Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

ASKEP KLIEN DENGAN KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSAN

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah “

OLEH:

KELOMPOK III

ERNAWATI / 12020004
HANIF TRIASIH / 12020006
RESKIANA / 12020016
RISKA AULIYAH / 12020017
SELFIA / 12020019

STUDI SI KEPERAWATAN SEMESTER IV

INSTITUT KESEHATAN DAN BISNIS KURNIA JAYA PERSADA PALOPO

TAHUN 2022

KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah Swt, yang memberikan nikmat serta
hidayah-Nya terutama nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul asuhan keperawatan pada klien ketidakberdayaan dan
keputusasaan. Makalah ini tidak tersusun dengan sempurna dan masih terdapat kekurangan-
kekurangan dalam penulisannya. Maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
agar dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan benar, bahkan bisa tersusun dengan
sempurna.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuannya. Mudah-mudahan
makalah yang sederhana ini bisa dipahami bagi siapapun yang membacanya,dengan
pemahaman yang di dapatkan pembaca dari makalah ini tentunya penulis akan
memperbanyak ilmu pengetahuan agar bisa menyelesaikan makalah berikutnya dengan
sempurna tanpa ada kesalahan,demi peningkatan mutu

pendidikan kita bersama. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian, kritik,
serta saran yang akan pembaca berikan kepada penulis nantinya.

Palopo, 5 agustus 2022

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................................2
B. Rumusan Masalah....................................................................................................3
C. Tujuan......................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................5

A. Ketidakberdayaan ...................................................................................................6
B. Keputusan ...............................................................................................................7
C. Pembahasan Kasus..................................................................................................8

BAB III PENUTUP.............................................................................................................9

A. Kesimpulan .............................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keputusasaan mengggambarkan individu yang tidak melihat adanya kemungkinan untuk
memperbaiki hidupnya dan bersih keras mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang
dapat membantunya.Keputusasaan berbeda dengan ketidakberdayaan, orang yang putus
asa tidak melihat adanya solusi untuk permasalahannya atau tidak menemukan cara untuk
mencapai apa yang diinginkannya. Sebalikkya orang yang tidak berdaya masih
dapatmenemukan alternatif atau untuk masalah tersebut, tetapi tidak mampu
melakukansesuatu untuk mewujudkannya karena kurangnya kontrol dan sumber yang
tersedia.
Perasaan tidak berdaya yang tidak kunjung hilang dapat menimbulkankeputusasaan.
Keputusasaan biasanya terkait dengan duka cita, depresi, dan keinginanuntuk bunuh diri.
Untuk individu dengan resiko bunuh diri perawat juga harus menngunakan resiko bunuh
diri.Setiap orang pernah mengalami keputusasaan dalam hidupnya.
ketidakberdayaan merupakan persepsi seseorangbahwatindakannya tidak akan
mempengaruhi hasil secara bermakna, kurang penggendalian yangdirasakan terhadap
situasi terakhir atau yang baru saja terjadi.Menurut Carpenito-Moyet (2007)
ketidakberdayaan merupakan keadaan ketika seseorangindividu atau kelompok merasa
kurang kontrol terhadap kejadian atau situasi tertentu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien ketidakberdayaan dan keputusasaan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang bagaimana asuhan keperawatan pada
klien ketidakberdayaan dan keputusasaan

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan adalah pengalaman hidup kurang pengendalian terhadap situasi,
termasuk persepsi bahwa tindakan seseorang secara signifikan tidak akan mempengaruhi
hasil (NANDA-1, 2018). Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya
tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu keadaan ketika individu kurang
mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan (Stuart,2016).
Ketidakberdayaan juga dapat diartikan sebagai sebuah persepsi individu bahwa
tindakannya sendiri tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna; kurangnya control
terhadap situasi tertentu (Townsend,2010). Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan
dapat disimpulkan bahwa ketidakberdayaan adalah suatu kondisi dimana control akan
pribadi dan situasi, termasuk persepsi oraang atau kelompok mengenai tindakan yang
dilakukan tidak akan mempengaruhi hasil yang signifikan. Ketidakberdayaan dapat
dialami oleh semua orang tanpa terkecuali, pada klien dengan masalah kesehatan yang
sedang menjalani pengobatan dan perawatan di rumah sakit. Seperti pada klien dengan
diabetes miletus yang sedang menjalani perawatan. Kannie, Dauli, Nuraini (2011),
menjelaskan bahwa kondisi stress pada klien dapat menyertai perasaan ketidakberdayaan.
Stress yang dialami oleh klien dapat memberikan dampak pula pada ketidakberdayaan
klien. Kondisi tersebut dapat memperparah kondisi klien. Pada klien mengalami
ketidakberdayaan, penting untuk memberikan intervensi keperawatan tentang persepsi
klien terhadap penyakit diabetes miletus supaya dapat berubah menjadi persepsi yanag
baik dan menjadi pandangan positif tentang usaha penyembuhan penyakitnya.

B. Etiologi ketidakberdayaan
Menurut buku asuhan keperawatan jiwa (Keliat,Budi Anna. 2019):
 Nyeri
 Ansietas
 Hargadiri rendah
 Strategi koping tidak efektif
 Kurang pengetahuan untuk mengelola masalah
 Kurang dukungan sosial

C. Faktor Presdiposisi dan Faktor Prespitasi

Faktor predisposisi
a) Biologis :
1. Tidak ada riwayat keturunan (salah satu atau kedua orang tua menderita gangguan
jiwa)
2. Gaya hidup (tidak merokok, alkhohol, obat dan zat adiktif) dan Pengalaman
penggunaan zat terlarang
3. Menderita penyakit kronis (riwayat melakukan general chek up, tanggal terakhir
periksa)
4. Ada riwayat menderita penjakit jantung, paru-paru, yang mengganggu pelaksana
aktivitas harian pasien
5. Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan balita sampai kejang-kejang
atau pernah mengalami riwayat trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus
frontal, temporal dan limbic.
6. Riwayat menderita penyakit yang secara progresif menimbulkan
ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal atau

a) Psikologis :
1. Pengalaman perubahan gaya hidup akibat lingkungan tempat tinggal
2. Ketidaknmampuan mengambil keputusan dan mempunyai kemampuan
komunikasi verbal yang kurang atau kurang dapat mengekspresikan perasaan
terkait dengan penyakitnya atau kondisi dirinya
3. Ketidakmampuan menjalankan peran akibat penyakit yang secara progresif
menimbulkan ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal
atau AIDS
4. Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang sudah dicapai)
5. Merasa frustasi dengan kondisi kesehatannya dan kehidupannya yang
sekarang
6. Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja yang terlalu otoriter
atau terlalu melindungi/menyayangi
7. Motivasi: penerimaan umpan balik negatif yang konsisten selama tahap
perkembangan balita hingga remaja, kurang minat dalam mengembangkan
hobi dan aktivitas sehari-hari
8. Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban maupun sebagai saksi
9. Self kontrol: tidak mampu mengontrol perasaan dan emosi, mudah cemas, rasa
takut akan tidak diakui, gaya hidup tidak berdaya
10. Kepribadian: mudah marah, pasif dan cenderung tertutup.

b) Sosial budaya :
1. Usia 30-meninggal berpotensi mengalami ketidakberdayaan
2. Jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan mempunyai kecenderungan
yang sama untuk mengalami ketidakberdayaan tergantung dari peran yang
dijalankan dalam kehidupannya
3. Pendidikan rendah
4. Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan
(misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau
orang terdekat yang berlangsung lebih dari 6 bulan)
5. Adanya norma individu atau masyarakat yang menghargai kontrol
(misalnya kontrol lokus internal)
6. Dalam kehidupan sosial, cenderung ketergantungan dengan orang lain,
tidak mampu berpartisipasi dalam sosial kemasyarakatan secara aktif,
enggan bergaul dan kadang menghindar dari orang lain
7. Pengalaman sosial, kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat
8. Kurang terlibat dalam kegiatan politik baik secara aktif maupun secara
pasif.
b) Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat menstimulasi klien jatuh pada kondisi ketidakberdyaan
dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal dimana pasien
kurang dapat menerima perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kondisi eksternal
biasanya keluarga dan masyarakat kurang mendukung atau mengakui keberadaannya
yang sekarang terkait dengan perubahan fisik dan perannya. Sedangkan durasi
stressor terjadi kurang lebih 6 bulan terakhir, dan waktu terjadinya dapat bersamaan,
silih berganti atau hampir bersamaan, dengan jumlah stressor lebih dari satu dan
mempunyai kualitas yang berat. Hal tersebut dapat menstimulasi ketidakberdayaan
bahkan memperberat kondisi ketidakberdayaan yang dialami oleh klien.

Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan faktor presiptasi timbulnya


ketidakberdayaan adalah sebagai berikut :
a). Biologis :

1. Menderita suatu penyakit dan harus dilakukan terapi tertentu, Program


pengobatan yang terkait dengan penyakitnya (misalnya jangka panjang, sulit
dan kompeks) (proses intoksifikasi dan rehabilitasi).
2. Kambuh dari penyakit kronis dalam 6 bulan terakhir
3. Dalam enam bulan terakhir mengalami infeksi otak yang menimbulkan kejang
atau trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus frontal, temporal dan
limbic
4. Terdapat gangguan sistem endokrin
5. Penggunaan alkhohol, obat-obatan, kafein, dan tembakau
6. Mengalami gangguan tidur atau istirahat
7. Kurang mampu menyesuaikan diri terhadap budaya, ras, etnik dan gender
8. Adanya perubahan gaya berjalan, koordinasi dan keseimbangan

b) Psikologis :
1. Perubahan gaya hidup akibat menderita penyakit kronis
2. Tidak dapat menjalankan pekerjaan, hobi, kesenangan dan aktivitas sosial
yang berdampak pada keputusasaan.
3. Perasaan malu dan rendah diri karena ketidakmampuan melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari akibat tremor, nyeri, kehilangan pekerjaan.
4. Konsep diri: gangguan pelaksanaan peran karena ketidakmampuan
melakukan tanggungjawab peran.
5. Kehilangan kemandirian atau perasaan ketergantungan dengan orang lain.
c) Sosial budaya :
1. Kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat kondisi kesehatan atau
kehidupannya yang sekarang.
2. Tinggal di pelayanan kesehatan dan pisah dengan keluarga (berada
dalam lingkungan perawatan kesehatan).
3. Hambatan interaksi interpersonal akibat penyakitnya maupun
penyebab yang lain
4. Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan
(misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial
atau orang terdekat yang berlangsung dalam 6 bulan terakhir)
5. Adanya perubahan dari status kuratif menjadi status paliatif.
6. Kurang dapat menjalankan kegiatan agama dan keyakinannya dan
ketidakmampuan berpartisipasi dalam kegiatan sosial di masyarakat

D. Rentang respon ketidakberdayaan

Respon adaftif Respon Maladaftif

Harapan Kesempatan Ketidakpastian Bahaya Tidak Putus


Berdaya Asa
a. Harapan
Harapan akan mempngaruhi respons psikologis terhadap penyakit fisik.
Kurangnya harapan dapat meningkatkan stres dan berakhir dengan penggunaan
mekanisme koping yang tidak adekuat. Pada beberapa kasus, koping yang tidak
adekuat dapat menimbulkan masalah kesehatan jiwa.
b. Ktidakpastian
Ketidakpastian adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu memahami
kejadian yang terjadi. Hal ini akan mempengaruhi kemmapuan individu mengkaji
situasi dan memperkirakan upaya yang akan dilakukan.
Ketidakpastian menjadi berbahaya jika disertai rasa pesimis dan putus asa.
c. Putus asa
Putus asa ditandai dengan perilaku pasif, perasaan sedih dan harapan hampa,
kondisi ini dapat membawa klien dalam upaya bunuh diri.

E. Sumber Koping
a) Personal ability
1. Pengetahuan klien tentang masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
2. Kemampuan klien mengatasi masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
3. Jenis upaya klien mengatasi masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
4. Kemampuan dalam memecahkan masalah.
b) Sosial support
1. Caregiver utama dalam keluarga.
2. Kader kesehatan yang ada di lingkungan tempat tinggal.
3. Peer group yang ada turut serta dalam memberi dukungan.
c) Material asset
1. Keberadaan asset harta benda pendukung pengobatan yang dimiliki (tanah,
rumah, tabungan) serta fasilitas yang membantunya selama proses
gangguan fisiologis.
2. Mempunyai fasilitas Jamkesmas, SKTM, ASKES.
3. arak/ akses pelayanan kesehatan yang dikunjungi

d) Positive belief
1. Keyakinan dan nilai positif tentang ketidakberdayaan yang dirasakan:
tidak ada.
2. Keyakinan dan nilai positif tentang pelayanan kesehatan yang ada.

F. Mekanisme Koping
a) Konstruktif
1. Menilai pencapaian hidup yang realistis.
2. Kreatif dalam mencari informasi terkait perubahan status kesehatannya
sehingga dapat beradaptasi secara normal.
3. Mampu mengembangkan minat dan hobi baru sesuai dengan perubahan status
kesehatan dan peran yang telah dialami.
4. Peduli terhadap orang lain disekitarnya walaupun mengalami perubahan
kondisi kesehatan.

b) Destruktif
1. Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau meminta
bantuan.
2. Menggunakan mekanisme pertahanan yang tidak sesuai.
3. Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan (mengalami
ketegangan peran, konflik peran).
4. Mengungkapkan kesulitan dalam berkeinginan mencapai tujuan.
5. Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti makan minum,
kebersihan diri, istirahat dan tidur dan berdandan
6. Perubahan dalam interaksi sosial (menarik diri, bergantung pada orang
lain).
7. Enggan mengungkapkan perasaan yang sebenarnya.

G. Tanda dan gejala Ketidakberdayaan Mayor


a) Subjektif
1. Mengatakan ketidakmampuan
2. Frustasi karena tidak mampu mengatasi situasi
b) Objektif
1. Tidak mampu merawat diri
2. Tidak mampu mencari informasi perawatan
3. Tidak mampu memutuskan
4. Bergantung pada orang lain
Minor

a) Subjektif
1. Menyatakan keraguan tentang kemempuannya
2. Menyatakan kurang mampu mengontrol situasi
3. Malu.
b) Objektif
1. Kurang partispasi dalam perawatan
2. Depresi

H. Diagnosa Keperawatan

Koping individu tidak efektif

ketidakberdayaan

Kurang pengetahuan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KETIDAKBERDAYAAN


KASUS:
Seorang laki-laki 45 tahun di rawat di unit penyakit dalam dengan keluhan mual,
muntah, rasa tidajk nyaman di ulu hati, dan memiliki riwayat penyakit DM sejak 4 tahun
yang lalu. Klien mengatakan jarang kontrol ke RS , lebih menyukai makanan padang,
kadang-kadang lupa minum obat anti diabetes. Klien mengatakan bingung kenapa dia
bisa terkena DM sementara tidak ada riwayat DM dalam keluarganya. Klien mengatakan
tidak tahu apa harapan kedepan khususnya terhadap pemulihan kondisi sakitnya. Ekspresi
muka murung, bicara lambat, tidur berlebihan, nafsu makan tidak . Ketika klien di tanya
di daerah mana akan dilakukan penyuntikan , klien tidak dapat memberikan keputusan,
klien merasa apapun yang akan dilakukan tidak akan mengubah kondisinya.

A. Pengkajian
a) Faktor predisposisi
1. Biologis
 memiliki riwayat penyakit DM sejak 4 tahun yang lalu (menderita
penyakit kronis atau riwayat penyakit kronis)
2. Psikologis
 Klien mengatakan tidak tahu apa harapan kedepan khususnya
terhadap pemulihan kondisi sakitnya (Merasa frustasi dengan
kondisi kesehatannya dan kehidupannya yang sekarang )
 Ketika klien di tanya di daerah mana akan dilakukan penyuntikan ,
klien tidak dapat memberikan keputusan (Ketidaknmampuan
mengambil keputusan dan mempunyai kemampuan komunikasi
verbal yang kurang atau kurang dapat mengekspresikan perasaan
terkait dengan penyakitnya atau kondisi dirinya )

b) Faktor presipitasi
Biologis
Klien mengatakan jarang kontrol ke RS , lebih menyukai makanan padang ,
kadang-kadang lupa minum obat anti diabetes. (Menderita suatu penyakit dan
harus dilakukan terapi tertentu, Program pengobatan yang terkait dengan
penyakitnya)

c) Penilaian stressor/ tanda dan gejala


 Respon Emosional : Ekspresi muka murung
 Respon Perilaku : bicara lambat, tidur berlebihan, tidak nafsu makan
 Respon Fisiologis :-
 Pasien dalam tahapan “tidak berdaya”
 Pasien mengatakan “Klien mengatakan tidak tahu apa harapan kedepan
khususnya terhadap pemulihan kondisi sakitnya”

d) Sumber koping : tidak ada


e) Mekanisme koping : tidak ada

B. Diagnosa Keperawatan
Koping individu tidak efektif

ketidakberdayaan

Kurang pengetahuan

NO. Diagnosa Keperawatan Tgl Ditemukan Tgl Teratasi


1. Ketidakberdayaan b.d regimen
pengobatan yang rumit ( Domain 9,
Kelas 2. 00125. Hal 365)
2. Ketidakefektifan Koping b.d Krisis
Situasi (Domain 9, Kelas 2. 00069.
Hal 346)

C. Intervensi Keperawatan

No.D Tujuan dan Kriteria Hasil NOC Intervensi Keperawatan NIC


1 Setelah dilakukan asuhan Ketidakberdayaan (bagian enam
keperawatan 1x24 jam diharapkan hal 537) Latihan asertif (bagian
pasien memenuhi kriteria hasil tiga hal 138)
Ketidakberdayaan ( bagian 1. Bantu memperjelas
empat hal 625) Kepercayaan area masalah terkait dengan
Mengenal Kesehatan : hubungan interpersonal
Merasakan Kemampuan 2. Bantu mengenali
Melakukan (bagian tiga hal 166) ekspresi pikiran dan perasaan,
1. Persepsi bahwa baik positif maupun negative
frekuensi perilaku 3. Bantu pasien
kesehatan tidak berlebihan mengenali pikiran-pikiran
dipertahankan pada skala 2 yang dapat menggalkan
lemah ditingkat kan (asertifitas) pasien
menjadi skala 5 sangat kuat 4. Bantu pasien untuk
2. Persepsi membedakan antara pikiran
kemungkinan melakukan dan kenyataan instruksikan
kesehatan sepanjang waktu pasien mengenai cara lain
dipertahankan pada skala 2 berperilaku asertif
lemah ditingkatkan ke 5. Ouji upaya untuk
skala 5 sangat kuat mengekspresikan perasaan
3. Kepercayaan dan ide
terhadap kemampuan 6. Monitor tingkat
melakukan perilaku kecemasan dan
kesehatan dipertahankan ketidaknyamanan
pada skala 2 lemah berhubungan dengan
ditingkatkan ke skala 5 perubahan perilaku
sangat kuat

A. Pengertian Keputusan

Keputusasaan (hopelessness) adalah suatu kondisi emo sional subjektif yang dipertahankan
klien karena klien tidak melihat adanya pilihan pribadi atau pilihan alternatif untuk
memecahkan masalah; karena ketiadaan hasrat dan ketidakmampuan diri untuk memobilisasi
energinya (Carpenito-Moyet, 2009).

NANDA (2018) menyatakan bahwa keputusasaan adalah keadaan subjektif di mana


seseorang melihat keterbatasan atau tidak melihat adanya alternatif atau pilihan pribadi yang
tersedia dan tidak dapat memobilisasi energi atas nama sendiri.

Keputusasaan adalah keadaan emosional ketika individu merasa bahwakehidupannya


terlalu berat untuk dijalani ( dengan kata lain mustahil ). Seseorangyang tidak memiliki
harapan tidak melihat adanya kemungkinan untuk memperbaikikehidupannya dan tidak
menemukan solusi untuk permasalahannya, dan ia percaya bahwa baik dirinya atau siapapun
tidak akan bisa membantunya.

Keputusasaan berkaitan dengan kehilangan harapan,


ketidakmampuan ,keraguan .duka cita , apati , kesedihan , depresi , dan bunuh diri. ( Cotton
dan Range,1996 )

Keputusasaan berbeda dengan ketidak berdayaan. Hal ini dikarenakan orang tanpa
harapan (putus asa) tidak melihat adanya solusi atau jalan ntuk mencapai apa yang
diinginkan, meskipun dia merasa dalam kendali. Sebaliknya, orang yang tidak berdaya bisa
melihat alternatif atau jawaban, namun tidak dapat melakukan apapun karena kurangnya
kontrol atau sumber daya (Carpenito-Moyet, 2009). Perasaan ketidakberdayaan bisa
menyebabkan keputusasaan.

B. Etiologi
 Stress jangka panjang
 Kehilangan kepercayaan pada kekuatan spiritual • Kehilangan kepercayaan
pada nilai-nilai penting
 Pembatasan aktivitas jangka panjang
 Isolasi sosial

Faktor yang Mempengaruhi Keputusasaan

1) Keragu-raguan Kegagalan yang melahirkan rasa putus asa pada manusia bisa
berawal dari keragu-raguan.
2) Pesimis artinya hilang kepercayaan kepada alam dan hidup. Sebab pesimis sama
maksudnya dengan putus harapan atau putus asa. Karena dalam pesimis tidak ada
harapan kebaikan daripadanya. Terutama dari kehidupan itu sendiri.
3) Kecemasan,Perasaan cemas yang diderita manusia modern adalah bersumber dari
hilangnya makna hidup, the meaning of life. Secara fitri manusia memiliki
kebutuhan akan makna hidup. Makna hidup yang dimiliki seseorang manakala ia
memiliki kejujuran dan merasa hidupnya dibutuhkan oleh orang lain dan merasa
mampu dan telah mengerjakan sesuatu yang bermakna untuk orang lain. Makna
hidup biasa dihayati oleh para pejuang dalam bidang apapun karena pusat
perhatian pejuang adalah pada bagaimana bias menyumbangkan sesuatu untuk
kepentingan orang lain.
4) Faktor Keluarga, Banyak faktor yang menjadikan seseorang terbenam dalam rasa
keputusasaan. Faktor dukungan merupakan salah satunya, yaitu tidak adanya
dukungan dari keluarga dan sahabat. sehingga seberapa besar kemampuannya
adalah sebatas yang ia yakini sendiri, tanpa adanya masukan dan saran dari
keluarga dan sahabatnya. Namun, sebenarnya faktor utama pemicu putus asa
adalah kejahilan atau kebodohan. Dan dalam keluarga sendiri ada faktor yang
mendorong terjadinya hal tersebut, faktor dalam keluarga seperti:
- Kesepian
Gangguan kejiwaan berupa kesepian bersumber dari hubungan antar
manusia (interpersonal) dikalangan masyarakat modern tidak lagi tulus dan
hangat. khususnya diawali dalam keluarga sebagai interpersonal terdekat.
Ketergesangan hubungan bisa karena banyak hal diantaranya kasih sayang
atau topeng sosial. Akibanya manusia modern sering mengidap perasaan
sepi.
- Kebosanan
Karena hidup tak bermakna hubungan dengan manusia lain terasa hambar
karena tiada ketulusan hati, kecemasan yang menggangu jiwa dan kesepian
yang berkepanjangan, meyebabkan manusia modern menderita gangguan
kebosanan. Ketika diatas pentas kepalsuan, manusia bertopeng memang
memperoleh kenikmatan sekejap, tetapi setelah ia kembali ke rumahnya,
kembali menjadi seorang diri dalam keasliannya. Maka ia dirasukikembali
perasaan cemas dan sepi

