Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KEHILANGAN DAN

BERDUKA

DISUSUN
O
L
E

Kelompok 8 :
1. Fauziah Fitri Handayani
2. Novia Sari
3. Yunita Mila Sari

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG


Program Studi D III Keperawatan
Tahun Ajaran 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula kami mengucapkan terima
kasih kepada dosen Mata Kuliah Keperawatan Jiwa yang telah memberikan tugas ini kepada
kami sebagai upaya untuk menjadikan kami manusia yang berilmu dan berpengetahuan.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu, kami mengharapkan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.

Padang,
18 November 2019

Kelompok
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.latar belakang……………………………………………………………………..1

2.Masalah…………………………………………………………………………...1

BAB 2 PEMBAHASAN…………………………………………………………...2

A.Konsep Dasar………………………………………………………………….…2

1.Pengertian…………………………………………………………………..2

2.Rentang respons….........................................................................................2

3.Proses terjadinya masalah…………………….…………………………….3

4.Tanda dan gejala..…………………………………………………………..4

5.Penatalaksanaan…………………………………………………………….5

B. Asuhan keperawatan teoritis………………………………………………..…...6

1.Pengkajian……………………………………………………………..…..6

2.Diagnosa Keperawatan………………………………………………….....9

3.Intervensi Keperawatan…………………………………………………..10

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………..14

Daftar pustaka……………………………………………………………..15

.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Lahir,kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang universal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individu dalam pengalaman hidup seseorang.

Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu
kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan.hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih
banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.

Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini , proses kehilangan dan berduka sedikit
demi sedikit mulai maju.dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk
mencari bantuan kepada orang lain.

Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seseorang perawat apabila


menghadapi kondisi yang demikian.pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan
dalam memberikan asuhan keperawatan yang konprehensif.kurang memperhatikan perbedaan
persepsi menjurus pada informasi yang salah,sehingga intervensi perawatan yang tidak tepat
(suseno,2004).

Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan
keperawatan . sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami
kehilangan dan duka cita.

B. RUMUSAN MASALAH.
Adapun masalah yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka disfungsional.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep dasar.
1. Pengertian.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan (Yosep,2007).
Berduka adalah respons individu terhadap kehilangan.

2. Rentang respons.
a. Fase pengikaran.
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok,
tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang
benar terjadi, dengan mengatakan “tidak, saya tidak percaya itu terjadi”
atau “itu tidak mungkin terjadi”. Bagi individu atau keluarga yang
didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi
tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat,
diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan
tidak tau harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa
menit atau beberapa tahun.
b. Fase marah.
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan individu menunjukkan rasa marah yang meningkat
yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri.
Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak
pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak becus. Respons fisik
yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah
tidur, tangan mengepal.
c. Tawar-menawar.
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara
intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon
kemurahan pada tuhan. Respons ini sering dinyatakan dengan kata-kata
“kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa”.
Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar
adalah “kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.

2
d. Fase depresi.
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri,
kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan
keputusan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dan
sebagainya. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan,
susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
e. Fase penerimaan.
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
Pikiran yang selalu berpusat kepada objek atau orang yang hilang akan
mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang
dialaminya. Gambaran tentang objek atau orang yang hilang mulai
dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada objek
yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “saya betul-betul
kehilangan baju saya tapi bajunya ini tampak manis” atau “apa yang dapat
saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan
perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi
perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima
fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi
perasaan kehilangan selanjutnya.

3. Proses terjadinya masalah.


a. Faktor predisposisi.
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respons
kehilangan adalah :
 Faktor genetik : individu yang dilahirkan dan dibesarkan didalam
keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit
mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu
permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
 Kesehatan jasmani : individu dengan keadaan fisik sehat, pola
hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi
stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang
mengalami gangguan fisik.
 Kesehatan mental : individu yang mengalami gangguan jiwa
terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan
perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan
yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi
kehilangan.

3
 Pengalaman kehilangan dimasa lalu : kehilangan atau perpisahan
dengan orang yang berarti pada masa kanak-kanak akan
mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan
pada masa dewasa (Stuart-sundeen, 1991).
 Struktur kepribadian.
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri
akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak
objektif terhadap stress yang dihadapi.
b. Faktor presipitasi.
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan
kehilangan. Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi
individu seperti : kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi :
 Kehilangan kesehatan.
 Kehilangan fungsi seksualitas.
 Kehilangan peran dalam keluarga.
 Kehilangan posisi dimasyarakat.
 Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai.
 Kehilangan kewarganegaraan.

4. Tanda dan gejala.


 Perasaan sedih, menangis.
 Perasaan putus asa, kesepian.
 Mengingkari kehilangan.
 Kesulitan mengekspresikan perasaan.
 Konsentrasi menurun.
 Kemarahan yang berlebihan.
 Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
 Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
 Reaksi emosional yang lambat.
 Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas.

4
5. Penatalaksanaan.
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi social termasuk dalam kelompok
penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang
bisa dilakukan adalah :
a. Electro confulsive therapy (ECT).
Electro confulsive therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan
dimana arus listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektroda
yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus
tersebut menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung 25-30 detik
dengan tujuan terapeutik. Respons bangkitan listriknya diotak
menyebabkan terjadinya perubahan faal dan bio kimia dalam otak.
b. Psikoterapi.
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan
bagian penting dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini
meliputi : memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan
yang terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi
pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap
ramah, sopan dan jujur kepada pasien.
c. Terapi okupasi.
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih
dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga
diri seseorang.

5
Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian.
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien : apa
yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku.
Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui apa
yang mereka pikir dan rasakan adalah :
 Persepsi yang adekuat tentang kehilangan.
 Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan.
 Perilaku koping yang adekuat selama proses.

1. Faktor Predisposisi.
a. Genetik.
Individu yang salah satu anggota keluarga memiliki riwayat depresi akan
lebih sulit dalam bersikap optimis saat menghadapi kehilangan.
b. Kesehatan fisik.
Individu dengan kesehatan fisik prima dan hidup teratur memiliki
kemampuan yang baik dalam menghadapi stress disbanding individu yang
mengalami gangguan fisik.
c. Kesehatan mental.
Individu dengan riwayat gangguan kesehatan mental memiliki tingkat
kepekaan tinggi terhadap suatu kehilangan dan berisiko untuk kambuh.
d. Pengalaman kehilangan sebelumnya.
Kehilangan dan perpisahan dengan orang berarti pada masa kanak-kanak
akan memengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi kehilangan
dimasa dewasa.

2. Faktor Presipitasi.
Faktor yang memunculkan rasa kehilangan adalah perasaan stress nyata
atau imajinasi individu dan kehilangan yang bersifat bio-psiko-sosial, seperti
kondisi sakit, kehilangan fungsi seksual, kehilangan harga diri, kehilangan
pekerjaan, kehilangan peran, dan kehilangan posisi dimasyarakat.

3. Tanda dan Gejala.


Berduka yang disebutkan diatas sebagai respon kehilangan, memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a. Berduka menunjukkan suatu reaksi syok dan ketidakyakinan.
b. Beduka menunjukkan perasaan sedih dan hampa bila mengingat kembali
kejadian kehilangan.
c. Berduka menunjukkan perasaan tidak nyaman, sering disertai dengan
menangis, keluhan pada dada, tercekik, dan nafas pendek.
d. Mengenang orang yang telah pergi secara terus menerus.
e. Mengalami perasaan berduka.
f. Mudah tersinggung dan marah.

4. Dimensi (Respons) dan gejala klien yang berduka.


Videbeck (2008) menyatakan bahwa perilaku dan respon dalam berduka
mencakup respon kognitif, emosional, spiritual, fisiologis, dan perilaku.
a. Kognitif.
1. Klient membuat makna tentang kehilangan.
2. Gangguan asumsi dan keyakinan.
3. Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang sudah meninggal.
4. Percaya pada kehidupan akhirat dan orang orang yang meninggal seolah-
olah adalah pembimbing.
b. Emosional.
1. Perasaan mati rasa.
2. Marah, sedih, cemas.
3. Kebencian.
4. Merasa bersalah.
5. Emosi yang berubah-ubah.
6. Penderitaan dan kesepian yang berat.
7. Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau
suatu benda yang hilang.
8. Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan.
9. Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri.
c. Fosiologis.
1. Sakit kepala, insomsia.
2. Gangguan nafsu makan, berat badan turun.
3. Tidak bertenaga.
4. Palpitasi, gangguan pencernaan.
5. Perubahan sistem imun dan endokrim.
d. Spiritual.
1. Kecewa atau marah kepada Tuhan.
2. Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan.
3. Kehilangan harapan, kehilangan makna.
e. Perilaku.
1. Menangis terisak, menangis tidak terkendali.
2. Melakukan fungsi secara “otomatis”.
3. Sangat gelisah, perilaku mencari.
4. Iritabilitas dan sikap bermusuhan.
5. Mencari dan menghindari tempat dan aktifitas yang pernah dilakukan
bersama dengan orang yang sudah meninggal.
6. Menyimpan benda berharga milik orang yang telah meninggal, padahal
ingin membuangnya.
7. Kemungkinan menyalah gunakan obat atau alkohol.
8. Kemugkinan melakukan gestur atau upaya buanuh diri atau pembunuhan.
9. Mencari aktifitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi.
10. Klien mempertahankan hubungan dengan almarhum atau almarhumah.

4. Mekanisme Koping.
Adapun mekanisme koping yang dilakukan terhadap kehilangan adalah :
a. Denial.
b. Regresi.
c. Intelektualisasi/rasionalisasi.
d. Supresi.
e. Proyeksi.
B. Analisa Data.
 Data Subjektif :
1. Merasa putus asa dan kesepian.
2. Kesulitan mengekspresikan perasaan.
3. Konsentrasi menurut.

 Data Objektif :
1. