Anda di halaman 1dari 28

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/Tahun 2019


**Pembimbing

GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF


(OBSESSIVE COMPULSIVE DISORDER)

Oleh

Dhika Mahardani G1A218115


Adelya Dwi Asyifah G1A218116
Ghani Hukma Fadlullah G1A218089

Pembimbing: dr. Victor Eliezer, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Clinical Science Session (CSS)

GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF


(OBSESIVE COMPULSIVE DISORDER)

DISUSUN OLEH

Dhika Mahardani G1A218115


Adelya Dwi Asyifah G1A218116
Ghani Hukma Fadlullah G1A218089

Telah diterima dan dipresentasikan sebagai salah satu tugas


Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi
Program Studi Kedokteran Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Jambi, April 2019

PEMBIMBING

dr. Victor Eliezer, Sp.KJ

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan
Clinical Science Session ini dengan judul “Gangguan obsesif kompulsif”. Laporan
ini merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Victor Eliezer, Sp.KJ selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan sehingga laporan Clinical Science Session ini dapat terselesaikan dengan
baik dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan
ini.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis.
Sebagai penutup semoga kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita khususnya
dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.

Jambi, April 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ i

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

BAB II.............................................................................................................. 3

2.1 Definisi ..................................................................................................... 3

2.2 Epidemiologi ............................................................................................ 4

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko .................................................................... 5

2.4 Patofisiologi ............................................................................................ 6

2.5 Gambaran Klinis .................................................................................... 9

2.6 Diagnosis .................................................................................................. 12

2.7 Diagnosis Banding .................................................................................. 15

2.8 Penatalaksanaan ..................................................................................... 17

2.9 Perjalanan Penyakit dan Prognosis ..................................................... 21

BAB III............................................................................................................ 22

3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 22

3.2 Saran ....................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 23

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan obsesif kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder disingkat OCD)


adalah gangguan neuropsikiatrik umum yang ditandai dengan adanya obsesi
dan/atau kompulsi yang menghabiskan banyak waktu dan menyebabkan distres
dan hendaya pada kehidupan pasien. OCD dapat diderita semua kelompok usia
tidak tegantung pada ras, status sosioekonomik atau agama. OCD diperkirakan
menghabiskan biaya 8 milyar dolar pertahun di Amerika Serikat.1
Gangguan obsesif kompulsif berasal dari dua kata yaitu obsession yang
berarti pikiran, ide, atau dorongan yang kuat dan berulang yang sepertinya
berbeda di luar kemampuan seseorang untuk mengendalikannya. Sedangkan
compulsion adalah tingkah laku yang repetitive seperti mencuci tangan atau
memeriksa kunci berulang-ulang yang dilakukan seseorang sebagai suatu
keharusan. Obsesi bisa menjadi sangat kuat dan menetap sehingga mengganggu
kehidupan sehari-hari dan menimbulkan distres dan kecemasan yang signifikan.
Sementara kompulsi sering muncul sebagai tindak lanjut dari pikiran obsesif yang
muncul dalam frekuensi yang sering dan kuat, sehingga mengganggu kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan distres yang signifikan.2
Gangguan obsesif kompulsif (OCD) secara klinis merupakan kelainan
heterogen dengan gambaran simtomatik bervariasi. Usia onset bervariasi dari
masa kanak-kanak awal hingga dewasa. Sebanyak 30-50% individu dengan OCD
mengalami onset pada masa kanak-kanak, sering sebelum usia 10 tahun.
Kemungkinan OCD onset-masa kanak-kanak merupakan bentuk kelainan
perkembangan saraf yang berbeda.3
Insidensi OCD mempunyai dua puncak dengan distribusi jenis kelamin yang
berbeda, puncak pertama pada masa kanak-kanak, dengan gejala paling banyak
muncul antara usia 7-12 tahun dan jumlahnya lebih banyak pada laki-laki. Puncak

5
kedua terjadi pada masa dewasa muda dengan usia rata-rata 21 tahun dan sedikit
lebih didominasi oleh perempuan.1
Di Indonesia, prevalensi OCD sekitar 2-2,4%, dan sebagian besar gangguan
dimulai pada saat remaja atau dewasa muda (umur 18-24 tahun), tetapi bisa terjadi
pada masa kanak. Puncak usia dari permulaan serangan bagi laki-laki adalah 6-15
tahun, dan untuk perempuan adalah usia 20-29 tahun. Perbandingan antara laki-
laki dan perempuan sama.2
OCD menyebabkan efek yang merugikan kesejahteraan hidup pasien; lebih
dari setengah pasien melaporkan adanya distres sedang hingga berat akibat obsesi
dan kompulsi. OCD mengganggu performa kerja, interaksi sosial dan hubungan
keluarga. OCD merupakan gangguan kronis dan mungkin menetap jika tidak
ditangani secara efektif. Hampir 70% pasien melaporkan adanya perjalanan gejala
yang berlanjut. Waktu yang diperlukan untuk pengobatan setelah ditemukan
kriteria diagnosis OCD pada pasien adalah 11 tahun. Beberapa penelitian bahkan
menyebutkan butuh waktu 14-17 tahun dari dimulainya OCD bagi pasien untuk
memperoleh pengobatan yang sesuai. Penundaan ini diakibatkan oleh banyak
faktor, termasuk keengganan pasien untuk melaporkan gejala dan tidak
dikenalinya OCD oleh dokter. Beberapa pasien memilih untuk menyembunyikan
gejala mereka, karena takut malu dan adanya stigma. Oleh karena itu, banyak
orang dengan OCD tidak mencari bantuan klinisi jiwa profesional hingga
bertahun-tahun setelah onset gejala. Hingga saat ini, kesadaran publik terkait
OCD masih kurang, banyak orang tidak tahu bahwa gejala mereka merujuk pada
suatu penyakit yang sebetulnya dapat diobati.4,5
Berdasarkan alasan tersebut di atas, penulis tertarik untuk membahas tentang
gangguan psikiatri Obsessive Compulsive Disorder (OCD).

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gangguan Obsesif-kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder OCD) adalah
gangguan kecemasan yang ditandai oleh pikiran-pikiran obsesif yang persisten
dan disertai tindakan kompulsif. Kondisi dimana individu tidak mampu
mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak
diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat
mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya.1
Penderita mengetahui bahwa perbuatan dan pikirannya itu tidak masuk akal, tidak
pada tempatnya atau tidak sesuai dengan keadaan, tetapi ia tidak apat
menghilangkannya dan juga ia juga tidak mengerti mengapa ia mempunyai
dorongan yang begitu kuat untuk berbuat dan berpikir demikian. Bila tidak
menurutinya, maka akan timbul kecemasan yang hebat.2
Gangguan Obsesif-kompulsif membutuhkan adanya obsesi atau kompulsi
yang merupakan sumber gangguan atau kerusakan yang signifikan dan bukan
karena gangguan mental lainnya.3 Gannguan Obsesif-kompulsif diklasifikasikan
dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition,
Text Revision (DSM-IV-TR) sebagai gangguan kecemasan.4

Gambar 1. Siklus OCD.13


2.2 Epidemiologi

7
Prevalensi dari gangguan obsesif kompulsif pada populasi umum adalah 2
-3%. Pada sepertiga pasien obsesif kompulsif, onset gangguan ini adalah sekitar
usia 20 tahun, pada pria sekitar 19 tahun, dan pada wanita sekitar 22 tahun.
Perbandingan yang sama dijumpai pada laki-laki dan perempuan dewasa, akan
tetapi remaja laki-laki lebih mudah terkena daripada remaja perempuan.6
Untuk orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama mungkin terkena, tetapi
untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif
kompulsif dibandingkan perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20
tahun. Secara keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala
sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala
setelah usia 35 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena gangguan
obsesif kompulsif dibandingkan orang yang menikah..6
Di AS, prevalensi seumur hidup OCD adalah 1,6%. Gejala biasanya dimulai
selama masa remaja, dan lebih dari 50% orang yang terkena memiliki onset gejala
sebelum usia pertengahan 20-an. Lebih dari setengah pasien melaporkan distres
sedang sampai berat akibat obsesi dan kompulsi. OCD mengganggu performa
kerja, interaksi sosial, dan hubungan keluarga. OCD merupakan gangguan kronis
dan mungkin menetap jika tidak ditangani secara efektif. Hampir 70% pasien
melaporkan adanya perjalanan gejala yang berlanjut. Waktu yang diperlukan
untuk pengobatan setelah ditemukan kriteria diagnosis OCD pada pasien adalah
11 tahun. Penundaan ini diakibatkan oleh banyak faktor, termasuk keengganan
pasien untuk melaporkan gejala dan tidak dikenalinya OCD oleh dokter. Beberapa
pasien memilih untuk menyembunyikan gejala mereka, karena takut malu dan
adanya stigma.4
Pasien dengan gangguan obsesif kompulsif umumnya dipengaruhi oleh
gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat
pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif adalah kira-kira 67% dan untuk
fobia sosial adalah 25%. Diagnosis psikiatrik komorbid lainnya pada pasien
dengan gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan pengaruh alkohol, fobia
spesifik, gangguan panik, dan gangguan makan.7 Pasien dengan gangguan obsesif
kompulsif biasanya merupakan orang-orang yang pemalu, keras kepala,

8
perfeksionis, suka menghakimi, sangat berhati-hati, kaku, dan pencemas yang
kronis yang menghindari keintiman dan hanya menikmati sedikit kesenangan
dalam hidupnya. Mereka suka bimbang dan banyak permintaannya dan seringkali
dianggap sebagai orang yang dingin, pendiam, dan tidak ramah.8

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko

1. Faktor Biologi
Penjelasan yang mungkin tentang gangguan obsesif kompulsif adalah
keterlibatan neurotransmitter di otak, khususnya kurangnya jumlah serotonin.
Keterlibatan serotonin ini belum sebagai penyebab individu mengalami gangguan
obsesif kompulsif, melainkan sebagai pembentuk dari gangguan ini.8
Fungsi serotonin di otak ditentukan oleh lokasi system proyeksinya. Proyeksi
pada konteks frontal diperlukan untuk pengaturan mood, proyeksi pada ganglia
basalis bertanggung jawab pada gangguan obsesi kompulsi.9
2. Faktor Perilaku
Menurut teori, obsesi adalah stimulus yang terkondisi. Sebuah stimulus yang
relatif netral diasosiasikan dengan rasa takut atau cemas melalui prroses
pengkondisian responden yaitu dengan dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa
yang menimbulkan rasa cemas atau tidak nyaman.6
Kompulsi terjadi dengan cara yang berbeda. Ketika seseorang menyadari
bahwa perbuatan tertentu dapat mengurangi kecemasan akibat obsesif, orang
tersebut mengembangkan suatu strategi penghindaran aktif dalam bentuk
kompulsi atau ritual untuk mengendalikan kecemasan tersebut. Secara
perlahan,karena efikasinya dalam mengurangi kecemasan, strategi penghindaran
ini menjadi suatu pola tetap dalam kompulsi.6
3. Faktor Psikososial
Riset mengesankan bahwa OCD dapat dicetuskan oleh sejumlah stresor
lingkungan, khususnya yang melibatkan kehamilan, kelahiran anak, atau
perawatan anak oleh orang tua. Pengertian akan stresor tersebut dapat membantu
klinisi dalam rencana terapi keseluruhan yang mengurangi peristiwa yang
membuat stres itu sendiri atau maknanya bagi pasien.6

9
2.4 Patofisiologi

Individu dengan OCD merasakan kekhawatiran yang berlebihan akan bahaya,


kebersihan atau celaka yang mengakibatkan timbulnya perhatian sadar yang
kontinu terhadap ancaman yang dirasakan; dengan kata lain, menimbulkan obsesi.
Dalam respon terhadap distres dan/atau ansietas yang berhubungan dengan obsesi-
obsesi tersebut, orang itu bertindak melakukan sesuatu untuk menetralkan distres
dan/atau ansietas, yang memberikan ketenangan sementara dari ansietas yang
terkait dengan obsesi. Namun, ketenangan ini menghasilkan penguatan perilaku,
menghasilkan perilaku kompulsif yang berulang ketika obsesi muncul.3

Gambar 2. Basis Teoretikal Perilaku Obsesif Kompulsif.3


Model patogenesis terkini dari OCD dikatakan masih kompleks. Studi
pencitraan neurologi menunjukkan keterlibatan korteks prefrontal dorsolateral,
ganglia basalis, dan talamus. Penelitian neurobiologis, neuropsikologis dan
pengobatan menyebutkan keterlibatan sirkuit frontal-subkortikal dalam
patofisiologi OCD.4
Sistem fronto-striato-talamik klasik yang meneruskan ke striatum dorsal
diperlengkapi dengan jaringan kedua, meliputi striatum ventral dan struktur
penting dari sistem limbik. Titik temu sentral antara sistem-sistem ini adalah
korteks orbitofrontal (OFC) dan korteks cingulata anterior (ACC). OFC anterior
menunjukkan hubungan timbal-balik dengan korteks prefrontal dorsolateral
(DLPFC) dan begitu juga dengan ACC dorsal dan korteks cingulata posterior
(PCC). OFC posterior terhubung dengan bagian ventral ACC, amigdala, dan

10
hipokampus. Jaringan orbito-striatal ventral tampaknya lebih aktif selama proses
emosional dan mungkin berperan menyampaikan komponen emosional OCD
seperti ketakutan dan ansietas. Hubungan dorso-fronto-striatal merupakan bagian
dari sistem yang berperan dalam defisit kognitif dan eksekutif terkait dengan
kompulsi. Beberapa regio di korteks parietal (girus angularis dan girus
supramarginalis), serebelum, dan korteks temporal superior terhubung satu sama
lain melalui DLPFC, yang berarti ada titik temu antara fronto-striatal dengan
fronto-parietal. Oleh karena aktivitas yang dihasilkan selama provokasi gejaladan
fungsinya terkait monitoring perhatian dan penghambatan reaksi, korteks parietal
memerankan peranan dalam mengontrol pikiran obsesif dan impuls kompulsif.10
Diduga korteksi orbitofrontal (OFC) medial berperan dalam membuat asosiasi
stimulus-penghargaan dan dengan penguatan perilaku, sementara OFC lateral
terlibat dalam asosiasi stimulus-dampak dan evaluasi serta pengulangan perilaku.
Ansietas berlebihan terkait obsesi – yang dimediasi oleh OFC – dapat
menyebabkan perhatian sadar yang menetap terhadap obsesi dan, kemudian,
menjadi kompulsi yang bertujuan untuk menetralkan ansietas tersebut.
Ketenangan sementara akibat melakukan kompulsi menghasilkan penguatan dan
perilaku berulang (atau bersifat ritualistis) ketika obsesi muncul.3

Gambar 3.Sirkuit Kortiko-Striato-Talamo-Kortikal.3


Garis panah yang tebal menggambarkan jalur glumatat (eksitatori) dan garis
panah yang putus-putus menggambarkan jalur GABAergik (inhibitori). Pada
sirkuit kortiko-striato-talamo-kortikal (CSTC) yang berfungsi normal, sinyal
glutamatergik dari korteks frontal (terutama korteks orbitofrontal (OFC) dan

11
korteks cingulata anterior (ACC)) menghasilkan eskitasi striatum. Melalui jalur
langsung, aktivasi striatal meningkatkan sinyal inhibitori GABA ke globus palidus
interna (GPi) dan substansia nigra (SNr). Hal ini mengurangi output inhibitori
GABA dari GPi dan SNr ke talamus, sehingga terjadi output glumatatergik
eksitatori dari talamus ke korteks frontal. Pada jalur tidak langsung loop eksternal,
striatum menghambat globus palidus eksterna (GPe), sehingga menurunkan
penghambatan dari nukleus subtalamik (STN). STN lalu bebas mengeksitasi GPi
dan SNr dan dengan demikian menghambat talamus. Pada pasien dengan OCD,
terjadi ketidakseimbangan antara jalur langsung dan tidak langsung sehingga
fungsi seperti yang telah dipaparkan sebelumnya menjadi terganggu.3

Gambar 4. Kaitan Genetik, Lingkungan, dan Neurobiologi pada OCD.3


Individu dengan OCD dapat secara genetik rentan terhadap dampak faktor
lingkungan yang memicu modifikasi ekspresi gen terkait sistem glutamat,
serotonin, dan dopamin melalui mekanisme epigenetik. Akibatnya, ekspresi
neuroanatomikal dari modifikasi ini menghasilkan ketidakseimbangan-spesifik-
OCD antara jalur langsung dan tidak langsung dari sirkuit CSTC. Walaupun
secara klinis bersifat heterogen, OCD secara umum dan universal dicirikan
sebagai kekhawatiran obsesif tentang perilaku dalam ritual untuk menetralkan
distres yang menyertai obsesi. Siklus penguatan negatif ini jika tidak diobati,
dapat mencetuskan psikopatologi OCD.3

12
2.5 Gambaran Klinis

Gejala dari Obsesif-kompulsif ditandai dengan pengulangan pikiran dan


tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung
selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya. Gejala utama obsesi-kompulsif harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:11,12
1. Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh individu
atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga menyadari
bahwa perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan untuk
mengurangi kecemasan.13
2. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh oleh individu dan berusaha
melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga,
namun tidak berhasil
3. Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas atau
kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara berlebihan dan
mengurangi stres yang dirasakannya.
4. Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara
terus-menerus dalam beberapa kali setiap harinya.

Individu yang beresiko mengalami gangguan obsesif-kompulsif adalah; 13


 Individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken
home,kesalahan atau kehilangan masa kanak-kanaknya. (teori ini masih
dianggap lemah namun masih dapat diperhitungkan)
 Faktor neurobilogi dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia
basalis dan singulum
 Individu yang memilki intensitas stress yang tinggi - Riwayat gangguan
kecemasan - Depresi - Individu yang mengalami gangguan seksual

Tabel 1. Klasifikasi Obsesi dan Kompulsi 11

13
14
Gambar 5: Subtipe OCD.4

15
2.6 Diagnosis

Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III adalah sebagai berikut:12


1. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya
dua minggu berturut-turut.
2. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu
aktivitas penderita.
3. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
a) Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
c) Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal
yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari
ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti
dimaksud di atas.
d) Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).
4. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan
depresi. Penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukkan
gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat
menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresifnya. Dalam
berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala
depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif.
Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan
dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu. Diagnosis gangguan obsesif
kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresif pada saat gejala
obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak adayang
menonjol, maka baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer.
Pada gangguan menahun maka prioritas diberikan pada gejala yang paling
bertahan saat gejala yang lain menghilang.
5. Gejala obsesif ”sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom
Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai bagian dari
kondisi tersebut.

16
F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan
Pedoman Diagnostik
1. Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls (dorongan
perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)
2. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu
menyebabkan penderitaan (distress)

F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif (Obsesional Ritual)


Pedoman Diagnostik
1. Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya
mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu situasi
yang dianggap berpotensi bahaya terjadi, atau masalah kerapian dan
keteraturan. Hal tersebut dilatarbelakangi perasaan takut terhadap bahaya
yang mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual
tersebut merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari
bahaya tersebut.
2. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai beberapa
jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan ketidakmampuan
mengambil keputusan dan kelambanan.

F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif


Pedoman Diagnostik
1. Kebanyakan dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran obsesif
serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bialmana kedua hal
tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya memang demikian.
2. Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya dinyatakan dalam
diagnosis F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan dengan respon yang berbeda
terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih respondif terhadap terapi
perilaku.

F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya

17
F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT

Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM V:12


A. Adanya obsesi, kompulsi, atau keduanya.
Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
1. Pikiran, dorongan, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten
yang dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai suatu
yang menganggu dan tidak diinginkan, dan menyebabkan kecemasan dan
penderitaan yang jelas.
2. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, dorongan,
atau bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran
atau tindakan lain (yaitu, dengan melakukan sebuah kompulsi)
Kompulsi seperti yang didefinisikan oleh (1) dan (2)
1. Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau
tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata
dalam hati) yang berulang yang dirasakannya mendorong untuk
melakukannya sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan
aturan yang harus dipatuhi secara kaku.
2. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau
menurunkan penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang
menakutkan, tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak
dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa mereka dianggap
untuk menetralkan atau mencegah, atau jelas berlebihan.
B. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan
waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna
mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik)
atau aktivitas atau hubungan sosial yang biasanya.
C. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya penyalahgunaan
obat, medikasi) atau kondisi medis umum lainnya.
D. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak
terbatas padanya (misalnya kekhawatiran yang berlebihan, seperti pada
Gangguan Ansietas Menyeluruh; ketidakpuasan yang ekstrim
terhadappenampilan, seperti pada Body Dysmorphic Disorder; gangguan

18
sulit membuang atau perpisahan dengan barang seperti pada gangguan
penimbunan; menarik rambut jika terdapat Trikotilomania; preokupasi
untuk menggaruk kulit, seperti pada Skin Picking Disorder; stereotip,
seperti pada Stereotypic Movement Disorde; preokupasi dengan makanan
jika terdapat gangguan makan; preokupasi dengan obat jika terdapat suatu
gangguan penggunaan zat; preokupasi dengan menderita suatu penyakit
serius jika terdapat hipokondriasis; preokupasi dengan dorongan atau
fantasi seksual jika terdapat parafilia; atau perenungan bersalah jika
terdapat gangguan depresif berat; insersi pikiran atau preokupasi delusi,
seperti pada Schizofrenia dan Gangguan Psikotik lainnya; atau pola
perilaku berulang, seperti pada Autisme)
Tentukan apakah: dengan tilikan yang baik; dengan tilikan yang buruk; dengan
tidak adanya insight / adanya waham; tic-related.

2.7 Diagnosis Banding

Berikut ini diagnosis banding dari gangguan obsesif kompulsif:5,12


1. Kepribadian anankastik
Alasan memilih:
Gangguan kepribadian anankastik menunjukkan kepribadian
perfeksionisme, keraguan, atau kekakuan terkait detil atau aturan.
Orang dengan kepribadian anankastik sangat gila pekerjaan, teliti yang
berlebihan, dan sulit menyukai atau senang dengan orang lain.
Alasan disangkal:
Kebanyakan pasien OCD hanya menunjukkan 2-3 sifat kepribadian
tersebut di atas, sedangkan pasien gangguan kepribadian anankastik
dilaporkan memperlihatkan 5-6 sifat agar diagnosa gangguan
kepribadian dapat ditegakkan.
2. Gangguan Depresi Mayor
Alasan memilih:
Penderita gangguan depresi, terutama depresi berat, seringkali
menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresinya,

19
begitupun sebaliknya penderita obsesif kompulsif sering menunjukkan
gejala depresi.
Alasan disangkal:
Pasien gangguan depresi merenungkan kesalahan di masa lalu dan
melihat kegagalan, sedangkan penderita OCD memikirkan ketakutan-
ketakutan yang mungkin terjadi di masa depan. Selain itu, orang dengan
gangguan depresi merenungkan keadaan emosionalnya sebagai cara
untuk memahaminya dengan lebih baik, sementara orang dengan OCD
biasanya mencoba menghindari atau menetralkan pikiran yang berulang
tersebut.
3. Gangguan cemas menyeluruh
Alasan memilih:
Penderita gangguan cemas dan obsesif kompulsif sama-sama
mempunyai perasaan anxietas yang berlebihan.
Alasan disangkal:
Penderita gangguan cemas menyeluruh tidak mempunyai usaha untuk
melakukan tindakan yang dapat membuat rasa cemas tersebut
menghilang, pada obsesif kompulsif penderita menyadari bahwa obsesi
tersebut berasal dari hasil pikiran mereka sendiri.
4. Gangguan tik
Alasan memilih:
Kedua gangguan ini sama-sama memilki ciri melakukan gerakan
motorik (kompulsif) yang berulang.
Alasan disangkal:
Perbedaan antara gangguan tik dan obsesif kompulsif adalah biasanya
obsesif kompulsif didahului dengan perasaan cemas, sedangkan pada
gangguan tik tidak. Pada gangguan tik gerakan motorik dilakukan
dengan mendadak dan terbatasnya gerakan, sedangkan pada obsesif
kompulsif gerakan cenderung ditentukan oleh tujuannya (memutar
benda secara berulang).

2.8 Penatalaksanaan

20
Mengingat faktor utama penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah faktor
biologis, maka pengobatan yang disarankan adalah pemberian farmakoterapi dan
terapi perilaku. Banyak pasien OCD yang resisten terhadap usaha pengobatan
yang diberikan baik dengan obat maupun terapi perilaku. Walaupun dasar
gangguan obsesif kompulsif adalah biologik, namun gejala OCD mungkin
memiliki makna psikologis penting yang membuat pasien menolak
pengobatan.13,14,15

Gambar 6: Algoritma Tatalaksana OCD.4

a. Farmakoterapi
Pendekatan standarnya adalah memulai dengan SSRI atau clomipramine
(Anafranil) dan kemudian berpindah ke strategi farmakologik lain.
SSRI
Obat medis yang digunakan dalam pengobatan OCD seperti; Selective
Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI), jenis obat SSRI ini adalah Fluoxetine
(Prozac), sertraline (Zoloft), escitalopram (Lexapro), paroxetine (Paxil), dan
citalopram (Celexa). Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesif
kompulsif menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat
terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi, kegelisahan,
nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping gastrointestinal, SSRI dapat

21
ditoleransi dengan lebih baik daripada obat trisiklik. Dengan demikian, kadang-
kadang SSRI digunakan sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan
obsesif kompulsif.6

Gambar 7: Dosis SSRI pada Pasien OCD Dewasa4

Gambar 8: Dosis SSRI pada Pasien OCD Anak1


Clomipramine
Dari semua obat trisiklik dan tetrasiklik, clomipramine adalah obat yang
paling selektif untuk reuptake serotonin versus reuptake noreprineprin, dan dalam
hal ini hanya dilebihi oleh SSRI. Potensi reuptake serotonin oleh clomipramine

22
dilampaui hanya oleh sertralin dan paroksetin. Clomipramine adalah obat pertama
yang disetujui U.S FDA untuk terapi OCD. Clomipramine biasanya dimulai
dengan dosis 25 sampai 50 mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan
peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum
250 mg sehari atau tampak efek samping yang membatasi dosis. Karena
Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping
berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik,
seperti mulut kering.6
Obat lain
Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil, banyak ahli
terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat digunakan dalam
pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor monoamin oksidase
(MAOI = monoamine oxidase inhibitor), khususnya Phenelzine (Nardil). Agen
farmakologis lain untuk pasien yang tidak responsif mencakup buspiron (BuSpar),
5-hidroksitriptamin (5-HT), triptofan, dan klonazepam (Klonopin).6

b. Terapi perilaku
Terapi perilaku sama efektifnya dengan farmako terapi pada OCD, dan
sejumlah data menunjukkan bahwa efek menguntungkan bertahan lama dengan
adanya terapi perilaku . terapi perilaku dapt dilakukan di lingkungan rawat inap
dan rawat jalan. Pendekatan perilaku yang penting di dalam OCD adalah pajanan
dan pencegahan respon, desensitisasi, penghentian pikiran, pembanjiran, terapi
implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien gangguan obsesif
kompulsif. Di dalam terapi perilaku,pasien harus benar-benar berkomitmen
terhadap perbaikan.6

c. Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien
gangguan obsesif kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat
keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian sosial.
Dengan kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang profesional,
simpatik, dan mendorong, pasien mungkin mampu untuk berfungsi berdasarkan

23
bantuan tersebut, tanpa hal tersebut gejalanya akan menyebabkna gangguan.
Kadang-kadang jika ritual dan kecemasan obsesional mencapai intensitas yang
tidak dapat ditoleraansi, perlu untuk merawat pasien di rumah sakit sampai tempat
penampungan institusi dan menghilangkan stres lingkungan eksternal
menurunkan gejala sampai tingkat yang dapat ditoleransi.6
Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku pasien. Tiap
usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota keluarga melalui
dukungan emosional, penentraman, penjelasan dan nasihat tentang bagaimana
menangani dan berespons terhadap pasien.6
d. Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga, membantu
menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan gangguan, dan
membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk kebaikan pasien.
Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung bagi beberapa pasien.6
2.9 Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki


onset gejala yang tiba-tiba. Kira-kira 50 sampai 70% pasien memiliki onset gejala
setelah suatu peristiwa yang menyebabkan stres, seperti kehamilan, masalah
seksual, dan kematian seorang sanak saudara. Karena banyak pasien tetap
merahasiakan gejalanya, mereka seringkali terlambat 5 sampai 10 tahun sebelum
pasien datang ke psikiater, walaupun keterlambatan tersebut kemungkinan
dipersingkat dengan meningkatkan kesadaran akan gangguan tersebut di antara
orang awam dan profesional. Perjalanan penyakit biasanya lama tetapi bervariasi.
Beberapa pasien mengalami penyakit yang berfluktuasi, dan pasien lain
mengalami penyakit yang konstan.8
Perilaku kompulsi pada penderita kompulsif akan membuang waktudan tidak
dapat melakukan aktivitas lainnya. Orang-orang dengan gangguan obsesif
kompulsif mungkin tertunda keluar rumah sampai satu jam atau lebihkarena harus
melakukan ritual pengecekan mereka.9 Mereka seharusnya dapat melakukan
kegiatan yang lebih bermanfaat daripada mengikuti pikiran obsesinya dan
tindakan kompulsifnya. Kira-kira 20 sampai 30% pasien dengan gangguan

24
obsesif kompulsif memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko
bagi semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Suatu prognosis
buruk dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada
masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan di rumah sakit,
gangguan depresif berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu
dipegang (overvalued), yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi, dan adanya
gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis
yang baik ditandai oleh penyesuaian sosial danpekerjaan yang baik, adanya
peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. Isi obsesional tampaknya
tidak berhubungan dengan prognosis.8

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Gangguan obsesif kompulsif digambarkan sebagai pikiran dan tindakan yang


berulang yang menghabiskan waktu atau menyebabkan distres dan hendaya yang
bermakna. Tindakan kompulsi merupakan usaha untuk meredakan kecemasan
yang berhubungan obsesi namun tidak selalu berhasil meredakan ketegangan.
Pasien dengan gangguan ini menyadari bahwa pengalaman obsesi dan kompulsi
tidak beralasan sehingga bersifat egodistonik.2
Lebih dari 50% pasien dengan gejala gangguan obsesif kompulsif gejala
awalnya muncul mendadak. Permulaan gangguan terjadi setelah adanya peristiwa
yang stressful, seperti kehamilan, masalah seksual, kematian keluarga. Seringkali
pasien merahasiakan gejala sehingga terlambat datang berobat. Perjalanan
penyakit bervariasi, sering berlangsung panjang, beberapa pasien mengalami
perjalanan penyakit yang berfluktuasi sementara sebagian lain menetap/terus-
menerus ada. Proses patofisiologi yang mendasari terjadinya OCD belum secara

25
jelas ditemukan.14 Namun, diduga faktor lingkungan memicu modifikasi ekspresi
gen terkait sistem glutamat, serotonin, dan dopamin melalui mekanisme
epigenetik yang menghasilkan ketidakseimbangan-spesifik-OCD antara jalur
langsung dan tidak langsung dari sirkuit CSTC pada penderita OCD.3

3.2 Saran

Dengan diselesaikannya referat ini, diharapkan dapat menambah wawasan dan


sumber informasi tentang Obsessive Compulsive Disorder bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

1. De Alvarenga, PG, Mastrosa RS, do Rosário MC. Obsessive Compulsive


Disorder in Children and Adolescents In Rey JM (ed), IACAPAP e-Textbook
of Child and Adolescent Mental Health. Geneva: International Association for
Child and Adolescent. Psychiatry and Allied Professions; 2012.
2. Elvira S. D, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.
3. Pauls DL, Abramovitch A, Rauch SL, Geller DA. Obsessive–compulsive
disorder: an integrative genetic and neurobiological perspective. Nature
Reviews: Neuroscience 2014:5. Macmillan Publishers Limited; hlm. 410-421
4. Fenske JN, Schwenk TL. Obsessive-Compulsive Disorder: Diagnosis and
Management. Am Fam Physician. 2009;80(3):239-245.
5. International OCD Foundation. What You Need To Know About OCD.
Boston, www.ocfoundation.org
6. Kaplan H.I, Saddock B.J, Grabb J.A. Sinopsis Psikiatri. Edisi Tujuh Jilid 2.
Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara; 2003.

26
7. Elvira S. D, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.
8. Kaplan, H.I dan Saddock B.J. Comprehensive Textbook of Psychiatry vol.
26th edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore; 1993.
9. Nevid, S. Jeffrey, Spencer, A. R & Beverly G. Psikologi Abnormal Jilid 1.
Jakarta: Erlangga; 2005.
10. Schiepek G, Tominschek I, Heinzel S, et.al. Discontinuous Patterns of Brain
Activation in the Psychotherapy Process of Obsessive-Compulsive Disorder:
Converging Results from Repeated fMRI and Daily Self-Reports. PloS One.
2013:8(8). Hlm. 1-2
11. Sadock VA. Kaplan dan Sadock Synopsis Sciences/ Clinical. Tenth Edition.

New York: Lippincott Williams dan Wilkins. 2007. p 604


12. Kaplan, Harold I MD,dkk. Gangguan Obsesif Kompulsif. Ilmu pengetahuan

perilaku psikiatri klinis, Jilid 2, edisi Ketujuh, Hal 56-68


13. Sa’adi Y.PSIKOLOGI ABNORMAL Obsesif Kompulsif. Madiun : Fakultas

Ilmu Pendidikan IKIP PGRI. 2010.


14. Maslim R, penyunting. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa; rujukan
ringkas dari PPDGJ – III dan DSM 5. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2013.
15. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.02.02/Menkes/73/2015 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Jiwa
16. Understanding obsessive-compulsive disorder (OCD). Available:
https://www.mentalhealth.org.nz/assets/A-Z/Downloads/Understanding-
OCD-MIND-UK-2013.pdf
17. Fausiah, F & Widury, J. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: UI-
Press; 2007
18. Pinzon, R. (2006). Tatalaksana Farmakologis. Gangguan Spektrum Autistik:
Telaah Pustaka Kini. Dexa Media. Jurnal Kedokteran dan Farmasi No. 4,
vol.19, ISSN 0215-7551

27
28

Anda mungkin juga menyukai