Disusun oleh:
Grace Hillary Valencia Manullang
Hezekiah Aspenas Watumlawar
Kathleen Daniella Magno da Silva
Michelle Intan Romauli Aurora Simanjuntak
Rafael Gabriel Arbonanza Marbun
Zefanya Grace Jatmiko
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah kondisi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang lengkap dan bukan
sekadar tidak adanya penyakit atau kelemahan. Kesehatan juga merupakan hal yang sangat
penting, karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan
aktivitas sehari-hari. Kesehatan mental yang baik adalah kondisi ketika batin kita berada dalam
keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-
hari dan menghargai orang lain di sekitar. Memelihara kesehatan mental sama pentingnya
dengan memelihara kesehatan fisik, namun sangat disayangkan masih banyak individu yang
terlalu fokus pada kesehatan fisik mereka sehingga mengabaikan kesehatan mentalnya.
Seseorang yang bermental sehat dapat menggunakan kemampuan atau potensi dirinya
secara maksimal dalam menghadapi tantangan hidup, serta menjalin hubungan positif dengan
orang lain. Mengenali orang yang sehat secara fisik dan sosial lebih mudah daripada mengenali
sehat secara mental. Demikian pula lebih mudah mendiagnosa individu yang sakit secara fisik
maupun sosial daripada sakit secara mental. Namun yang pasti antara ketiga aspek tersebut
saling berkaitan. Apabila salah satunya mengalami gangguan, maka yang lainpun ikut terganggu,
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan
psikis, Seorang manusia tidak dapat mencapai apa yang ia inginkan tanpa bantuan dari manusia
lain. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki arti bahwa manusia membutuhkan manusia lain.
Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat menjalankan hidupnya sendiri.
Bahkan dalam memenuhi kebutuhannya, manusia memerlukan manusia lain untuk
membantunya. Hal ini berlaku untuk semua manusia. Tidak mengenal sebuah kedudukan bahkan
sebuah kekayaan. Setiap manusia selalu membutuhkan manusia lainnya.
Pandemi COVID-19 telah memengaruhi hampir setiap aspek dalam kehidupan, termasuk
aktivitas harian masyarakat, terutama kelompok anak dan remaja. Pandemi COVID-19 juga
memiliki banyak dampak terhadap kesehatan dan kesejahteraan mental anak-anak dan orang
muda. Gangguan terhadap rutinitas, pendidikan, rekreasi, serta kecemasan seputar keuangan
keluarga dan kesehatan membuat banyak anak muda merasa takut, marah, sekaligus khawatir
akan masa depan mereka. Sementara itu masih minim sekali edukasi mengenai mental health
awareness terhadap remaja yang telah terdampak pandemi ini serta kurangnya perhatian
mengenai pentingnya kesehatan mental remaja.
Apakah Anda takut dihakimi oleh orang lain? Apakah Anda sadar diri dalam situasi
sosial sehari-hari? Apakah Anda menghindari bertemu orang baru karena takut atau cemas? Jika
Anda telah merasakan hal ini setidaknya selama 6 bulan dan perasaan ini membuat Anda sulit
melakukan tugas sehari-hari—seperti berbicara dengan orang di tempat kerja atau sekolah—
Anda mungkin mengalami gangguan kecemasan sosial. Social Anxiety Disorder atau gangguan
kecemasan sosial adalah rasa takut dan cemas diberi penilaian buruk, dianggap remeh, atau
bahkan tidak diterima dalam berbagai situasi sosial.
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Apa itu gangguang kecemasan sosial? Gangguan kecemasan sosial adalah keadaan
dimana seseorang merasa takut diberi penilaian buruk, dipermalukan didepan umum, dan bahkan
perasaan takut diremehkan. Gangguan kecemasan sosial muncul dari ketakutan terhadap situasi-
siatuasi sosial tertentu. Tidak jarang para pengidapnya merasa bahwa mereka selalu sendiri dan
akan selalu sendiri, juga pemikiran-pemikiran negatif yang berlebihan terhadap diri sendiri atau
orang lain yang mana hal itu menjadi alasan kenapa mereka menghindari publik umum. Dalam
bahasa Yunani gangguan kecemasan sosial juga disebut antropofobia yang berarti “takut pada
orang banyak”.
Beberapa gangguan psikologis yang terkait dengan gangguan kecemasan sosial adalah
gangguan kecemasan berpisah (Separation Anxiety Disorder), gangguan kecemasan umum
(Generelized Anxiety Disorder), serangan panik (Panic Disorder), dan takut keramaian
(Agorafobia).
Gambar 1.1
Berdasarkan data National Comorbidity Survei Replication di U.S pada 2001-2003 yang
menyatakan bahwa 9.1% dari 10% remaja usia 18-29 tahun rentan mengalami gangguan
kecemasan sosial dan 8.0% dari 10% penderitanya adalah Wanita.
Gambar 2.1
Gangguan kecemasan sosial merupakan jenis gangguan kecemasan umum. Orang
yang mengalami gangguan kecemasan sosial merasa bahwa kecemasan itu berada di luar
kendali mereka. Hal ini juga membuat mereka sulit untuk memaksimalkan penggalian
potensi diri mereka. Gangguan kecemasan sosial sangat mempengaruhi pikiran sang
penderita. Membuat mereka sangat takut akan dunia luar, memilih untuk menyendiri,
bersembunyi saat berada di khalayak ramai, takut akan penilaian buruk orang lain terhadap
diri mereka. Orang dengan gangguan kecemasan sosial mungkin takut dan khawatir dalam
situasi sosial berminggu-minggu sebelum itu terjadi. Perasaan tersebut membawa mereka
untuk lebih memilih menghindari pristiwa atau situasi sosial daripada merasakan malu saat
berada pada situasi tersebut.
Gangguan kecemasan sosial biasanya dimulai pada akhir masa kanak-kanak dan
mungkin menyerupai rasa malu yang ekstrim atau menghindari situasi atau interaksi sosial.
Ini terjadi lebih sering pada wanita daripada pria, dan perbedaan jenis kelamin ini lebih
terlihat pada remaja dan dewasa muda. Hal ini mendukung faktor faktor penyebab terjadinya
ganggua kecemasan sosial. Hingga kini belum ada yang secara pasti berhasil menjelaskan
penyebab digangguan kecemasan. Namun, secara umum ada beberapa faktor yang sangat
berpengaruh dalam peningkatan risiko gangguan kecemasan atau anxiety disorder. Berikut
merupakan faktor-faktor terjadinya gangguan kecemasan:
1. Genetik
Para peneliti mencari gen-gen tertentu yang berperan dalam kecemasan dan ketakutan.
Gangguan kecemasan sosial menurun dalam keluarga. Peneliti menyatakan bahwa gangguan
kecemasan tidak ada hubungannya dengan pengaruh genetik. Namun, fakta menyatakan bahwa
tingkat resiko yang didapatkan dari faktor keturunan mencapai sekitar 30-40%. Artinya, sekitar
sepertiga orang yang mengidap gangguan ini berasal dari genetika.
2. Biokimia
Peneliti mengeksplorasi ide bahwa bahan kimia alami dalam tubuh mungkin memainkan
peran dalam gangguan kecemasan sosial. Misalnya, ketidakseimbangan dalam serotonin otak
bisa menjadi faktor penyebab. Serotonin, merupakan neurotransmitter yang membantu mengatur
suasana hati dan emosi. Orang dengan gangguan kecemasan sosial dapat sangat sensitif terhadap
efek serotonin.
3. Respons Takut
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa struktur dalam otak yang disebut amigdala
mungkin memainkan peran dalam mengendalikan respons takut. Orang yang memiliki amigdala
yang terlalu aktif mungkin memiliki respons takut yang tinggi, menyebabkan peningkatan
kecemasan dalam lingkungan sosial.
4. Peristiwa Masa Lalu
Peristiwa masa lalu dapat memicu terjadinya gangguan kecemasan sosial.. Penderita
mungkin pernah merasakan peristiwa yang memalukan dan menyedihkan yang membuat
penderita merasa traumatis bahkan terkucilkan yang mengganggu pikiran mereka terlebih jika
disaksikan oleh banyak orang.
5. Lingkungan
Fobia sosial juga bisa terjadi karena pola asuh orang tua yang salah. Ketika orang tua
menanamkan rasa khawatir dalam dirinya dan terlalu mengontrol serta selalu protektif terhadap
anak, maka hal tersebut dapat menjadi salah satu penyebab munculnya gangguan kecemasan
sosial. Contoh lain adalah perundungan, ketika penderita dibully didepan banyak orang,
penderita akan merasa dikucilkan atau sendiri dan seperti tidak memiliki harapan akan masa
depan.
6. Imitasi
Imitasi merupakan teknik pengembangan tingkah laku individu dengan meniru dari apa
yang ditafsirkannya melalui observasi terhadap suatu model yang menjadi objek observasinya.