OLEH:
KELOMPOK III
ERNAWATI / 12020004
HANIF TRIASIH / 12020006
RESKIANA / 12020016
RISKA AULIYAH / 12020017
SELFIA / 12020019
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah Swt, yang memberikan nikmat serta
hidayah-Nya terutama nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul asuhan keperawatan pada klien ketidakberdayaan dan
keputusasaan. Makalah ini tidak tersusun dengan sempurna dan masih terdapat kekurangan-
kekurangan dalam penulisannya. Maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
agar dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan benar, bahkan bisa tersusun dengan
sempurna.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuannya. Mudah-mudahan
makalah yang sederhana ini bisa dipahami bagi siapapun yang membacanya,dengan
pemahaman yang di dapatkan pembaca dari makalah ini tentunya penulis akan
memperbanyak ilmu pengetahuan agar bisa menyelesaikan makalah berikutnya dengan
sempurna tanpa ada kesalahan,demi peningkatan mutu
pendidikan kita bersama. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian, kritik,
serta saran yang akan pembaca berikan kepada penulis nantinya.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................2
B. Rumusan Masalah....................................................................................................3
C. Tujuan......................................................................................................................4
A. Ketidakberdayaan ...................................................................................................6
B. Keputusan ...............................................................................................................7
C. Pembahasan Kasus..................................................................................................8
A. Kesimpulan .............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keputusasaan mengggambarkan individu yang tidak melihat adanya kemungkinan untuk
memperbaiki hidupnya dan bersih keras mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang
dapat membantunya.Keputusasaan berbeda dengan ketidakberdayaan, orang yang putus
asa tidak melihat adanya solusi untuk permasalahannya atau tidak menemukan cara untuk
mencapai apa yang diinginkannya. Sebalikkya orang yang tidak berdaya masih
dapatmenemukan alternatif atau untuk masalah tersebut, tetapi tidak mampu
melakukansesuatu untuk mewujudkannya karena kurangnya kontrol dan sumber yang
tersedia.
Perasaan tidak berdaya yang tidak kunjung hilang dapat menimbulkankeputusasaan.
Keputusasaan biasanya terkait dengan duka cita, depresi, dan keinginanuntuk bunuh diri.
Untuk individu dengan resiko bunuh diri perawat juga harus menngunakan resiko bunuh
diri.Setiap orang pernah mengalami keputusasaan dalam hidupnya.
ketidakberdayaan merupakan persepsi seseorangbahwatindakannya tidak akan
mempengaruhi hasil secara bermakna, kurang penggendalian yangdirasakan terhadap
situasi terakhir atau yang baru saja terjadi.Menurut Carpenito-Moyet (2007)
ketidakberdayaan merupakan keadaan ketika seseorangindividu atau kelompok merasa
kurang kontrol terhadap kejadian atau situasi tertentu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien ketidakberdayaan dan keputusasaan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang bagaimana asuhan keperawatan pada
klien ketidakberdayaan dan keputusasaan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan adalah pengalaman hidup kurang pengendalian terhadap situasi,
termasuk persepsi bahwa tindakan seseorang secara signifikan tidak akan mempengaruhi
hasil (NANDA-1, 2018). Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya
tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu keadaan ketika individu kurang
mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan (Stuart,2016).
Ketidakberdayaan juga dapat diartikan sebagai sebuah persepsi individu bahwa
tindakannya sendiri tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna; kurangnya control
terhadap situasi tertentu (Townsend,2010). Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan
dapat disimpulkan bahwa ketidakberdayaan adalah suatu kondisi dimana control akan
pribadi dan situasi, termasuk persepsi oraang atau kelompok mengenai tindakan yang
dilakukan tidak akan mempengaruhi hasil yang signifikan. Ketidakberdayaan dapat
dialami oleh semua orang tanpa terkecuali, pada klien dengan masalah kesehatan yang
sedang menjalani pengobatan dan perawatan di rumah sakit. Seperti pada klien dengan
diabetes miletus yang sedang menjalani perawatan. Kannie, Dauli, Nuraini (2011),
menjelaskan bahwa kondisi stress pada klien dapat menyertai perasaan ketidakberdayaan.
Stress yang dialami oleh klien dapat memberikan dampak pula pada ketidakberdayaan
klien. Kondisi tersebut dapat memperparah kondisi klien. Pada klien mengalami
ketidakberdayaan, penting untuk memberikan intervensi keperawatan tentang persepsi
klien terhadap penyakit diabetes miletus supaya dapat berubah menjadi persepsi yanag
baik dan menjadi pandangan positif tentang usaha penyembuhan penyakitnya.
B. Etiologi ketidakberdayaan
Menurut buku asuhan keperawatan jiwa (Keliat,Budi Anna. 2019):
Nyeri
Ansietas
Hargadiri rendah
Strategi koping tidak efektif
Kurang pengetahuan untuk mengelola masalah
Kurang dukungan sosial
Faktor predisposisi
a) Biologis :
1. Tidak ada riwayat keturunan (salah satu atau kedua orang tua menderita gangguan
jiwa)
2. Gaya hidup (tidak merokok, alkhohol, obat dan zat adiktif) dan Pengalaman
penggunaan zat terlarang
3. Menderita penyakit kronis (riwayat melakukan general chek up, tanggal terakhir
periksa)
4. Ada riwayat menderita penjakit jantung, paru-paru, yang mengganggu pelaksana
aktivitas harian pasien
5. Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan balita sampai kejang-kejang
atau pernah mengalami riwayat trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus
frontal, temporal dan limbic.
6. Riwayat menderita penyakit yang secara progresif menimbulkan
ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal atau
a) Psikologis :
1. Pengalaman perubahan gaya hidup akibat lingkungan tempat tinggal
2. Ketidaknmampuan mengambil keputusan dan mempunyai kemampuan
komunikasi verbal yang kurang atau kurang dapat mengekspresikan perasaan
terkait dengan penyakitnya atau kondisi dirinya
3. Ketidakmampuan menjalankan peran akibat penyakit yang secara progresif
menimbulkan ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal
atau AIDS
4. Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang sudah dicapai)
5. Merasa frustasi dengan kondisi kesehatannya dan kehidupannya yang
sekarang
6. Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja yang terlalu otoriter
atau terlalu melindungi/menyayangi
7. Motivasi: penerimaan umpan balik negatif yang konsisten selama tahap
perkembangan balita hingga remaja, kurang minat dalam mengembangkan
hobi dan aktivitas sehari-hari
8. Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban maupun sebagai saksi
9. Self kontrol: tidak mampu mengontrol perasaan dan emosi, mudah cemas, rasa
takut akan tidak diakui, gaya hidup tidak berdaya
10. Kepribadian: mudah marah, pasif dan cenderung tertutup.
b) Sosial budaya :
1. Usia 30-meninggal berpotensi mengalami ketidakberdayaan
2. Jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan mempunyai kecenderungan
yang sama untuk mengalami ketidakberdayaan tergantung dari peran yang
dijalankan dalam kehidupannya
3. Pendidikan rendah
4. Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan
(misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau
orang terdekat yang berlangsung lebih dari 6 bulan)
5. Adanya norma individu atau masyarakat yang menghargai kontrol
(misalnya kontrol lokus internal)
6. Dalam kehidupan sosial, cenderung ketergantungan dengan orang lain,
tidak mampu berpartisipasi dalam sosial kemasyarakatan secara aktif,
enggan bergaul dan kadang menghindar dari orang lain
7. Pengalaman sosial, kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat
8. Kurang terlibat dalam kegiatan politik baik secara aktif maupun secara
pasif.
b) Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat menstimulasi klien jatuh pada kondisi ketidakberdyaan
dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal dimana pasien
kurang dapat menerima perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kondisi eksternal
biasanya keluarga dan masyarakat kurang mendukung atau mengakui keberadaannya
yang sekarang terkait dengan perubahan fisik dan perannya. Sedangkan durasi
stressor terjadi kurang lebih 6 bulan terakhir, dan waktu terjadinya dapat bersamaan,
silih berganti atau hampir bersamaan, dengan jumlah stressor lebih dari satu dan
mempunyai kualitas yang berat. Hal tersebut dapat menstimulasi ketidakberdayaan
bahkan memperberat kondisi ketidakberdayaan yang dialami oleh klien.
b) Psikologis :
1. Perubahan gaya hidup akibat menderita penyakit kronis
2. Tidak dapat menjalankan pekerjaan, hobi, kesenangan dan aktivitas sosial
yang berdampak pada keputusasaan.
3. Perasaan malu dan rendah diri karena ketidakmampuan melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari akibat tremor, nyeri, kehilangan pekerjaan.
4. Konsep diri: gangguan pelaksanaan peran karena ketidakmampuan
melakukan tanggungjawab peran.
5. Kehilangan kemandirian atau perasaan ketergantungan dengan orang lain.
c) Sosial budaya :
1. Kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat kondisi kesehatan atau
kehidupannya yang sekarang.
2. Tinggal di pelayanan kesehatan dan pisah dengan keluarga (berada
dalam lingkungan perawatan kesehatan).
3. Hambatan interaksi interpersonal akibat penyakitnya maupun
penyebab yang lain
4. Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan
(misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial
atau orang terdekat yang berlangsung dalam 6 bulan terakhir)
5. Adanya perubahan dari status kuratif menjadi status paliatif.
6. Kurang dapat menjalankan kegiatan agama dan keyakinannya dan
ketidakmampuan berpartisipasi dalam kegiatan sosial di masyarakat
E. Sumber Koping
a) Personal ability
1. Pengetahuan klien tentang masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
2. Kemampuan klien mengatasi masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
3. Jenis upaya klien mengatasi masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
4. Kemampuan dalam memecahkan masalah.
b) Sosial support
1. Caregiver utama dalam keluarga.
2. Kader kesehatan yang ada di lingkungan tempat tinggal.
3. Peer group yang ada turut serta dalam memberi dukungan.
c) Material asset
1. Keberadaan asset harta benda pendukung pengobatan yang dimiliki (tanah,
rumah, tabungan) serta fasilitas yang membantunya selama proses
gangguan fisiologis.
2. Mempunyai fasilitas Jamkesmas, SKTM, ASKES.
3. arak/ akses pelayanan kesehatan yang dikunjungi
d) Positive belief
1. Keyakinan dan nilai positif tentang ketidakberdayaan yang dirasakan:
tidak ada.
2. Keyakinan dan nilai positif tentang pelayanan kesehatan yang ada.
F. Mekanisme Koping
a) Konstruktif
1. Menilai pencapaian hidup yang realistis.
2. Kreatif dalam mencari informasi terkait perubahan status kesehatannya
sehingga dapat beradaptasi secara normal.
3. Mampu mengembangkan minat dan hobi baru sesuai dengan perubahan status
kesehatan dan peran yang telah dialami.
4. Peduli terhadap orang lain disekitarnya walaupun mengalami perubahan
kondisi kesehatan.
b) Destruktif
1. Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau meminta
bantuan.
2. Menggunakan mekanisme pertahanan yang tidak sesuai.
3. Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan (mengalami
ketegangan peran, konflik peran).
4. Mengungkapkan kesulitan dalam berkeinginan mencapai tujuan.
5. Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti makan minum,
kebersihan diri, istirahat dan tidur dan berdandan
6. Perubahan dalam interaksi sosial (menarik diri, bergantung pada orang
lain).
7. Enggan mengungkapkan perasaan yang sebenarnya.
a) Subjektif
1. Menyatakan keraguan tentang kemempuannya
2. Menyatakan kurang mampu mengontrol situasi
3. Malu.
b) Objektif
1. Kurang partispasi dalam perawatan
2. Depresi
H. Diagnosa Keperawatan
ketidakberdayaan
Kurang pengetahuan
A. Pengkajian
a) Faktor predisposisi
1. Biologis
memiliki riwayat penyakit DM sejak 4 tahun yang lalu (menderita
penyakit kronis atau riwayat penyakit kronis)
2. Psikologis
Klien mengatakan tidak tahu apa harapan kedepan khususnya
terhadap pemulihan kondisi sakitnya (Merasa frustasi dengan
kondisi kesehatannya dan kehidupannya yang sekarang )
Ketika klien di tanya di daerah mana akan dilakukan penyuntikan ,
klien tidak dapat memberikan keputusan (Ketidaknmampuan
mengambil keputusan dan mempunyai kemampuan komunikasi
verbal yang kurang atau kurang dapat mengekspresikan perasaan
terkait dengan penyakitnya atau kondisi dirinya )
b) Faktor presipitasi
Biologis
Klien mengatakan jarang kontrol ke RS , lebih menyukai makanan padang ,
kadang-kadang lupa minum obat anti diabetes. (Menderita suatu penyakit dan
harus dilakukan terapi tertentu, Program pengobatan yang terkait dengan
penyakitnya)
B. Diagnosa Keperawatan
Koping individu tidak efektif
ketidakberdayaan
Kurang pengetahuan
C. Intervensi Keperawatan
A. Pengertian Keputusan
Keputusasaan (hopelessness) adalah suatu kondisi emo sional subjektif yang dipertahankan
klien karena klien tidak melihat adanya pilihan pribadi atau pilihan alternatif untuk
memecahkan masalah; karena ketiadaan hasrat dan ketidakmampuan diri untuk memobilisasi
energinya (Carpenito-Moyet, 2009).
Keputusasaan berbeda dengan ketidak berdayaan. Hal ini dikarenakan orang tanpa
harapan (putus asa) tidak melihat adanya solusi atau jalan ntuk mencapai apa yang
diinginkan, meskipun dia merasa dalam kendali. Sebaliknya, orang yang tidak berdaya bisa
melihat alternatif atau jawaban, namun tidak dapat melakukan apapun karena kurangnya
kontrol atau sumber daya (Carpenito-Moyet, 2009). Perasaan ketidakberdayaan bisa
menyebabkan keputusasaan.
B. Etiologi
Stress jangka panjang
Kehilangan kepercayaan pada kekuatan spiritual • Kehilangan kepercayaan
pada nilai-nilai penting
Pembatasan aktivitas jangka panjang
Isolasi sosial
1) Keragu-raguan Kegagalan yang melahirkan rasa putus asa pada manusia bisa
berawal dari keragu-raguan.
2) Pesimis artinya hilang kepercayaan kepada alam dan hidup. Sebab pesimis sama
maksudnya dengan putus harapan atau putus asa. Karena dalam pesimis tidak ada
harapan kebaikan daripadanya. Terutama dari kehidupan itu sendiri.
3) Kecemasan,Perasaan cemas yang diderita manusia modern adalah bersumber dari
hilangnya makna hidup, the meaning of life. Secara fitri manusia memiliki
kebutuhan akan makna hidup. Makna hidup yang dimiliki seseorang manakala ia
memiliki kejujuran dan merasa hidupnya dibutuhkan oleh orang lain dan merasa
mampu dan telah mengerjakan sesuatu yang bermakna untuk orang lain. Makna
hidup biasa dihayati oleh para pejuang dalam bidang apapun karena pusat
perhatian pejuang adalah pada bagaimana bias menyumbangkan sesuatu untuk
kepentingan orang lain.
4) Faktor Keluarga, Banyak faktor yang menjadikan seseorang terbenam dalam rasa
keputusasaan. Faktor dukungan merupakan salah satunya, yaitu tidak adanya
dukungan dari keluarga dan sahabat. sehingga seberapa besar kemampuannya
adalah sebatas yang ia yakini sendiri, tanpa adanya masukan dan saran dari
keluarga dan sahabatnya. Namun, sebenarnya faktor utama pemicu putus asa
adalah kejahilan atau kebodohan. Dan dalam keluarga sendiri ada faktor yang
mendorong terjadinya hal tersebut, faktor dalam keluarga seperti:
- Kesepian
Gangguan kejiwaan berupa kesepian bersumber dari hubungan antar
manusia (interpersonal) dikalangan masyarakat modern tidak lagi tulus dan
hangat. khususnya diawali dalam keluarga sebagai interpersonal terdekat.
Ketergesangan hubungan bisa karena banyak hal diantaranya kasih sayang
atau topeng sosial. Akibanya manusia modern sering mengidap perasaan
sepi.
- Kebosanan
Karena hidup tak bermakna hubungan dengan manusia lain terasa hambar
karena tiada ketulusan hati, kecemasan yang menggangu jiwa dan kesepian
yang berkepanjangan, meyebabkan manusia modern menderita gangguan
kebosanan. Ketika diatas pentas kepalsuan, manusia bertopeng memang
memperoleh kenikmatan sekejap, tetapi setelah ia kembali ke rumahnya,
kembali menjadi seorang diri dalam keasliannya. Maka ia dirasukikembali
perasaan cemas dan sepi
Akibat Keputusasaan
a. Stres
b. Depresi
c. Galau
d. Sakit
e. Pola hidup yang tidak teratur
f. Letih, Lesu, Lemah; disebabkan karena faktor psikis
g. Hilang kesempatan yang ada, karena ketika kesempatan itu datang ia sibuk
dengan rasa putus asa yang ada.
h. Trauma; tidak lagi memiliki keberanian dan kemampuan untuk melakukan
hal yang sama karena takut akan mengalami rasa putus asa untuk yang
kedua kalinya.
i. Gila; akibat jangka panjang yang umumnya terjadi pada sebagian orang
j. Sakit; diawali dengan makan yang tidak teratur, tidur terlalu larut, beban
pikiran yang berlebihan.
k. Kematian; beberapa mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri dan tidak
hanya karena sakit yang berkepanjangan namun juga karena faktor psikis
yang berlebihan.
Pencegahan
1) Berbaik sangkalah kepada Yang Maha Kuasa ,Ingat bahwa setiap yang kita
alami ada hikmahnya. Semua ini hanyalah sebuah cobaan dan bukti kecintaaan
tuhan kepada kita.
2) Berpikir bahwa tidak ada kegagalan yang abadi, karena kita bisa
mengubahnya dengan ber buat hal-hal baru.
3) Tetapkan tindakan kita dalam keadaan apapun kita tetap bisa memilih
tindakan atau mengubah kebiasan lama dan mencari jalan untuk mengatasi
masalah yg tengah kita hadapi
4) Bersikap lebih fleksibel, kehidupan tidak selalu seperti yang di harapkan.
Apabila kita dapat menyesuaikan diri dengan situasi baru maka ketegangan
kita kan berkurang.
5) Kembangkan tindakan yang kreatif Tanyakan pada diri sendiri
"kesempatan apa bagi saya di sini ? Jalan mana yang terbuka bagi saya ?"
6) Evaluasi setiap situasi. Pikirkan segala tindakan sebelum bertindak agar bisa
di dapatkan pemecah masalah yang baik.
7) Lihat sisi positifnya. Kegagalan memang merupakan pengalaman yang
menyakitkan. Tapi daripada memikirkan kerugian yang kita alami, lebih baik
fokuskan pada apa yang telah kita pelajari.
8) Bertanggung jawab. Jangan salah kan orang lain jika gagal,tapi perhatikan
baik-baik masalah nya dan cobalah memahaminya. Tanyakan pada diri sendiri
bagaimana mengatasinya?
C. Rentang Respons Emosional
Adatif Maladatif
Respons Reaksi Supresi Reaksi Depresi emosional berduka emosi berduka
rumit tertunda
1. Respons emosional adalah respons yang paling adaptif. Adaptif menyiratkan
keterbukaan dan kesadaran akan perasaan. Dengan cara ini, perasaan
memberikan pengalaman yang berharga .
2. Reaksi Berduka yang rumit adalah respons adaptif dalam mengadapi stress.
Respons tersebut merupakan bahwa seseorang sedang menghadapi realitas
kehilangan dan tenggelam dalam kondisi berduka
3. Supresi emosi adalah respons mal adaptif. Penolakan perasaan atau keteguhan
sesorang. Bersifat sementara terkadang di perlukan untuk kondisi tertentu,
seperti pada respon awal terhadap kematian atau tragedy
4. Reaksi berduka tertunda
5. Depresi
b. Emosional
Mereka tidak memiliki kesempatan dan tidak ada alasan bagi
mereka untuk percaya hari depan
Ketidak mampuan mencari kemakmuran, keberuntungan atau
nikmat tuhan
Kurangnya makna atau tujuan dalam hidup
Perasaan kehilangan dan kekurangan
Kosong atau kehilangan vitalitas
Demoralisasi
Tidak berdaya
Tidak kompeten atau terjebak
b. Emosional
Klien merasa :
1. Merasa ada benjolan di tenggorokan, tegang
2. Merasa kecewa
3. Dibanjiri oleh rasa ketidak mampuan (saya hanya “tidak bisa..”)
4. Merasa bahwa mereka berada di ujung talinya.
5. Kehilangan kepuasan dari peran dan hubungan
6. Rentan atau mudah di serang:
Objektif :
1. Berperilaku pasif
2. Kontak mata kurang
3. Perubahan pola tidur
4. Porsi makan tidak habis
5. Kurang bicara
b. Minor
Subjektif :
1. Sulit tidur
2. Selera makan menurun
3. Mengungkapkan keraguan
4. Mengunkapkan frustasi
Objektif :
1. Afek datar
2. Kurang inisiatif
3. Meninggalkan lawan bicara
4. Mengangkat bahu sebagai respons lawan bicara
5. Perawatan diri kurang
6. Sulit membuat keputusan
F. Diagnosa Keperawatan
ASUHAN KEPEARAWATAN PADA PASIEN KEPUTUSASAAN
KASUS :
Seorang wanita berusia 57 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan
keluhan sesak nafas sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Hasil pengkajian : Klien
memiliki riwayat TB paru sejak bulan januari tahun 2017, namun setelah
menjalani pengobatan OAT selama 5 bulan, klien putus obat karena terjadi
masalah pada fungsi hatinya akibar dari pengobatan OAT. Klien juga memiliki
riwayat DM type 2. Setahun yang lalu klien pernah jatuh dan sampai saat ini klien
tidak bisa berjalan. Sebelum sakit klien mengatakan masih bisa melakukan
aktifitas sehari--hari, namun saat ini harus dibantu oleh orang lain. Klien jarang
keluar rumah dan lebih senang mengurung diri di kamar. Klien mengatakan
capek, pasrah dengan kondisinya dan ingin mati saja. Menurut klien tidak ada
harapan untuk sembuh lagi. Klien merasa selalu merepotkan orang lain terutama
anak-anaknya. Klien sering menangis, kadang menolak minum obat, sulit
konsentrasi dan lebih banyak diam.
A. Pengkajian
1. Faktor predisposisi
Pada kasus, Klien memiliki riwayat TB paru sejak bulan januari tahun
2017, namun setelah menjalani pengobatan OAT selama 5 bulan, klien
putus obat karena terjadi masalah pada fungsi hatinya akibar dari
pengobatan OAT. Klien juga memiliki riwayat
DM type 2. Jadi faktor predisposisinya adalah
Biologis : riwayat TB paru, putus obat karna ada masalah fungsi hati
akibat pengobatan OAT dan Riwayat DM type 2
2. Faktor presipitasi
Pada kasus, Setahun yang lalu klien pernah jatuh dan sampai saat ini
klien tidak bisa berjalan. Sebelum sakit klien mengatakan masih bisa
melakukan aktifitas sehari--hari, namun saat ini harus dibantu oleh
orang lain. Jadi Faktor Presipitasinya adalah Biologis : Setahun yang
lalu klien pernah jatuh dan sampai saat ini klien tidak bisa berjalan
3. Penilaian stressor / Tanda Gejala
Mayor :
a) Subkektif
▪ Mengungkapkan keputusasaan : “pasrah dengan
kondisinya dan ingin mati saja. tidak ada harapan untuk
sembuh lagi”
▪ Mengungkapkan isi pembicaraan yang pesimis “ saya tidak
bisa” : “Menurut klien tidak ada harapan untuk sembuh
lagi”
▪ Kurang dapat berkonsentrasi : di kasus di sebutkan “sulit
konsentrasi”
b) Objektif
▪ Berperilaku Pasif : Klien jarang keluar rumah dan lebih
senang mengurung diri di kamar, lebih banyak diam.
▪ Kontak mata kurang : senang mengurung diri, jadi kurang
berinteraksi dalam kontak mata,
▪ Porsi makan tidak habis : klien menonal minum obat.
▪ Kurang berbicara : klien lebih banyak diam, dan sering
menangis.
Minor :
a) Subjektif
▪ Mengungkapkan keragu-raguan : “Klien mengatakan capek,
pasrah dengan kondisinya. Tidak ada harapan untuk
sembuh”
▪ Mengungkapkan frustasi : “pasrah dengan kondisinya, dan
ingin mati saja”
b) Objektif
▪ lebih banyak diam,
▪ sering menangis
4. Sumber Koping
1. kemampuan personal
2. Material Aset.
3. Sosial Support
4. Keyakinan positif
5. Identitas ego yang kuat
5. Mekanisme Koping
• Strategi koping adaptif : tidak ada (-)
• Strategi maladaptif.
Klien belum bisa untuk menerima apa yang telah terjadi dengan
keadaanya saat ini klien . Klien jarang keluar rumah dan lebih senang
mengurung diri di kamar. Klien mengatakan capek, pasrah dengan
kondisinya dan ingin mati saja. Menurut klien tidak ada harapan untuk
sembuh lagi. Klien merasa selalu merepotkan orang lain terutama
anak-anaknya. Klien sering menangis, kadang menolak minum obat,
sulit konsentrasi dan lebih banyak diam.
B. Diagnosa Keperawatan
DO :
• Putus obat OAT akibat masalah pada
fungsi hati
• Klien memiliki riwayat DM type 2 Ketidakefektifan Krisis Situasi
Koping
DS: (Domain 9, Kelas 2.
• Klien mengatakan capek, pasrah dengan 00069. Hal 346)
kondisinya dan ingin mati saja
Menurut klien tidak ada harapan sembuh
• lagi
A. Kesimpulan
Ketidakberdayaan adalah pengalaman hidup kurang pengendalian terhadap
situasi, termasuk persepsi bahwa tindakan seseorang secara signifikan tidak akan
mempengaruhi hasil (NANDA-1, 2018). Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang
bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu keadaan
ketika individu kurang mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru
dirasakan (Stuart,2016). Ketidakberdayaan juga dapat diartikan sebagai sebuah
persepsi individu bahwa tindakannya sendiri tidak akan mempengaruhi hasil secara
bermakna; kurangnya control terhadap situasi tertentu (Townsend,2010). Dari
beberapa definisi yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa ketidakberdayaan
adalah suatu kondisi dimana control akan pribadi dan situasi, termasuk persepsi
oraang atau kelompok mengenai tindakan yang dilakukan tidak akan mempengaruhi
hasil yang signifikan. Ketidakberdayaan dapat dialami oleh semua orang tanpa
terkecuali, pada klien dengan masalah kesehatan yang sedang menjalani pengobatan
dan perawatan di rumah sakit.
Keputusasaan (hopelessness) adalah suatu kondisi emo sional subjektif yang
dipertahankan klien karena klien tidak melihat adanya pilihan pribadi atau pilihan
alternatif untuk memecahkan masalah; karena ketiadaan hasrat dan ketidakmampuan
diri untuk memobilisasi energinya (Carpenito-Moyet, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Hamka. Tafsir Al Azhar juz xii. (Jakarta: Pustaka Panjimas. 1982). hlm.20
Imam Fuadi, Menuju Kehidupan Sufi (Jakarta : Bina Ilmu 2004)
hlm.103
Carpenito, L.J. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis. Ed.9.
Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. dkk. 2019. Asuhan keperawatan jiwa. Jakarta: EGC. NANDA. 2018.
Buku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: ECG
Townsend, M.C (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri rencana Asuhan &
Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC