Anda di halaman 1dari 16

MASALAH KRISIS DAN KECEMASAN SERTA ORIENTASI

REALITA PADA LANSIA

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Pengampu: Dr. Marselinus Heriteluna, S.KP., M.A

Kelompok X:
Akhmad Riva’i (PO.62.20.1.15.111)
Lila Hidayati (PO.62.20.1.15.130)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIV KEPERAWATAN REGULER II
2017
MASALAH KRISIS DAN KECEMASAN PADA LANSIA

Menurut WHO lanjut usia meliputi: usia pertengahan yaitu 45 sampai 59 tahun. Lanjut usia
yaitu 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua yaitu 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua yaitu
diatas 90 tahun.

Pada umumnya lansia akan mengalami stress, kecemasan dan depresi. Untuk menghilangkan
gejala-gejala tersebut dianjurkan kepada para lansia untuk banyak melakukan kehidupan
beragama (beribadah). Sebab, mengamalkan ibadah dapat memperkuat daya tahan fisik
maupun mental terhadap stress, kecemasan dan depresi. Adapun perubahan-perubahan pada
lanjut usia yaitu:

a. Perubahan fisik
Sebagai contoh pada sistem pendengaran dan penglihatan. Pada sistem pendengaran
lanjut usia mengalami penurunan daya pendengaran, sulit mengerti kata-kata. Pada
sistem penglihatan, hilangnya daya akomodasi, daya adaptasi terhadap kegelapan
menurun, dll.
b. Perubahan mental
Menurut David Wechsler kemunduran kemampuan mental merupakan bagian dari
proses penuaan organisme sacara umum, hampir sebagian besar penelitian
menunjukan bahwa setelah mencapai puncak pada usia antara 45-55 tahun,
kebanyakan kemampuan seseorang secara terus menerus mengalami penurunan, hal
ini juga berlaku pada seorang lansia.
Kemerosotan intelektual lansia ini pada umumnya merupakan sesuatau yang tidak
dapat dihindarkan, disebabkan berbagai faktor, seperti penyakit, kecemasan atau
depresi. Tetapi kemampuan intelektual lansia tersebut pada dasarnya dapat
dipertahankan. Salah satu faktor untuk dapat mempertahankan kondisi tersebut adalah
dengan menyediakan lingkungan yang dapat merangsang ataupun melatih
keterampilan intelektual mereka, serta dapat mengantisipasi terjadinya kepikunan.
c. Perubahan perkembangan emosional
Ditinjau dari aspek yang lain respon-respon emosional mereka lebih spesifik, kurang
bervariasi, dan kurang mengena pada suatu peristiwa daripada orang-orang muda.
Bukan hal yang aneh apabila orang-orang yang berusia lanjut memperlihatkan tanda-
tanda kemunduran dalam berperilaku emosional; seperti sifat-sifat yang negatif,
mudah marah, serta sifat-sifat buruk yang biasa terdapat pada anak-anak. Orang yang
berusia lanjut kurang memiliki kemampuan untuk mengekspresikan kehangatan dan
persaan secara spontan terhadap orang lain. Mereka menjadi kikir dalam kasih
sayang. Mereka takut mengekspresikan perasaan yang positif kepada orang lain
karena melalui pengalaman-pengalaman masa lalu membuktikan bahwa perasaan
positif yang dilontarkan jarang memperoleh respon yang memadai dari orang-orang
yang diberi perasaan yang positif itu. Akibatnya mereka sering merasa bahwa usaha
yang dilakukan itu akan sia-sia. Semakin orang berusia lanjut menutup diri, semakin
pasif pula perilaku emosional mereka.
d. Perubahan sosial
Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka, walaupun
pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang lanjut usia yang memutuskan
hubungan dengan dunia sosialnya akan mengalami kepuasan. Pernyataan tadi
merupakan disaggrement theory. Aktivitas sosial yang banyak pada lansia juga
mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia. (J.W.Santrock, 2002,
h.239).
e. Perubahan kehidupan keluarga
Sebagian besar hubungan lansia dengan anak jauh kurang memuaskan yang
disebabkan oleh berbagai macam hal. Penyebabnya antara lain: kurangnya rasa
memiliki kewajiban terhadap orang tua, jauhnya jarak tempat tinggal antara anak dan
orang tua. Lansia tidak akan merasa terasingkan jika antara lansia dengan anak
memiliki hubungan yang memuaskan sampai lansia tersebut berusia 50 sampai 55
tahun.
Orang tua usia lanjut yang perkawinannya bahagia dan tertarik pada dirinya sendiri
maka secara emosional lansia tersebut kurang tergantung pada anaknya dan
sebaliknya. Umumnya ketergantungan lansia pada anak dalam hal keuangan. Karena
lansia sudah tidak memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Anak-anaknya pun tidak semua dapat menerima permintaan atau tanggung jawab
yang harus mereka penuhi.
Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila:

a. Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain),


b. Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai
sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan
lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.

Kecemasan

Terdapat berbagai macam masalah kesehatan jiwa yang sering timbul pada lansia salah
satuya adalah kecemasan. Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau
ketakutan yang tidak jelas dan hebat. Hal ini terjadi sebagai reaksi terhadap sesuatu yang
dialami oleh seseorang.

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kecemasan pada lansia yang mengalami penyakit
kronis dalam menghadapi kematian diantaranya adalah selalu memikirkan penyakit yang
dideritanya, kendala ekonomi, waktu berkumpul dengan keluarga yang dimiliki sangat sedikit
karena anak-anaknya tidak berada satu rumah/berlainan kota dengan subyek, kepikiran
anaknya yang belum menikah, sering merasa kesepian, kadang sulit tidur dan kurangnya
nafsu makan karena selalu memikirkan penyakit yang dideritanya.

Gejala-gejala kecemasan yang terjadi umumnya pada lansia adalah sebagai berikut :

1. Perubahan tingkah laku


2. Bicara cepat
3. Meremas-remas tangan
4. Berulang-ulang bertanya
5. Tidak mampu berkonsentrasi atau tidak memahami penjelasan
6. Tidak mampu menyimpan informasi yang diberikan
7. Gelisah
8. Keluhan badan
9. Kedinginan dan telapak tangan lembap
10. Perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional akan kejadian yang akan terjadi
11. Sulit tidur sepanjang malam
12. Rasa tegang dan cepat marah
13. Sering membayangkan hal-hal yang menakutkan
14. Rasa panik terhadap masalah yang ringan
15. Sering mengeluh akan gejala yang ringan atau takut/khawatir terhadap penyakit yang
berat, misalnya kanker dan penyakit jantung yang sebenarnya tidak dideritanya.

Menurut Carpenito (2001) klasifikasi tingkat kecemasan dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu:

1. Kecemasan ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan seseorang


menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsi. Tanda dan gejala antara lain: persepsi
dan perhatian meningkat, waspada, mampu mengatasi situasi bermasalah dapat
mengintegrasikan pengalaman masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang.

2. Kecemasan sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan seseorang pada hal yang nyata dan
mengesampingkan yang lain, sehingga mengetahui perhatian yang sedikit, tetapi dapat
melakukan sesuatu yang lebih terarah.Tanda dan gejala dari kecemasan sedang yaitu persepsi
agak menyempit secara selektif, tidak perhatian tetapi dapat mengarahkan perhatian.

3. Kecemasan berat

Cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berfikir
tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang
tersebut memerlukan pengarahan untuk dapat memusatkan pada area lain.
Tanda dan gejala dari kecemasan berat yaitu persepsinya sangat kurang, berfokus pada hal
yang detail, tidak dapat berkonsentrasi lebih, sangat mudah mengalihkan perhatian, serta
tidak mampu berkonsentrasi.

4. Tingkat panik

Berhubungan dengan terpengaruh ketakutan dan teror. Tanda dan gejala dari tingkat panik
yaitu peningkatan aktifitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan
orang lain, dan persepsi yang menyimpang.

Pertimbangan khusus dalam perawatan :

1. Perawatan segera dalam menanggapi kecemasan yang dialami dan menurunkan


derajat kecemasan, dengan jalan :
a. Menyediakan waktu untuk bersama klien paling sedikit 5 menit 3 kalli sehai.
b. Mendengarkan apa yang dibicarakan klien
c. Memeberi penjelasan kepada klien lanjut usia secara jelas dan ringkas tentang
apa yang akan terjadi.
d. Jangan memberi lebih dari satu informasi atau rangkaian penjelasan sekaligus
(klien lanjut usia tidak bisa menguasai banyak informasi).
e. Jangan menuntut klien lanjut usia ketika terjadi kecemasan.
f. Tanyakan kepada klien lanjut usia apa yang dapat Anda lakuan untuk
membuat perasaannya lebih senang.

2. Beralih ke perawatan diri sendiri. Untuk memudahkan dalam mengenal sumber


kecemasan dan kembalinya lanjut usia pada aktvitas yang menuntut tanggung jawab.
a. Identifikasi bersama klien lanjut usia mengenai ketegangan dan ketakutan
yang menimbulkan perasaan cemasnya.
b. Libatkan klien lanjut usia dalam keputusan tentang perawatannya.
c. Lanjutkan percakapan dengan klien lanjut usia secara teratur, meningkatkan
durasinya, tetapi mengurangi jumlah percakapan setiap hari.

3. Bekerja sama dengan tim dan keluarga untuk mencapai tujuan membantu klien lanjut
usia secara tepat:
a. Melibatkan staf lain dalam merawat klien lanjut usia melalui tindakan, seperti
memperkuat penjelasan yang diberikan, menyediakan sedikit waktu untuk
klien lanjut usia ketika cemas muncul, apa yang dikatakan kepada klien lanjut
usia harus realitis.
b. Melibatkan anggota keluarga atau teman dalam proses memberi keyakinan
kembali dan penjelasan.
c. Memberi penekanan pada pernyataan/ sikap orang lain yang positif sehingga
meringankan kecemasan lansia.

Tindakan untuk mengatasi kecemasan pada lansia adalah sebagai berikut:

a. Cobalah untuk mendapatkan dukungan keluarga dengan rasa kasih sayang


b. Bicaralah tentang rasa khawatir lansia dan cobalah untuk menentukan penyebab yang
mendasar (dengan memandang lansia secara holistik)
c. Cobalah untuk mengalihkan penyebab dan berikan rasa aman dengan penuh empati.
d. Bila penyebabnya tidak jelas dan mendasar, berikan alasan-alasan yang data diterima
olehnya.
e. Konsultasikan dengan dokter bila penyebabnya tidak dapat ditentukan atau bila telah
dicoba dengan berbagai cara tetapi gejala menetap

Cara Pengukuran Kecemasan

Alat ukur tingkat kecemasan telah dikembangkan oleh beberapa peneliti sebelumnya
diantaranya adalah kecemasan berdasarkan HARS. Standar HARS berisi tentang perasaan
cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala
somatic, gejala kardiovaskuler, gejala resperatori, gejala gastrointestinal, gejala urogenital,
gejala autonom, tingkah laku (Nursalam, 2008). Gejala kecemasan berdasarkan HARS diukur
berdasarkan skala yang bergerak 0 hingga 4. Skor 0 berarti tidak ada gejala atau keluhan,
skor 1 berarti ringan (1 gejala dari pilihan yang ada), skor 2 berarti sedang (separuh dari
gejala yang ada), skor berat (lebih dari separuh yang ada) dan skor 4 berarti sangat berat
(semua gejala ada).
ORIENTASI REALITAS PADA LANSIA

Status kesehatan lansia yang memiliki peranan penting salah satunya yaitu status
fungsional. Status fungsional adalah kemampuan seseorang dalam menjalankan aktivitasnya
sehari-hari secara sehat. Konsep ini terintegrasi menjadi 3 domain utama, yaitu fungsi
biologis, psikologis, psikologis (kognitif dan afektif) serta sosial. Gangguan fungsi kognitif
akan mengakibatkan penurunan kemampuan daya ingat, daya pikir, konsentrasi, fungsi
intelektual, perubahan mood dan tingkah laku, sehingga penurunan kemampuan tersebut
menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari (meliputi mandi, berpakaian,
ke kamar mandi, berpindah, kontinesia dan makan). Hal ini juga dapat mengakibatkan lansia
merasa asing dan menjadi pencetus terjadinya ansietas.

Prevalensi gangguan fungsi kognitif meningkat dengan bertambahnya usia, kurang


dari 3% terjadi pada kelompok usia 65-70 tahun dan lebih dari 25% terjadi pada kelompok
usia di atas 85 tahun. Penurunan fungsi kognitif yang kompleks dapat mengakibatkan
kerusakan memori yang utama. Defisit kognitif tersebut mengakibatkan gangguan fungsi
sosial atau okupasional.

Beberapa cara yang efektif dalam mengatasi perubahan fungsi kognitif diantaranya
konseling, terapi kelompok, senam otak, latihan neurobik, menjaga kesehatan melalui
makanan, menghindari merokok dan alkohol serta berolahraga teratur. Terapi kelompok
seringkali berhasil digunakan untuk lansia yang mengalami perubahan fungsi kognitif. Terapi
kelompok yang dimaksud adalah terai aktivitas kelompok orientasi realitas. TAK: orientasi
realitas dapat membantu lansia yang mengalami perubahan fungsi kognitif dengan
mengorientasikan keadaan sekarang.

1. Pengertian TAK orientasi realitas


Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok klien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh
seorang therapist. Sedangkan pengertian TAK orientasi realitas menurut Purwaningsih dan
Karlina adalah pendekatan untuk mengorientasikan klien terhadap situasi nyata (realitas).
Pengertian yang lain menurut Keliat dan Akemat, TAK orientasi realitas adalah upaya untuk
mengorientasikan keadaan nyata kepada klien, yaitu diri sendiri, orang lain, lingkungan atau
tempat, dan waktu.
2. Tujuan TAK orientasi realitas
Tujuan umum TAK orientasi realitas adalah klien mampu mengenali orang, tempat,
dan waktu dan tujuan khususnya adalah:
a. Klien mampu mengenal tempat ia berada dan pernah berada.
b. Klien mampu mengenal waktu dengan tepat.
c. Klien dapat mengenal diri sendiri dan orang-orang disekitarnya dengan tepat.

3. Aktivitas dan indikasi TAK orientasi realitas


Aktivitas TAK orientasi realitas, dimana aktivitas yang dilakukan tiga sesi berupa
aktivitas pengenalan orang, tempat, dan waktu. Klien yang mempunyai indikasi TAK
orientasi realitas adalah klien halusinasi, dimensia, kebingungan, tidak kenal dirinya, salah
mengenal orang lain, tempat dan waktu.
TAK orientasi realitas terdiri dari 3 sesi, yaitu sesi 1: pengenalan orang, sesi
2: pengenalan tempat dan sesi 3: pengenalan waktu. Selengkapnya pelaksanaan
TAK orientasi realitas, adalah sebagai berikut:

a. Sesi 1: pengenalan orang


1) Tujuan
a) Klien mampu mengenal nama-nama perawat.
b) Klien mampu mengenal nama-nama klien lain.
2) Setting
a) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
b) Ruangan nyaman dan tenang
3) Alat
a) Spidol
b) Bola tenis
c) Tape recorder
d) Kaset ”dangdut”
e) Papan nama sejumlah klien dan perawat yang ikut TAK.
4) Metode
a) Dinamika kelompok
b) Diskusi dan tanya jawab
5) Langkah kegiatan
a) Persiapan
(1) Memilih klien sesuai dengan indikasi.
(2) Membuat kontrak dengan klien.
(3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
b) Orientasi
(1) Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien
(2) Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini
(3) Kontrak
(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal orang.
(b) Terapis menjelaskan aturan main berikut :
i. Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta
izin kepada terapis.
ii. Lama kegiatan 45 menit.
iii. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
c) Tahap kerja
(1) Terapis membagikan papan nama untuk masing-masing klien.
(2) Terapis meminta masing-masing klien menyebutkan nama lengkap,
nama panggilan, dan asal.
(3) Terapis meminta masing-masing klien menuliskan nama panggilan di
papan nama yang dibagikan.
(4) Terapis meminta masing-masing klien memperkenalkan diri secara
berurutan, searah jarum jam dimulai dari terapis, meliputi menyebutkan:
nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi.
(5) Terapis menjelaskan langkah berikutnya: Tape recorder akan
dinyalakan, saat musik terdengar bola tenis dipindahkan dari satu klien
ke klien lain. Saat musik dihentikan, klien yang sedang memegang bola
tenis menyebutkan nama lengkap;nama panggilan,asal,dan hobi dari
klien yang lain (minimal nama panggilan)
(6) Terapis memutar tape recorder dan menghentikan. Saat musik berhenti
klien yang sedang memegang bola tenis menyebutkan nama lengkap,
nama panggilan,asal, dan hobi klien yang lain.
(7) Ulangi langkah (6) sampai semua klien mendapat giliran.
(8) Terapis memberikan pujian untuk setiap keberhasilan klien dengan
mengajak klien bertepuk tangan.
d) Tahap terminasi
(1) Evaluasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
(2) Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien menyapa orang lain sesuai dengan nama
panggilan.
(3) Kontrak yang akan datang
(a) Terapis membuat kontrak untuk TAK yang akan datang, yaitu
”Mengenal Tempat”
(b) Menyepakati waktu dan tempat.
6) Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK Orientasi Realitas orang, kemampuan klien yang diharapkan adalah
dapat menyebutkan nama, panggilan, asal, dan hobi klien lain.

b. Sesi 2: pengenalan tempat


1) Tujuan
a) Klien mampu mengenal nama rumah sakit.
b) Klien mampu mengenal nama ruangan tempat dirawat
c) Klien mampu mengenal kamar tidur.
d) Klien mampu mengenal tempat tidur.
e) Klien mengenal ruang perawat, ruang istirahat, ruang makan, kamar mandi,
dan WC.
2) Setting
a) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
b) Ruangan tempat perawatan klien
3) Alat
a) Tape recorder
b) Kaset lagu “dangdut”.
c) Bola tenis
4) Metode
a) Diskusi kelompok.
b) Orientasi lapangan
5) Langkah kegiatan
a) Persiapan
(1) Mengingatkan kontrak pada klien peserta Sesi 1 TAK Orientasi Realitas
(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b) Orientasi
(1) Salam terapeutik, salam dari terapis kepada klien.
(2) Evaluasi dan validasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini.
(b) Menanyakan apakah klien masih mengingat nama-nama klien lain.
(3) Kontrak
(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal tempat yang
biasa dilihat.
(b) Menjelaskan aturan main yaitu :
i. Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta
ijin pada terapis.
ii. Lama kegiatan 45 menit
iii. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c) Tahap kerja
(1) Terapis menanyakan kepada klien nama rumah sakit,nama ruangan, klien
diberi kesempatan menjawab. Beri pujian pada klien yang mampu
menjawab dengan tepat.
(2) Terapis menjelaskan dengan menyalakan tape recorder lagu dangdut,
sedangkan bola tenis diedarkan dari satu peserta ke peserta yang lain
searah jarum jam. Pada saat lagu berhenti, klien yang sedang memegang
bola tenis akan diminta menyebutkan nama rumah sakit dan nama ruangan
tempat klien dirawat.
(3) Terapis menyalakan tape recorder, menghentikan lagu,dan meminta klien
yang memegang bola tenis untuk menyebutkan nama ruangan dan nama
rumah sakit. Kegiatan ini diulang sampai semua peserta mendapat giliran.
(4) Terapis memberikan pujian saat klien telah menyebutkan dengan benar.
(5) Terapis mengajak klien berkeliling serta menjelaskan nama dan fungsi
ruangan yang ada. Kantor perawat, kamar mandi, WC, ruang istirahat,
ruang TAK,dan ruangan lainnya.
d) Tahap terminasi
(1) Evaluasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
(2) Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien untuk menghapal nama-nama tempat.
(3) Kontrak yang akan datang
(a) Menyepakati kegiatan yang akan datang, yaitu mengenal waktu.
(b) Menyepakati waktu dan tempat.
6) Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang di evaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan
TAK. Untuk Tak Orientasi Realitas tempat, kemampuan klien yang diharapkan
adalah mengenal tempat dirumah sakit

c. Sesi 3: pengenalan waktu


1) Tujuan
a) Klien dapat mengenal waktu dan tempat
b) Klien dapat mengenal tanggal dengan tepat.
c) Klien dapat mengenal hari dengan tepat
d) Klien dapat mengenal tahun dengan tepat
2) Setting
a) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
b) Klien berada di ruangan yang ada kalender dan jam dinding
3) Alat
a) Kalender
b) Jam dinding
c) Tape recorder
d) Kaset lagu dangdut
e) Bola tenis
4) Metode
a) Diskusi
b) Tanya jawab
5) Langkah kegiatan
a) Persiapan
(1) Mengingatkan kontrak dengan klien peserta Sesi 2 TAK orientasi realitas.
(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
b) Orientasi
(1)Salam terapeutik, salam dari terapis kepada klien, Terapis dan klien memakai
nama
(2)Evaluasi/Validasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini
(b) Menanyakan apakah klien masih mengingat nama-nama ruangan yang
sudah dipelajari
(3)Kontrak
(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal waktu.
(b) Menjelaskan aturan main yaitu :
i. Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta ijin
pada terapis.
ii. Lama kegiatan 45 menit
iii. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c) Tahap kerja
(1) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dikerjakan.
(2) Terapis menjelaskan akan menghidupkan tape recorder, sedangkan bola
tenis diedarkan dari satu klien ke klien lain. Pada saat musik berhenti, klien
yang memegang bola menjawab pertanyaan dari terapis.
(3) Terapis menghidupkan musik,dan mematikan musik. Klien mengedarkan
bola tenis secara bergantian searah jarum jam. Saat musik berhenti, klien
yang memegang bola siap menjawab pertanyaan terapis tentang tanggal,
bulan, tahun, hari, dan jam saat itu. Kegiatan ini diulang sampai semua klien
mendapat giliran.
(4) Terapis memberikan pujian kepada klien setelah memberi jawaban tepat
d) Tahap terminasi
(1) Evaluasi
(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
(2) Tindak lanjut
Terapis meminta klien memberi tanda/mengganti kalender setiap hari
(3) Kontrak yang akan datang
(a) Menyepakati TAK yang akan datang sesuai dengan indikasi klien.
(b)Menyepakati waktu dan tempat.

6) Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK Orientasi Realitas waktu kemampuan klien yang diharapkan adalah
mengenal waktu, hari, tanggal, bulan, dan tahun.
DAFTAR PUSTAKA

Maryam, R.Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.

Wahjudi, Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC.

Kartinah, K. 2017. “Makalah Psikososial pada Lanjut Usia” (online),


(journals.ums.ac.id/index.php/BIK/article/download/3743/2412, diakses pada
tanggal 11 Juni 2017).

Pristyawan, Arisna Tunggal. 2012. “Pengaruh TAK: Orientasi Realitas terhadap Perubahan
Fungsi Kognitif Lansia di Karang Werda Kebondsari Indah Kabupaten Jember”
(online), (http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/17239/gdlhub-
%20%28118%29xx_1.pdf?sequence=1, diakses pada tanggal 13 Juni 2017).

S, Ulyah. 2014. ”Kecemasan” (online),


(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-soflinurdi-5175-3-
bab2.pdf, diakses pada tanggal 11 Juni 2017).

Anda mungkin juga menyukai