Anda di halaman 1dari 45

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA Referat & Laporan Kasus

FAKULTAS KEDOKTERAN April 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT: GANGGUAN MAKAN


( Anoreksia Nervosa F50.0 & Bulimia Nervosa F50.2)
LAPORAN KASUS : SKIZOFRENIA PARANOID F20.0

OLEH :
Syaifah Nurul Arifah
C014 18 2161

RESIDEN PEMBIMBING :
dr. Otto P

SUPERVISOR PEMBIMBING :
dr. Nurindah Kadir,M.Kes,Sp. KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Syarifah Nurul Arifah

Stambuk : C014 18 2161

Judul Referat : Gangguan Makan (F.50)

Judul Lapsus : Gangguan Skizofrenia Paranoid (F.20)

Adalah benar telah didiskusikan dan disetujui untuk dipresentasikan tugas

referat dan laporan kasus dengan judul di atas dalam rangka kepanitraan klinik pada

Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar.

Makassar, 20 April 2019

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Nurindah Kadir, M.Kes, Sp.KJ dr. Otto P

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
Berkah dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Refarat yang
berjudul “Gangguan Makan” dan Laporan Kasus yang berjudul “Skizofrenia
Paranoid”. Refarat dan Laporan Kasus ini disusun untuk melegkapi tugas
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedikteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin tahun 2019.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada dr. Nurindah Kadir,
M.Kes, Sp.KJ dan dr. Otto P. Semua yang telah membimbing dan membantu
penulis dalam melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun refarat ini.
Penulis meyatakan masih banyak kekurangan baik pada isi maupun
format refarat ini. Oleh karena itu, kami sangat menerima segala Saran dan
Kritik dari pembaca.
Akhir kata penulis berharap refarat ini dapat berguna bagi rekan-rekan
serta semua pihak yang ingin mengetahui tentang “Gangguan Makan”.

Makassar, April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3

2.1 Defini isi .............................................................................. 3

2.2 Epidemiologi ....................................................................... 4

2.3 Etiologi ................................................................................ 5

2.4 Diagnosis ............................................................................. 8

BAB 3 KESIMPULAN ............................................................................. 22

LAPORAN KASUS .................................................................................. 23

I. Identitas pasien ................................................................... 23

II. Laporan psikiatri ................................................................. 23

III. Pemeriksaan fisis dan neurologis .......................................... 27

IV. Ikhtisar penemuan bermakna ................................................ 30

V. Evaluasi multiaksial ............................................................. 30

VI. Daftar problem .................................................................... 32

VII. Rencana terapi ..................................................................... 32

VIII. Prognosis ............................................................................ 33

IX. Pembahasan ....................................................................... 33

LAMPIRAN .............................................................................................. 38

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 41

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

Banyak remaja yang merasa tidak puas dengan penampilan dirinya. Hal
tersebut akan menyebabkan konsep persepsi tubuh yang buruk dan dapat
menimbulkan dorongan untuk menjadi kurus. Tekanan untuk menjadi lebih kurus
lagi dalam pikiran akan menyebabkan adanya ketidakpuasan terhadap tubuh (body
dissatisfaction), dan akan memengaruhi tingkat kepercayaan diri seseorang.
Dampak negatif selanjutnya adalah meningkatnya kasus gangguan makan (eating
disorders) yang termasuk pengendalian makan (dietary restraint), binge-eating dan
efek negatif lainnya. Gangguan makan merupakan masalah utama remaja yang
ditandai dengan perubahan perilaku makan menjadi kurang baik, persepsi negatif
tentang bentuk tubuh (body image) dan pengaturan berat badan yang kurang tepat.1
Gangguan makan adalah suatu penyakit kejiwaan serius yang biasanya
berkembang selama masa remaja atau dewasa muda. Gangguan ini dikaitkan
dengan gejala fisik dan psikologis dan sering menyebabkan gangguan dan
tekanan yang cukup besar. Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM) edisi kelima, gangguan makan termasuk anoreksia
nervosa, bulimia nervosa, pica, gangguan makan berlebihan, gangguan
restriksi asupan makan, gangguan ruminasi, dan gangguan asupan dan makan
yang spesifik lainnya dan tidak spesifik.1,2
Anoreksia nervosa mempengaruhi sekitar 1 dari 200 anak perempuan
selama hidupnya dan 1 dari 2.000 anak laki-laki selama hidupnya. Terdapat dua
studi epidemiologi berdasarkan populasi melaporkan bahwa perkiraan prevalensi
seumur hidup yang lebih tinggi untuk anoreksia nervosa adalah pada wanita,
termasuk seumur hidup dengan prevalensi sekitar 0,9% di Amerika Serikat dan
2,2% di Finlandia.2 Sebuah meta-analisis studi insiden ditunjukkan bahwa jumlah
kasus baru per 100.000 penduduk per tahun meningkat selama tanggal 20 abad yang
menunjukkan bahwa gangguan tersebut telah menjadi semakin umum.2
Bulimia nervosa adalah gangguan yang terdiri dari episode berulang
makan dengan jumlah yang berlebihan, diikuti oleh perilaku kompensasi yang
tidak tepat. Sejumlah besar makanan dimakan, mengalami kehilangan kontrol,
misalnya indvidu merasa tidak dapat berhenti makan walaupun

1
menginginkannya. Perilaku kompensasi dapat mencakup muntah yang
diinduksi sendiri, puasa, diet yang ketat, olahraga berlebihan atau penggunaan
laksatif dan diuretik yang tidak sesuai untuk menghambat atau menghindari
penambahan berat badan. 3

BAB 2

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
2.1.1 Definisi Anoreksia Nervosa
Anoreksia nervosa dapat diartikan sebagai aktivitas untuk menguruskan
badan dengan melakukan pembatasan makan secara sengaja dan melalui
kontrol yang ketat. Penderita anoreksia sadar bahwa mereka merasa lapar
namun takut untuk memenuhi kebutuhan makan mereka karena bisa berakibat
naiknya berat badan. Persepsi mereka terhadap rasa kenyang terganggu
sehingga pada saat mereka mengkonsumsi sejumlah makanan dalam porsi kecil
sekalipun, mereka akan segera merasa ‘penuh’ atau bahkan mual. Mereka terus
menerus melakukan diet mati-matian untuk mencapai tubuh yang kurus.
Anoreksia nervosa terutama menimpa perempuan selama masa remaja dan
masa awal dewasa.4 Orang dengan anoreksia nervosa menunjukkan gangguan
citra tubuh; mereka merasa gemuk atau memiliki bentuk tubuh yang jelek
(misshaped) dan seringkali menyangkal kekurusannya.3
Penurunan berat badan pada anoreksia nervosa diinduksi dengan menghindari
'makanan yang menggemukkan', dan terkadang didukung dengan olahraga
berlebihan atau self-induced purging (muntah atau penyalahgunaan obat
pencahar). Sebagai konsekuensi dari gizi buruk dan gangguan endokrin yang
luas, terwujud pada wanita dengan amenore dan pada laki-laki oleh kurangnya
minat seksual atau potensi. Pada anak-anak prapubertas, pubertas tertunda dan
pertumbuhan dan perkembangan fisik biasanya terhambat.5

2.1.2 Definisi Bulimia Nervosa

3
Bulimia Nervosa adalah suatu kondisi keasyikan yang intens pada berat
badan dan bentuk tubuh, dengan episode makan berlebihan yang tidak
terkendali dan melakukan tindakan ekstrem untuk menangkal efek yang ditakuti
dari makan yang berlebihan. Bulimia nervosa merupakan suatu penyakit
kejiwaan serius yang biasanya berkembang selama masa remaja atau dewasa
muda. Gangguan ini dapat sulit diidentifikasi karena kerahasiaan ekstrem pada
pola makan. Biasanya, berat badan mungkin normal, tetapi sering kali ada
riwayat anoreksia nervosa atau pola diet yang ketat. 1,4

2.2 Epidemiologi
2.2.1 Epidemiologi Anoreksia Nervosa
Gangguan makan dalam berbagai bentuk telah dilaporkan hingga 4%
pelajar remaja dan dewasa muda. Anoreksia nervosa telah dilaporkan
meningkat pada anak perempuan prapubertas dan pada laki-laki. Usia yang
tersering untuk onset gangguan adalah pada awal 20 tahun. Anoreksia nervosa
diperkiakan terjadi pada kira-kira 0,5 sampai 1 persen gadis remaja. Gangguan
ini terjadi 10 sampai 20 kali lebih sering pada wanita dibanding laki-laki.
Prevalensi wanita muda yang memiliki beberapa gejala anoreksia nervosa tetapi
tidak memenuhi kriteria diagnostik diperkirakan ada sekitar 5%. Tampaknya
gangguan ini paling sering pada Negara yang maju dan mungkin ditemukan
dengan frekuensi tertinggi pada wanita muda yang profesinya memerlukan
kekurusan, seperti model dan penari balet.3,8
Dari penelitian yang dilakukan oleh Vander Wal kepada 2049 remaja
perempuan didapatkan data bahwa pola perilaku mengontrol berat badan yang
tidak sehat yang banyak dilakukan adalah 46,6% remaja perempuan sengaja
melewatkan makan (sarapan, makan siang, ataupun makan malam), 16%
remaja perempuan berpuasa untuk menguruskan badan, 12,9% remaja
perempuan membatasi atau menolak satu jenis makanan atau lebih untuk diet
yang ketat, 8,9% remaja perempuan menggunakan pil-pil diet atau pil-pil
pengurus badan, 6,6% remaja perempuan merokok untuk menurunkan berat
badan dan 6,6% remaja perempuan memuntahkan makanan dengan paksa.6
Anoreksia Nervosa mempengaruhi sekitar 1 dari 200 anak perempuan
perempuan selama hidupnya dan 1 dari 2.000 anak laki-laki selama hidupnya.

