUBUNGAN KONDISI FAKTOR
LINGKUNGAN DAN ANGKA KEJADIAN INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN
2010. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
2. Hanafi, P. C. M. M., & Arniyanti, A. (2020). Penerapan Fisioterapi Dada
Untuk Mengeluarkan Dahak Pada Anak Yang Mengalami Jalan Napas Tidak
Efektif. Jurnal Keperawatan Profesional, 1(1), 44–50.
https://doi.org/10.36590/kepo.v1i1.84
3. Mahendra, I. G. A. P., & Farapti, F. (2018). Relationship between Household
Physical Condition with The Incedence of ARI on Todler at Surabaya. Jurnal
Berkala Epidemiologi, 6(3), 227. https://doi.org/10.20473/jbe.v6i32018.227-
235
4. Siregar, T., & Aryayuni, C. (2019). Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap

ii
Pengeluaran Sputum Pada Anak Dengan Penyakit Gangguan Pernafasaan Di
Poli Anak RSUD Kota Depok. Jurnal Keperawatan Widya Gantari
Indonesia, 2(2), 34–42. Retrieved
from https://ejournal.upnvj.ac.id/index.php/Gantari/article/view/856/591
5. Suriani, Y. (2018). Asuhan Keperawatan Pada An. R Dengan Gangguan
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) Di Wilayah Kerja Puskesmas Air
Haji Kecamatan Linggo Sari Baganti Kabupaten Pesisir Selatan. Retrieved
from http://repo.stikesperintis.ac.id/186/
6. Syahidi, M. H., Gayatri, D., & Bantas, K. (2016). Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak
Berumur 12-59 Bulan di Puskesmas Kelurahan Tebet Barat, Kecamatan
Tebet, Jakarta Selatan, Tahun 2013. Jurnal Epidemiologi Kesehatan
Indonesia, 1(1), 23–27. https://doi.org/10.7454/epidkes.v1i1.1313

ii
ANAK KASUS IV
An. D (5 tahun) di bawa ke puskesmas 01 November 2020 karena batuk berdahak dan
pilek selama 2 hari. Dari pemeriksaan perawat didapatkan data :
Anak lemas, ibu pasien mengatakan nafsu makan menurun, BB saat pengkajian 19 kg
BB sebelum sakit 20kg, ronkhi (+), suhu tubuh 37 5C nadi 100 x/menit, pernafasan
36x/menit, saat bernafasa ada tarikan kedalam epigastrium, ibu pasien mengatakan
tidak tahu apa yang terjadi dengan anaknya

ii
Format Asuhan Keperawatan Anak

PRODI PENDIDIKAN PROFESI


NERS FAKULTAS ILMU
KESEHATAN

ii

Anda mungkin juga menyukai