Kelompok X:
Akhmad Riva’i (PO.62.20.1.15.111)
Lila Hidayati (PO.62.20.1.15.130)
Menurut WHO lanjut usia meliputi: usia pertengahan yaitu 45 sampai 59 tahun. Lanjut usia
yaitu 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua yaitu 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua yaitu
diatas 90 tahun.
Pada umumnya lansia akan mengalami stress, kecemasan dan depresi. Untuk menghilangkan
gejala-gejala tersebut dianjurkan kepada para lansia untuk banyak melakukan kehidupan
beragama (beribadah). Sebab, mengamalkan ibadah dapat memperkuat daya tahan fisik
maupun mental terhadap stress, kecemasan dan depresi. Adapun perubahan-perubahan pada
lanjut usia yaitu:
a. Perubahan fisik
Sebagai contoh pada sistem pendengaran dan penglihatan. Pada sistem pendengaran
lanjut usia mengalami penurunan daya pendengaran, sulit mengerti kata-kata. Pada
sistem penglihatan, hilangnya daya akomodasi, daya adaptasi terhadap kegelapan
menurun, dll.
b. Perubahan mental
Menurut David Wechsler kemunduran kemampuan mental merupakan bagian dari
proses penuaan organisme sacara umum, hampir sebagian besar penelitian
menunjukan bahwa setelah mencapai puncak pada usia antara 45-55 tahun,
kebanyakan kemampuan seseorang secara terus menerus mengalami penurunan, hal
ini juga berlaku pada seorang lansia.
Kemerosotan intelektual lansia ini pada umumnya merupakan sesuatau yang tidak
dapat dihindarkan, disebabkan berbagai faktor, seperti penyakit, kecemasan atau
depresi. Tetapi kemampuan intelektual lansia tersebut pada dasarnya dapat
dipertahankan. Salah satu faktor untuk dapat mempertahankan kondisi tersebut adalah
dengan menyediakan lingkungan yang dapat merangsang ataupun melatih
keterampilan intelektual mereka, serta dapat mengantisipasi terjadinya kepikunan.
c. Perubahan perkembangan emosional
Ditinjau dari aspek yang lain respon-respon emosional mereka lebih spesifik, kurang
bervariasi, dan kurang mengena pada suatu peristiwa daripada orang-orang muda.
Bukan hal yang aneh apabila orang-orang yang berusia lanjut memperlihatkan tanda-
tanda kemunduran dalam berperilaku emosional; seperti sifat-sifat yang negatif,
mudah marah, serta sifat-sifat buruk yang biasa terdapat pada anak-anak. Orang yang
berusia lanjut kurang memiliki kemampuan untuk mengekspresikan kehangatan dan
persaan secara spontan terhadap orang lain. Mereka menjadi kikir dalam kasih
sayang. Mereka takut mengekspresikan perasaan yang positif kepada orang lain
karena melalui pengalaman-pengalaman masa lalu membuktikan bahwa perasaan
positif yang dilontarkan jarang memperoleh respon yang memadai dari orang-orang
yang diberi perasaan yang positif itu. Akibatnya mereka sering merasa bahwa usaha
yang dilakukan itu akan sia-sia. Semakin orang berusia lanjut menutup diri, semakin
pasif pula perilaku emosional mereka.
d. Perubahan sosial
Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka, walaupun
pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang lanjut usia yang memutuskan
hubungan dengan dunia sosialnya akan mengalami kepuasan. Pernyataan tadi
merupakan disaggrement theory. Aktivitas sosial yang banyak pada lansia juga
mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia. (J.W.Santrock, 2002,
h.239).
e. Perubahan kehidupan keluarga
Sebagian besar hubungan lansia dengan anak jauh kurang memuaskan yang
disebabkan oleh berbagai macam hal. Penyebabnya antara lain: kurangnya rasa
memiliki kewajiban terhadap orang tua, jauhnya jarak tempat tinggal antara anak dan
orang tua. Lansia tidak akan merasa terasingkan jika antara lansia dengan anak
memiliki hubungan yang memuaskan sampai lansia tersebut berusia 50 sampai 55
tahun.
Orang tua usia lanjut yang perkawinannya bahagia dan tertarik pada dirinya sendiri
maka secara emosional lansia tersebut kurang tergantung pada anaknya dan
sebaliknya. Umumnya ketergantungan lansia pada anak dalam hal keuangan. Karena
lansia sudah tidak memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Anak-anaknya pun tidak semua dapat menerima permintaan atau tanggung jawab
yang harus mereka penuhi.
Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila:
Kecemasan
Terdapat berbagai macam masalah kesehatan jiwa yang sering timbul pada lansia salah
satuya adalah kecemasan. Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau
ketakutan yang tidak jelas dan hebat. Hal ini terjadi sebagai reaksi terhadap sesuatu yang
dialami oleh seseorang.
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kecemasan pada lansia yang mengalami penyakit
kronis dalam menghadapi kematian diantaranya adalah selalu memikirkan penyakit yang
dideritanya, kendala ekonomi, waktu berkumpul dengan keluarga yang dimiliki sangat sedikit
karena anak-anaknya tidak berada satu rumah/berlainan kota dengan subyek, kepikiran
anaknya yang belum menikah, sering merasa kesepian, kadang sulit tidur dan kurangnya
nafsu makan karena selalu memikirkan penyakit yang dideritanya.
Gejala-gejala kecemasan yang terjadi umumnya pada lansia adalah sebagai berikut :
Menurut Carpenito (2001) klasifikasi tingkat kecemasan dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu:
1. Kecemasan ringan
2. Kecemasan sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan seseorang pada hal yang nyata dan
mengesampingkan yang lain, sehingga mengetahui perhatian yang sedikit, tetapi dapat
melakukan sesuatu yang lebih terarah.Tanda dan gejala dari kecemasan sedang yaitu persepsi
agak menyempit secara selektif, tidak perhatian tetapi dapat mengarahkan perhatian.
3. Kecemasan berat
Cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berfikir
tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang
tersebut memerlukan pengarahan untuk dapat memusatkan pada area lain.
Tanda dan gejala dari kecemasan berat yaitu persepsinya sangat kurang, berfokus pada hal
yang detail, tidak dapat berkonsentrasi lebih, sangat mudah mengalihkan perhatian, serta
tidak mampu berkonsentrasi.
4. Tingkat panik
Berhubungan dengan terpengaruh ketakutan dan teror. Tanda dan gejala dari tingkat panik
yaitu peningkatan aktifitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan
orang lain, dan persepsi yang menyimpang.
3. Bekerja sama dengan tim dan keluarga untuk mencapai tujuan membantu klien lanjut
usia secara tepat:
a. Melibatkan staf lain dalam merawat klien lanjut usia melalui tindakan, seperti
memperkuat penjelasan yang diberikan, menyediakan sedikit waktu untuk
klien lanjut usia ketika cemas muncul, apa yang dikatakan kepada klien lanjut
usia harus realitis.
b. Melibatkan anggota keluarga atau teman dalam proses memberi keyakinan
kembali dan penjelasan.
c. Memberi penekanan pada pernyataan/ sikap orang lain yang positif sehingga
meringankan kecemasan lansia.
Alat ukur tingkat kecemasan telah dikembangkan oleh beberapa peneliti sebelumnya
diantaranya adalah kecemasan berdasarkan HARS. Standar HARS berisi tentang perasaan
cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala
somatic, gejala kardiovaskuler, gejala resperatori, gejala gastrointestinal, gejala urogenital,
gejala autonom, tingkah laku (Nursalam, 2008). Gejala kecemasan berdasarkan HARS diukur
berdasarkan skala yang bergerak 0 hingga 4. Skor 0 berarti tidak ada gejala atau keluhan,
skor 1 berarti ringan (1 gejala dari pilihan yang ada), skor 2 berarti sedang (separuh dari
gejala yang ada), skor berat (lebih dari separuh yang ada) dan skor 4 berarti sangat berat
(semua gejala ada).
ORIENTASI REALITAS PADA LANSIA
Status kesehatan lansia yang memiliki peranan penting salah satunya yaitu status
fungsional. Status fungsional adalah kemampuan seseorang dalam menjalankan aktivitasnya
sehari-hari secara sehat. Konsep ini terintegrasi menjadi 3 domain utama, yaitu fungsi
biologis, psikologis, psikologis (kognitif dan afektif) serta sosial. Gangguan fungsi kognitif
akan mengakibatkan penurunan kemampuan daya ingat, daya pikir, konsentrasi, fungsi
intelektual, perubahan mood dan tingkah laku, sehingga penurunan kemampuan tersebut
menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari (meliputi mandi, berpakaian,
ke kamar mandi, berpindah, kontinesia dan makan). Hal ini juga dapat mengakibatkan lansia
merasa asing dan menjadi pencetus terjadinya ansietas.
Beberapa cara yang efektif dalam mengatasi perubahan fungsi kognitif diantaranya
konseling, terapi kelompok, senam otak, latihan neurobik, menjaga kesehatan melalui
makanan, menghindari merokok dan alkohol serta berolahraga teratur. Terapi kelompok
seringkali berhasil digunakan untuk lansia yang mengalami perubahan fungsi kognitif. Terapi
kelompok yang dimaksud adalah terai aktivitas kelompok orientasi realitas. TAK: orientasi
realitas dapat membantu lansia yang mengalami perubahan fungsi kognitif dengan
mengorientasikan keadaan sekarang.
6) Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK Orientasi Realitas waktu kemampuan klien yang diharapkan adalah
mengenal waktu, hari, tanggal, bulan, dan tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Maryam, R.Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.
Pristyawan, Arisna Tunggal. 2012. “Pengaruh TAK: Orientasi Realitas terhadap Perubahan
Fungsi Kognitif Lansia di Karang Werda Kebondsari Indah Kabupaten Jember”
(online), (http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/17239/gdlhub-
%20%28118%29xx_1.pdf?sequence=1, diakses pada tanggal 13 Juni 2017).