Akibat Keputusasaan

a. Stres
b. Depresi
c. Galau
d. Sakit
e. Pola hidup yang tidak teratur
f. Letih, Lesu, Lemah; disebabkan karena faktor psikis
g. Hilang kesempatan yang ada, karena ketika kesempatan itu datang ia sibuk
dengan rasa putus asa yang ada.
h. Trauma; tidak lagi memiliki keberanian dan kemampuan untuk melakukan
hal yang sama karena takut akan mengalami rasa putus asa untuk yang
kedua kalinya.
i. Gila; akibat jangka panjang yang umumnya terjadi pada sebagian orang
j. Sakit; diawali dengan makan yang tidak teratur, tidur terlalu larut, beban
pikiran yang berlebihan.
k. Kematian; beberapa mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri dan tidak
hanya karena sakit yang berkepanjangan namun juga karena faktor psikis
yang berlebihan.

Pencegahan

Di bawah ini ada beberapa cara mencegah timbulnya keputusasaanyaitu :

1) Berbaik sangkalah kepada Yang Maha Kuasa ,Ingat bahwa setiap yang kita
alami ada hikmahnya. Semua ini hanyalah sebuah cobaan dan bukti kecintaaan
tuhan kepada kita.
2) Berpikir bahwa tidak ada kegagalan yang abadi, karena kita bisa
mengubahnya dengan ber buat hal-hal baru.
3) Tetapkan tindakan kita dalam keadaan apapun kita tetap bisa memilih
tindakan atau mengubah kebiasan lama dan mencari jalan untuk mengatasi
masalah yg tengah kita hadapi
4) Bersikap lebih fleksibel, kehidupan tidak selalu seperti yang di harapkan.
Apabila kita dapat menyesuaikan diri dengan situasi baru maka ketegangan
kita kan berkurang.
5) Kembangkan tindakan yang kreatif Tanyakan pada diri sendiri
"kesempatan apa bagi saya di sini ? Jalan mana yang terbuka bagi saya ?"
6) Evaluasi setiap situasi. Pikirkan segala tindakan sebelum bertindak agar bisa
di dapatkan pemecah masalah yang baik.
7) Lihat sisi positifnya. Kegagalan memang merupakan pengalaman yang
menyakitkan. Tapi daripada memikirkan kerugian yang kita alami, lebih baik
fokuskan pada apa yang telah kita pelajari.
8) Bertanggung jawab. Jangan salah kan orang lain jika gagal,tapi perhatikan
baik-baik masalah nya dan cobalah memahaminya. Tanyakan pada diri sendiri
bagaimana mengatasinya?
C. Rentang Respons Emosional

Adatif Maladatif
Respons Reaksi Supresi Reaksi Depresi emosional berduka emosi berduka
rumit tertunda
1. Respons emosional adalah respons yang paling adaptif. Adaptif menyiratkan
keterbukaan dan kesadaran akan perasaan. Dengan cara ini, perasaan
memberikan pengalaman yang berharga .
2. Reaksi Berduka yang rumit adalah respons adaptif dalam mengadapi stress.
Respons tersebut merupakan bahwa seseorang sedang menghadapi realitas
kehilangan dan tenggelam dalam kondisi berduka
3. Supresi emosi adalah respons mal adaptif. Penolakan perasaan atau keteguhan
sesorang. Bersifat sementara terkadang di perlukan untuk kondisi tertentu,
seperti pada respon awal terhadap kematian atau tragedy
4. Reaksi berduka tertunda
5. Depresi

Beck, Rawlins, dan Williams (1984) mengemukakan bahwa individu berharapan.


Rentang harapan – putus harapan merupakan rentang adaptif dan maladaptif.

1. Ketidakberdayaan, keputuasaan, apatis. Individu yang tidak berhasil


memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak
mampu, seolah-olah koping yang biasa bermain sudah tidak bermanfaat lagi.
Harga diri rendah, apatis dan tidak mampu mengembangkan koping yang baru
serta yakin tidak ada yang membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu. Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan
tidak realistis akan merasa gagal dam kecewa jika cita-citanya tidak tercapai.
Demikian pula jika individu kehilangan sesuatu yang sidah dimiliki misalnya
kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan. Individu akan
merasa gagal , kecewa rendah diri dan berakhir dengan bunuh diri.
3. Depresi dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai
sengan kesedihan dan rendah diri. Individu berpikir tentang bunuh diri pada
waktu depresi berat, namun tidak mempunyai tenaga untuk melakukannya.
Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu keluar dari keadaan depresi
berat.
4. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi.

D. Karakteristik Keputusasaan (Tanda dan Gejala)


1. Karakteristik keputusasaan menurut Carpenito-Moyet (2009) terdiri dari
karakteristik utama (mayor) dan karak teristik tambahan (minor).
a) Karakteristik utama (Mayor)
Karakter-karakter di bawah ini harus hadir, satu atau lebih dari satu, yaitu:
mengungkapkan sikap apatis yang mendalam, luar biasa, dan bertahan dalam
menanggapi situasi yang dianggap tidak mungkin, seperti pernyataan "Masa
depanku tampak gelap bagiku" (Yip & Chang dalam Carpenito-Moyet, 2009).
a. Fisiologis
 Menurunnya respons terhadap rangsangan
 kekurangan energy
 Peningkatan jumlah tidur

b. Emosional
 Mereka tidak memiliki kesempatan dan tidak ada alasan bagi
mereka untuk percaya hari depan
 Ketidak mampuan mencari kemakmuran, keberuntungan atau
nikmat tuhan
 Kurangnya makna atau tujuan dalam hidup
 Perasaan kehilangan dan kekurangan
 Kosong atau kehilangan vitalitas
 Demoralisasi
 Tidak berdaya
 Tidak kompeten atau terjebak

KIien dengan gangguan ini akan menunjukkan:

1) Kepasifan dan kurangnya keterlibatan dalam perawatan


2) Kemampuan verbal yang menurun
3) Afek yang menurun
4) Kurangnya ambisi, inisiatif, dan minat
5) Kompleksnya sikap menyerah
6) Ketidakmampuan untuk mencapai apapun
7) Kurangnya tanggung jawab atas keputusan dan kehidupan
8) Proses berpikir yang lambat
9) Perilaku mengisolasi diri
10) Demoralisasi
11) Komentar negatif mengenai sekarang dan masa depan
12) Kelelahan
c. Kognitif
 Fokus pada masa lalu dan mas a depan, bukan fokus pada saat ini
dan sekarang
 Berkurangnya fleksibilitas dalam proses berpikir
 Kekakuan ( misalnya, pemikiran semua atau tidak sama sekali.
 Kurangnya imajinasi dan kemampuan berharap
 Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi atau mencapai tujuan dan
sasaran yang diingkan.
 Ketidakmampuan untuk merencanakan, mengatur, membuat
keputusan, atau memecahkan masalah.
 Putus asa
 Ketidak mampuan mengenali sumber harapan
 Pikiran bunuh diri.
b) Karakteristik Tamabahan (minor)
Karakter yang meliputi aspek fisiologis dan emosional ini dimungkinkan hadir
pada klien dengan keputusasaan
a. Fisiologis
1. Anoreksia
2. Penurunan berat badan

b. Emosional
Klien merasa :
1. Merasa ada benjolan di tenggorokan, tegang
2. Merasa kecewa
3. Dibanjiri oleh rasa ketidak mampuan (saya hanya “tidak bisa..”)
4. Merasa bahwa mereka berada di ujung talinya.
5. Kehilangan kepuasan dari peran dan hubungan
6. Rentan atau mudah di serang:

Klien juga mempertunjukkan adanya:

1. Kontak mata yang buruk


2. Motivasi yang menurun
3. Mendesah
4. Regresi
5. Depresi
6. Pengunduran diri

2. Karakteristik Keputusasaan (Tanda dan Gejala) menurut (Budi Anna 2019)


a. Mayor
Subjektif :
1. Mengungkapkan keputusasaan
2. Mengungkapkan isi pembicaraan yang pesimis “saya tidak bisa”
3. Kurang dapat berkontsentrasi
4. Mengungkapkan bingung

Objektif :

1. Berperilaku pasif
2. Kontak mata kurang
3. Perubahan pola tidur
4. Porsi makan tidak habis
5. Kurang bicara

b. Minor
Subjektif :
1. Sulit tidur
2. Selera makan menurun
3. Mengungkapkan keraguan
4. Mengunkapkan frustasi

Objektif :

1. Afek datar
2. Kurang inisiatif
3. Meninggalkan lawan bicara
4. Mengangkat bahu sebagai respons lawan bicara
5. Perawatan diri kurang
6. Sulit membuat keputusan

E. Kondisi Klinis Terkait


a. Penyakit kronis (diabetes mellitus, hipertensi, stroke, TBC)
b. Penyakit terminal (kanker)
c. Penyakit yang tidak dapat disembuhkan
d. Kondisi fisik terus menurun

F. Diagnosa Keperawatan
ASUHAN KEPEARAWATAN PADA PASIEN KEPUTUSASAAN
KASUS :
Seorang wanita berusia 57 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan
keluhan sesak nafas sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Hasil pengkajian : Klien
memiliki riwayat TB paru sejak bulan januari tahun 2017, namun setelah
menjalani pengobatan OAT selama 5 bulan, klien putus obat karena terjadi
masalah pada fungsi hatinya akibar dari pengobatan OAT. Klien juga memiliki
riwayat DM type 2. Setahun yang lalu klien pernah jatuh dan sampai saat ini klien
tidak bisa berjalan. Sebelum sakit klien mengatakan masih bisa melakukan
aktifitas sehari--hari, namun saat ini harus dibantu oleh orang lain. Klien jarang
keluar rumah dan lebih senang mengurung diri di kamar. Klien mengatakan
capek, pasrah dengan kondisinya dan ingin mati saja. Menurut klien tidak ada
harapan untuk sembuh lagi. Klien merasa selalu merepotkan orang lain terutama
anak-anaknya. Klien sering menangis, kadang menolak minum obat, sulit
konsentrasi dan lebih banyak diam.

A. Pengkajian
1. Faktor predisposisi
Pada kasus, Klien memiliki riwayat TB paru sejak bulan januari tahun
2017, namun setelah menjalani pengobatan OAT selama 5 bulan, klien
putus obat karena terjadi masalah pada fungsi hatinya akibar dari
pengobatan OAT. Klien juga memiliki riwayat
DM type 2. Jadi faktor predisposisinya adalah
Biologis : riwayat TB paru, putus obat karna ada masalah fungsi hati
akibat pengobatan OAT dan Riwayat DM type 2
2. Faktor presipitasi
Pada kasus, Setahun yang lalu klien pernah jatuh dan sampai saat ini
klien tidak bisa berjalan. Sebelum sakit klien mengatakan masih bisa
melakukan aktifitas sehari--hari, namun saat ini harus dibantu oleh
orang lain. Jadi Faktor Presipitasinya adalah Biologis : Setahun yang
lalu klien pernah jatuh dan sampai saat ini klien tidak bisa berjalan
3. Penilaian stressor / Tanda Gejala
Mayor :
a) Subkektif
▪ Mengungkapkan keputusasaan : “pasrah dengan
kondisinya dan ingin mati saja. tidak ada harapan untuk
sembuh lagi”
▪ Mengungkapkan isi pembicaraan yang pesimis “ saya tidak
bisa” : “Menurut klien tidak ada harapan untuk sembuh
lagi”
▪ Kurang dapat berkonsentrasi : di kasus di sebutkan “sulit
konsentrasi”
b) Objektif
▪ Berperilaku Pasif : Klien jarang keluar rumah dan lebih
senang mengurung diri di kamar, lebih banyak diam.
▪ Kontak mata kurang : senang mengurung diri, jadi kurang
berinteraksi dalam kontak mata,
▪ Porsi makan tidak habis : klien menonal minum obat.
▪ Kurang berbicara : klien lebih banyak diam, dan sering
menangis.

Minor :

a) Subjektif
▪ Mengungkapkan keragu-raguan : “Klien mengatakan capek,
pasrah dengan kondisinya. Tidak ada harapan untuk
sembuh”
▪ Mengungkapkan frustasi : “pasrah dengan kondisinya, dan
ingin mati saja”
b) Objektif
▪ lebih banyak diam,
▪ sering menangis

Kondisi Klinis Terkait : penyakit kronis ( DM type 2, TBC)

4. Sumber Koping
1. kemampuan personal
2. Material Aset.
3. Sosial Support
4. Keyakinan positif
5. Identitas ego yang kuat

Dalam kasus tersebut pasien memiliki sosial support yaitu dukungan


keluarga dengan “dibantu oleh orang lain” atau dibantu dengan
keluarganya atau anaknya

5. Mekanisme Koping
• Strategi koping adaptif : tidak ada (-)
• Strategi maladaptif.
Klien belum bisa untuk menerima apa yang telah terjadi dengan
keadaanya saat ini klien . Klien jarang keluar rumah dan lebih senang
mengurung diri di kamar. Klien mengatakan capek, pasrah dengan
kondisinya dan ingin mati saja. Menurut klien tidak ada harapan untuk
sembuh lagi. Klien merasa selalu merepotkan orang lain terutama
anak-anaknya. Klien sering menangis, kadang menolak minum obat,
sulit konsentrasi dan lebih banyak diam.
B. Diagnosa Keperawatan

Data Masalah Etiologi

DS : Keputusasaan Penurunan kondisi


Klien mengatakan capek,pasrah dengan kondisinya (Domain 6, Kelas 1 fisiologis
dan ingin mati saja 00124. Hal 284)
Menurut klien tidak ada harapan untuk sembuh lagi
Sebelum sakit klien mengatakan masih bisa
melakukan aktivitas sehari-hari
Klien merasa selalu merepotkan orang lain terutama
anak-anaknya DO :
Menagis , kadang menolak untuk minum obat,
sulit konsentrasi dan lebih banyak diam
sampai saat ini klien tidak bisa berjalan klien
memiliki penyakit TB paru
Klien riwayat DM type 2

DO :
• Putus obat OAT akibat masalah pada
fungsi hati
• Klien memiliki riwayat DM type 2 Ketidakefektifan Krisis Situasi
Koping
DS: (Domain 9, Kelas 2.
• Klien mengatakan capek, pasrah dengan 00069. Hal 346)
kondisinya dan ingin mati saja
Menurut klien tidak ada harapan sembuh
• lagi

Klien merasa selalu merepotkan orang


• lain terutama anak-anaknya
Klien jarang keluar rumah dan lebih
senang mengurung diri dikamar

Diagnosa Keperawatan Menurut NANDA
NO. Diagnosa Keperawatan Tgl Ditemukan Tgl Teratasi
1. Keputusasaan b.d
Penurunan kondisi fisiologis
(Domain 6, Kelas 1 00124. Hal
284)
2. Ketidakefektifan Koping
b.d Krisis Situasi (Domain 9,
Kelas 2. 00069. Hal 346)

C. Intervensi Keperawatan menurut NIC NOC

No. Dx Tujuan dan Kriteria Hasil NOC Intervensi Keperawatan NIC


1. Setelah dilakukan asuhan Dukungan Emosional (Bagian
keperawatan 1x24 jam diharapkan tiga, 5270 hal 90)
pasien memenuhi kriteria hasil 1. Diskusikan dengan pasien
Kesehatan Psikososial mengenai pengalaman emosinya
Tingkat Rasa Takut (Bagian 2. Ekspolasi apa yang memicu
Tiga 1210 hal 578) emosi pasien.
1. Menarik diri di pertahankan pada 3. Temani pasien dan berikan jaminan
jarang keluar rumah dan lebih keselamatan dan keamanan
senang mengurung diri di kamar 4. Rujuk untuk konseling.
skala 1 berat di tingkatkan ke Inspirasi harapan (bagian tiga, 5310 hal
tidak mengurung diri lagi dikamar 119)
dan mau keluar rumah skala 5 1. Bantu pasien dan keluarga untuk
tidak ada. mengidentifikasikan area dari
2. Kekurangan kepercayaan diri harapan dalam hidup
dipertahankan padapasrah 2. Informasikan pada pasien mengenai
dengan kondisinya skala 1 berat apakah situasi yang telah terjadi
ditingkatkan ke semangat untuk sekarang bersifat sementara.
sembuh skala 5 tidak ada. 3. Demonstrasikan harapan dengan
3. Kelelahan dipertahankan pada menunjukan bahwa sesuatu dalam
capek skala 2 cukup berat diri pasien adalah sesuatu yang
ditingkatkan ke merasa segar berharga dan memandang bahwa
skala 5 tidak ada. penyakit pasien adalah hanya satu
4. Menangis dipertahankan pada segi dari individu
sering menangis skala 2 cukup 4. Kembangkan daftar mekanisme
betat ditingkatkan ke tidak koping pasien.
menangis lagi skala 5 tidak ada.
5. Kesulitan berkonsentrasi di
pertahankan pada sulit dan mudah
diam skala 1 berat ditingkatkan
ke bisa berkonsentrasi dan mau
berbicara skala 5 tidak ada

2. Setelah dilakukan asuhan keperawatan Koping kesiapan peningkatan


1x24 jam diharapkan
(bagian empat hal 545)
pasien memenuhi kriteria hasil Peningkatan Koping (Bagian tiga,
Koping, Ketidak efektifan 5230 hal 337)
(bagian empat hal 633) 7. Bantu pasien dalam
Koping (bagian tiga, 1302 hal mengidentifikasikan tujuan jangka
281) pendek dan jangka panjang yang
4. Mengidentifikasikan pola koping tepat.
yang tdk efektif dipertahankan 8. Berikan mengenai pemahaman pada
pada menagis, mengurung diri pasien terhadap proses penyakit.
skala 5 sering konsinten 9. Berikan suasana penerimaan
menunjukan ditingkatkan ke 1 10. Dukung aktivitas sosial dan
tidak menangis dan tidak komunitas agar bisa dilakukan
mengurung diri skala 1 tidak 11. Kenali latar belakang budaya
pernah menunjukkan. /spiritual pasien
5. Mengidentifikasi pola koping yang 12. Dukung keterlibatan keluarga ,
efektif dipertahankan pada skala 1 dengan cara yang tepat.
tidak pernah menunjukkan
ditingkat ke 5 sering menunjukkan
6. Menggunakan strategi koping yang
efektif di pertahankan pada skala 1
tidak pernah menunjukkan
ditingkatkan ke 5 sering
menunjukkan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ketidakberdayaan adalah pengalaman hidup kurang pengendalian terhadap
situasi, termasuk persepsi bahwa tindakan seseorang secara signifikan tidak akan
mempengaruhi hasil (NANDA-1, 2018). Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang
bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu keadaan
ketika individu kurang mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru
dirasakan (Stuart,2016). Ketidakberdayaan juga dapat diartikan sebagai sebuah
persepsi individu bahwa tindakannya sendiri tidak akan mempengaruhi hasil secara
bermakna; kurangnya control terhadap situasi tertentu (Townsend,2010). Dari
beberapa definisi yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa ketidakberdayaan
adalah suatu kondisi dimana control akan pribadi dan situasi, termasuk persepsi
oraang atau kelompok mengenai tindakan yang dilakukan tidak akan mempengaruhi
hasil yang signifikan. Ketidakberdayaan dapat dialami oleh semua orang tanpa
terkecuali, pada klien dengan masalah kesehatan yang sedang menjalani pengobatan
dan perawatan di rumah sakit.
Keputusasaan (hopelessness) adalah suatu kondisi emo sional subjektif yang
dipertahankan klien karena klien tidak melihat adanya pilihan pribadi atau pilihan
alternatif untuk memecahkan masalah; karena ketiadaan hasrat dan ketidakmampuan
diri untuk memobilisasi energinya (Carpenito-Moyet, 2009).
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mubarok, Psikologi Qur’ani , (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001). hlm. 30

Hamka. Tafsir Al Azhar juz xii. (Jakarta: Pustaka Panjimas. 1982). hlm.20
Imam Fuadi, Menuju Kehidupan Sufi (Jakarta : Bina Ilmu 2004)
hlm.103

Idea. 2 Januari 2011. Laporan Pendahuluan . diakses dari :


https://nursecerdas.wordpress.com/category/laporan-pendahuluan/

Keliat, B,A. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Lindasari, S, W. Dkk. 2017. Pengaruh Logotherapyterhadap Keputusasaan Pada


Narapidana Wanitadi Lembaga Permasyarakatan Wanitakelas Iia Bandung. Diakses
dari:https://www.researchgate.net/publication/333051659_PENGARUH_
LOGOTHERAPY_TERHADAP_KEPUTUSASAAN_PADA_NARAPID
ANA_WANITA_DI_LEMBAGA_PERMASYARAKATAN_WANITA_
KELAS_IIA_BANDUNG/fulltext/5cd97f22299bf14d9592cd67/PENGAR
UH-LOGOTHERAPY-TERHADAP-KEPUTUSASAAN-PADANARAPIDANA-WANITA-
DI-LEMBAGA-PERMASYARAKATANWANITA-KELAS-IIA-BANDUNG.pdf

Purwanto, T. 2015. Buku ajar Keperawata Jiwa. Yogyakarta : Pustka belajar

Sutejo. 2016. Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Pustaka baru press

Carpenito, L.J. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis. Ed.9.
Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. dkk. 2019. Asuhan keperawatan jiwa. Jakarta: EGC. NANDA. 2018.
Buku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: ECG

Townsend, M.C (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri rencana Asuhan &
Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai