Anda di halaman 1dari 39

Gambaran Gangguan Makan pada mahasiswa Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA


periode Mei 2023

Pembimbing:
DR. dr. Aris Susanto, MS. Sp.OK

Disusun Oleh:

Zefanya Merryani 112020005


Paskalia Chr Lalangpuling 112020003
Christopher Tandrian 112021155
Aurelia Wirasdita Woen 112021121

Tugas Akhir Pendidikan Dokter


Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan Universitas Kristen
Krida Wacana Periode 10 April 2023 – 17 Juni 2023
Jakarta
BAB I
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


Gangguan makan menjadi perhatian serius dalam dua dekade
terakhir. Di dunia prevalensi gangguan makan telah terjadi peningkatan dari
3.5% pada tahun 2000 - 2006 menjadi 7.8% pada tahun 2013-2018.
Prevalensi gangguan makan di Eropa terus meningkat dari tahun ke tahun.
Peningkatan prevalensi gangguan makan juga terjadi di wilayah Asia.
Secara mengejutkan Indonesia menempati peringkat 4 dunia di bawah USA,
India, dan Cina. Hanya saja sulit diketahui secara pasti statistik insidensi
gangguan ini di Indonesia. Permasalahan penghitungan statistik penderita
gangguan makan dikarenakan adanya rasa malu dari penderita untuk
mendatangi praktisi demi memperoleh diagnosa yang tepat, adanya
penolakan dan kebingungan akan gejala yang dialaminya. Namun sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Rares dsn Punuh tentang gambaran perilaku
makan pada mahasiswi fakultas kesehatan masyarakat di Universitas Sam
Ratulangi menunjukkan bahwa proporsi gangguan makan yang
menyimpang yang beresiko sebesar 38,1%.1-3
Gangguan makan merupakan suatu gejala adanya gangguan pola
makan yang tidak normal. Gangguan makan ini dapat diartikan sebagai
kelainan yang terjadi pada kebiasaan makan seseorang yang disebabkan
oleh kekhawatiran orang tersebut. Gangguan makan adalah kondisi
psikiatrik dengan akibat psikologis dan medis yang serius. Gangguan ini
merupakan salah satu gangguan kejiwaan dengan tingkat mortalitas
tertinggi. Adapun kriteria gangguan makan dalam DSM-V meliputi:
Anorexia Nervosa (AN); Bulimia Nervosa (BN); Binge Eating Disorder
(BED); dan Eating disorder Not Otherwise Specified (EDNOS), pica dan
Rumination. Kriteria ini kemudian dijadikan standar acuan dalam
menegakkan diagnosa bagi seseorang yang memiliki permasalahan makan
di seluruh dunia.1,2
Gangguan makan terkait erat dengan beberapa permasalahan medis dan
non-medis. Permasalahan tersebut diantaranya adalah masalah medis akut
yang sebagian sudah tidak dapat lagi ditangani, menurunkan kualitas hidup
sekalipun penanganan yang dilakukan sukses, serta menjadi beban pokok
ekonomi. Permasalahan ini juga akan meluas menjadi psikopatologi, depresi,
gangguan kecemasan, penyalahgunaan zat, usaha bunuh diri, dan gangguan
kepribadian tertentu. Kasus-kasus gangguan makan tidak jarang berujung
maut bagi sang penderita. Studi meta-analisis yang dilakukan oleh Arcelus,
Mitchell, dan Wales melaporkan rasio kematian standar (yaitu, kematian yang
terjadi atau kematian yang diperkirakan) sebesar 5,86 untuk AN, 1,93 untuk
BN, dan 1,92 untuk gangguan makan yang tidak disebutkan secara spesifik
(EDNOS); mereka juga menjelaskan bahwa 20% kematian yang terjadi pada
penderita anorexia nervosa (AN) diakibatkan oleh bunuh diri. Selanjutnya,
Crow et al menggali kasus bunuh diri di kalangan wanita dengan berbagai
gangguan makan dan melaporkan standar rasio kematian bunuh diri sebesar
4,68 untuk AN, 6,51 untuk BN, dan 3,91 untuk EDNOS.1

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut: “Bagaimana gambaran gangguan makan pada
mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA
periode Mei 2023”

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran gambaran gangguan makan pada
mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi
Akuntansi UKRIDA periode Mei 2023
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahui frekuensi gangguan makan pada mahasiswa
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi
UKRIDA periode Mei 2023
2. Diketahui distribusi gangguan makan pada mahasiswa
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi
UKRIDA periode Mei 2023 berdasarkan usia, jenis
kelamin, Indeks Masa Tubuh (IMT), dan penghasilan
orang tua

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat bagi Institusi
1. Penelitian ini sebagai landasan bagi instansi pendidikan
dalam melaksanakan sosialisasi terhadap mahasiswa
yang rentan mengalami gangguan makan.
2. Menciptakan UKRIDA sebagai masyarakat ilmiah dalam
peran sertanya di bidang kesehatan.
1.4.2. Manfaat bagi Peneliti
1. Menambah pengetahuan serta pengalaman langsung
mengenai gangguan makan pada usia dewasa muda
khususnya di kalangan mahasiswa
2. Sebagai sarana untuk mengaplikasikan teori penelitian
yang sudah dipelajari.
3. Sebagai syarat kelulusan di kepaniteraan ilmu kesehatan
masyarakat Fakultas Kedokteran Ukrida
1.4.3. Manfaat bagi Subjek Penelitian Manfaat bagi Peneliti
1. Memberikan gambaran dan menambah pengetahuan
mengenai gangguan makan pada mahasiswa, sehingga
diharapkan terdapat upaya preventif dengan melakukan
sosialisasi
BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1. Definisi Gangguan Makan


Gangguan makan adalah penyakit medis serius yang dipengaruhi secara biologis yang ditandai
dengan gangguan pada perilaku makan seseorang seperti pengurangan asupan makanan yang
ekstrem dan tidak sehat atau makan berlebihan yang parah, serta perasaan tertekan atau
kekhawatiran ekstrem tentang bentuk atau berat badan.4 Gangguan makan bukanlah tentang
makanan. Sebaliknya, perilaku makan yang merupakan mekanisme koping atau cara bagi
penderita untuk merasa memegang kendali.5

2.2. Klasifikasi
Adapun kriteria gangguan makan dalam DSM-V meliputi :6-8
2.2.1 Anorexia Nervosa
Anoreksia nervosa adalah menurunnya nafsu makan dan ketakutan berlebih pada
keaikan berat badan. Anoreksia nervosa yaitu suatu kondisi di mana orang menolak untuk
mempertahankan berat badan normal minimal, rasa takut yang hebat akan kenaikan berat
badan, dan kesalahan menginterpretasikan tubuh dan bentuknya yang signifikan.
DSM V menentukan dua subtype anoreksia berdasarkan metode yang digunakan untuk
membatasi asupan kalori, yaitu restricting type dan binge-eating/purging type. Pada
restricting type, individu berusaha menurunkan berat badan terutama melalui diet, puasa,
atau olahraga yang berlebihan. Dalam binge-eating/purging type, individu secara teratur
terlibat dalam episode pesta makan atau purging, atau keduanya.
2.2.2 Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa didefinisikan sebagai makan makanan dalam jumlah besar dalam
waktu yang relatif singkat dengan rasa kehilangan kendali bersamaan dengan perilaku
pembersihan / kompensasi (misalnya muntah yang diinduksi sendiri, penyalahgunaan
pencahar atau diuretik, penyalahgunaan insulin, olahraga berlebihan, pil diet) seminggu
sekali atau lebih selama setidaknya tiga bulan. Individu mengalami ketakutan yang intens
akan kenaikan berat badan dengan evaluasi diri yang terlalu dipengaruhi oleh bentuk dan
berat badan. Kurangnya pengakuan akan keseriusan penyakit juga mungkin ada.
2.2.3 Binge Eating Disorder
Binge eating disorder atau pesta makan yaitu keadaan mengkonsumsi makanan dalam
jumlah banyak dan disertai dengan kehilangan control ketika makan dam terus berulang
namun tidak disertai dengan pemuntahan. Binge eating biasanya dikaitkan dengan rasa
kehilangan kendali, makan dengan cepat, makan tanpa rasa lapar, dan/atau makan sampai
sangat kenyang. Umumnya, episode ini berhubungan dengan depresi, rasa malu, atau rasa
bersalah.
2.2.4 Gangguan Makan Yang Tidak Tergolongkan (EDNOS)
Gangguan makan yang tidak tergolongkan / eating disorder not otherwise specified
(EDNOS) merupakan kategori sisa yang digunakan untuk gangguan makan yang tidak
memenuhi kriteria gangguan makan spesifik (anoreksia nervosa, bulimia nervosa, binge
eating disorder). Seseorang dalam golongan ini tidak terpaku terhadap bentuk dan berat
badan. Karakteristik gangguan makan yang tidak tergolongkan adalah :9
a. Orang yang mengalami semua kriteria anorexia nervosa meskipun berat badannya
turun drastis namun masih dalam batas yang normal.
b. Orang yang memenuhi kriteria bulimia nervosa kecuali orang yang frekuensi binge-
eating dan mekanisme pengkompensasiannya pada frekuensi kurang dari 2 kali dalam
seminggu atau selama durasi kurang dari 3 bulan.
c. Melakukan pengkompensasian walaupun setelah memakan sedikit makanan.
d. Mengunyah dan menikmati rasa makanan dalam jumlah besar namun tidak
menelannya.
Gangguan makan yang tidak tergolongkan memiliki 5 subtipe, yaitu :9
1. Atypical anorexia nervosa: perilaku membatasi tetapi tidak memenuhi kriteria berat
badan rendah untuk disebut sebagai anoreksia nervosa, individu masih mempunyai
berat badan yang normal.
2. Bulimia nervosa dengan frekuensi rendah dan/ atau durasi terbatas : semua perilaku
yang termasuk kriteria bulimia nervosa dilakukan, akan tetapi perilaku binge eating
atau perilaku kompensasi dilakukan dengan frekuensi yang lebih rendah dan atau
durasinya kurang dari 3 bulan .
3. Binge – eating disorder dengan frekuensi rendah dan/atau durasi terbatas: semua
perilaku yang termasuk binge-eating disorder dilakukan, tetapi frekuensinya lebih
rendah atau dilakukan kurang dari 3 bulan.
4. Purging disorder: membersihkan tubuh dari makanan yang telah dimakan secara
berulang dengan cara dimuntahkan secara paksa, menyalahgunakan obat pencahar dan
diuretik, atau olahraga berlebih. Namun, subtipe ini tidak mengikutsertakan periode
binge-eating.
5. Night eating syndrome: episode makan malam yang berulang, seperti makan setelah
terbangun dari tidur malam atau konsumsi makanan berlebihan setelah makan malam.
Makan malam ini bukan karena pengaruh eksternal seperti perubahan siklus tidur-
bangun individu.
2.2.5 Pica
Pica merupakan kelainan makan yang melibatkan seseorang yang memakan sesuatu
yang biasanya tidak dianggap sebagai makanan dan tidak mengandung nilai gizi yang
signifikan. Pica disebut sebagai kebiasaan memakan bahan tidak bernutrisi dan nonpangan
selama jangka waktu minimal 1 bulan, yang tidak sesuai untuk perkembangan tingkat
individu dan perilaku makan bukanlah bagian dari praktik yang didukung secara budaya
atau normatif secara social.10 Pica umumnya terjadi pada ibu hamil, anak-anak, dan orang
dengan gangguan intelektual. Contoh benda yang ingin dikonsumsi penderita pica di
antaranya: es batu, kertas, sabun, cat kering, pasir, hingga berbagai benda jenis logam, dll.
2.2.6 Rumination
Rumination didefinisikan sebagai gangguan makan dimana adanya regurgitasi makanan
berulang yang terjadi setelah penderita sedang atau setelah makan yang terjadi dengan
jangka waktu setidaknya 1 bulan dengan frekuensi setidaknya beberapa kali dalam
seminggu. Makanan yang diregurgitasi biasanya akan dikunyah dan ditelan kembali tanpa
disertai dengan adanya rasa mual, rasa jijik, ataupun perasaan ingin muntah

2.3. Etiologi
Penyebab perilaku makan menyimpang ini terdiri dari beberapa faktor, faktor yang dapat
menjadi penyebab terjadinya perilaku makan menyimpang seperti faktor psikologis, biologis,
keluarga, sosial budaya, lingkungan dan perilaku. Faktor – faktor tersebut berinteraksi sehingga
menyebabkan perilaku makan menyimpang. Faktor – faktor yang dapat menyebabkan perilaku
menyimpang dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor besar yaitu :7,9
1. Faktor personal: berkontribusi terhadap timbulnya gangguan yang berkaitan dengan berat
badan, termasuk didalamnya faktor biologis (genetik, BMI, jenis kelamin, usia, tahap
perkembangan), kognitif/afektif (sikap dan pengetahuan gizi), dan psikologis (keinginan untuk
kurus, bentuk tubuh, self-esteem, depresi).
2. Faktor lingkungan sosial: termasuk didalamnya norma sosial budaya (pandangan mengenai
kurus, kebiasaan makan), faktor keluarga (pola komunikasi, harapan orang tua, perilaku diet
orang tua dan saudara), teman sebaya (perilaku diet, pola makan, perhatian terhadap berat
badan), ketersediaan pangan, pengalaman kekerasan, dan pengaruh media.
3. Faktor perilaku: yang termasuk didalamnya perilaku makan (pola makan, konsumsi fast food,
variasi makan), perilaku diet/pengaturan berat badan (frekuensi diet, jenis dan cara yang
digunakan), aktivitas fisik, perilaku coping (dengan kegagalan diet, dengan kekecewaan
hidup), dan kemampuan berperilaku (kemampuan dalam merespons media).
2.4. Epidemiologi
Gangguan makan dalam berbagai bentuk telah dilaporkan sampai pada 4% pelajar remaja dan
dewasa muda. Anoreksia nervosa lebih sering terjadi selama dekade belakangan ini dibandingkan
di masa lalu, dengan meningkatnya laporan gangguan pada anak perempuan prapubertas dan pada
laki-laki. Usia yang tersering untuk onset gangguan adalah pada awal 20 tahun. Anoreksia nervosa
diperkirakan terjadi pada kira-kira 0,5 sampai 1% gadis remaja. Gangguan ini terjadi 10 sampai 20
kali lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki. Prevalensi wanita muda yang memiliki
beberapa gejala anoreksia nervosa tetapi yang tidak memenuhi kriteria diagnostik diperkirakan
adalah mendekati 5%. Tampaknya gangguan ini paling sering pada negara yang maju, dan
mungkin ditemukan dengan frekuensi tertinggi pada wanita muda yang profesinya memerlukan
kekurusan, seperti model dan penari balet.7
Bulimia nervosa lebih sering terjadi dibandingkan anoreksia nervosa. Diperkirakan bulimia
nervosa berkisar antara 1 hingga 3% pada wanita muda. Seperti anoreksia nervosa, bulimia
nervosa secara signifikan lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki, tetapi onsetnya lebih
sering terjadi pada masa remaja akhir dibandingkan dengan permulaan anoreksia nervosa. Bulimia
nervosa sering terdapat pada perempuan berberat badan normal, tetapi kadang–kadang pasien
memiliki riwayat obesitas.7
Pada tahun 2014, prevalensi penderita gangguan makan di Indonesia berada di urutan keempat
setelah India, USA, dan Cina. Lalu di tahun 2017, di Indonesian prevalensi populasi gangguan
makan sebesar 0,2% perempuan dan 0,1% pria.11

2.5. Faktor Risiko


2.5.1 Genetik
Faktor risiko genetik dan polimorfisme (variasi ekspresi gen), yang berkaitan dengan
gangguan makan telah dipelajari secara luas. Penelitian yang dilakukan dalam kelompok
kembar dan keluarga serta studi genomik skala besar telah menunjukkan komponen
genetik terhadap risiko Anorexia Nervosa (AN), Bulimia Nervosa (BN) dan Binge Eating
Disorder (BED). Tingkat kejadian pada individu dengan orang tua dengan riwayat
gangguan makan telah ditemukan dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan individu
dengan orang tua tanpa riwayat gangguan makan. Studi keluarga telah menunjukkan
hubungan genetik yang kuat untuk Anoreksia Nervosa pada khususnya. Seorang individu
11 kali lebih mungkin mengembangkan Anoreksia Nervosa jika mereka memiliki kerabat
dengan gangguan tersebut dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat
keluarga.12
2.5.2 Mikrobiota Gastrointestinal dan Reaksi Autoimun
Peran mikrobiota usus dan reaksi sistem kekebalan dalam pengembangan dan
kelangsungan gangguan makan adalah bidang yang baru muncul, namun semakin
mendapat perhatian. Endokrin yang diproduksi di saluran gastrointestinal (GI)
berkomunikasi dengan otak untuk mengatur fungsi nafsu makan dan rasa kenyang.
Mengingat peran fungsi-fungsi ini di gangguan makan, diperkirakan bahwa disregulasi
mikrobioma usus mungkin sebagian bertanggung jawab atas psikopatologi gangguan
makan. Tinjauan bukti pada mikrobioma usus menunjukkan bahwa siklus pertumbuhan
bakteri usus dan metabolitnya dapat berkontribusi pada pola rasa kenyang yang dipercepat
dan/atau berkepanjangan pada Anorexia Nervosa dan kurangnya rasa kenyang secara
berkala pada Bulimia Nervosa.
Mikrobiota usus juga diketahui berinteraksi dengan respons autoimun, yang telah
diteliti sebagai faktor risiko potensial untuk gangguan makan. penyakit autoimun dan
autoinflamasi diidentifikasi sebagai prediktor yang signifikan dalam perkembangan
gangguan makan dan dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan 36% untuk
mengembangkan Anorexia Nervosa. Berbeda dengan sebagian besar faktor risiko lain yang
terkait dengan gangguan makan, penyakit autoimun dan autoinflamasi mewakili risiko
yang lebih besar untuk peserta laki-laki dibandingkan dengan perempuan.12
Sebagai jenis penyakit autoimun, diabetes umumnya dikaitkan dengan gangguan
makan. Ada basis bukti substansial yang menunjukkan peningkatan prevalensi gangguan
perilaku makan di antara individu dengan diabetes tipe 1 dan tipe 2. Namun, sebagian besar
bukti bersifat observasional dan terdapat keterbatasan dalam membedakan antara
penghindaran kelompok makanan tertentu karena adanya gangguan makan versus fitur
manajemen diabetes.
2.5.3 Paparan masa kanak-kanak dan remaja awal
Berbagai pengalaman masa kanak-kanak telah dikaitkan dengan perkembangan
gangguan makan di kemudian hari, termasuk paparan dalam rahim, dinamika keluarga dan
karakteristik orang tua, berat masa kanak-kanak, dan pengalaman pelecehan dan trauma.
2.5.3.1 Eksposur dalam rahim
Penelitian telah menunjukkan bahwa paparan dalam rahim terhadap kortisol
tingkat tinggi melalui stres ibu dikaitkan dengan perkembangan gangguan makan
di kemudian hari. Sebuah studi lebih lanjut di Inggris menemukan bahwa individu
yang lahir prematur memiliki peningkatan risiko gangguan makan terkait dengan
perubahan struktur otak terkait dengan keterbelakangan. Faktor risiko tambahan
termasuk penggunaan zat selama kehamilan (misalnya nikotin) dan penyakit ibu
yang menyebabkan malnutrisi (misalnya anemia), yang juga dikaitkan dengan
peningkatan risiko Anorexia Nervosa dan Bulimia Nervosa pada anak di
kemudian hari
Faktor risiko yang diberikan selama perkembangan janin selanjutnya
didukung oleh temuan bahwa risiko Binge Eating Disorder dikaitkan dengan
berat badan tinggi saat lahir atau besar untuk usia kehamilan, sedangkan Anorexia
Nervosa dikaitkan dengan berat badan rendah saat lahir. Tidak ada faktor risiko
perkembangan janin yang signifikan telah diidentifikasi untuk Bulimia Nervosa.11
2.5.3.2 Dinamika keluarga dan karakteristik orang tua
Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak lebih mungkin
mengembangkan gangguan makan jika orang tua mereka menunjukkan
karakteristik yang umumnya terkait dengan psikopatologi gangguan makan,
seperti dorongan untuk menjadi kurus dan perfeksionisme. Secara khusus, riwayat
gangguan makan pada ibu telah terbukti berhubungan dengan tingkat makan
emosional yang lebih tinggi pada anak-anak berusia empat tahun. Anak-anak dari
wanita dengan Anorexia Nervosa seumur hidup juga ditemukan menunjukkan
defisit dalam fungsi kognitif, termasuk pemahaman sosial, fungsi visual-motorik,
perencanaan, dan penalaran abstrak.
Komunikasi orang tua tentang makanan, serta perilaku makan orang tua, telah
terbukti menjadi faktor risiko gangguan makan yang signifikan pada anak-anak
mereka. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa paparan perilaku makan
yang tidak teratur seperti pembatasan diet pada orang tua cenderung berdampak
pada perkembangan awal gangguan makan pada anak-anak, di luar pengaruh
genetika.
Pengalaman peristiwa kehidupan yang penuh tekanan, termasuk kematian,
perpisahan dari anggota keluarga, atau keterlibatan dalam kecelakaan telah
ditemukan berdampak pada perkembangan gangguan makan, khususnya Bulimia
Nervosa dan Binge Eating Disorder
2.5.3.3 Berat masa kecil
Penelitian tentang hubungan antara berat badan masa kanak-kanak dan risiko
patologi makan di tahun-tahun selanjutnya masih ambigu. Telah dikemukakan
bahwa persepsi orang tua tentang anak mereka yang kelebihan berat badan
mungkin merupakan prediktor yang lebih kuat untuk perkembangan gangguan
makan daripada berat badan anak itu sendiri. Sementara kelebihan berat badan
atau obesitas di masa kanak-kanak diidentifikasi sebagai faktor risiko, ekspektasi
ibu yang tinggi dan sikap negatif orang tua tentang berat badan dan obesitas di
masa kanak-kanak lebih kuat terkait dengan timbulnya Bulimia Nervosa di antara
peserta.
2.5.3.4 Pelecehan dan trauma
Pelecehan seksual juga telah diidentifikasi sebagai faktor risiko gangguan
makan namun sedikit yang diketahui tentang hubungan kausal atau peran faktor
mediasi. Upaya untuk menyelidiki hubungan antara jenis trauma masa kanak-
kanak dan diagnosis gangguan makan spesifik telah menemukan bahwa
pelecehan emosional merupakan faktor risiko untuk semua gejala inti gangguan
makan. Pengalaman intimidasi masa kanak-kanak ditemukan meningkatkan risiko
Anorexia Nervosa, dan pada tingkat yang lebih rendah Bulimia Nervosa, pada
anak-anak dan remaja.
2.5.4 Ciri-ciri kepribadian dan kondisi kesehatan mental penyerta
Ciri-ciri seperti kecemasan, perfeksionisme dan obsesif-kompulsif sering dikaitkan
dengan peningkatan risiko gangguan makan dan mungkin memainkan peran penting dalam
tingkat keparahan gejala, respons terhadap pengobatan, dan risiko kekambuhan.
Prevalensi ciri-ciri kepribadian tampak berbeda menurut kategori diagnostik gangguan
makan. Tingkat perfeksionisme yang meningkat adalah umum di antara Anorexia Nervosa
dan Bulimia Nervosa, obsesif sangat terkait dengan Anorexia Nervosa, dan presentasi pesta
/ pembersihan secara konsisten dikaitkan dengan impulsif dan disregulasi emosional yang
lebih besar, sedangkan kurangnya kesadaran emosional tidak spesifik untuk gangguan
makan dan umum di antara sebagian besar diagnosis gangguan makan. Meskipun kejadian
gangguan makan dan gangguan kepribadian secara bersamaan telah diidentifikasi secara
konsisten dalam studi komorbiditas (misalnya, BPD dan binge/purge gangguan makan),
gangguan suasana hati dan kecemasan mewakili komorbiditas psikiatri yang paling umum
pada individu dengan gangguan makan. Ada juga bukti bagus yang menunjukkan bahwa
adanya gangguan kecemasan masa kanak-kanak yang dapat didiagnosis (misalnya, OCD)
mendahului timbulnya gangguan makan di kemudian hari. Faktor psikologis lain yang
tampaknya berkontribusi terhadap risiko gangguan makan termasuk diagnosis PTSD,
ADHD, atau ASD
2.5.5 Jenis kelamin
Literatur menunjukkan bahwa sementara laki-laki dan perempuan rentan terhadap
faktor risiko gangguan makan seperti pubertas dini dan masalah berat/bentuk yang
meningkat, tampak bahwa faktor-faktor ini memiliki dampak yang lebih kuat pada
perempuan dibandingkan dengan laki-laki dalam hal risiko berkembangnya gangguan.
perilaku makan dan psikopatologi (misalnya, diet berat, gejala bulimia dan ketidakpuasan
tubuh). Temuan terbaru juga menunjukkan bahwa kelompok LGBTQI + beresiko lebih
tinggi mengalami gejala gangguan makan dan gangguan citra tubuh dibandingkan dengan
individu heteroseksual
2.5.6 Status Sosial Ekonomi
Penelitian tentang faktor risiko sosiokultural untuk gangguan makan menunjukkan
bahwa pendapatan berdampak kecil pada keseluruhan risiko gangguan makan meskipun
bukti yang tersedia menunjukkan indikator spesifik yang memiliki pengaruh. Pencapaian
pendidikan yang lebih tinggi dikaitkan dengan perilaku gangguan makan yang membatasi,
sementara pengalaman kerawanan pangan dikaitkan dengan perilaku pesta dan gangguan
makan.11
2.5.7 Etnis Minoritas
Sejumlah kecil bukti diidentifikasi saat ini mengenai hubungan antara status etnis
minoritas dan risiko gangguan makan. Dari studi yang ditinjau, asosiasi unik telah
ditemukan antara kelompok etnis tertentu dan aspek spesifik psikopatologi gangguan
makan. Misalnya, dibandingkan dengan kelompok etnis lain, tingkat Binge Eating Disorder
yang lebih tinggi telah diamati pada orang kulit hitam-Amerika dan internalisasi ideal
kurus yang lebih besar pada orang Asia-Amerika.
2.5.8 Citra Tubuh dan Pengaruh Sosial
Masalah citra tubuh adalah faktor risiko yang terkenal untuk gangguan makan. Tingkat
ketidakpuasan tubuh yang tinggi dan internalisasi ideal kurus telah ditemukan sebagai
prediktor onset gangguan makan, sedangkan konstruksi terkait penilaian berlebihan dan
keasyikan dengan berat badan dan bentuk dianggap mencerminkan psikopatologi gangguan
makan saat ini. Paparan ideal kurus baik melalui media tradisional atau media sosial
dikaitkan dengan risiko gangguan makan yang lebih besar, dengan bukti yang
menunjukkan bahwa pria dan wanita sama-sama terpengaruh oleh konten ini.12
2.5.9 Olahraga Elit
Keterlibatan dalam olahraga elit merupakan faktor risiko potensial untuk gangguan
perilaku makan di antara atlet pria dan wanita. Peningkatan perhatian harus diberikan pada
olahraga berlebihan oleh populasi non-elit di masyarakat sebagai faktor risiko gangguan
makan dan untuk mendukung aktivitas skrining dan intervensi dini

2.6. Diagnosis
Pendekatan terstruktur harus diambil saat mendekati individu dengan gangguan makan.13
● Pengambilan riwayat umum
Kebiasaan makan, adanya perilaku binge atau purge, persepsi citra tubuh, berat aktual,
berat badan yang diinginkan penggunaan obat pencahar, pil diet, diuretik, atau emetik, riwayat
menstruasi
● Sejarah psikiatri
Penilaian penyalahgunaan zat, Penilaian suasana hati, kecemasan, gangguan kepribadian,
Bunuh diri
● Riwayat medis dan keluarga sebelumnya

● Pemeriksaan
Pemeriksaan medis lengkap, Pemeriksaan Psikiatri, Status mental, Menilai bunuh diri,
Status kognitif
● Laboratorium
Hitung darah lengkap, Elektrolit, tes fungsi ginjal, dan tes fungsi hati,, Kalsium,
magnesium, fosfat, Kolesterol, lipid, amilase, Tes fungsi tiroid, Analisis urin,
Elektrokardiogram, Rontgen dada.13

2.7. Dampak
2.7.1 Anoreksia Nervosa
Anoreksia nervosa diidentifikasi dengan gejala yang merupakan akibat dari malnutrisi
dan tubuh berusaha menghemat energi dengan memperlambat prosesnya. Gejalanya
meliputi berhentinya periode menstruasi, penurunan kepadatan tulang—sering
mengakibatkan osteopenia atau osteoporosis, rambut dan kuku kering dan rapuh, rambut
rontok, dan kulit kering. Pasien mungkin mengalami kelemahan dan kerontokan otot,
konstipasi, dan dehidrasi. Jika dehidrasi menjadi ekstrim, bisa terjadi gagal ginjal. Tekanan
darah rendah dan bradikardia dapat terjadi, meningkatkan risiko gagal jantung, aritmia, dan
serangan jantung. Seorang pasien akan sering merasa kedinginan saat suhu tubuh turun,
menyebabkan pertumbuhan lanugo, lapisan rambut halus yang akan tumbuh di seluruh
tubuh (termasuk wajah) untuk meningkatkan suhu tubuh. Pasien mungkin mengalami
depresi, lesu, dan menghindari situasi sosial yang dapat mengekspos tubuh mereka.14
2.7.2 Bulimia Nervosa
Orang-orang yang berjuang dengan bulimia nervosa mungkin mengalami gangguan
elektrolit, termasuk kehilangan klorida, natrium, dan kalium yang menyebabkan detak
jantung tidak teratur, gagal jantung, atau kematian. Konsekuensi yang kurang merugikan
termasuk sakit tenggorokan kronis akibat pembersihan, pembengkakan. di leher, atau
wajah bengkak. Penderita bulimia dapat mengembangkan penyakit refluks gastroesofageal
(GERD) atau kerongkongan dapat meradang dan bahkan pecah karena sering muntah.
Kerusakan dan pewarnaan gigi terjadi karena enamel habis karena sering terpapar asam
lambung. Karena penyalahgunaan pencahar, penderita bulimia mungkin mengalami
sembelit, buang air besar tidak teratur, atau iritasi GI. Karakteristik lain termasuk tukak
lambung, pankreatitis, depresi, dan masalah ginjal.15
2.7.3 Binge Eating Disorder
Pasien dengan gangguan pesta makan sering bergumul dengan masalah kesehatan yang
terkait dengan obesitas klinis dan sering kelebihan berat badan sendiri. Individu mungkin
mengalami kenaikan berat badan yang tidak terduga, depresi, dan gangguan citra tubuh
juga. Konsekuensi dari gangguan pesta makan mungkin termasuk hipertensi,
hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia, penyakit kardiovaskular, disfungsi hormon,
penyakit kandung empedu, dan diabetes mellitus tipe 2, dan sering mencerminkan
konsekuensi dari obesitas itu sendiri. Pemakan pesta mungkin mengalami penyesuaian
peran sosial masalah, penurunan kualitas kepuasan hidup terkait kesehatan, dan
peningkatan morbiditas dan mortalitas medis.16

2.8. Pencegahan
Pencegahan gangguan makan adalah masalah kesehatan masyarakat yang vital. Program
pencegahan universal yang menargetkan tingkat nasional, komunitas, atau sekolah bertujuan untuk
mempromosikan kesejahteraan umum dan mengurangi risiko gangguan makan. Program
pendidikan yang menargetkan gangguan makan, persepsi citra tubuh, dan obesitas dapat
diimplementasikan dalam kurikulum sekolah.13,16
Ketika seseorang didiagnosis dengan gangguan makan, sangat penting untuk mendidik pasien
dan keluarga tentang perjalanan, prognosis, dan pengelolaan gangguan makan. Anggota keluarga
seperti orang tua harus selalu disertakan dalam proses manajemen untuk memfasilitasi
perencanaan makan atau penetapan batas, terutama berguna saat mengelola anak kecil dan
remaja.13
Upaya tim interprofessional terkoordinasi yang melibatkan dokter, ahli gizi, psikoterapis,
psikiater, perawat, terapis olahraga, terapis okupasi, apoteker, dan pekerja sosial meningkatkan
perawatan pasien dalam gangguan makan. Perawatan dini dan intervensi multidisiplin yang agresif
meningkatkan peluang keberhasilan dan menurunkan kemungkinan kambuh. Gangguan makan
menyebabkan beban ekonomi yang besar pada sumber daya kesehatan. Penggunaan sumber daya
layanan kesehatan yang tersedia secara efisien berpotensi mengurangi biaya bagi sistem layanan
kesehatan dan masyarakat. Dokter perawatan primer sangat penting dalam mengenali dan
menawarkan intervensi dini dalam gangguan makan. Keterlibatan keluarga memainkan peran
penting, terutama pada pasien yang lebih muda.16
2.9. Kerangka Teori

Definisi

Klasifikasi

Etiologi

Epidemiologi
Gangguan Makan
Faktor Risiko

Penegakan Diagnosis

Dampak

Pencegahan

2.10. Kerangka Konsep

Usia Gangguan Makan :


Jenis Kelamin  Anorexia Nervosa
Penghasilan orangtua / wali  Bulimia Nervosa
IMT  Binge Eating
 Gangguan Makan tak Tergolongkan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif. Metode yang digunakan
dalam mengumpulkan data yaitu menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil pengisian
kuesioner.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan bulan Mei 2023
3.2.2 Tempat Penelitian
Tempat penelitian yang dipilih adalah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi
Akuntansi UKRIDA Jakarta Barat.

3.3 Populasi Penelitian

3.3.1 Populasi Target

Populasi target penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi
Akuntansi UKRIDA

3.3.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program
Studi Akuntansi UKRIDA pada periode Mei 2023

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1 Kriteria Inklusi

a. Mahasiswa yang tercatat mahasiswa aktif Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi
Akuntansi UKRIDA periode bulan Mei 2023

b. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA yang bersedia
menjadi responden untuk penelitian

3.4.2 Kriteria Eksklusi

a. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA yang berhalangan
hadir saat kuesioner diedarkan
b. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA yang mengisi
kuesioner tidak lengkap

c. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA yang
mengundurkan diri saat penelitian dilakukan

3.5 Sampling Penelitian


3.5.1 Besar Sample
Penentuan besar sample yang digunakan adalah menggunakan rumus deskriptif.

3,842 x 0,381 x 0,619 0,906


N1 = = =90,5 orang = 91 orang
0,1 0,01
N2 = 91 + (10% x 91) = 100,1 = 101 orang
Keterangan:
● N1: Besar sampel tanpa mempertimbangkan kemungkinan drop-out
● N2: Besar sampel dengan mempertimbangkan kemungkinan drop-out
● zα : simpangan rata-rata distribusi normal standar pada derajat kemaknaan α (standar variasi),
untuk α = 0,05, maka zα bernilai 1,96 atau derajat kepercayaan
● p : presentasi taksiran yang akan diteliti/ proporsi variabel yang akan diteliti. Proporsi perilaku
makan menyimpang yang berisiko sebesar 38,1 %.3
● q : 1-p
● d : kesalahan yang dapat ditolerir. Ditetapkan peneliti sebesar 10%.

3.5.2 Teknik Sampling


Pada penelitian ini semua populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi
diikutsertakan sebagai sampel dengan teknik pengambilan sampel non probability sampling
menggunakan purposive sampling yaitu teknik sampling yang digunakan peneliti jika
peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan samplenya
atau penentuan sample untuk tujuan tertentu.17

3.6 Cara dan Prosedur Kerja Penelitian


Penelitian ini dikerjakan dengan mengacu pada alur penelitian sebagai berikut:
1. Peneliti mengumpulkan bahan – bahan ilmiah dari pedoman, jurnal, textbook.
2. Merancang desain penelitian yang akan dilakukan.
3. Menentukan jumlah sampel.
4. Mengajukan kajian etik ke pihak Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi
UKRIDA.
5. Mengambil sampel menggunakan teknik purposive sampling
6. Melakukan penyuntingan dan tabulasi terhadap data yang sudah dikumpulkan.
7. Melakukan analisis dan interpretasi data dengan program SPSS versi 25.0.
8. Melakukan penulisan laporan penelitian.
9. Melakukan pelaporan penelitian.

3.7 Bahan, Alat dan Cara Pengambilan Data


3.5.1 Bahan Penelitian
Bahan yang diperlukan untuk penelitian ini adalah kuisioner yang akan dibagikan pada mahasiswa aktif
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA periode bulan Mei 2023

3.5.2 Alat Penelitian dan Cara Pengambilan Data


Alat yang diperlukan untuk penelitian yaitu bolpoin, timbangan berat badan, stadiometer dengan
kapasitas 120 kg dan ketelitian 0,1 kg untuk mengukur berat badan, Microtoise dengan kapasitas 200
cm dengan ketelitian 0,1 cm untuk mengukur tinggi badan. Kuesioner mengenai “Eating Disorder
Diagnosis Scale” yang terdiri dari gambaran tentang gangguan makan, dan kursioner karakteristik
individu yang terdiri dari jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, Indeks Massa tubuh (IMT),
penghasilan orangtua/wali. Kuisioner akan dibagikan pada mahasiswa aktif Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA periode bulan Mei 2023, kemudian data dari kuesioner akan
diolah menggunakan SPSS dan data disajikan untuk interprestasikan.

3.8 Parameter yang diperiksa


Gambaran tentang gangguan makan, jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, Indeks Massa tubuh
(IMT), penghasilan orangtua/wali.

3.9 Variabel penelitian


● Variabel terikat: gangguan makan

● Variabel cofounding: jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, Indeks Massa tubuh (IMT),
penghasilan orangtua/wali.

3.10 Dana Penelitian


3.1 Perkiraan Dana Penelitian
Kuisioner Rp 200.000

Pulpen 1 box Rp 50.000

Transportasi Rp 100.000

Biaya Etik Rp 100.000

Total dana tercantum Rp 450.000

3.11 Definisi Operasional


3.2 Definisi Operasional gangguan makan, jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, Indeks
Massa tubuh (IMT), penghasilan orangtua

No Variable Definisi Operasional Skala Ukuran


1. Gangguan Pola makan yang Kategorik 1. Tidak Gangguan Makan :
Makan menyimpang yang
Jika responden tidak
terlihat dari hasil
memenuhi kriteria atau
skor kuesioner
hanya memenuhi satu
Gangguan Makan
kriteria pada satu atau
dua jenis.
2. Anoreksia :

Jika menjawab “4 atau


lebih” pada pertanyaan
2, Jika menjawab “4
atau lebih” pada
pertanyaan 3 atau 4,
Jika menjawab “3 atau
lebih” pada pertanyaan
19
3. Bulimia :

Menjawab “ya: pada


kedua pertanyaan 5
dan 6 atau menjawab
lebih dari 2 pada
pertanyaan 8,
Menjawab “4 atau
lebih” pada pertanyaan
3 dan 4, Menjawab “1
atau lebih” pada salah
satu pertanyaan 15-18
4. Binge Eating Disorder :

Jika menjawab “ya”


pada kedua pertanyaan
5 dan 6 atau menjawab
lebih dari 2 pada
pertanyaan 7,
Menjawab “ya” pada 3
atau lebih pertanyaan 9-
13, Menjawab “ya”
pada pertanyaan 14,
Jika tidak melakukan
perilaku kompesansi
menjawa b “0” pada
pertanyaan 15-18
5. EDNOS :
Jika responden
memenuhi salah satu
kriteria untuk tiap
jenisnya, maka ia
digolongkan ke dalam
golongan ini. Namun
khusus jenis anoreksia
nervosa (kriteria c) dan
binge eating (kriteria d)
tidak dimasukkan
kedalam EDNOS.
2. Usia Lama waktu dari Numerik
sejak dilahirkan
hingga saat
pengambilan data
dilakukan yang
ditentukan dalam
tahun

3. Berat Berat badan subyek Numerik


Badan penelitian yang
dinyatakan dalam kg
dengan ketelitian 0,1
kg

Tinggi Tinggi badan


4. Badan subyek penelitian Numerik
yang dinyatakan
dalam cm dengan
ketelitian 0,1 cm

Indeks Antropometri yang Kategorik 1. BB Kurang : < 18,5


5. masa didapatkan dengan
2. BB Normal : 18,5-
tubuh rumus
22,9
(IMT) BB(kg)/TB(m) 2

3. Preobesitas : 23,0- 24,9

4. Obesitas I : 25,0-29,9

5. Obesitas II : ≥ 30,0

1. Dibawah UMR Jakarta


Pengha : < 4.901.798,
6. silan Penghasilan per Ordnal 2.UMR Jakarta:
orang bulan orang tua Rp.4.901.798,-
tua atau wali 3.Di atas UMR Jakarta : >
berdasarkan UMR Rp. 4.901.798,-
DKI Jakarta tahun
2023
7 Jenis Karakteristik biologis Nominal 1. Laki-laki
kelamin yang dilihat dari
2. Perempuan
penampilan luar.

3.12 Analisis Data


Data yang diperoleh dari hasil kuisioner yang dikumpulkan, diolah, disajikan, kemudian
dianalisis menggunakan program SPSS versi 22.
Seluruh data yang diperoleh kemudian dianalisis sebagai berikut:

Uji validitas dan realibilitas


Uji validitas menurut Ghozali (2013) adalah dilakukannya cara korelasi antar skor butir
pertanyaan dengan total skor dari suatu variabel. Uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan
nilai r hitung dengan r tabel Reliabilitas merupakan alat untuk mengukur indikator dari variabel. Dalam
pengujian ini, peneliti mengukur reliabelnya suatu variable dengan cara melihat cronbach alpha dengan
signifikansi yang digunakan lebih besar dari 0,70. Dikatakan reliable jika memberikan nilai cronbach
alpha > 0,70
BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan


Penelitian ini dilakukan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA Jakarta
Barat pada bulan Mei 2023 dengan respoden penelitian adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Program Studi Akuntansi UKRIDA. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
yang diperoleh dari pengumpulan quisoner. Berikut adalah data demografik subyek penelitian yang disajikan
dalam bentuk tabel.

4.1.1 Distribusi responden mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA
Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, IMT dan penghasilan orang tua pada bulan Mei 2023

Tabel 4.1 Distribusi responden mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA
Berdasarkan Jenis Kelamin, badan IMT dan penghasilan orang tua pada bulan Mei 2023
Variabel Subvariabel Frekuensi Presentasi (%)

Jenis Kelamin Laki-laki 36 39.6


Perempuan 66 60.4
Indeks Massa Tubuh BB Kurang : < 18,5 18 19.8
BB Normal : 18,5- 22,9 36 39.6
Preobesitas : 23,0- 24,9 12 13.2
Obesitas I : 25,0-29,9 13 14.3
Obesitas II : ≥ 30,0 12 13.2
Penghasilan Orang Dibawah UMR Jakarta 19 20.9
Tua UMR Jakarta 48 52.7
Di atas UMR Jakarta 24 26.4

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan
yaitu sebanyak 66 orang atau sebesar 60,4% sedangkan laki-laki hanya sebanyak 36 orang atau 60,4%
Dari tabel 4.1 didapatkan bahwa mahasiswa pada penelitian ini paling banyak masuk dalam
kategori berat badan normal yaitu sebesar 36,9% atau sebanyak 36 orang

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa Sebagian besar mahasiswa memiliki orang tua yang
memiliki penghasilan setara dengan UMR Jakarta yaitu sebanyak 48 orang atau 5,7%
Tabel 4.2 Distribusi responden mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA
Berdasarkan Usia, berat badan dan tinggi badan pada bulan Mei 2023

Variabel USIA(Tahun) BB(Kg) TB(Cm)


Mean 20.2 61.97 164.65

Median 20 60.6 162.6

Modus 21 60.6 160

Minimum 18 38.8 150.2

Maximum 23 96 187

Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan bahwa rata-rata usia mahasiswa pada penelitian ini adalah sebesar
20,2 tahun serta memiliki rata-rata berat badan sebesar 61,97 kg dan juga memiliki tinggi badan
setinggi 164,45 cm

Tabel 4.3 Distribusi responden mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA
Berdasarkan Gangguan makanpada bulan Mei 2023

Variabel Presentasi
Frekuensi
(%)
Tidak Gangguan Makan 57 62.6

Gangguan Makan Anoreksia 0 0

Bulimia 13 14.3

Binge Eating Disorder 5 5.5

EDNOS 16 17.6

Total 34 37.4

Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa sebanyak 57 orang atau sebesar 62,6% tidak
mengalami gangguan makan dan sebanyak 34 orang atau sebanyak 37,4% mengalami gangguan
makan. Dari gangguan makan paling banyak pada penelitian ini adalah yang masuk kedalam gangguan
makan EDNOS yaitu sebesar 16 orang atau sebesar 17,6%. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian Bailey dkk pada tahun 2014 di Melbourne pada remaja yang menyimpulkan bahwa perilaku
gangguan makan biasanya terjadi pada remaja berusia dua puluh tahun atau selama masa remaja
karena sering terjadi perubahan baik fisik maupun mental serta perubahan lingkungan menuju dewasa.
Prevalensi perilaku makan berisiko terlihat mulai meningkat pada saat usia dewasa muda atau remaja
akhir. Dan dari data pada penelitian tersebut juga didapatkan bahwa gangguan makan yang paling
sering di temukan adalah gangguan makan bertipe EDNOS yaitu sebesar 40%. 18
Angka gangguan
makan pada penelitian ini juga mirip dengan kajian oleh Reyes pada tahun 2010 terhadap 2.163
mahasiswa di Universitas Freshman, yaitu 36.4% mengalami gangguan makan, hal ini berarti memang
lebih dari seperempat mahasiswa di sebuah universitas memiliki gangguan makan yang disebebkan
karena faktor psikologis seperti kepercayaan diri rendah, perasaan tidak mampu dan perasaan tidak
sebanding dengan orang lain. Selain itu juga depresi atau khawatir, komunikasi yang buruk antar
anggota keluarga dan teman, kesulitan dalam mengekspresikan emosi dan perasaan (khususnya emosi
“negatif” seperti marah, cemas, atau sedih), perfeksionisme, memiliki perilaku obsesif, sangat peduli
dengan pendapat orang lain.19,20

Tabel 4.4 distribusi gangguan makan pada mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi
Akuntansi UKRIDA periode Mei 2023 berdasarkan usia, jenis kelamin, Indeks Masa Tubuh (IMT), dan
penghasilan orang tua
Gangguan makan
Tidak
Variabel Anoreksia Bulimia EDNOS Total
Gangguan
Subvariabel Binge Eating gangguan
Makan
Disorder makan
Usia 18 4(57.1%) 0(0%) 0(0%) 1(14.3%) 2(28.6%) 3(42.9%)

19 10(58.8%) 0(0%) 0(0%) 1(5.9%) 6(35.3%) 7(41.2%)

20 18(62.1%) 0(0%) 8(27.6%) 0(0%) 3(10.3%) 11(37.9%)

21 22(71.0%) 0(0%) 2(6.5%) 2(6.5%) 5(16.1%) 9(29.0%)

22 2(66.7%) 0(0%) 1(33.3%) 0(0%) 0(0%) 1(33.3%)

23 1(25.0%) 0(0%) 2(50.0%) 1(25.0%) 0(0%) 3(75.0%)

Jenis Kelamin Laki-laki 28(77.8%) 0(0%) 3(8.3%) 1(2.8%) 4(11.1%) 8(22.2%)

Perempuan 29(52.7%) 0(0%) 10(18.2%) 4(7.3%) 12(21.8%) 26(47.3%)

Indeks Massa BB Kurang 15(83.3%) 0(0%) 0(0%) 2(11.1%) 1(5.6%) 3(16.7%)


Tubuh BB Normal 27(75.0%) 0(0%) 5(13.9%) 0(0%) 4(11.1%) 9(25.0%)

Preobesitas 4(33.3%) 0(0%) 4(33.3%) 0(0%) 4(33.3%) 8(66.7%)

Obesitas I 10(76.9%) 0(0%) 1(7.7%) 1(7.7%) 1(7.7%) 3(23.1%)

Obesitas II 1(8.3%) 0(0%) 3(25.0%) 2(16.7%) 6(50.0%) 11(91.7%)

Penghasilan Dibawah UMR 10(52.6%) 0(0%) 6(31.6%) 1(5.3%) 2(10.5%) 9(47.4%)


Orang Tua Jakarta
UMR Jakarta 34(70.8%) 0(0%) 3(6.2%) 3(6.2%) 8(16.7%) 14(29.2%)

Di atas UMR 0(0%) 11(45.8%)


13(54.2%) 4(16.7%) 1(4.2%) 6(25.0%)
Jakarta

Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan usia paling banyak mengalami gangguan makan adalah yang
berusia 23 tahun yaitu sebesar 75% sedangkan yang paling sedikit mengalami gangguan makan adalah
mahasiswa yang berusia 21 tahun yang hanya 29% yang mengalami gangguan makan. Hasil penelitian
ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Belina pada tahun 2022 di Mahasiswi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi dimana pada penelitian tersebut didapatkan bahwa
usia 21 tahun lebih banyak yang mengalami gangguan makan yaitu sebesar 37,2% sedangkan yang
berusia 21 tahun tidak ada yang mengalami ganguan makan.21 Pada rentang usia tersebut, remaja
umumnya mulai memperhatikan dan membandingkan hal-hal khusus seperti penampilan fisik
(misalnya bentuk tubuh) dan kemampuan sosial dengan lingkungan pergaulannya. Remaja menyadari
bahwa daya tarik fisik berperan penting dalam hubungan sosial. Hal tersebut menyebabkan remaja
sangat terpengaruh pada penilaian orang lain terhadap bentuk tubuhnya. 22 Pada usia remaja banyak dari
mereka yang mengubah penampilannya agar terlihat menarik. Kepedulian terhadap penampilan dan
gambaran tubuh yang ideal dapat mengarah pada upaya obsesif seperti mengontrol berat badan.23
Dari Tabel diatas ditemukan bahwa perempuan memiliki persentase kelompok yang mengalami
gangguan makan paling banyak yaitu sebanyak 47,3% sedangkan kelompok laki-laki hanya sebanyak
22,2%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Austin & Brian pada tahun 2008 terhadap 98
SMA atau sekitar 35 000 siswa di United States menunjukkan bahwa hampir 13.5% anak perempuan
yang menunjukkan terjadinya gangguan makan sedangkan laki-laki hanya 9,2% yang mengalami
gangguan makan.24 Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Aqmariya
pada tahun 2014 pada remaja putri anggota modeling agency usia 15-19 tahun dikota semarang dimana
pada penelitian tersebut didapatkan bahwa sebanyak 40 subjek (67.8%), sedangkan yang tidak
mengalami eating disorder 19 subjek (32.2%). Dalam penelitian tersebut didapatkan bahwa Terdapat
subjek yang mengalami anoreksia nervosa 5 subjek (8.5%), bulimia nervosa 14 subjek (23.7%), binge
eating disorder 4 subjek (6.8%), eating disorder not otherwise specified (EDNOS) 17 subjek (28.8%),
sedangkan untuk normal sebanyak 19 subjek (32.2%), hal ini berarti memang gangguan makan pada
perempuan yang terbanyak adalah gangguan makan EDNOS.25 Hal ini juga sejalan dengan penelitian di
Jakarta tahun 2009 pada 61 remaja perempuan Modeling School di Jakarta, sebanyak 38 orang (58.5%)
responden mengalami gangguan makan dengan spesifikasi anorexia nervosa sebanyak 3.1%, bulimia
nervosa 1.5%,binge eating disorder 3.1% dan eating disorder not otherwise specified (EDNOS)
sebanyak 50.8%.26
Berdasarkan tabel distribusi diatas didapatkan mahasiswa pada penelitian ini yang memiliki
IMT yang tergolong obesitas II memiliki persentase gangguan makan paling tinggi yaitu sebesar
91,7%. Sedangkan mahasiswa yang memiliki IMT kurang hanya sebanyak 16,7% saja yang memiliki
gangguan makan. Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Christina pada tahun 2020 pada remaja
perempuan di inggris yang menemukan bahwa semakin meningkatnya nilai Indeks masa tubuh seorang Wanita
akan meningkatan kecenderungan terjadinya gangguan makan di karenakan oleh pengaruh psikis bahwa seorang
yang cantik dan dapat menjadi model adalah Wanita dengan Indeks massa tubuh yang rendah. 27 Pada penelitian
Yiou pada tahun 2010 didapatkan bahwa IMT yang berlebih cendering menginduce terjadinya kejadian
bulimia.28 Dalam studi populasi umum didapatkan bahwa IMT yang tinggi sering dikaitkan dengan peningkatan
kecenderungan gangguan makan, termasuk membatasi asupan makanan. Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukajn oleh stice pada tahun 2002 yang menemukan bahwa seseorang dengan IMT lebih tinggi cenderung
memiliki gejala gangguan makan, termasuk pembatasan makanan.29
Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa mahasiswa yang memiliki orang tua dengan
penghasilan dibawah UMR Jakarta lebih banyak mengalami gangguan makan yaitu sebesar 47,4%
sedangkan mahasiswa yang memiliki penghasilan orang tua sesuai dengan UMR memiliki kejadian
gangguan makan yang cenderung lebih renbdah yaitu sebanyak 11 orang atau 45,8%. Hasil penelitian
ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Brittany Australia sekatan pada tahun 2008
sampai 2009 pada remaja yang mendapatkan bahwa remaja yang memiliki penghasilan orang tua diatas
standar kehidupan di Australia 1.15 lebih beresiko mengalami gangguan makanm, hal ini mungkin saja terjadi
dikarenakan perbedaan demografis daerah ataupun dikarenakan pada penelitian tersebut dilakukan pada
masyarakat umum baik yang sudah bekerja maupun yang masih dalam Pendidikan sedangkan pada penelitian ini
dilakukan pada remaja yang masih menempuh Pendidikan. 30
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil Penelitian yang sudah dilakukan dengan judul Gambaran Gangguan Makan pada mahasiswa Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA periode Mei 2023, maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Jumlah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA pada
periode Mei 2023 yang mengalami gangguan makan yaitu sebanyak 34 orang (37,4%).
2. usia mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA pada periode
Mei 2023 yang paling banyak mengalami gangguan makan adalah yang berusia 23 tahun yaitu
sebesar 75%
3. mahasiswi perempuan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA pada
periode Mei 2023 memiliki persentase kelompok yang mengalami gangguan makan paling
banyak yaitu sebanyak 47,3% sedangkan kelompok laki-laki hanya sebanyak 22,2%
4. mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA pada periode Mei
2023 yang memiliki IMT yang tergolong obesitas II memiliki persentase gangguan makan
paling tinggi yaitu sebesar 91,7%. Sedangkan mahasiswa yang memiliki IMT kurang hanya
sebanyak 16,7% saja yang memiliki gangguan makan
5. mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA pada periode Mei
2023 yang memiliki orang tua dengan penghasilan dibawah UMR Jakarta lebih banyak
mengalami gangguan makan yaitu sebesar 47,4% sedangkan mahasiswa yang memiliki
penghasilan orang tua sesuai dengan UMR memiliki kejadian gangguan makan yang cenderung
lebih renbdah yaitu sebanyak 11 orang atau 45,8%

5.2 Saran
Berdasarkan proses dan hasil penelitian, peneliti ingin memberi beberapa saran kepada beberapa pihak sebagai
berikut :
1. Untuk orang tua dan tenaga pendidik perlu lebih memperhatikan mengenai kejadian gangguan makan
pada mhasiswa karena angkanya cukup tinggi.
2. Untuk pada mahasiswa perlunya untuk melakukan konseling mengenai gangguan makan yang disadari
atau tak disadari mengenai gangguan makan karena cukup tingginya angka kejadian gangguan makan
pada mahasiswa
3. Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian Gangguan Makan pada mahasiswa
dengan skala yang lebih luas dan jumblah populasi yang lebih banyak guna mengetahui prevalenisi yang
lebih akurat mengenai gangguan makan pada mahasiswa dan juga perlunya di lakukan penelitian lebih
lanjut mengenai factor-faktor penyebab kejadian gangguan makan pada mahasiswa.
Daftar Pustaka
1. Chairani L. Body Shame dan Gangguan Makan Kajian Meta-Analisis. Buletin Psikologi. 2018;
26 (1) : 12-27.
2. Hendrawati. Gangguan makan dan perilaku bunuh diri pada remaja: Sebuah tinjauan literature.
Holistik Jurnal Kesehatan. 2022; 16 (6) : 529-41
3. Rares BPS, Punuh MI, Malonda NSH. Gambaran perilaku makan pada mahasiswi fakultas
kesehatan masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Jurnal KESMAS. 2022; 11(2)
4. National Institute of Mental Health. Eating disorders: about more than food. NIMH. 2021.
Available from: https://www.nimh.nih.gov/health/publications/eating-disorders, 20 April 2023
5. Mental Health and Spiritual Health Care Manitoba Health. Eating disorders: Best practices in
prevention and intervention. Monitoba; 2006. P.5-22.
6. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders (DSM-
5®). 5th ed. Washington DC: American Psychiatric Association; 2013.p.15-9.
7. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan dan sadock buku ajar psikiatri klinis: gangguan makan. Edisi 2.
Jakarta: EGC; 2010. p.329-36
8. Lampert JG, Waterhous TS, Graves LL, Cassidy J, Herrin M. Guide book for nutrition
treatment of eating disorders. Academy for Eating Disorders; 2021. p.1-5.
9. Asosiasi Keluarga Gizi. Eating disorder series : EDNOS. FKM UI. 2020. Diunduh dari :
https://akg.fkm.ui.ac.id/eating-disorder-series-ednos/, 20 April 2023
10. Mukarromah TT. Modifikasi perilaku pada anak usia 0-8 tahun dengan gangguan perilaku
makan (pica disorder) karena kelalaian orang tua : studi literatur. Jurnal Ilmiah PTK PNF; 2021.
16(2). DOI : doi.org/10.21009/JIV.1602.9
11. Mardiah K. Hubungan antara teman sebaya dan kecenderungan anoreksia nervosa pada remaja
Surabaya. Jurnal Ilmiah Permas : Jurnal Ilmiah STIKES Kendal; 2023. 13(1). Diunduh dari:
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM, 20 April 2023
12. Sarah Barakat,corresponding author1,4 Siân A. McLean,et all. Risk factors for eating disorders:
findings from a rapid review. 2023. Avaiable on
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9847054/
13. Palanikumar Balasundaram; Prathipa Santhanam. Eating disorders. 2023. Books. Avaiable on
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK567717/
14. Bettina E Bernstein. Anorexia Nervosa. 2023. Avaiable on
https://emedicine.medscape.com/article/912187-overview#showall
15. Bettina E Bernstein. Binge Eating Disorder (BED). 2023. Avaiable on
https://emedicine.medscape.com/article/2221362-overview
16. Donald M Hilty. Bulimia Nervosa. 2023. Avaiable on
https://emedicine.medscape.com/article/286485-overview.
17. Santina RO, et al. Analisis Peran Orangtua dalam Mengatasi Perilaku Sibling Rivalry Anak
Usia Dini. Jurnal Ilmiah Mahasiswa. 2021. 2(1): 1-13.

18. Bailey AP, Parker AG, Colautti LA, Hart LM, Liu P, Hetrick SE. Mapping the evidence for the
prevention and treatment of eating disorders in young people. Journal of Eating Disorders.
2014;2(1). doi:10.1186/2050-2974-2-5
19. Reyes-Rodríguez ML, Franko DL, Matos-Lamourt A, Bulik CM, Von Holle A, Cámara-
Fuentes LR, et al. Eating disorder symptomatology: Prevalence among Latino College
Freshmen students. Journal of Clinical Psychology. 2010;66(6):666–79. doi:10.1002/jclp.20684
20. Ferreiro F, Seoane G, Senra C. A prospective study of risk factors for the development of
depression and disordered eating in adolescents. Journal of Clinical Child & Adolescent
Psychology. 2011;40(3):500–5. doi:10.1080/15374416.2011.563465
21. Rares BPS, Punuh M, Malonda N. Gambaran Perilaku Makan pada Mahasiswi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Jurnal KESMAS. 2022 Feb;11(2).
22. Rice, F. Philip. The adolescent (6th edition). USA : Ally & Bacon. 1990 ; 120.
23. Papalia, D. E, Olds, S. W. & Feldman, R. D. Human development (Psikologi per kembangan
edisi kesembilan). Jakarta. 2008 ; 50.
24. S. Bryn Austin, Najat J, Ziyadeh. Screening High School Students for Eating Disorders: Results
of a National Initiative. preventing chronic disease. 2018 Oct;5(4).
25. Syarafina A, Probosari E. Hubungan eating disorder Dengan status gizi Pada remaja putri di
modeling agency Semarang. Journal of Nutrition College. 2014;3(2):325–30.
doi:10.14710/jnc.v3i2.5440
26. Hapsari I. Perilaku Makan Menyimpang pada Remaja di Jakarta (Skripsi). Program Sarjana FKM UI.
2009.

27. Ralph-Nearman C, Yeh H, Khalsa SS, Feusner JD, Filik R. What is the relationship between
body mass index and eating disorder symptomatology in professional female fashion models?
Psychiatry Research. 2020;293:113358. doi:10.1016/j.psychres.2020.113358
28. Fan Y, Li Y, Liu A, Hu X, Ma G, Xu G. Associations between body mass index, weight control
concerns and behaviors, and eating disorder symptoms among non-clinical Chinese adolescents.
BMC Public Health. 2010;10(1). doi:10.1186/1471-2458-10-314
29. Stice, E., Presnell, K., Spangler, D., 2002. Risk factors for binge eating onset in adolescent
girls: a 2-year prospective investigation. Health Psychol. 21 (2), 131. https://doi.org/
10.1037//0278-6133.21.2.131.
30. Mulders-Jones B, Mitchison D, Girosi F, Hay P. Socioeconomic correlates of eating disorder
symptoms in an Australian population-based sample. PLOS ONE. 2017;12(1).
doi:10.1371/journal.pone.0170603
Daftar Lampiran
Lampiran 1.Hasil spss penelitian
JK

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 36 39.6 39.6 39.6

Perempuan 55 60.4 60.4 100.0

Total 91 100.0 100.0

IMT

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid BB Kurang 18 19.8 19.8 19.8

BB Normal 36 39.6 39.6 59.3

Preobesitas 12 13.2 13.2 72.5

Obesitas I 13 14.3 14.3 86.8


Obesitas II 12 13.2 13.2 100.0

Total 91 100.0 100.0

PENGHASILAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Dibawah UMR Jakarta 19 20.9 20.9 20.9

UMR Jakarta 48 52.7 52.7 73.6

Di atas UMR Jakarta 24 26.4 26.4 100.0

Total 91 100.0 100.0

Gangguan makan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Gangguan Makan 57 62.6 62.6 62.6

Bulimia 13 14.3 14.3 76.9

Binge Eating Disorder 5 5.5 5.5 82.4

EDNOS 16 17.6 17.6 100.0

Total 91 100.0 100.0

Statistics

USIA BB TB

N Valid 91 91 91

Missing 0 0 0

Mean 20.1978 61.967 164.654

Median 20.0000 60.600 162.600

Mode 21.00 60.6a 160.0

Minimum 18.00 38.8 150.2

Maximum 23.00 96.0 187.0

a. Multiple modes exist. The smallest value is shown


USIA * gangguanmakan2 Crosstabulation

gangguanmakan2

tidak gangguan
makan gangguan makan Total

USIA 18 Count 4 3 7

% within USIA 57.1% 42.9% 100.0%

19 Count 10 7 17

% within USIA 58.8% 41.2% 100.0%

20 Count 18 11 29

% within USIA 62.1% 37.9% 100.0%

21 Count 22 9 31

% within USIA 71.0% 29.0% 100.0%

22 Count 2 1 3

% within USIA 66.7% 33.3% 100.0%

23 Count 1 3 4

% within USIA 25.0% 75.0% 100.0%

Total Count 57 34 91

% within USIA 62.6% 37.4% 100.0%


JK * gangguanmakan2 Crosstabulation

gangguanmakan2

tidak gangguan
makan gangguan makan Total

JK Laki-laki Count 28 8 36

% within JK 77.8% 22.2% 100.0%

Perempuan Count 29 26 55

% within JK 52.7% 47.3% 100.0%

Total Count 57 34 91

% within JK 62.6% 37.4% 100.0%

IMT * gangguanmakan2 Crosstabulation

gangguanmakan2

tidak gangguan
makan gangguan makan Total

IMT BB Kurang Count 15 3 18

% within IMT 83.3% 16.7% 100.0%

BB Normal Count 27 9 36

% within IMT 75.0% 25.0% 100.0%

Preobesitas Count 4 8 12

% within IMT 33.3% 66.7% 100.0%

Obesitas I Count 10 3 13

% within IMT 76.9% 23.1% 100.0%

Obesitas II Count 1 11 12

% within IMT 8.3% 91.7% 100.0%

Total Count 57 34 91

% within IMT 62.6% 37.4% 100.0%


PENGHASILAN * gangguanmakan2 Crosstabulation

gangguanmakan2

tidak gangguan
makan gangguan makan Total

PENGHASILAN Dibawah UMR Jakarta Count 10 9 19

% within PENGHASILAN 52.6% 47.4% 100.0%

UMR Jakarta Count 34 14 48

% within PENGHASILAN 70.8% 29.2% 100.0%

Di atas UMR Jakarta Count 13 11 24

% within PENGHASILAN 54.2% 45.8% 100.0%

Total Count 57 34 91

% within PENGHASILAN 62.6% 37.4% 100.0%

Anda mungkin juga menyukai