Oleh
DISUSUN OLEH
PEMBIMBING
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan
Clinical Science Session ini dengan judul “Gangguan obsesif kompulsif”. Laporan
ini merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Victor Eliezer, Sp.KJ selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan sehingga laporan Clinical Science Session ini dapat terselesaikan dengan
baik dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan
ini.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis.
Sebagai penutup semoga kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita khususnya
dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
BAB II.............................................................................................................. 3
BAB III............................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 23
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
kedua terjadi pada masa dewasa muda dengan usia rata-rata 21 tahun dan sedikit
lebih didominasi oleh perempuan.1
Di Indonesia, prevalensi OCD sekitar 2-2,4%, dan sebagian besar gangguan
dimulai pada saat remaja atau dewasa muda (umur 18-24 tahun), tetapi bisa terjadi
pada masa kanak. Puncak usia dari permulaan serangan bagi laki-laki adalah 6-15
tahun, dan untuk perempuan adalah usia 20-29 tahun. Perbandingan antara laki-
laki dan perempuan sama.2
OCD menyebabkan efek yang merugikan kesejahteraan hidup pasien; lebih
dari setengah pasien melaporkan adanya distres sedang hingga berat akibat obsesi
dan kompulsi. OCD mengganggu performa kerja, interaksi sosial dan hubungan
keluarga. OCD merupakan gangguan kronis dan mungkin menetap jika tidak
ditangani secara efektif. Hampir 70% pasien melaporkan adanya perjalanan gejala
yang berlanjut. Waktu yang diperlukan untuk pengobatan setelah ditemukan
kriteria diagnosis OCD pada pasien adalah 11 tahun. Beberapa penelitian bahkan
menyebutkan butuh waktu 14-17 tahun dari dimulainya OCD bagi pasien untuk
memperoleh pengobatan yang sesuai. Penundaan ini diakibatkan oleh banyak
faktor, termasuk keengganan pasien untuk melaporkan gejala dan tidak
dikenalinya OCD oleh dokter. Beberapa pasien memilih untuk menyembunyikan
gejala mereka, karena takut malu dan adanya stigma. Oleh karena itu, banyak
orang dengan OCD tidak mencari bantuan klinisi jiwa profesional hingga
bertahun-tahun setelah onset gejala. Hingga saat ini, kesadaran publik terkait
OCD masih kurang, banyak orang tidak tahu bahwa gejala mereka merujuk pada
suatu penyakit yang sebetulnya dapat diobati.4,5
Berdasarkan alasan tersebut di atas, penulis tertarik untuk membahas tentang
gangguan psikiatri Obsessive Compulsive Disorder (OCD).
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gangguan Obsesif-kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder OCD) adalah
gangguan kecemasan yang ditandai oleh pikiran-pikiran obsesif yang persisten
dan disertai tindakan kompulsif. Kondisi dimana individu tidak mampu
mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak
diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat
mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya.1
Penderita mengetahui bahwa perbuatan dan pikirannya itu tidak masuk akal, tidak
pada tempatnya atau tidak sesuai dengan keadaan, tetapi ia tidak apat
menghilangkannya dan juga ia juga tidak mengerti mengapa ia mempunyai
dorongan yang begitu kuat untuk berbuat dan berpikir demikian. Bila tidak
menurutinya, maka akan timbul kecemasan yang hebat.2
Gangguan Obsesif-kompulsif membutuhkan adanya obsesi atau kompulsi
yang merupakan sumber gangguan atau kerusakan yang signifikan dan bukan
karena gangguan mental lainnya.3 Gannguan Obsesif-kompulsif diklasifikasikan
dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition,
Text Revision (DSM-IV-TR) sebagai gangguan kecemasan.4
7
Prevalensi dari gangguan obsesif kompulsif pada populasi umum adalah 2
-3%. Pada sepertiga pasien obsesif kompulsif, onset gangguan ini adalah sekitar
usia 20 tahun, pada pria sekitar 19 tahun, dan pada wanita sekitar 22 tahun.
Perbandingan yang sama dijumpai pada laki-laki dan perempuan dewasa, akan
tetapi remaja laki-laki lebih mudah terkena daripada remaja perempuan.6
Untuk orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama mungkin terkena, tetapi
untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif
kompulsif dibandingkan perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20
tahun. Secara keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala
sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala
setelah usia 35 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena gangguan
obsesif kompulsif dibandingkan orang yang menikah..6
Di AS, prevalensi seumur hidup OCD adalah 1,6%. Gejala biasanya dimulai
selama masa remaja, dan lebih dari 50% orang yang terkena memiliki onset gejala
sebelum usia pertengahan 20-an. Lebih dari setengah pasien melaporkan distres
sedang sampai berat akibat obsesi dan kompulsi. OCD mengganggu performa
kerja, interaksi sosial, dan hubungan keluarga. OCD merupakan gangguan kronis
dan mungkin menetap jika tidak ditangani secara efektif. Hampir 70% pasien
melaporkan adanya perjalanan gejala yang berlanjut. Waktu yang diperlukan
untuk pengobatan setelah ditemukan kriteria diagnosis OCD pada pasien adalah
11 tahun. Penundaan ini diakibatkan oleh banyak faktor, termasuk keengganan
pasien untuk melaporkan gejala dan tidak dikenalinya OCD oleh dokter. Beberapa
pasien memilih untuk menyembunyikan gejala mereka, karena takut malu dan
adanya stigma.4
Pasien dengan gangguan obsesif kompulsif umumnya dipengaruhi oleh
gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat
pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif adalah kira-kira 67% dan untuk
fobia sosial adalah 25%. Diagnosis psikiatrik komorbid lainnya pada pasien
dengan gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan pengaruh alkohol, fobia
spesifik, gangguan panik, dan gangguan makan.7 Pasien dengan gangguan obsesif
kompulsif biasanya merupakan orang-orang yang pemalu, keras kepala,
8
perfeksionis, suka menghakimi, sangat berhati-hati, kaku, dan pencemas yang
kronis yang menghindari keintiman dan hanya menikmati sedikit kesenangan
dalam hidupnya. Mereka suka bimbang dan banyak permintaannya dan seringkali
dianggap sebagai orang yang dingin, pendiam, dan tidak ramah.8
1. Faktor Biologi
Penjelasan yang mungkin tentang gangguan obsesif kompulsif adalah
keterlibatan neurotransmitter di otak, khususnya kurangnya jumlah serotonin.
Keterlibatan serotonin ini belum sebagai penyebab individu mengalami gangguan
obsesif kompulsif, melainkan sebagai pembentuk dari gangguan ini.8
Fungsi serotonin di otak ditentukan oleh lokasi system proyeksinya. Proyeksi
pada konteks frontal diperlukan untuk pengaturan mood, proyeksi pada ganglia
basalis bertanggung jawab pada gangguan obsesi kompulsi.9
2. Faktor Perilaku
Menurut teori, obsesi adalah stimulus yang terkondisi. Sebuah stimulus yang
relatif netral diasosiasikan dengan rasa takut atau cemas melalui prroses
pengkondisian responden yaitu dengan dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa
yang menimbulkan rasa cemas atau tidak nyaman.6
Kompulsi terjadi dengan cara yang berbeda. Ketika seseorang menyadari
bahwa perbuatan tertentu dapat mengurangi kecemasan akibat obsesif, orang
tersebut mengembangkan suatu strategi penghindaran aktif dalam bentuk
kompulsi atau ritual untuk mengendalikan kecemasan tersebut. Secara
perlahan,karena efikasinya dalam mengurangi kecemasan, strategi penghindaran
ini menjadi suatu pola tetap dalam kompulsi.6
3. Faktor Psikososial
Riset mengesankan bahwa OCD dapat dicetuskan oleh sejumlah stresor
lingkungan, khususnya yang melibatkan kehamilan, kelahiran anak, atau
perawatan anak oleh orang tua. Pengertian akan stresor tersebut dapat membantu
klinisi dalam rencana terapi keseluruhan yang mengurangi peristiwa yang
membuat stres itu sendiri atau maknanya bagi pasien.6
9
2.4 Patofisiologi
10
hipokampus. Jaringan orbito-striatal ventral tampaknya lebih aktif selama proses
emosional dan mungkin berperan menyampaikan komponen emosional OCD
seperti ketakutan dan ansietas. Hubungan dorso-fronto-striatal merupakan bagian
dari sistem yang berperan dalam defisit kognitif dan eksekutif terkait dengan
kompulsi. Beberapa regio di korteks parietal (girus angularis dan girus
supramarginalis), serebelum, dan korteks temporal superior terhubung satu sama
lain melalui DLPFC, yang berarti ada titik temu antara fronto-striatal dengan
fronto-parietal. Oleh karena aktivitas yang dihasilkan selama provokasi gejaladan
fungsinya terkait monitoring perhatian dan penghambatan reaksi, korteks parietal
memerankan peranan dalam mengontrol pikiran obsesif dan impuls kompulsif.10
Diduga korteksi orbitofrontal (OFC) medial berperan dalam membuat asosiasi
stimulus-penghargaan dan dengan penguatan perilaku, sementara OFC lateral
terlibat dalam asosiasi stimulus-dampak dan evaluasi serta pengulangan perilaku.
Ansietas berlebihan terkait obsesi – yang dimediasi oleh OFC – dapat
menyebabkan perhatian sadar yang menetap terhadap obsesi dan, kemudian,
menjadi kompulsi yang bertujuan untuk menetralkan ansietas tersebut.
Ketenangan sementara akibat melakukan kompulsi menghasilkan penguatan dan
perilaku berulang (atau bersifat ritualistis) ketika obsesi muncul.3
11
korteks cingulata anterior (ACC)) menghasilkan eskitasi striatum. Melalui jalur
langsung, aktivasi striatal meningkatkan sinyal inhibitori GABA ke globus palidus
interna (GPi) dan substansia nigra (SNr). Hal ini mengurangi output inhibitori
GABA dari GPi dan SNr ke talamus, sehingga terjadi output glumatatergik
eksitatori dari talamus ke korteks frontal. Pada jalur tidak langsung loop eksternal,
striatum menghambat globus palidus eksterna (GPe), sehingga menurunkan
penghambatan dari nukleus subtalamik (STN). STN lalu bebas mengeksitasi GPi
dan SNr dan dengan demikian menghambat talamus. Pada pasien dengan OCD,
terjadi ketidakseimbangan antara jalur langsung dan tidak langsung sehingga
fungsi seperti yang telah dipaparkan sebelumnya menjadi terganggu.3
12
2.5 Gambaran Klinis
13
14
Gambar 5: Subtipe OCD.4
15
2.6 Diagnosis
16
F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan
Pedoman Diagnostik
1. Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls (dorongan
perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)
2. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu
menyebabkan penderitaan (distress)
17
F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT
18
sulit membuang atau perpisahan dengan barang seperti pada gangguan
penimbunan; menarik rambut jika terdapat Trikotilomania; preokupasi
untuk menggaruk kulit, seperti pada Skin Picking Disorder; stereotip,
seperti pada Stereotypic Movement Disorde; preokupasi dengan makanan
jika terdapat gangguan makan; preokupasi dengan obat jika terdapat suatu
gangguan penggunaan zat; preokupasi dengan menderita suatu penyakit
serius jika terdapat hipokondriasis; preokupasi dengan dorongan atau
fantasi seksual jika terdapat parafilia; atau perenungan bersalah jika
terdapat gangguan depresif berat; insersi pikiran atau preokupasi delusi,
seperti pada Schizofrenia dan Gangguan Psikotik lainnya; atau pola
perilaku berulang, seperti pada Autisme)
Tentukan apakah: dengan tilikan yang baik; dengan tilikan yang buruk; dengan
tidak adanya insight / adanya waham; tic-related.
19
begitupun sebaliknya penderita obsesif kompulsif sering menunjukkan
gejala depresi.
Alasan disangkal:
Pasien gangguan depresi merenungkan kesalahan di masa lalu dan
melihat kegagalan, sedangkan penderita OCD memikirkan ketakutan-
ketakutan yang mungkin terjadi di masa depan. Selain itu, orang dengan
gangguan depresi merenungkan keadaan emosionalnya sebagai cara
untuk memahaminya dengan lebih baik, sementara orang dengan OCD
biasanya mencoba menghindari atau menetralkan pikiran yang berulang
tersebut.
3. Gangguan cemas menyeluruh
Alasan memilih:
Penderita gangguan cemas dan obsesif kompulsif sama-sama
mempunyai perasaan anxietas yang berlebihan.
Alasan disangkal:
Penderita gangguan cemas menyeluruh tidak mempunyai usaha untuk
melakukan tindakan yang dapat membuat rasa cemas tersebut
menghilang, pada obsesif kompulsif penderita menyadari bahwa obsesi
tersebut berasal dari hasil pikiran mereka sendiri.
4. Gangguan tik
Alasan memilih:
Kedua gangguan ini sama-sama memilki ciri melakukan gerakan
motorik (kompulsif) yang berulang.
Alasan disangkal:
Perbedaan antara gangguan tik dan obsesif kompulsif adalah biasanya
obsesif kompulsif didahului dengan perasaan cemas, sedangkan pada
gangguan tik tidak. Pada gangguan tik gerakan motorik dilakukan
dengan mendadak dan terbatasnya gerakan, sedangkan pada obsesif
kompulsif gerakan cenderung ditentukan oleh tujuannya (memutar
benda secara berulang).
2.8 Penatalaksanaan
20
Mengingat faktor utama penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah faktor
biologis, maka pengobatan yang disarankan adalah pemberian farmakoterapi dan
terapi perilaku. Banyak pasien OCD yang resisten terhadap usaha pengobatan
yang diberikan baik dengan obat maupun terapi perilaku. Walaupun dasar
gangguan obsesif kompulsif adalah biologik, namun gejala OCD mungkin
memiliki makna psikologis penting yang membuat pasien menolak
pengobatan.13,14,15
a. Farmakoterapi
Pendekatan standarnya adalah memulai dengan SSRI atau clomipramine
(Anafranil) dan kemudian berpindah ke strategi farmakologik lain.
SSRI
Obat medis yang digunakan dalam pengobatan OCD seperti; Selective
Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI), jenis obat SSRI ini adalah Fluoxetine
(Prozac), sertraline (Zoloft), escitalopram (Lexapro), paroxetine (Paxil), dan
citalopram (Celexa). Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesif
kompulsif menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat
terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi, kegelisahan,
nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping gastrointestinal, SSRI dapat
21
ditoleransi dengan lebih baik daripada obat trisiklik. Dengan demikian, kadang-
kadang SSRI digunakan sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan
obsesif kompulsif.6
22
dilampaui hanya oleh sertralin dan paroksetin. Clomipramine adalah obat pertama
yang disetujui U.S FDA untuk terapi OCD. Clomipramine biasanya dimulai
dengan dosis 25 sampai 50 mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan
peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum
250 mg sehari atau tampak efek samping yang membatasi dosis. Karena
Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping
berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik,
seperti mulut kering.6
Obat lain
Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil, banyak ahli
terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat digunakan dalam
pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor monoamin oksidase
(MAOI = monoamine oxidase inhibitor), khususnya Phenelzine (Nardil). Agen
farmakologis lain untuk pasien yang tidak responsif mencakup buspiron (BuSpar),
5-hidroksitriptamin (5-HT), triptofan, dan klonazepam (Klonopin).6
b. Terapi perilaku
Terapi perilaku sama efektifnya dengan farmako terapi pada OCD, dan
sejumlah data menunjukkan bahwa efek menguntungkan bertahan lama dengan
adanya terapi perilaku . terapi perilaku dapt dilakukan di lingkungan rawat inap
dan rawat jalan. Pendekatan perilaku yang penting di dalam OCD adalah pajanan
dan pencegahan respon, desensitisasi, penghentian pikiran, pembanjiran, terapi
implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien gangguan obsesif
kompulsif. Di dalam terapi perilaku,pasien harus benar-benar berkomitmen
terhadap perbaikan.6
c. Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien
gangguan obsesif kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat
keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian sosial.
Dengan kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang profesional,
simpatik, dan mendorong, pasien mungkin mampu untuk berfungsi berdasarkan
23
bantuan tersebut, tanpa hal tersebut gejalanya akan menyebabkna gangguan.
Kadang-kadang jika ritual dan kecemasan obsesional mencapai intensitas yang
tidak dapat ditoleraansi, perlu untuk merawat pasien di rumah sakit sampai tempat
penampungan institusi dan menghilangkan stres lingkungan eksternal
menurunkan gejala sampai tingkat yang dapat ditoleransi.6
Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku pasien. Tiap
usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota keluarga melalui
dukungan emosional, penentraman, penjelasan dan nasihat tentang bagaimana
menangani dan berespons terhadap pasien.6
d. Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga, membantu
menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan gangguan, dan
membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk kebaikan pasien.
Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung bagi beberapa pasien.6
2.9 Perjalanan Penyakit dan Prognosis
24
obsesif kompulsif memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko
bagi semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Suatu prognosis
buruk dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada
masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan di rumah sakit,
gangguan depresif berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu
dipegang (overvalued), yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi, dan adanya
gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis
yang baik ditandai oleh penyesuaian sosial danpekerjaan yang baik, adanya
peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. Isi obsesional tampaknya
tidak berhubungan dengan prognosis.8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
25
jelas ditemukan.14 Namun, diduga faktor lingkungan memicu modifikasi ekspresi
gen terkait sistem glutamat, serotonin, dan dopamin melalui mekanisme
epigenetik yang menghasilkan ketidakseimbangan-spesifik-OCD antara jalur
langsung dan tidak langsung dari sirkuit CSTC pada penderita OCD.3
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
26
7. Elvira S. D, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.
8. Kaplan, H.I dan Saddock B.J. Comprehensive Textbook of Psychiatry vol.
26th edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore; 1993.
9. Nevid, S. Jeffrey, Spencer, A. R & Beverly G. Psikologi Abnormal Jilid 1.
Jakarta: Erlangga; 2005.
10. Schiepek G, Tominschek I, Heinzel S, et.al. Discontinuous Patterns of Brain
Activation in the Psychotherapy Process of Obsessive-Compulsive Disorder:
Converging Results from Repeated fMRI and Daily Self-Reports. PloS One.
2013:8(8). Hlm. 1-2
11. Sadock VA. Kaplan dan Sadock Synopsis Sciences/ Clinical. Tenth Edition.
27
28