4
Baru-baru ini dua studi epidemiologi berdasarkan populasi melaporkan bahwa
perkiraan prevalensi seumur hidup yang lebih tinggi untuk Anoreksia Nervosa
adalah pada wanita, termasuk seumur hidup dengan prevalensi sekitar 0,9% di
Amerika Serikat dan 2,2% di Finlandia.2 Sebuah meta-analisis studi insiden
ditunjukkan bahwa jumlah kasus baru per 100.000 penduduk per tahun
meningkat selama tanggal 20 abad yang menunjukkan bahwa gangguan
tersebut telah menjadi semakin umum.2

2.2.2 Epidemiologi Bulimia Nervosa


Menurut World Health Organization (WHO), memperkirakan bahwa di
seluruh dunia sebanyak 70 juta orang memiliki gangguan makan selama
perlangsungan hidup mereka. Prevalensi bulimia nervosa adalah 2% hingga 3%
, dan dapat mencapai 10% pada populasi yang rentan, seperti remaja perempuan
dan wanita dewasa muda. Namun, antara 0,01% dan 0,05% pada jenis kelamin
laki-laki yang mengalami gangguan makan seperti ini. 1,3,5
Secara demografis, sebagian besar pasien dengan bulimia nervosa adalah
bujang, berpendidikan tinggi, dan berusia pertengahan 20-an. Namun, sebagian
besar pasien mulai mengalamai gangguan makan ini saat masa remaja. Pada
kelompok ras, bulimia nervosa dapat terjadi pada 2,3% wanita kulit putih tetapi
hanya 0,40% wanita kulot hitam. 1,3,5

2.3 Etiologi
2.3.1 Etiologi Anoreksia Nervosa
Diketahui ada tiga faktor yang terlibat dalam penyebab anoreksia nervosa :
a. Faktor Biologis
Opioid endogen dapat turut berperan dalam menahan rasa lapar pada
pasien anoreksia nervosa. Kelaparan menimbulkan banyak perubahan
biokimia, beberapa diantaranya juga terdapat pada depresi seperti
hiperkortisolemia dan nonsupresi oleh deksametason. Fungsi tiroid juga
ditekan. Kelainan ini diperbaiki dengan pemberian asupan nutrisi kembali.
Kelaparan menyebabkan terjadinya amenore yang mencerminkan penurunan
kadar hormon tertentu. Namun beberapa pasien anoreksia nervosa menjadi
amenorik sebelum menurunnya berat badan secara signifikan.3

5
b. Faktor Sosial
Pasien anoreksia nervosa mendapat dukungan atas perbuatan mereka
melalui tekanan masyarakat akan olahraga dan kekurusan. Tidak ada
kelompok keluarga yang spesifik untuk anoreksia nervosa, tetapi bukti
menunjukan bahwa pasien ini memiliki hubungan yang dekat tetapi
bermasalah dengan orang tuanya. Di dalam keluarga dengan anak yang
memiliki gangguan makan, terutama makan berlebihan dan subtipe
mengeluarkan kembali, mungkin terdapat tingkat permusuhan dan kekacauan
serta isolasi yang tinggi, tingkat empati dan pengasuhan yang rendah.
Seorang remaja dengan gangguan makan berat mungkin cenderung
menjauhkan perhatian dari hubungan perkawinan yang tidak nyaman.3
c. Faktor Psikologis
Anoreksia nervosa tampak sebagai reaksi terhadap tuntutan yang
mengharuskan remaja untuk berperilaku lebih mandiri dan meningkatkan
fungsi sosial serta seksualnya. Pasien seperti ini khasnya tidak memiliki rasa
autonomi dan kemandirian. Banyak yang merasa bahwa tubuh mereka berada
dibawah kendali orang tua mereka sehingga melaparkan diri mungkin
menjadi suatu upaya mendapatkan pengesahan sebagai orang yang unik dan
spesial. Hanya melalui tindakan disiplin diri yang luar biasa pasien-pasien
anorektik dapat mengembangkan rasa autonomi dan kemandirian.3

2.3.2 Etiologi Bulimia Nervosa


Etiologi bulimia nervosa dapat dilihat kompleks, tetapi peningkatan risiko
pada terjadinya gangguan makan ini karena tekanan sosiokultural dan pola
makan penderita. Penyebab pasti tidak diketahui, tetapi para peneliti percaya

6
itu berasal dari penggabungan faktor genetik, biologis, psikologis, sosial, dan
perilaku. 3,4
Suatu studi kasus-kontrol berbasis komunitas membandingkan sebanyak
102 orang dengan bulimia nervosa dan 204 orang kontrol yang sehat, dan
ditemukan obesitas, gangguan mood, pelecehan seksual dan fisik, riwayat
obesitas pada orang tua, penyalahgunaan zat, harga diri yang rendah,
perfeksionisme, dinamika keluarga yang terganggu, orang tua yang sangat
mementingkan berat nadan dan bentuk tubuh yang ideal, dan menarche dini
dapat menjadi penyebab pada orang dengan gangguan makan. Faktor
lingkungan juga dapat berdistribusi terjadinya gangguan ini yang meliputi
paparan model media dan industri fashion dan tekanan aktivitas fisik, teruatama
yang menekankan berat badan. 3,4,5
Pada pasien bulimia nervosa, perilaku dan kebiasaan makan sehari-hari
dipernuhi dengan ketegangan emosional. Mereka memiliki rasa takut menjadi
gemuk, kalori makanan yang tinggi, dan pola makan dalam jumlah yang banyak
disebabkan kondisi depresi, stress, frustasi, kebosanan dan cemas. Selain itu,
melihat makan yang dapat meningkatkan keinginannya untuk makan juga dapat
menjadi faktor risiko sorang penderita bulimia nervosa mengkonsumsi
makanan dalam jumlah yang banyak. 3,4
Tingkat komorbiditas tertinggi sebanyak 88% yaitu remaja dengan bulimia
nervosa, terkait suasana mood sebanyak 49,9% dan gangguan kecemasan
sebanyak 66,2%. Tingkat perilaku bunuh diri dapat menjadi tinggi sehingga
menjadi suatu perhatian pada kelompok ini. 1

Tabel 1. Faktor risiko pada bulimia nervosa6


Biologis Psikologis Sosial
Jenis kelamin Komen yang kritis Tinggal di negara
perempuan dalam awal kehidupan berkembang

7
tentang pola makan,
bentuk tubuh, berat
badan
Usia; 15-40 tahun Lingkungan keluarga Budaya yang
yang fokus pada bentuk mendorong diet yang
tubuh dan pola diet ekstrem
Riwayat keluarga Pelecehan seksual atau Okupasi (misalnya
dengan gangguan mood, fisikal di masa anak- penari ballet)
penyalahgunaan zat, anak
gangguan makan,
obesitas
Diabetes mellitus tipe 1 Tingkat kepercayaan
diri yang rendah
Menarche dini Perfectionism

2.4 Diagnosis
2.4.1 Diagnosis Anoreksia Nervosa
2.4.1.1 Kriteria Diagnosis Anoreksia Nervosa
Pedoman diagnostik dalam PPDGJ-III menjelaskan bahwa orang dengan
gangguan anoreksia nervosa memiliki ciri khas gangguan adalah mengurangi
berat badan dengan sengaja, dipacu dan atau dipertahankan oleh penderita.
Untuk suatu diagnosis yang pasti, dibutuhkan semua hal seperti dibawah ini:7
a. Berat badan tetap dipertahankan 15% dibawah yang seharusnya (baik
berkurang maupun yang tak pernah dicapai), atau “quetelet’s body-mass
index” adalah 17,5 atau kurang [quetelt’s body mass index= berat badan
(kg)/tinggi (m)2] pada penderita pra-pubertas bisa saja gagal mencapai berat
badan yang diharapkan selama periode pertumbuhan.
b. Berkurangnya berat badan dilakukan sendiri dengan menghindarkan makanan
yang mengandung lemak dan salah satu atau lebih dari hal-hal yang berikut ini:
 merangsang muntah oleh diri sendiri;
 menggunakan pencahar (urus-urus);
 olahraga berlebihan;
 memakai obat penekan nafsu makan dan / atau diuretika

8
c. Terdapat distorsi “body image” dalam bentuk psikopatologi yang spesifik
dimana ketakutan gemuk terus menerus menyerang penderita, penilaian yang
berlebihan terhada berat badan yang rendah.
d. Adanya gangguan endokrin yang meluas, melibatkan “hypothalmic-pituitary-
gonadal axis”, dengan manifestasi pada wanita sebagai amenore dan pada pria
sebagai kehilangan minat dan potensi seksual. (Suatu kekecualian adalah
pendarahan vagina yang menetap pada wanita yang anoreksia yang menerima
terapi hormon, umumnya dalam bentuk pil kontrasepsi). Juga dapat terjadi
kenaikan hormon pertumbuhan, naiknya kadar kortisol, perubahan
metabolisme periferal dari hormon tiroid dan sekresi insulin abnormal,
e. Jika onset terjadinya pada masa pra-pubertas, perkembangan pubertas tertunda,
atau dapat juga tertahan (pertumbuhan berhenti, pada anak perempuan buah
dadanya tidak berkembang dan terdapat amenore primer; pada anak laki-laki
genitalnya tetap kecil). Pada penyembuhan, pubertas kembali normal, tetapi
“menarche” terlambat.

Sedangkan dalam pedoman diagnostik DSM-V dijelaskan pula bahwa


diagnosis Anoreksia Nervosa: 307,1 (F50.01 atau F50.02) didasarkan adanya :7
A. Pembatasan asupan energi yang relatif sebagai persyaratan yang mengarah ke
berat badan yang secara signifikan rendah dalam konteks usia, jenis kelamin,
lintasan perkembangan, dan kesehatan fisik. Secara signifikan berat badan
rendah didefinisikan sebagai berat badan yang kurang dari normal atau untuk
anak-anak dan remaja, kurang dari angka minimal berat badan yang
diharapkan.
B. Ketakutan yang intens tentang kenaikan berat badan atau menjadi gemuk, atau
perilaku gigih untuk menurunkan berat badan, meskipun pada berat badan
tersebut secara signifikan sudah rendah.
C. Gangguan dalam cara memahami tentang berat badan seseorang atau bentuk
yang dialami, pengaruh yang tidak semestinya terhadap berat badan atau
bentuk pada evaluasi diri, atau kurangnya pengakuan dari berat badan yang
sudah rendah.

Menentukan Tipe:3,7

9
 Tipe membatasi (Restricting type) : selama periode anoreksia nervosa saat ini
orang tersebut tidak melakukan kegiatan makan berlebih atau perilaku
mengeluarkan kembali makanannya.
 Tipe makan berlebihan/mengeluarkan makanan kembali (binge eating /
purging type): selama periode anoreksia nervosa saat ini, orang tersebut
melakukan kegiatan makan berlebihan atau perilaku mengeluarkan kembali
makanannya.

Tentukan jika:3,7
 Dalam remisi parsial: Setelah kriteria penuh untuk anoreksia nervosa
sebelumnya terjadi, Kriteria A belum terjadi untuk periode waktu yang
berkelanjutan, tapi Kriteria B atau C telah terjadi.
 Dalam remisi penuh: Setelah kriteria penuh untuk anoreksia nervosa
sebelumnya terjadi, tidak ada kriteria telah dipenuhi untuk jangka waktu
yang berkelanjutan.

2.4.1.2 Diagnosis Banding Anoreksia Nervosa


Diagnosis banding anoreksia nervosa dipersulit oleh penyangkalan
pasien terhadap gejala, kerahasiaan seputar ritual makan mereka yang aneh, dan
penolakan untuk mencari terapi. Dengan demikian, pengidentifikasian
mekanisme penurunan berat badan dan pikiran mengenai distorsi citra tubuh
mungkin sulit.3,10
a. Kehilangan nafsu makan organic (R63.0) ; seperti adanya tumor otak yang
melibatkan jaras hypothalamus-pituitary, penyakit Addison, Diabetes
Mellitus, dan gangguan gastrointestinal.
b. Kehilangan nafsu makan psikogenik (F50.8) ; pada umumnya pasien
depresi mengalami suatu penurunan nafsu makan, sedangkan pada
anoreksia nervosa mengaku memiliki nafsu makan yang normal dan merasa
lapar. Pada agitasi depresif, hiperaktifitas yang ditemukan pada anoreksia
nervosa adalah direncanakan dan merupakan ritual. Preokupasi dengan
makanan yang mengandung kalori, resep makanan dan persiapan pesta
pencicipan makanan adalah tipikal pada pasien anoreksia nervosa dan tidak
ditemukan pada penderita gangguan depresif. Dan pada pasien dengan

10
gangguan depresif tidak memiliki ketakutan yang kuat akan kegemukan
atau gangguan citra tubuh, seperti yang dimiliki oleh pasien anoreksia
nervosa.
c. Bulimia nervosa ; memakan segala makanan yang diinginkan, tetapi setelah
itu, makanan yang dimakan akan dimuntahkan kembali dengan
menggunakan pencahar.

2.4.1.3 Penatalaksanaan Anoreksia Nervosa


Pertimbangan pertama di dalam tatalaksana anoreksia nervosa adalah
mengembalikan keadaan gizi pasien, dehidrasi, kelaparan dan
ketidakseimbangan elektrolit yang dapat menyebabkan masalah kesehatan
yang serius serta beberapa kasus menyebabkan kematian. Pada umumnya
pasien dengan berat badannya dibawah 20% berat badan yang diharapkan,
disarankan untuk menjalankan rawat inap di rumah sakit, dan pasien yang
berat badannya dibawah 30 % dari berat badan yang diharapkan
membutuhkan perawatan psikiatrik yang berkisar antara 2 hingga 6 bulan.3
Program psikiatrik rawat inap untuk pasien anoreksia nervosa
umumnya menggunakan kombinasi pendekatan pengelolaan perilaku,
psikoterapi individual, edukasi dan terapi keluarga dan pada beberapa kasus
menggunakan obat psikotropik.3

Adapun beberapa terapi untuk pasien nervosa seperti :


1. Psikoterapi
 Terapi Perilaku-Kognitif
Terapi perilaku ternyata efektif untuk peningkatan berat badan.
Pantauan adalah komponen penting pada terapi perilaku-kognitif.
Pasien diajari untuk mengawasi asupan makanan, emosi, dan perasaan,
perilaku makan berlebihan dan mengeluarkan kembali, serta masalah
mereka didalam hubungan interpersonal. Pembentukan ulang struktur

11
kognitif adalah metode yang diajarkan pada pasien untuk
mengindentifikasi pikiran autonom dan untuk menentang keyakinan
inti mereka. Pemecahan masalah merupakan metode yang spesifik,
pada metode ini pasien belajar berfikir dan membuat strategi untuk
menghadapi masalah interpersonal serta masalah yang berkaitan
dengan makanan.3
 Psikoterapi dinamik
Psikoterapi ekspresif-suportif yang dinamik kadang-kadang
digunakan untuk terapi pasien anoreksia nervosa, tetapi resistensi
pasien bisa membuat proses menjadi sulit dan harus dilakukan dengan
seksama. Karena pasien memandang gejala mereka sebagai inti
keistimewaan mereka, tetapi harus menghindari upaya yang berlebihan
untuk mengubah perilaku makan pasien. Fase pembukaan proses
psikoterapi harus diarahkan untuk membangun hubungan terapeutik.
Pasien mungkin akan merasakan interpretasi awal seolah-olah
seseorang mengatakan pada mereka apa yang benar-benar mereka
rasakan sehingga yang benar-benar mereka rasakan sehingga yang
sebenarnya dirasakan sendiri menjadi minimal dan tidak berlaku lagi.
Namun terapis yang berempati terhadap apa yang pasien pikirn dan
rasakan akan membuat pasien merasakan bahwa otonomi mereka
dihormati. Diatas semua itu psikoterapis harus fleksibel, persisten dan
tahan lama dalam untuk menghadapi kecenderungan pasien
mengalahkan semua upaya untuk membantu mereka.3

 Terapi keluarga
Analisis keluarga harus dilakukan pada semua pasien anoreksia
nervosa yang tinggal dengan keluarganya. Berdasarkan analisis ini,
penilaian klinis dapat dibuat untuk menentukan jenis terapi keluarga
atau konseling yang disarankan. Pada beberapa kasus, terapi keluarga
tidak mungkin dilakukan dengan demikian terapi individu disarankan
untuk menyelesaikan masalah hubungan keluarga.3
2. Farmakoterapi

12
Studi farmakologis belum berhasil menemukan obat yang
menghasilkan perbaikan yang pasti untuk gejala inti anoreksia nervosa.
Sejumlah laporan menyokong penggunaan cyproheptadine (periactin),
suatu obat dengan sifat antihistamin dan antiserotoninergik, untuk pasien
dengan tipe anoreksia nervosa yang membatasi. Amitriptyline (Elavil) juga
telah dilaporkan memberikan manfaat. Obat lain yang telah dicobakan
kepada pasien anoreksia nervosa dengan beragam hasil mencakup
clomipramine (Anafranil), pimozide (Orap), dan chlorpromazine
(Thorazine). Percobaan fluoxetine (Prozac) dalam bebrapa laporan
menyebabkan kenaikan berat badan, dan agen serotoninergik mungkin
memberikan respon positif di masa mendatang. Pada pasien anoreksia
nervosa dengan gangguan depresif yang juga ada, keadaan depresif harus
diterapi. Terdapat kekhawatiran mengenai penggunaan obat trisiklik pada
pasien depresi dengan berat badan rendah dan anoreksia nervosa, yang
mungkin rentan terhadap hipotensi, aritmia jantung, dan dehidrasi. Jika
status gizi yang adekuat telah diperoleh, risiko efek samping serius obat
trisiklik mungkin berkurang. Pada beberapa kasus, depresi membaik
disertai penambahan berat badan dan status gizi normal.3
Uji coba terkontrol secara acak dari olanzapine (antipsikotik) pada
anoreksia nervosa menunjukkan bahwa restorasi berat badan lebih cepat
ketika obat ini digunakan. Ada hasil yang beragam untuk siproheptadin
(antihistamin) terhadap peningkatan nafsu makan, dan strategi lain yang
belum diteliti belum termasuk penggunaan megastrol asetat (Steroid) atau
mirtazapine (antidepresan), yang memiliki efek stimulasi nafsu makan.2,3,9
Agen anti ansietas digunakan secara selektif sebelum makan mungkin
berguna untuk mengurangi antisipasi pasien atau kecemasan partisipatif
sebelum pasien makan. Namun, dalam literatur gangguan kecemasan,
anxiolytics telah terbukti mengurangi kemanjuran intervensi yang
mempekerjakan paparan dan pencegahan respon. Dengan demikian, manfaat
jangka pendek dari menggunakan obat anti ansietas dapat diimbangi dengan
potensi mereka untuk merusak manfaat jangka panjang dari intervensi
psikoterapi. agen promotility seperti metoclopramide mungkin berguna untuk
kembung dan nyeri perut yang terjadi selama refeeding pada beberapa pasien.

13
Namun, risiko dari efek samping seperti sedasi dan kelainan motorik harus
dipertimbangkan pada pasien sebelum memulai penggunaan obat.2,9

2.4.1.4 Prognosis Anoreksia Nervosa


Perjalanan gangguan anoreksia nervosa sangat beragam biasanya
terjadi pemulihan spontan tanpa terapi, pemulihan setelah berbagai terapi,
perjalanan kenaikan berat badan yang berfluktuasi disertai kekambuhan,
perjalanan gangguan yang secara bertahap memburuk sehingga terjadi
kematian yang disebabkan komplikasi kelaparan. Sebuah studi terkini yang
meninjau ulang anoreksia tipe membatasi menemukan bahwa pasien
anoreksia tipe membatasi tampak lebih kecil kemungkinannya untuk pulih
daripada mereka yang memiliki tipe makan berlebih. Terdapat respon
jangka pendek yang baik pada pasien yang menjalani hampir semua
program terapi rumah sakit. Meskipun demikian, pada mereka yang kembali
mendapatkan berat badan yang cukup, preokupasi terhadap makanan dan
berat badan sering berlanjut, hubungan sosial sering buruk dan depresi
sering terjadi. Umumnya prognosis tidak baik. Studi menunjukkan suatu
kisaran angka mortalitas dari 5 hingga 18 persen. Penelitian yang dilakukan
di Amerika Serikat selama 10 tahun menunjukkan bahwa kira-kira
seperempat dari pasien pulih sempurna dan setengahnya sangat membaik
dan berfungsi dengan baik. Seperempat lainnya mencakup angka mortalitas
keseluruhan 7 persen dan mereka berfungsi buruk dengan keadaan kronis
berat badan kurang.2

2.4.2 Diagnosis Bulimia Nervosa


Bulimia nervosa ditandai dengan episode makan berulang sejumlah
makanan yang besar secara objektif dengan hilangnya kontrol, serta
perilaku kompensasi yang tidak tepat dan penilaian berat badan dan bentuk
tubuh yang berlebihan. Perilaku kompensasi pada pasien dengan bulimia
nervosa dapat berupa muntah yang diinduksikan sendiri, penyalahgunaan
obat laksatif dan diuretik, puasa, atau olahraga berlebihan. 1

14
Adapun gejala fisik, psikologis dan perilaku yang didapatkan pada
pasien yang mengalami gangguan makan bulinemia nervosa penderita
menunjukkan kombinasi dari gejala-gejala ini. 3
Gejala fisik pada penderita bulimia nervosa, yaitu: 3
 Episode makan dengan jumlah yang banyak berulang,
 Perubahan berat badan yang sering (kehilangan atau bertambah),
 Kerusakan yang timbul akibat muntah seperti pembengkakan sekitar
pipi atau rahang, kapalan pada buku-buku jari, kerusakan pada gigi
dan adanya bau mlut,
 Merasa perut kembung, konstipasi dan dapat terjadi intolenrasi pada
makanan,
 Gangguan menstruasi pada remaja perempuan dan wanita dewasa
muda,
 Pingsan atau pusing,
 Merasa lelah dan kurang tidur.
Gejala psikologis pada penderita bulimia nervosa, yaitu: 3
 Preokupasi terhadap makan, makanan, berat badan, dan bentuk
tubuh,
 Sensitivitas terhadap komentar yang terkait makanan, berat badan,
bentuk tubuh, atau olahraga,
 Merasa rendah diri dan malu, membenci diri sendiri atau merasa
bersalah, terutama setelah makan,
 Memiliki citra tubuh yang terdistorsi,
 Obsesi dengan makanan dan merasa kebutuhan untuk kontrol,
 Depresi, cemas, atau mudah marah,
 Ketidakpuasan terhadap tubuh yang ektstrem.
Gejala perilaku pada penderita bulimia nervosa, yaitu:3
 Adanya bukti makan berlebihan, misalnya terdapat penimbunan
makanan,
 Perilaku anti-sosial, dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan
bersendirian,

15
 Muntah atau menggunakan obat laksatif, diuretik, atau penekanan
nafsu makan,
 Makan secara berseorangan dan menghindari makan bersama orang
lain,
 Perilaku berulang atau obsesif yang terkait dengan berat badan dan
bentuk tubuh. Misalnya, menimbang diri mereka berulang kali,
melihat ke cermin secara obsesif, dan mencubit pinggang atau
pergelangan tangan,
 Olahraga kompulsif atau berlebihan,
 Perilaku diet yang ekstrem,
 Sering pergi kamar mandi selama atau segera setelah makan yang
bisa menjadi bukti muntah dan penggunaan obat laksatif,
 Perilaku tidak menentu, misalnya membelanjakan uang dalam
jumlah besar untuk makanan,
 Dapat melukai diri sendiri, penyalahgunaan zat, bahkan timbul
upaya bunuh diri.

2.4.2.1 Kriteria Diagnostik Bulimia Nervosa


Menurut PPDGJ III, pedoman diagnostik untuk bulimia nervosa adalah:7
a. Terdapat preokupasi yang menetap untuk makan dan ketagihan
(craving) terhadap makanan yang tidak bisa dilawan; penderita
tidak berdaya terhadap datangnya episode makan berlebihan di
mana makanan dalam jumlah yang besar dimakan dalam waktu
yang simgkat.
b. Pasien berusaha melawan efek kegemukan dengan salah satu
atau lebih cara seperti berikut:
 Meransang muntah oleh diri sendiri,
 Menggunakan pencahar berlebihan,
 Puasa berkala,
 Memakan obat-obatan seperti penekan nafsu makan,
sediaan tiroid atau diuretika. Jika terjadi pada penderita

16
diabetes, mereka akan mengabaikan pengobatan
insulinnya.
c. Gejala psikopatologi terdiri dari ketakutan yang luar biasa akan
kegemukan dan penderita mengatur sendiri batasan yang ketat
dari ambang berat badannya, sagat dibawah berat badan sebelum
sakit dianggap berat badan yang sehat dan optimal.
d. Seringkali tetapi tidak selalu, ada riwayat episode anoreksia
nervosa sebelumnya, interval antara kedua gangguan tersebut
berkisar antara beberapa bulan sampai ke beberapa tahun.
Episode sebelumnya ini dapat jelas terungkap, atau dalam
bentuk ringan yang tersembunyi dengan kehilangan berat badan
yang sedang dan atau suatu fase sementara dari amenore.

Menurut DSM-5, kriteria diagnostik resmi untuk bulimia nervosa adalah:


8

a. Episode berulang makan pesta. Sebuah episode pesta makan


ditandai oleh kedua hal berikut:
 Makan, dalam periode waktu yang terpisah (misalnya, dalam
periode 2 jam), sejumlah makanan yang pasti lebih besar
daripada kebanyakan orang akan makan selama periode
waktu yang sama dan dalam kondisi yang sama.
 Perasaan kurang bisa mengendalikan makan selama episode
(misalnya perasaan bahwa seseorang tidak bisa berhenti
makan atau mengendalikan apa atau berapa banyak yang
dimakan seseorang).
b. Perilaku kompensasi yang tidak tepat berulang untuk mencegah
kenaikan berat badan, seperti muntah yang diinduksi sendiri,
penyalahgunaan obat pencahar, diuretik, atau obat lain, puasa,
atau olahraga berlebihan.
c. Pesta makan dan perilaku kompensasi yang tidak pantas
keduanya terjadi, rata-rata, setidaknya sekali seminggu selama
tiga bulan.
d. Evaluasi diri terlalu dipengaruhi oleh bentuk dan berat badan.

17
e. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama episode
anoreksia nervosa.
 Pemeriksaan diagnostik
Beberapa tes dilakukan untuk membantu mempersempit
diagnosis, menghilangkan penyebab medis untuk penurunan atau
kenaikan berat badan dan memeriksa adanya komplikasi yang terkait. 3,5
Pemeriksaan fisik yang dilakukan termasuk mengukut tinggi
dan berat badan, memeriksa tanda-tanda vitaldan memeriksa kulit dan
kuku. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah termasuk
pemeriksaan darah rutin, elektrolit, profil protein, serta fungsi hati,
ginjal dan tiroid. 3,5
Pemeriksaan psikologis dapat dilakukan dengan menanyakan
beberapa pertanyaan kesehatan mental berupa pemikiran, perasaan dan
kebiasaan makan. Selain itu, psikologis juga dapat dievaluasi
menggunakan SCOFF (Sick, Control, One stone, Fat, Food). Gangguan
makan dapat dicurigai dengan sensitivitas 84,6% dan spesifitas 89,6%.
Nilai prediktif negatif pada kusioner SCOFF adalah 99,3%, yang
membuat alat ini berguna untuk skrining dalam praktik klinis. 3,5
Penilaian 2-item khusus untuk bulimia nervosa juga dapat
menjadi alat skrining yang efektif. Nilai prediktif positif dan negatif
adalah 22% dan 91%. Kuesioner ini sebelumnya telah terbukti memiliki
sensitivitas 1,00 dan spesifitas 0,90 untuk bulimia nervosa. 3,5
Kuisioner Bulimic Investigatory Test, Edinburgh (BITE) adalah
tes singkat untuk deteksi dan dekripsi bulimia nervosa pada penderita.
Meskipun tidak dimasukkan untuk skrining dalam perawatan primer,
instrument ini dapat digunakan untuk melacak keparahan penyakit pada
pasien dengan penyakit yang diketahui. 3,5
Eating Attitudes Test telah banyak digunakan dalam penelitian
epidemiologi, terutama untuk menilai gejala anoreksia nervosa.
Instrument ini telah divalidasi untuk bulimia nervosa dan dimodifikasi
untuk digunakan pada pasien dengan diabetes mellitus. 3,5
Selain itu, terdapat juga pemeriksaan lain seperti foto x-ray dan
elektrokardiogram untuk mengidentifikasi penyimpangan jantung. 3,5

18
2.4.2.2 Diagnosis Banding Bulimia Nervosa
 Anoreksia nervosa
Anorexia nervosa adalah sindrom yang ditandai oleh tiga kriteria penting,
yaitu: 9
1. Kelaparan yang disebabkan oleh diri sendiri hingga derajat yang
signifikan.
2. Dorongan tanpa henti untuk menjadi kurus atau takut gemuk.
3. Adanya tanda-tanda dan gejala medis akibat kelaparan.
Anoreksia nervosa sering dikaitkan dengan gangguan citra tubuh,
persepsi bahwa seseorang sangat besar meskipun kurus.9
 Binge eating disorder
Binge eating disorder didefinisikan sebagai pesta makan berulang di mana
seseorang makan dalam jumlah besar yang tidak normal dalam waktu
singkat. Ia merupakan gangguan makan yang paling umum dan lebih
banyak terjadi pada wanita dan terkait dengan gaya kepribadian impulsif
dan penyebabnya tidak diketahui. Gangguan makan ini ditandai oleh empat
fitur, yaitu: 9
1. Makan lebih cepat dari biasanya dan sampai kenyang.
2. Makan makanan dalam jumlah besar bahkan saat tidak lapar
3. Makan sendiri.
4. Merasa bersalah atau kesal dengan episode tersebut.
Binges eating disorder harus terjadi setidaknya seminggu sekali selama
setidaknya 3 bulan.

2.4.2.3 Penatalaksanaan Bulimia Nervosa


A. Rawat Inap
Kebanyakan pasien dengan bulimia nervosa tanpa komplikasi
tidak memerlukan rawat inap. Dalam beberapa kasus saat makan jumlah
makan yang besar atau banyak (binge) di luar kendali, perawatan rawat
jalan tidak berhasil, atau pasien menunjukkan gejala kejiwaan tambahan
seperti bunuh diri dan penyalahgunaan narkoba, maka rawat inap
mungkin menjadi perlu. Sebagai tambahan, gangguan elektrolit dan

19
metabolik yang parah dapat membuat pasien harus dirawat di rumah
sakit. 8
B. Psikoterapi
a. Cognitive Behavioral Therapy (CBT). Terapi ini harus dipertimbangkan
sebagai patokan pengobatan lini pertama untuk bulimia nervosa. CBT
mengimplementasikan sejumlah prosedur kognitif dan perilaku untuk
mengganggu siklus perilaku pesta makan sendiri dan diet dan mengubah
kognisi disfungsional individu, yaitu keyakinan tentang makanan, berat
badan, citra tubuh dan keseluruhan konsep diri.8
b. Psikoterapi Dinamis. Perawatan psikodinamik pasien dengan bulimia
nervosa telah mengungkapkan kecenderungan untuk melakukan
mekanisme pertahanan introjektif dan projektif. Suatu cara tertentu
berdasarkan analog dengan pemisahan, pasien membagi makanan
menjadi dua kategori, yaitu makanan yang bergizi dan yang tidak sehat.
Makanan yang ditunjuk bergizi dapat dicerna dan dipertahankan karena
itu secara tidak sadar melambangkan projek yang baik. Namun junk
food adalah secara tidak sadar berhubungan dengan introjek yang buruk.
Pasien untuk sementara dapat merasa baik setelah muntah karena
berfantasi evakuasi, tetapi perasaan “baik-baik saja” yang terkait
dengannya singkat hidup karena didasarkan pada kombinasi pemisahan
yang tidak stabil dan projeksi.8

C. Farmakoterapi
Obat antidepresan telah terbukti membantu dalam mengobati
bulimia nervosa. Ini termasuk serotonin selective reuptake inhibitor
(SSRIs), seperti fluoxetine tetapi dalam dosis tinggi (60 hingga 80 mg
sehari). Imipramine (Tofranil), desipramine (Norpramin), trazodone
(Desyrel), dan monoamine oxidase inhibitors (MAOI) juga membantu
dalam mengobati gangguan makan ini. Secara umum, sebagian besar
antidepresan telah efektif pada dosis yang biasanya diberikan dalam
pengobatan gangguan depresi. Carbamazepine (Tegretol) dan lithium
(Eskalith) digunakan dalam pengobatan pasien dengan bulimia nervosa
dengan gangguan mood komorbiditas, seperti gangguan bipolar I.8

20
2.4.2.4 Prognosis Bulimia Nervosa
Prognosis yang baik dikaitkan dengan durasi penyakit yang
lebih pendek, usia onset yang lebih muda, dan kelompok sosial yang
tinggi. Namun, prognosis yang buruk dikaitkan dengan riwayat
penyalahgunaan zat, riwayat keluarga dengan obesitas, harga diri yang
rendah dan gangguan kepribadia yang parah. Prediktor pasca perawatan
yang konsisten untuk hasil yang lebih baik adalah respons dini terhadap
pengobatan. 4,6,9

BAB 3
KESIMPULAN

Anoreksia nervosa dapat diartikan sebagai aktivitas untuk menguruskan badan


dengan melakukan pembatasan makan secara sengaja dan melalui kontrol yang ketat.
Penurunan berat badan pada anoreksia nervosa diinduksi dengan menghindari 'makanan
yang menggemukkan', kadang-kadang didukung oleh berlebihan berolahraga atau self-
induced purging (muntah atau penyalahgunaan obat pencahar). Faktor biologis, sosial dan
psikologis terlibat sebagai penyebab anoreksia nervosa. Individu dengan anoreksia nervosa
dapat dengan mudah dilihat berdasarkan gejala-gejala yang ditunjukkannya, baik itu dari
perilaku anoreksianya ataupun gejala fisiknya. Penegakan diagnosis terhadap anoreksia
nervosa didasarkan pada kriteria yang terdapat dalam PPDGJ III dan DSM-V. Terapi yang
digunakan untuk mengatasi anoreksia nervosa bisa melalui psikoterapi dan

21
psikofarmakologi. Adapaun dalam pemilihan jenis obat, sampai saat ini belum ada studi
farmakologi yang berhasil menemukan obat yang menghasilkan perbaikan yang pasti
untuk gejala inti anoreksia nervosa. Prognosis anoreksia nervosa umumnya tidak baik. pada
mereka yang kembali mendapatkan berat badan yang cukup, preokupasi terhadap makanan
dan berat badan sering berlanjut, hubungan sosial sering buruk dan depresi sering terjadi.

Bulimia Nervosa ditandai dengan episode berulang makan dengan makanan


jumlah yang besar diikuti oleh perilaku kompensasi. Selain itu, penderita dengan bulimia
menempatkan penekanan berlebihan pada bentuk atau berat badan dalam evaluasi diri
mereka. Banyak orang dengan bulimia nervosa mengalami fluktuasi berat badan dan tidak
kehilangan berat badan, mereka dapat tetap dalam kisaran berat badan normal, sedikit
kurang berat badan, atau bahkan mungkin menambah berat badan. Penderita bulimia
memiliki evaluasi diri negatif, menempatkan kepentingan yang tidak pantas pada berat
badan dan citra tubuh. Ini dapat menyebabkan rasa harga diri yang rendah dan merasa harga
diri seseorang ditentukan oleh penampilannya. Penyabab terjadinya bulimia nervosa akan
berbeda pada setiap penderita. Penyebab yang diketahui termasuk kecenderungan genetik
dan kombinasi faktor lingkungan, sosial dan budaya. Bulimia nervosa umumnya
merupakan penyakit yang dapat disembuhkan ketika didiagnosis dini. Namun demikian,
hasil yang lebih baik bersamaan dengan pencegahan dan deteksi dini kebiasaan makan
yang abnormal.

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn M. A
No. RM : 176414
Umur : 31 tahun
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Pekerja
bangunan
Alamat : Galesong

22
Masuk RSKD Provinsi Sulawesi Selatan untuk kedua kalinya
pada tanggal 01 April 2019, pukul 12:05 WITA, diantar oleh
sepupu pasien dan tante pasien

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Diperoleh dari catatan medis, autoanamnesis, dan alloanamnesis
dari:
Nama : Ny. R
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Hubungan dengan pasien : Tante Pasien

23
A. Keluhan Utama
Gelisah
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Dialami sejak kurang lebih 3 hari yang lalu sebelum masuk RSKD Makassar,
pasien suka berteriak-teriak, menyanyi-nyayi, sholawat dan syahadat, suka
bicara sendiri dan kadang-kadang pasien suka melamun. Pasien juga selalu
mondar mandir di rumah dan suka keluar dari rumah (kembali jika di
cari/dijemput), pasien merasa tidak nyaman jika ada di dalam rumah karna
sering mendengar suara suara yang menceritakan dan mengejek pasien yang
sudah dialami lebih dari 1 bulan sehingga pasien setiap hari berkeliaran di
sekitar kompleks , 3 hari terakhir pasien tidak mandi tetapi makan baik. 1
minggu ini pasien sering tidur pukul 20.00 sampai pukul 08.00 dan 3 hari
terakhir pasien tidak tidur (mondar-mandir). Pasien merasa bahwa ia
mendengar suara laki-laki yang bercerita tidak baik tentang pasien sejak 1
bulan . Pasien juga pernah merasa bahwa dia yang paling jago, paling kuat dan
hebat.
Kedua orang tua pasien telah mninggal, ibu meninggal tahun 2008,

ayah meninggal karena kecelakaan ,maret 2009 dan kakak-kakak pasien

juga sudah meninggal semuanya, dan juga pasien berpisah dengan istrinya

tahun 2015 lalu dengan tuduhan KDRT.

1. Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ditemukan adanya riwayat penyakit fisik bermakna seperti infeksi,
trauma, kejang dan medis umum lainnya.

2. Riwayat Penggunaan NAPZA


Pasien tidak ada riwayat NAPZA.

3. Riwayat Gangguan Psikiatrik Sebelumnya


Pasien pernah di rawat dengan keluhan mengamuk, suka berteriak-teriak dan
bicara sendiri 1 tahun lalu, Pasien di rawat di RSKD sekitar 2 bulan, lalu
membaik dan di pulangkan. Pasien rutin minum obat namum berhenti karena
pasien merasa sudah sembuh.

24
C. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir normal, Berat badan lahir tidak diketahui. Ibu pasien juga tidak
pernah mengalami perdarahan dan penyakit fisik selama kehamilan.

2. Riwayat Masa Kanak Awal (Usia 1-3 tahun)


Pasien tinggal bersama orang tua dan ke empat saudaranya. Pasien
mendapatkan ASI tapi tidak diketahui sampai berapa lama. Pasien tidak
mengalami keterlambatan dalam perkembangan sesuai dengan umur.
Pergaulan pasien dengan teman sebayanya baik.

3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (Usia 4-11 tahun)


Pasien tidak masuk pendidikan taman kanak-kanak, masuk sekolah dasar
dan lulus dengan nilai yang baik.

4. Riwayat Masa Kanak Akhir (12-14 tahun)


Pasien masuk sekolah menengah pertama dan lulus dengan nilai yang
memuaskan, pasien termasuk anak yang berprestasi di kelasnya

5. Riwayat Masa Remaja (15-18 tahun)


Pasien tidak melanjutkan lagi sekolahnya karena masalah ekonomi,
keluarga pasien tidak bisa menanggung biaya untuk melanjutkan biaya kejenjang
pendidikan selanjutnya (SMA)

6. Riwayat Masa Dewasa


a. Riwayat Pekerjaan
Sebelum sakit pasien bekerja sebagai pekerja bangunan

b. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah di tahun 2015 dan pisah di tahun yang sama, dan mempunyai 1
orang anak, yang di asuh oleh (mantan) istrinya.

c. Riwayat Psikoseksual
Pasien mimpi basah pertama kali pada saat berumur 12 tahun. Pasien tidak
pernah mengalami kekerasan seksual sebelumnya. Hubungan suami istri
dilakukan pertama kali setelah menikah dengan istrinya.

d. Riwayat Agama
Pasien adalah seorang yang memeluk agama islam

25
e. Riwayat Militer
pasien tidak memiliki riwayat militer

f. Riwayat pelanggaran hukum


pasien tidak memiliki riwayat pelanggaran hukum

g. Aktivitas social

Tidak diketahui hubungan pasien dengan teman-teman terdekatnya, tapi


pasien adalah orang yang suka bersosialisasi dengan tetangga sekitar, namun
setalah 1 tahun terakhir pasien sering menyendiri dan suka melamun.

h. Riwayat keluarga

Pasien anak keempat dari empat bersaudara (♂,♂,♂,♂) . Ayahnya adalah


seorang pribadi yang keras dan suka memukul. Saat pasien masih kecil sering
sekali dimarahi dan dipikuli. Ibu pasien meninggal pada tahun 2008 dan ayah
meninggal maret 2009 dan semua kakak pasien juga sudah meninggal.

Pasien sudah menikah di tahun 2015 dan bercerai di tahun yang sama karena
pasien dituduh melakukan KDRT.

26
Situasi Kehidupan Sekarang

Sekarang pasien tinggal dirumah tantenya.

i. Persepsi Pasien Tentang diri dan Lingkungannya


Secara umum, pasien merasa dirinya tidak sakit namun orang lain menyatakan
bahwa dirinya sakit (gila).

III. PEMERIKSAAN FISIS DAN NEUROLOGIS


A. Status Internus
Keadaan umum tidak tampak sakit, gizi kurang, kesadaran compos mentis,
tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 82 kali/menit, frekuensi pernafasan 22
kali/menit, suhu tubuh 36,7°C, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus.
Jantung, paru-paru, dan abdomen kesan dalam batas normal, keempat
ekstremitas dalam batas normal.
B. Status Neurologis
Gejala rangsang selaput otak: kaku kuduk (-), Kernig’s sign (-), pupil bulat dan
isokor 2,5 mm/2,5 mm, refleks cahaya (+), fungsi motorik dan sensorik dalam
batasnormal.

C. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


 Deskripsi Umum
1. Penampilan
Seorang laki-laki, wajah tampak sesuai dengan umurnya (31 tahun),
perawakan kurus, kulit sawo matang, rambut hitam agak panjang dan diikat,
memakai baju kaos berwarna merah, celana pendek abu-abu, perawatan diri
kesan kurang.

2. Kesadaran
Berubah
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Gelisah
4. Pembicaraan
Spontan, lancar, dan intonasi meningkat.

27
5. Sikap terhadap pemeriksa
Tidak kooperatif

 Keadaan Afektif
1. Mood : sulit dinilai
2. Afek : labil
3. Keserasian : tidak serasi
4. Empati : tidak bisa diraba rasakan
 Fungsi Intelektual (Kognitif)
1. Taraf Pendidikan
Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan tingkat
pendidikannya yakni Tamat SMP
2. Orientasi
a. Waktu :baik
b. Tempat :baik
c. Orang :baik
3. Daya Ingat
a. Jangka Panjang : terganggu
b. Jangka Sedang : baik
c. Jangka Pendek : baik
d. Jangka Segera : baik
4. Konsentrasi dan Perhatian
Mudah teralih
5. Pikiran Abstrak
Terganggu
6. Bakat Kreatif
Tidak ada
7. Kemampuan Menolong diri
sendiri
Tidak terganggu
 Gangguan Persepsi dan Pengalaman Diri
1. Halusinasi
o halusinasi auditorik : mendengar suara laki-laki yang menyindir seperti
bercerita tidak baik tentang pasien dan merasa ingin dicelakai
.

28
o Halusinasi Visual : tidak ada

2. Ilusi
Tidak ada
3. Depersonalisasi
Tidak ada
4. Derealisasi
Tidak ada
 Proses Berpikir
1. Produktivitas : cukup
2. Kontinuitas : relevan
3. Isi Pikiran :
 Waham Kebesaran :
o Pasien adalah orang yang sangat jago, kuat dan hebat.
 Waham Persekutorik :
o Tidak ada
 Delusion of Passivity :
o Tidak ada

 Pengendalian Impuls
Tidak terganggu

 Daya Nilai dan Tilikan


1. Norma Sosial : tidak terganggu
2. Uji daya nilai : tidak terganggu
3. Penilaian Realitas : terganggu
4. Tilikan : Pasien menyangkal dirinya sakit
(Tilikan 1)

 Taraf dipercaya : Dapat dipercaya

29
IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

 Seorang pasien laki-laki 31 tahun dibawa ke RSKD Dadi dengan keluhan


gelisah

 Pasien suka berteriak-teriak, menyanyi-nyayi, sholawat dan syahadat,


suka bicara sendiri dan kadang-kadang pasien suka melamun, Tidur
terganggu (tidak tidur 3 hari), suka mondar-mandir di rumah, tidak betah di
rumah

 Kedua orang tua dan saudara-saudara pasien telah meninggal, dan telah
bercerai dengan istrinya.

 Sebelumya pasien adalah orang yang suka bersosialisasi dengan


tetangganya

Pada pemeriksaan status mental didapatkan:

 Tampak laki-laki 31 tahun wajah tampak sesuai umur, memakai baju


kaos warna merah, celana pendek abu-abu, perawakan kurus, kulit sawo
matang, rambut ikal hitam agak panjang, perawatan diri kesan normal.

 Mood sulit dinilai, afek tumpul, empati dapat diraba rasakan

 Gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik : pasien merasa ada suara


laki-laki yang bercerita kurang baik tentang pasien

 Gangguan isi piker berupa waham : pasien merasa bahwa ia sangat jago,
hebat dan kuat.

V. FORMULASI DIAGNOSTIK DAN EVALUASI MULTIAKSIAL

Aksis 1
Berdasarkan alloanamnesis, autoanamnesis, dan pemeriksaan status mental
didapatkan gejala klinis yang bermakna, yaitu Pasien suka berteriak-
teriak,pasien mendengar suara suara yang menyindir pasien secara terua
menrus dan sering berbicara sendiri. Pasien tidak nyaman di rumah dan sering

30
keluar rumah dan tidak kembali kecuali dicari atau dijemput. Pasien tidak tidur
sejak 3 hari yang lalu. Keadaan ini menimbulkan penderitaan (distress) pada
pasien, keluarga, dan masyarakat sekitar, serta terdapat hendaya (disability)
pada fungsi psikososial, pekerjaan, dan penggunaan waktu senggang sehingga
dapat disimpulkan bahwa pasien menderita Gangguan jiwa.
Pada pemeriksaan status internus dan neurologis tidak ditemukan adanya
kelaianan, sehingga kemungkinan adanya gangguan mental organik dapat
disingkirkan dan berdasarkan PPDGJ-III didiagnosis Gangguan Jiwa
Psikotik Non Organik.
Pada pemeriksaan status mental didapatkan hendaya berat dalam menilai realita
berupa halusinasi auditorik, waham, adanya afek tumpul, dan keadaan gaduh
gelisah yang menetap selama lebih dari 1 bulan sehingga termasuk Skizofrenia.
Pada pemeriksaan staus mental didapatkan hendaya berat dalam menilai
realita berupa halusinasi auditorik yang menceritaka tentang dirinya yang
kurang baik secara terus menerus, waham kebesaran, adanya afek tumpul dan
keadaan gelisah yang menetap lebih dari 1 bulan sehingga dapat termasuk
Skizofrenia Paranoid (F20.0).

Aksis 2

Ciri kepribadian tidak khas, pasien adalah orang yang suka


bersosialisasi dengan tetangga nya.

Aksis 3

Tidak ada diagnosis

Aksis 4

Stressor psikososial tidak jelas

Aksis 5

GAF Scale saat ini: 50-41 (gejala berat dan disabilitas berat yang
berhubungan dengan realita dan komunikasi interpersonal).

31
VI. DAFTAR MASALAH
1. Organobiologik
Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna

2. Psikologik
Ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realita berupa halusinasi
auditorik, waham, adanya afek tumpul dan keadaan gelisah lebih dari 1 bulan
sehingga pasien memerlukan psikoterapi.

3. Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan, dan penggunaan
waktu senggang sehingga perlu dilakukan sosioterapi.

VII. RENCANA TERAPI


A. Psikofarmakoterapi
Risperidon 2 mg / 12 jam / Oral
Clozapine 25 mg / 24 jam / Oral / Malam

B. Psikoterapi
- Suportif
Memberikan dukungan kepada pasien untuk dapat
membantu pasien dalam memahami dan menghadapi penyakitnya.
Memberi penjelasan dan pengertian mengenai penyakitnya, manfaat
pengobatan, cara pengobatan, efek samping yang mungkin timbul
selama pengobatan, serta memotivasi pasien supaya mau minum
obat secara teratur.
- Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada orang-orang terdekat pasien
sehingga bisa menerima keadaan pasien dan memberikan dukungan
moral serta menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
membantu proses penyembuhan dan keteraturan pengobatan.
VIII. PROGNOSIS

32
Ad Vitam : Bonam
Ad functionam : Dubia ad Bonam
Ad sanationam : Dubia ad malam

IX. PEMBAHASAN DAN DISKUSI


Skizofrenia terdiri dari dua kata yaitu skizo (pecah) dan frenia

(kepribadian). Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik dengan

gangguan dasar pada kepribadian, distorsi proses pikir, waham yang aneh,

gangguan persepsi, afek yang abnormal. Meskipun demikian, kesadaran paien

tetap jernih, kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu. Pasien mengalami

hendaya berat dalam menilai realitas(pekerjaan, sosial dan waktu senggang)

Berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III),

skizofrenia dapat ditegakkan apabila memenuhi kriteria :

 Harus ada sedikitnya 1 gejala berikut ini (dan biasanya 2 gejala atau lebih

bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :

- Thought echo (isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam

kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun

kualitasnya berbeda), thought insertion or withdrawal (isi pikir yang asing dari luar

masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh

sesuatu dari luar dirinya (withdrawal), thought broadcasting (isi pikirannya tersiar

keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya).

- Delusion of control (waham tentang dirinya dikendalikan oleh sesuatu

kekuatan tertentu dari luar), delusion of influence (waham tentang dirinya

dipengaruhi oleh sesuatu kekuatan terentu dari luar), delusion of passivity (waham

tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar),

33
delusion of perception (pengalaman inderawi yang tidak wajar yang bermakna

sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat)

- Halusinasi auditorik : suara halusinasi yang berkomentar secara terus-

menerus terhadap perilaku pasien, mendiskusikan perihal pasien di antara mereka,

jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

- Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budaya setempat dianggap

tidak wajar dan sesuatu yang mustahil.

 Atau paling sedikit 2 gejala di bawah ini yang harus ada secara jelas :

- Halusinasi yang menetap dari pancaindra apa saja, apabila disertai baik oleh

waham yang mengambang maupun setengah terbentuk tanpa kandungan afektif

yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan yang menetap, atau terjadi

setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus.

- Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation),

yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.

- Perilaku katatonik

- Gejala-gejala “negatif” : seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang dan

respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan

penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus

jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi

neuroleptika.

 Adanya gejala tersebut di atas berlangsung selama kurun waktu satu bulan

atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).

 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan.

34
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V edisi Text

Revision (DSM - V) diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan dengan Kriteria A yaitu

ditemukan dua atau lebih gejala karakteristik berupa waham, halusinasi, bicara

kacau, perilaku yang sangat kacau atau katatonik, serta gejala negatif, yang masing-

masing terjadi dalam porsi waktu yang signifikan selama periode 1 bulan.

Berdasarkan hasil autoanamnesis dan alloanamnesis, didapatkan adanya gejala

klinis yang bermakna yang mana pasien gelisah dirasakan sejak 1 tahun lalu

memberat sejak kurang lebih 3 hari yang sebelum masuk RSKD DADI Makassar,

pasien suka berteriak-teriak, dan merasa mendengar suara suara yang mengancam

dan bercerita tentang pasien sertapasien suka menyanyi-nyayi, sholawat dan

syahadat, suka bicara sendiri dan kadang-kadang pasien suka melamun. Mood

pasien sulit dinilai, afek tumpul. Pasien mengalami gangguan persepi yaitu

halusinasi auditorik yang mana pasien mendengar ada seseorang yang bercerita

buruk tentannya secara terus menerus dan gangguan isi piker yaitu waham

kebesaran yang mana pasien merasa sangat jago, kuat dan hebat.

SKIZOFRENIA PARANOID (F20.0)


PEDOMAN DIAGNOSTIK DARI PPDGJ III
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Sebagai tambahan :
o Halusinasi dan/atau waham harus menonjol:
a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming) atau bunyi tawa (laughing)
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-
lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol
c. Waham dapat berupa hamper setiap jenis tetapi waham dapat dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence) atau “passivity” (delusion

35
of passivity) dan keyakin dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling
khas.
Gangguan afektif dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala kataonik
secara relative tidak nyata/tidak menonjol.1
Pada pasien didapatkan hendaya berat dalam menilai realita berupa halusinasi

auditorik, waham, adanya afek tumpul, dan keadaan gaduh gelisah yang menetap

selama lebih dari 1 bulan sehingga termasuk Skizofrenia. Kriteria umum diagnosis

Skizofrenia dengan adanya halusinasi auditorik yang mengancam pasien, dan

waham persekutorik yang menonjol, sehingga pasien didiagnosis dengan

Skizofrenia Paranoid.

Pasien ini diberikan Risperidon 2 mg, sesuai dengan terapi antipsikosis atipikal.

Risperidon bekerja dengan cara menghambat reseptor serotonin dan dopamine.

Pasien juga diberikan Clozapin 25 mg yang merupakan obat antipsikosis lainya

bekerja dengan cara menghambat serotonin alfa adrenergik. Selain itu, pasien

diberikan Trihexyphenidyl 2 mg untuk mengobati gejala ekstrapiramidal. Gejala

ekstrapiramidal ini muncul akibat penggunaan obat antipsikotik. Trihexyphenidyl

bekerja dengan cara menghambat asetilkolin.

Pasien diberikan psikoterapi berupa terapi suportif dan sosioterapi. Hal ini

sesuai karena terapi tersebut terbukti efektifitasnya dalam kasus gangguan

psikotik. Terapi suportif bertujuan untuk memberikan dukungan kepada pasien

untuk dapat memahami dan menghadapi penyakitnya. Memberi penjelasan dan

pengertian mengenai penyakitnya, manfaat pengobatan, cara pengobatan, efek

samping yang mungkin timbul selama pengobatan, serta memotivasi pasien

supaya mau minum obat secara teratur. Terapi sosioterapi dilakukan untuk

keluarga pasien, atau orang yang ada disekitar pasien agar dapat menerima

keadaan pasien dan menciptakan suasana yang mendukung untuk membantu

36
proses penyembuhan dan keteraturan pengobatan. Serta juga dapat diberikan

terapi kognitif bertujuan untuk mengurangi gejala depresi dan mencegah

rekurensi, dengan cara mengajarkan pasien untuk mengidentifikasi masalah dan

mengubah pola pikir pasien menjadi lebih positif.

Skizofrenia diketahui umum merupaka suatu gangguan yang tidak dapat

sembuh secara total. Jadi meskipun di rawat secara baik di rumah sakit, gejala

masih dapat ada tapi mungkin lebih kurang dari sebelumnya. Ketika penderita

skizofrenia dikembalikan ke rumah, ada tantangan-tantangan baru yang membuat

penderita harus bertahan dalam kehidupan yang belum tentu baik. Untuk itu

penting bagi penderita skizofrenia unruk mencari makna dalam hidupnya

mengingat pentingnya makna hidup bagi setiap manusia. Secara tidak langsung,

penderita skizofrenia dapat mempertahankan kesembuhan dan meminimalisir

potensi untuk relaps dan penilaian bagaimana penderita skizofrenia memaknai

hidupnya juga bergantung dengan status mental penderita itu sendiri.

LAMPIRAN WAWANCARA

37
(Tanggal 1 April 2019 IGD RSKD)

Seorang laki-laki dibawa oleh keluarganya dengan wajah tampak sesuai umur
(31 tahun), perawakan normal, postur tubuh tegap, rambut kusut, kulit kecoklatan,
mengenakan pakaian kaos berwarna merah dan bawahan celana berwarna hitam,
perawatan diri terkesan kurang baik, pasien nampak kurang terawat.

ALLOANAMNESIS
D (Dokter Muda)
R (Tante Pasien)

D : Assalamualaikum ibu, perkenalkan saya dokter ifah, kita’ keluarganya


pasien ?
R : Waalaikumussalam dok, iye saya tantenya A
D : Ibu tinggal satu rumah dengan pak A?
R : Iye dok, saya yang asuh setelah ibunya meniggal
D : Tabe’ siapa namata ibu dan darimana ibu?
R : Saya R dari galesong Takalar
D : Oh, iye ibu, tabe’ saya mau Tanya tanyaki tentang pak A Ibu
R : oh, iye dok
D : Iye, ada yang bisa saya bantu ibu?. Knapa pak A dibawa kesini?
R : Iye dok, sudah 3 hari tidak tidur
D :Oh, 3 hari tidak tidur, gelisah pak A ibu?
R : Iye, Gelisah ki d an kadang mengamuk
D : Sejak kapan gelisahnya itu ibu?
R : sudah 3 harimi ini dok, dia mondar-mandir selaalu keluar rumah, krna
Gelisah mungkin dok dia tidak tidur sudah tiga hari ini dok
D : Klo pak A gelisah apa lagi dia biat ibu?
R :dia bicara-bicara sendiri dok, dia tuduh sembarang orang baru berteriak
teriak, sampe-sampe biar
subuh mau keluar rumah, itumi saya juga tidur dok
D : Oh, sudah berapa lamami itu bicara sendiri dan berteriak-teriak ibu?
R :aih, klo itu sdh lama sekalimi skitar 5 minggu mi dok, krna dia sudah
pernahmi dirawat disini
Karna begituki dok
D : Kapan itu ibu dirawat dan berapa lama?
R : Tahun kemarin dok, 2 bulan kayaknya dirawat
D :Oh, berarti dikasi obat di ibu?, rajinnji minum obat?
R : Iye dikasiji dok, cuman dia sudah tidap pernah minum obat setelah itu,
Karna dia merasa sudah baik, dan tidak enak kalau dia minum obat
katanya tidak bisa kerja.
D : Ohhhh, kan tadi ibu bilang pak A biasa bicaara sendiri, apami itu dia
bicarakan?
R : biasanya kudengar dia bicara sama wali, baru biasa klo bicara begitu
kayak orang a’tapa (bertapa), biasa juga dia ketawa sendiri, tiba-tiba dia
berteriak, dia juga sering patuatuai orang bicara kotor lalu na tuduh orang
bicarai dirinya, terus ada jimaknya itu dok, dia tidak mau lepas
ditangannya.
D : Oh, pernah dia kasi tauki klo ada dia dengar?

38
R :Iye dok, dia kasi tauka, tetangga di samping rumah dia tuduh mau
pukulki, padahal dia yang lempari batu rumahnya orang
D : kalau begituki pak A, bagaiman makanya dan dia bisa mandi sendiriji?
R : kalau makannya baikji dok, klo dikasi makanan dia makanji, tapi kalu
mandinya sudah 3 hari tidak mandi dok
D : Sebelumnya muncul gelisahnya dulu, kita’ tau kira-kira pak A ini kenapa,
atau mungkin ada masalahnya?
R : Mungkin dok dulu karna terlalu cepat ditinggal orang tuanya, dan tidak
adami keluarganya.
D :ohh, sejak kapan itu ditinggal sma keluarganya ibu?
R : Lama sekalimi dok, pertama ibunya dulu meninggal sekitar tahun 2008
lalu disusul sma bapaknya 1 tahun kemudian, lalu suadara saudaranya juga
meniggal ibu
D : Ohh, ibunya meninggal karna apa ibu?
R : Karna sakit ki ibu tidak kutaumi skai apa itu, krna dirawat dirumahji,
kalau bapaknya karna kecelakaan dan kakaknya juga
D :ohh, Pak A sudah berkeluarga?
R :Iye dok, sudahmi menikah adami anaknya 1 tapi ceraiki sama istrinya
karna dituduh KDRT
D :Sejak kapan cerainya ibu?
R : Tahun 2015 dok
D : ohh, ini pak A anak keberapa ibu?
R : Anak ke empat, laki laki semua bersaudara 4 orang
D :Ohh, anak terakhir, maaf ini ibu mau bertanya, sebelumnya ada keluarga
yang pernah sakit begini juga?
R : Tidak adaji dok, Cuma memang bapaknya sering marah marah dulu
D :Maaf ibu, ini pak A waktu kecil sampai dewasa bagaimana orangnya
R :Dia memang agak pendiam orangnya
D : kalau sama teman temannya waktu kecil bagaimana
R : Oh, baikji dok, sama kayak anak-anak yang lain
D :Bagaiaman waktu sekolah?
R :dia tidak ikut TK dok, tapi berprestasiji waktu sekolah, cuman syang tidak
dilanjut sekoahnya krna tidak sanggup maki kasyan bayar
D : Ohh, begitu ibu,waktu dilahirkan pak A, dibantu sama siapa?
R : dibantu sama dukun kampung
D : Waktu kecil pernah sakit-sakit demam atau kejang ibu?
R : Tidak pernahji dok
D :waktu kecil minum ASI,berapa lama?
R : Iye, agak lama itu karena tidak ada adeknya
D :maaf ibu, tidak pernahji pak A kita dapati knsumsi obat-oba?
R :Ohh, yang obat terlarang tidak pernahji dok, cuman waktu kerjami
merokokmi dok
D :Ohh, iye ibu, kalau jatuh atau kecelakaan pernah?
R : tidak pernah ji dok, ituji waktu dia dirawat disini ada yang pukul matanya
D : Ohh iye, makasih ibu, dudukmi dulu disini, nanti kita’ mau ditanya lagi
sma dokter
AUTOANAMNESIS

D : Assalamualaikum pak A

39
A : (Nyengir dan bicara kotor)
D : Siapa namata pak?
A :A
D :Dimanaki sekarang?
A : di dadi tohhh…hahaahah
D : ada kita dengar suara selain saya
A : Tidakji (sambil menunduk dan ketawa)
D : Siapa bawaki kesini?
A :Tanteku sama tetangga anjing
D : kita minum obat ta pak dulu?
A : tidak, tidak kusuka (sambil ketawa dan menghadap samping lalu
bercerita sendiri)
D : Pak A, knapa tidak minum obat?
A : Ka tidak sakitja (sambil nyengir dan ketawa sendiri dan bicara kotor)

DAFTAR PUSTAKA

40
1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Psikatri (2nd
ed). Sylvia DE, Gitayanti H, editor. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2013;
2. Maslim Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas
dari PPDGJ III dan DSM 5. Cetakan 2 (2013). Jakarta: Penerbit Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa Fk-Unika Atma Jaya. Di cetak oleh PT. Nuh Jaya
3. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi
2014. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, 2014
4. Amir Syarif et al. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI Jakarta.
2012
5. Sadock, Benjamin James et al. Synopsis of Psychiatry. Philadelphia:
Wolters Kluwer; 2015
6. Yogeswary K. Schizoaffective disorder: An overview. Bali: International
Journal of Clinical Psychiatry, 2014.p. 12.
7. Stöppler MC. 2013. Schizoaffective disorder. http://www.medicinenet.com.
(akses: 19 Februari 2017)
8. Surbakhti R. A 30 Years Old Man with Depressed Type of Schizoaffective
Disorder. Lampung: J Medula Unila, 2014. p. 90.

41

Anda mungkin juga menyukai