Pembimbing:
DR. dr. Aris Susanto, MS. Sp.OK
Disusun Oleh:
2.2. Klasifikasi
Adapun kriteria gangguan makan dalam DSM-V meliputi :6-8
2.2.1 Anorexia Nervosa
Anoreksia nervosa adalah menurunnya nafsu makan dan ketakutan berlebih pada
keaikan berat badan. Anoreksia nervosa yaitu suatu kondisi di mana orang menolak untuk
mempertahankan berat badan normal minimal, rasa takut yang hebat akan kenaikan berat
badan, dan kesalahan menginterpretasikan tubuh dan bentuknya yang signifikan.
DSM V menentukan dua subtype anoreksia berdasarkan metode yang digunakan untuk
membatasi asupan kalori, yaitu restricting type dan binge-eating/purging type. Pada
restricting type, individu berusaha menurunkan berat badan terutama melalui diet, puasa,
atau olahraga yang berlebihan. Dalam binge-eating/purging type, individu secara teratur
terlibat dalam episode pesta makan atau purging, atau keduanya.
2.2.2 Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa didefinisikan sebagai makan makanan dalam jumlah besar dalam
waktu yang relatif singkat dengan rasa kehilangan kendali bersamaan dengan perilaku
pembersihan / kompensasi (misalnya muntah yang diinduksi sendiri, penyalahgunaan
pencahar atau diuretik, penyalahgunaan insulin, olahraga berlebihan, pil diet) seminggu
sekali atau lebih selama setidaknya tiga bulan. Individu mengalami ketakutan yang intens
akan kenaikan berat badan dengan evaluasi diri yang terlalu dipengaruhi oleh bentuk dan
berat badan. Kurangnya pengakuan akan keseriusan penyakit juga mungkin ada.
2.2.3 Binge Eating Disorder
Binge eating disorder atau pesta makan yaitu keadaan mengkonsumsi makanan dalam
jumlah banyak dan disertai dengan kehilangan control ketika makan dam terus berulang
namun tidak disertai dengan pemuntahan. Binge eating biasanya dikaitkan dengan rasa
kehilangan kendali, makan dengan cepat, makan tanpa rasa lapar, dan/atau makan sampai
sangat kenyang. Umumnya, episode ini berhubungan dengan depresi, rasa malu, atau rasa
bersalah.
2.2.4 Gangguan Makan Yang Tidak Tergolongkan (EDNOS)
Gangguan makan yang tidak tergolongkan / eating disorder not otherwise specified
(EDNOS) merupakan kategori sisa yang digunakan untuk gangguan makan yang tidak
memenuhi kriteria gangguan makan spesifik (anoreksia nervosa, bulimia nervosa, binge
eating disorder). Seseorang dalam golongan ini tidak terpaku terhadap bentuk dan berat
badan. Karakteristik gangguan makan yang tidak tergolongkan adalah :9
a. Orang yang mengalami semua kriteria anorexia nervosa meskipun berat badannya
turun drastis namun masih dalam batas yang normal.
b. Orang yang memenuhi kriteria bulimia nervosa kecuali orang yang frekuensi binge-
eating dan mekanisme pengkompensasiannya pada frekuensi kurang dari 2 kali dalam
seminggu atau selama durasi kurang dari 3 bulan.
c. Melakukan pengkompensasian walaupun setelah memakan sedikit makanan.
d. Mengunyah dan menikmati rasa makanan dalam jumlah besar namun tidak
menelannya.
Gangguan makan yang tidak tergolongkan memiliki 5 subtipe, yaitu :9
1. Atypical anorexia nervosa: perilaku membatasi tetapi tidak memenuhi kriteria berat
badan rendah untuk disebut sebagai anoreksia nervosa, individu masih mempunyai
berat badan yang normal.
2. Bulimia nervosa dengan frekuensi rendah dan/ atau durasi terbatas : semua perilaku
yang termasuk kriteria bulimia nervosa dilakukan, akan tetapi perilaku binge eating
atau perilaku kompensasi dilakukan dengan frekuensi yang lebih rendah dan atau
durasinya kurang dari 3 bulan .
3. Binge – eating disorder dengan frekuensi rendah dan/atau durasi terbatas: semua
perilaku yang termasuk binge-eating disorder dilakukan, tetapi frekuensinya lebih
rendah atau dilakukan kurang dari 3 bulan.
4. Purging disorder: membersihkan tubuh dari makanan yang telah dimakan secara
berulang dengan cara dimuntahkan secara paksa, menyalahgunakan obat pencahar dan
diuretik, atau olahraga berlebih. Namun, subtipe ini tidak mengikutsertakan periode
binge-eating.
5. Night eating syndrome: episode makan malam yang berulang, seperti makan setelah
terbangun dari tidur malam atau konsumsi makanan berlebihan setelah makan malam.
Makan malam ini bukan karena pengaruh eksternal seperti perubahan siklus tidur-
bangun individu.
2.2.5 Pica
Pica merupakan kelainan makan yang melibatkan seseorang yang memakan sesuatu
yang biasanya tidak dianggap sebagai makanan dan tidak mengandung nilai gizi yang
signifikan. Pica disebut sebagai kebiasaan memakan bahan tidak bernutrisi dan nonpangan
selama jangka waktu minimal 1 bulan, yang tidak sesuai untuk perkembangan tingkat
individu dan perilaku makan bukanlah bagian dari praktik yang didukung secara budaya
atau normatif secara social.10 Pica umumnya terjadi pada ibu hamil, anak-anak, dan orang
dengan gangguan intelektual. Contoh benda yang ingin dikonsumsi penderita pica di
antaranya: es batu, kertas, sabun, cat kering, pasir, hingga berbagai benda jenis logam, dll.
2.2.6 Rumination
Rumination didefinisikan sebagai gangguan makan dimana adanya regurgitasi makanan
berulang yang terjadi setelah penderita sedang atau setelah makan yang terjadi dengan
jangka waktu setidaknya 1 bulan dengan frekuensi setidaknya beberapa kali dalam
seminggu. Makanan yang diregurgitasi biasanya akan dikunyah dan ditelan kembali tanpa
disertai dengan adanya rasa mual, rasa jijik, ataupun perasaan ingin muntah
2.3. Etiologi
Penyebab perilaku makan menyimpang ini terdiri dari beberapa faktor, faktor yang dapat
menjadi penyebab terjadinya perilaku makan menyimpang seperti faktor psikologis, biologis,
keluarga, sosial budaya, lingkungan dan perilaku. Faktor – faktor tersebut berinteraksi sehingga
menyebabkan perilaku makan menyimpang. Faktor – faktor yang dapat menyebabkan perilaku
menyimpang dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor besar yaitu :7,9
1. Faktor personal: berkontribusi terhadap timbulnya gangguan yang berkaitan dengan berat
badan, termasuk didalamnya faktor biologis (genetik, BMI, jenis kelamin, usia, tahap
perkembangan), kognitif/afektif (sikap dan pengetahuan gizi), dan psikologis (keinginan untuk
kurus, bentuk tubuh, self-esteem, depresi).
2. Faktor lingkungan sosial: termasuk didalamnya norma sosial budaya (pandangan mengenai
kurus, kebiasaan makan), faktor keluarga (pola komunikasi, harapan orang tua, perilaku diet
orang tua dan saudara), teman sebaya (perilaku diet, pola makan, perhatian terhadap berat
badan), ketersediaan pangan, pengalaman kekerasan, dan pengaruh media.
3. Faktor perilaku: yang termasuk didalamnya perilaku makan (pola makan, konsumsi fast food,
variasi makan), perilaku diet/pengaturan berat badan (frekuensi diet, jenis dan cara yang
digunakan), aktivitas fisik, perilaku coping (dengan kegagalan diet, dengan kekecewaan
hidup), dan kemampuan berperilaku (kemampuan dalam merespons media).
2.4. Epidemiologi
Gangguan makan dalam berbagai bentuk telah dilaporkan sampai pada 4% pelajar remaja dan
dewasa muda. Anoreksia nervosa lebih sering terjadi selama dekade belakangan ini dibandingkan
di masa lalu, dengan meningkatnya laporan gangguan pada anak perempuan prapubertas dan pada
laki-laki. Usia yang tersering untuk onset gangguan adalah pada awal 20 tahun. Anoreksia nervosa
diperkirakan terjadi pada kira-kira 0,5 sampai 1% gadis remaja. Gangguan ini terjadi 10 sampai 20
kali lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki. Prevalensi wanita muda yang memiliki
beberapa gejala anoreksia nervosa tetapi yang tidak memenuhi kriteria diagnostik diperkirakan
adalah mendekati 5%. Tampaknya gangguan ini paling sering pada negara yang maju, dan
mungkin ditemukan dengan frekuensi tertinggi pada wanita muda yang profesinya memerlukan
kekurusan, seperti model dan penari balet.7
Bulimia nervosa lebih sering terjadi dibandingkan anoreksia nervosa. Diperkirakan bulimia
nervosa berkisar antara 1 hingga 3% pada wanita muda. Seperti anoreksia nervosa, bulimia
nervosa secara signifikan lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki, tetapi onsetnya lebih
sering terjadi pada masa remaja akhir dibandingkan dengan permulaan anoreksia nervosa. Bulimia
nervosa sering terdapat pada perempuan berberat badan normal, tetapi kadang–kadang pasien
memiliki riwayat obesitas.7
Pada tahun 2014, prevalensi penderita gangguan makan di Indonesia berada di urutan keempat
setelah India, USA, dan Cina. Lalu di tahun 2017, di Indonesian prevalensi populasi gangguan
makan sebesar 0,2% perempuan dan 0,1% pria.11
2.6. Diagnosis
Pendekatan terstruktur harus diambil saat mendekati individu dengan gangguan makan.13
● Pengambilan riwayat umum
Kebiasaan makan, adanya perilaku binge atau purge, persepsi citra tubuh, berat aktual,
berat badan yang diinginkan penggunaan obat pencahar, pil diet, diuretik, atau emetik, riwayat
menstruasi
● Sejarah psikiatri
Penilaian penyalahgunaan zat, Penilaian suasana hati, kecemasan, gangguan kepribadian,
Bunuh diri
● Riwayat medis dan keluarga sebelumnya
● Pemeriksaan
Pemeriksaan medis lengkap, Pemeriksaan Psikiatri, Status mental, Menilai bunuh diri,
Status kognitif
● Laboratorium
Hitung darah lengkap, Elektrolit, tes fungsi ginjal, dan tes fungsi hati,, Kalsium,
magnesium, fosfat, Kolesterol, lipid, amilase, Tes fungsi tiroid, Analisis urin,
Elektrokardiogram, Rontgen dada.13
2.7. Dampak
2.7.1 Anoreksia Nervosa
Anoreksia nervosa diidentifikasi dengan gejala yang merupakan akibat dari malnutrisi
dan tubuh berusaha menghemat energi dengan memperlambat prosesnya. Gejalanya
meliputi berhentinya periode menstruasi, penurunan kepadatan tulang—sering
mengakibatkan osteopenia atau osteoporosis, rambut dan kuku kering dan rapuh, rambut
rontok, dan kulit kering. Pasien mungkin mengalami kelemahan dan kerontokan otot,
konstipasi, dan dehidrasi. Jika dehidrasi menjadi ekstrim, bisa terjadi gagal ginjal. Tekanan
darah rendah dan bradikardia dapat terjadi, meningkatkan risiko gagal jantung, aritmia, dan
serangan jantung. Seorang pasien akan sering merasa kedinginan saat suhu tubuh turun,
menyebabkan pertumbuhan lanugo, lapisan rambut halus yang akan tumbuh di seluruh
tubuh (termasuk wajah) untuk meningkatkan suhu tubuh. Pasien mungkin mengalami
depresi, lesu, dan menghindari situasi sosial yang dapat mengekspos tubuh mereka.14
2.7.2 Bulimia Nervosa
Orang-orang yang berjuang dengan bulimia nervosa mungkin mengalami gangguan
elektrolit, termasuk kehilangan klorida, natrium, dan kalium yang menyebabkan detak
jantung tidak teratur, gagal jantung, atau kematian. Konsekuensi yang kurang merugikan
termasuk sakit tenggorokan kronis akibat pembersihan, pembengkakan. di leher, atau
wajah bengkak. Penderita bulimia dapat mengembangkan penyakit refluks gastroesofageal
(GERD) atau kerongkongan dapat meradang dan bahkan pecah karena sering muntah.
Kerusakan dan pewarnaan gigi terjadi karena enamel habis karena sering terpapar asam
lambung. Karena penyalahgunaan pencahar, penderita bulimia mungkin mengalami
sembelit, buang air besar tidak teratur, atau iritasi GI. Karakteristik lain termasuk tukak
lambung, pankreatitis, depresi, dan masalah ginjal.15
2.7.3 Binge Eating Disorder
Pasien dengan gangguan pesta makan sering bergumul dengan masalah kesehatan yang
terkait dengan obesitas klinis dan sering kelebihan berat badan sendiri. Individu mungkin
mengalami kenaikan berat badan yang tidak terduga, depresi, dan gangguan citra tubuh
juga. Konsekuensi dari gangguan pesta makan mungkin termasuk hipertensi,
hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia, penyakit kardiovaskular, disfungsi hormon,
penyakit kandung empedu, dan diabetes mellitus tipe 2, dan sering mencerminkan
konsekuensi dari obesitas itu sendiri. Pemakan pesta mungkin mengalami penyesuaian
peran sosial masalah, penurunan kualitas kepuasan hidup terkait kesehatan, dan
peningkatan morbiditas dan mortalitas medis.16
2.8. Pencegahan
Pencegahan gangguan makan adalah masalah kesehatan masyarakat yang vital. Program
pencegahan universal yang menargetkan tingkat nasional, komunitas, atau sekolah bertujuan untuk
mempromosikan kesejahteraan umum dan mengurangi risiko gangguan makan. Program
pendidikan yang menargetkan gangguan makan, persepsi citra tubuh, dan obesitas dapat
diimplementasikan dalam kurikulum sekolah.13,16
Ketika seseorang didiagnosis dengan gangguan makan, sangat penting untuk mendidik pasien
dan keluarga tentang perjalanan, prognosis, dan pengelolaan gangguan makan. Anggota keluarga
seperti orang tua harus selalu disertakan dalam proses manajemen untuk memfasilitasi
perencanaan makan atau penetapan batas, terutama berguna saat mengelola anak kecil dan
remaja.13
Upaya tim interprofessional terkoordinasi yang melibatkan dokter, ahli gizi, psikoterapis,
psikiater, perawat, terapis olahraga, terapis okupasi, apoteker, dan pekerja sosial meningkatkan
perawatan pasien dalam gangguan makan. Perawatan dini dan intervensi multidisiplin yang agresif
meningkatkan peluang keberhasilan dan menurunkan kemungkinan kambuh. Gangguan makan
menyebabkan beban ekonomi yang besar pada sumber daya kesehatan. Penggunaan sumber daya
layanan kesehatan yang tersedia secara efisien berpotensi mengurangi biaya bagi sistem layanan
kesehatan dan masyarakat. Dokter perawatan primer sangat penting dalam mengenali dan
menawarkan intervensi dini dalam gangguan makan. Keterlibatan keluarga memainkan peran
penting, terutama pada pasien yang lebih muda.16
2.9. Kerangka Teori
Definisi
Klasifikasi
Etiologi
Epidemiologi
Gangguan Makan
Faktor Risiko
Penegakan Diagnosis
Dampak
Pencegahan
Populasi target penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi
Akuntansi UKRIDA
Populasi terjangkau penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program
Studi Akuntansi UKRIDA pada periode Mei 2023
a. Mahasiswa yang tercatat mahasiswa aktif Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi
Akuntansi UKRIDA periode bulan Mei 2023
b. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA yang bersedia
menjadi responden untuk penelitian
a. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA yang berhalangan
hadir saat kuesioner diedarkan
b. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA yang mengisi
kuesioner tidak lengkap
c. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA yang
mengundurkan diri saat penelitian dilakukan
● Variabel cofounding: jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, Indeks Massa tubuh (IMT),
penghasilan orangtua/wali.
Transportasi Rp 100.000
4. Obesitas I : 25,0-29,9
5. Obesitas II : ≥ 30,0
4.1.1 Distribusi responden mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA
Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, IMT dan penghasilan orang tua pada bulan Mei 2023
Tabel 4.1 Distribusi responden mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA
Berdasarkan Jenis Kelamin, badan IMT dan penghasilan orang tua pada bulan Mei 2023
Variabel Subvariabel Frekuensi Presentasi (%)
Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan
yaitu sebanyak 66 orang atau sebesar 60,4% sedangkan laki-laki hanya sebanyak 36 orang atau 60,4%
Dari tabel 4.1 didapatkan bahwa mahasiswa pada penelitian ini paling banyak masuk dalam
kategori berat badan normal yaitu sebesar 36,9% atau sebanyak 36 orang
Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa Sebagian besar mahasiswa memiliki orang tua yang
memiliki penghasilan setara dengan UMR Jakarta yaitu sebanyak 48 orang atau 5,7%
Tabel 4.2 Distribusi responden mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA
Berdasarkan Usia, berat badan dan tinggi badan pada bulan Mei 2023
Maximum 23 96 187
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan bahwa rata-rata usia mahasiswa pada penelitian ini adalah sebesar
20,2 tahun serta memiliki rata-rata berat badan sebesar 61,97 kg dan juga memiliki tinggi badan
setinggi 164,45 cm
Tabel 4.3 Distribusi responden mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA
Berdasarkan Gangguan makanpada bulan Mei 2023
Variabel Presentasi
Frekuensi
(%)
Tidak Gangguan Makan 57 62.6
Bulimia 13 14.3
EDNOS 16 17.6
Total 34 37.4
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa sebanyak 57 orang atau sebesar 62,6% tidak
mengalami gangguan makan dan sebanyak 34 orang atau sebanyak 37,4% mengalami gangguan
makan. Dari gangguan makan paling banyak pada penelitian ini adalah yang masuk kedalam gangguan
makan EDNOS yaitu sebesar 16 orang atau sebesar 17,6%. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian Bailey dkk pada tahun 2014 di Melbourne pada remaja yang menyimpulkan bahwa perilaku
gangguan makan biasanya terjadi pada remaja berusia dua puluh tahun atau selama masa remaja
karena sering terjadi perubahan baik fisik maupun mental serta perubahan lingkungan menuju dewasa.
Prevalensi perilaku makan berisiko terlihat mulai meningkat pada saat usia dewasa muda atau remaja
akhir. Dan dari data pada penelitian tersebut juga didapatkan bahwa gangguan makan yang paling
sering di temukan adalah gangguan makan bertipe EDNOS yaitu sebesar 40%. 18
Angka gangguan
makan pada penelitian ini juga mirip dengan kajian oleh Reyes pada tahun 2010 terhadap 2.163
mahasiswa di Universitas Freshman, yaitu 36.4% mengalami gangguan makan, hal ini berarti memang
lebih dari seperempat mahasiswa di sebuah universitas memiliki gangguan makan yang disebebkan
karena faktor psikologis seperti kepercayaan diri rendah, perasaan tidak mampu dan perasaan tidak
sebanding dengan orang lain. Selain itu juga depresi atau khawatir, komunikasi yang buruk antar
anggota keluarga dan teman, kesulitan dalam mengekspresikan emosi dan perasaan (khususnya emosi
“negatif” seperti marah, cemas, atau sedih), perfeksionisme, memiliki perilaku obsesif, sangat peduli
dengan pendapat orang lain.19,20
Tabel 4.4 distribusi gangguan makan pada mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi
Akuntansi UKRIDA periode Mei 2023 berdasarkan usia, jenis kelamin, Indeks Masa Tubuh (IMT), dan
penghasilan orang tua
Gangguan makan
Tidak
Variabel Anoreksia Bulimia EDNOS Total
Gangguan
Subvariabel Binge Eating gangguan
Makan
Disorder makan
Usia 18 4(57.1%) 0(0%) 0(0%) 1(14.3%) 2(28.6%) 3(42.9%)
Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan usia paling banyak mengalami gangguan makan adalah yang
berusia 23 tahun yaitu sebesar 75% sedangkan yang paling sedikit mengalami gangguan makan adalah
mahasiswa yang berusia 21 tahun yang hanya 29% yang mengalami gangguan makan. Hasil penelitian
ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Belina pada tahun 2022 di Mahasiswi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi dimana pada penelitian tersebut didapatkan bahwa
usia 21 tahun lebih banyak yang mengalami gangguan makan yaitu sebesar 37,2% sedangkan yang
berusia 21 tahun tidak ada yang mengalami ganguan makan.21 Pada rentang usia tersebut, remaja
umumnya mulai memperhatikan dan membandingkan hal-hal khusus seperti penampilan fisik
(misalnya bentuk tubuh) dan kemampuan sosial dengan lingkungan pergaulannya. Remaja menyadari
bahwa daya tarik fisik berperan penting dalam hubungan sosial. Hal tersebut menyebabkan remaja
sangat terpengaruh pada penilaian orang lain terhadap bentuk tubuhnya. 22 Pada usia remaja banyak dari
mereka yang mengubah penampilannya agar terlihat menarik. Kepedulian terhadap penampilan dan
gambaran tubuh yang ideal dapat mengarah pada upaya obsesif seperti mengontrol berat badan.23
Dari Tabel diatas ditemukan bahwa perempuan memiliki persentase kelompok yang mengalami
gangguan makan paling banyak yaitu sebanyak 47,3% sedangkan kelompok laki-laki hanya sebanyak
22,2%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Austin & Brian pada tahun 2008 terhadap 98
SMA atau sekitar 35 000 siswa di United States menunjukkan bahwa hampir 13.5% anak perempuan
yang menunjukkan terjadinya gangguan makan sedangkan laki-laki hanya 9,2% yang mengalami
gangguan makan.24 Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Aqmariya
pada tahun 2014 pada remaja putri anggota modeling agency usia 15-19 tahun dikota semarang dimana
pada penelitian tersebut didapatkan bahwa sebanyak 40 subjek (67.8%), sedangkan yang tidak
mengalami eating disorder 19 subjek (32.2%). Dalam penelitian tersebut didapatkan bahwa Terdapat
subjek yang mengalami anoreksia nervosa 5 subjek (8.5%), bulimia nervosa 14 subjek (23.7%), binge
eating disorder 4 subjek (6.8%), eating disorder not otherwise specified (EDNOS) 17 subjek (28.8%),
sedangkan untuk normal sebanyak 19 subjek (32.2%), hal ini berarti memang gangguan makan pada
perempuan yang terbanyak adalah gangguan makan EDNOS.25 Hal ini juga sejalan dengan penelitian di
Jakarta tahun 2009 pada 61 remaja perempuan Modeling School di Jakarta, sebanyak 38 orang (58.5%)
responden mengalami gangguan makan dengan spesifikasi anorexia nervosa sebanyak 3.1%, bulimia
nervosa 1.5%,binge eating disorder 3.1% dan eating disorder not otherwise specified (EDNOS)
sebanyak 50.8%.26
Berdasarkan tabel distribusi diatas didapatkan mahasiswa pada penelitian ini yang memiliki
IMT yang tergolong obesitas II memiliki persentase gangguan makan paling tinggi yaitu sebesar
91,7%. Sedangkan mahasiswa yang memiliki IMT kurang hanya sebanyak 16,7% saja yang memiliki
gangguan makan. Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Christina pada tahun 2020 pada remaja
perempuan di inggris yang menemukan bahwa semakin meningkatnya nilai Indeks masa tubuh seorang Wanita
akan meningkatan kecenderungan terjadinya gangguan makan di karenakan oleh pengaruh psikis bahwa seorang
yang cantik dan dapat menjadi model adalah Wanita dengan Indeks massa tubuh yang rendah. 27 Pada penelitian
Yiou pada tahun 2010 didapatkan bahwa IMT yang berlebih cendering menginduce terjadinya kejadian
bulimia.28 Dalam studi populasi umum didapatkan bahwa IMT yang tinggi sering dikaitkan dengan peningkatan
kecenderungan gangguan makan, termasuk membatasi asupan makanan. Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukajn oleh stice pada tahun 2002 yang menemukan bahwa seseorang dengan IMT lebih tinggi cenderung
memiliki gejala gangguan makan, termasuk pembatasan makanan.29
Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa mahasiswa yang memiliki orang tua dengan
penghasilan dibawah UMR Jakarta lebih banyak mengalami gangguan makan yaitu sebesar 47,4%
sedangkan mahasiswa yang memiliki penghasilan orang tua sesuai dengan UMR memiliki kejadian
gangguan makan yang cenderung lebih renbdah yaitu sebanyak 11 orang atau 45,8%. Hasil penelitian
ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Brittany Australia sekatan pada tahun 2008
sampai 2009 pada remaja yang mendapatkan bahwa remaja yang memiliki penghasilan orang tua diatas
standar kehidupan di Australia 1.15 lebih beresiko mengalami gangguan makanm, hal ini mungkin saja terjadi
dikarenakan perbedaan demografis daerah ataupun dikarenakan pada penelitian tersebut dilakukan pada
masyarakat umum baik yang sudah bekerja maupun yang masih dalam Pendidikan sedangkan pada penelitian ini
dilakukan pada remaja yang masih menempuh Pendidikan. 30
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil Penelitian yang sudah dilakukan dengan judul Gambaran Gangguan Makan pada mahasiswa Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA periode Mei 2023, maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Jumlah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA pada
periode Mei 2023 yang mengalami gangguan makan yaitu sebanyak 34 orang (37,4%).
2. usia mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA pada periode
Mei 2023 yang paling banyak mengalami gangguan makan adalah yang berusia 23 tahun yaitu
sebesar 75%
3. mahasiswi perempuan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA pada
periode Mei 2023 memiliki persentase kelompok yang mengalami gangguan makan paling
banyak yaitu sebanyak 47,3% sedangkan kelompok laki-laki hanya sebanyak 22,2%
4. mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA pada periode Mei
2023 yang memiliki IMT yang tergolong obesitas II memiliki persentase gangguan makan
paling tinggi yaitu sebesar 91,7%. Sedangkan mahasiswa yang memiliki IMT kurang hanya
sebanyak 16,7% saja yang memiliki gangguan makan
5. mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi UKRIDA pada periode Mei
2023 yang memiliki orang tua dengan penghasilan dibawah UMR Jakarta lebih banyak
mengalami gangguan makan yaitu sebesar 47,4% sedangkan mahasiswa yang memiliki
penghasilan orang tua sesuai dengan UMR memiliki kejadian gangguan makan yang cenderung
lebih renbdah yaitu sebanyak 11 orang atau 45,8%
5.2 Saran
Berdasarkan proses dan hasil penelitian, peneliti ingin memberi beberapa saran kepada beberapa pihak sebagai
berikut :
1. Untuk orang tua dan tenaga pendidik perlu lebih memperhatikan mengenai kejadian gangguan makan
pada mhasiswa karena angkanya cukup tinggi.
2. Untuk pada mahasiswa perlunya untuk melakukan konseling mengenai gangguan makan yang disadari
atau tak disadari mengenai gangguan makan karena cukup tingginya angka kejadian gangguan makan
pada mahasiswa
3. Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian Gangguan Makan pada mahasiswa
dengan skala yang lebih luas dan jumblah populasi yang lebih banyak guna mengetahui prevalenisi yang
lebih akurat mengenai gangguan makan pada mahasiswa dan juga perlunya di lakukan penelitian lebih
lanjut mengenai factor-faktor penyebab kejadian gangguan makan pada mahasiswa.
Daftar Pustaka
1. Chairani L. Body Shame dan Gangguan Makan Kajian Meta-Analisis. Buletin Psikologi. 2018;
26 (1) : 12-27.
2. Hendrawati. Gangguan makan dan perilaku bunuh diri pada remaja: Sebuah tinjauan literature.
Holistik Jurnal Kesehatan. 2022; 16 (6) : 529-41
3. Rares BPS, Punuh MI, Malonda NSH. Gambaran perilaku makan pada mahasiswi fakultas
kesehatan masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Jurnal KESMAS. 2022; 11(2)
4. National Institute of Mental Health. Eating disorders: about more than food. NIMH. 2021.
Available from: https://www.nimh.nih.gov/health/publications/eating-disorders, 20 April 2023
5. Mental Health and Spiritual Health Care Manitoba Health. Eating disorders: Best practices in
prevention and intervention. Monitoba; 2006. P.5-22.
6. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders (DSM-
5®). 5th ed. Washington DC: American Psychiatric Association; 2013.p.15-9.
7. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan dan sadock buku ajar psikiatri klinis: gangguan makan. Edisi 2.
Jakarta: EGC; 2010. p.329-36
8. Lampert JG, Waterhous TS, Graves LL, Cassidy J, Herrin M. Guide book for nutrition
treatment of eating disorders. Academy for Eating Disorders; 2021. p.1-5.
9. Asosiasi Keluarga Gizi. Eating disorder series : EDNOS. FKM UI. 2020. Diunduh dari :
https://akg.fkm.ui.ac.id/eating-disorder-series-ednos/, 20 April 2023
10. Mukarromah TT. Modifikasi perilaku pada anak usia 0-8 tahun dengan gangguan perilaku
makan (pica disorder) karena kelalaian orang tua : studi literatur. Jurnal Ilmiah PTK PNF; 2021.
16(2). DOI : doi.org/10.21009/JIV.1602.9
11. Mardiah K. Hubungan antara teman sebaya dan kecenderungan anoreksia nervosa pada remaja
Surabaya. Jurnal Ilmiah Permas : Jurnal Ilmiah STIKES Kendal; 2023. 13(1). Diunduh dari:
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM, 20 April 2023
12. Sarah Barakat,corresponding author1,4 Siân A. McLean,et all. Risk factors for eating disorders:
findings from a rapid review. 2023. Avaiable on
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9847054/
13. Palanikumar Balasundaram; Prathipa Santhanam. Eating disorders. 2023. Books. Avaiable on
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK567717/
14. Bettina E Bernstein. Anorexia Nervosa. 2023. Avaiable on
https://emedicine.medscape.com/article/912187-overview#showall
15. Bettina E Bernstein. Binge Eating Disorder (BED). 2023. Avaiable on
https://emedicine.medscape.com/article/2221362-overview
16. Donald M Hilty. Bulimia Nervosa. 2023. Avaiable on
https://emedicine.medscape.com/article/286485-overview.
17. Santina RO, et al. Analisis Peran Orangtua dalam Mengatasi Perilaku Sibling Rivalry Anak
Usia Dini. Jurnal Ilmiah Mahasiswa. 2021. 2(1): 1-13.
18. Bailey AP, Parker AG, Colautti LA, Hart LM, Liu P, Hetrick SE. Mapping the evidence for the
prevention and treatment of eating disorders in young people. Journal of Eating Disorders.
2014;2(1). doi:10.1186/2050-2974-2-5
19. Reyes-Rodríguez ML, Franko DL, Matos-Lamourt A, Bulik CM, Von Holle A, Cámara-
Fuentes LR, et al. Eating disorder symptomatology: Prevalence among Latino College
Freshmen students. Journal of Clinical Psychology. 2010;66(6):666–79. doi:10.1002/jclp.20684
20. Ferreiro F, Seoane G, Senra C. A prospective study of risk factors for the development of
depression and disordered eating in adolescents. Journal of Clinical Child & Adolescent
Psychology. 2011;40(3):500–5. doi:10.1080/15374416.2011.563465
21. Rares BPS, Punuh M, Malonda N. Gambaran Perilaku Makan pada Mahasiswi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Jurnal KESMAS. 2022 Feb;11(2).
22. Rice, F. Philip. The adolescent (6th edition). USA : Ally & Bacon. 1990 ; 120.
23. Papalia, D. E, Olds, S. W. & Feldman, R. D. Human development (Psikologi per kembangan
edisi kesembilan). Jakarta. 2008 ; 50.
24. S. Bryn Austin, Najat J, Ziyadeh. Screening High School Students for Eating Disorders: Results
of a National Initiative. preventing chronic disease. 2018 Oct;5(4).
25. Syarafina A, Probosari E. Hubungan eating disorder Dengan status gizi Pada remaja putri di
modeling agency Semarang. Journal of Nutrition College. 2014;3(2):325–30.
doi:10.14710/jnc.v3i2.5440
26. Hapsari I. Perilaku Makan Menyimpang pada Remaja di Jakarta (Skripsi). Program Sarjana FKM UI.
2009.
27. Ralph-Nearman C, Yeh H, Khalsa SS, Feusner JD, Filik R. What is the relationship between
body mass index and eating disorder symptomatology in professional female fashion models?
Psychiatry Research. 2020;293:113358. doi:10.1016/j.psychres.2020.113358
28. Fan Y, Li Y, Liu A, Hu X, Ma G, Xu G. Associations between body mass index, weight control
concerns and behaviors, and eating disorder symptoms among non-clinical Chinese adolescents.
BMC Public Health. 2010;10(1). doi:10.1186/1471-2458-10-314
29. Stice, E., Presnell, K., Spangler, D., 2002. Risk factors for binge eating onset in adolescent
girls: a 2-year prospective investigation. Health Psychol. 21 (2), 131. https://doi.org/
10.1037//0278-6133.21.2.131.
30. Mulders-Jones B, Mitchison D, Girosi F, Hay P. Socioeconomic correlates of eating disorder
symptoms in an Australian population-based sample. PLOS ONE. 2017;12(1).
doi:10.1371/journal.pone.0170603
Daftar Lampiran
Lampiran 1.Hasil spss penelitian
JK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
IMT
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
PENGHASILAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Gangguan makan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Statistics
USIA BB TB
N Valid 91 91 91
Missing 0 0 0
gangguanmakan2
tidak gangguan
makan gangguan makan Total
USIA 18 Count 4 3 7
19 Count 10 7 17
20 Count 18 11 29
21 Count 22 9 31
22 Count 2 1 3
23 Count 1 3 4
Total Count 57 34 91
gangguanmakan2
tidak gangguan
makan gangguan makan Total
JK Laki-laki Count 28 8 36
Perempuan Count 29 26 55
Total Count 57 34 91
gangguanmakan2
tidak gangguan
makan gangguan makan Total
BB Normal Count 27 9 36
Preobesitas Count 4 8 12
Obesitas I Count 10 3 13
Obesitas II Count 1 11 12
Total Count 57 34 91
gangguanmakan2
tidak gangguan
makan gangguan makan Total
Total Count 57 34 91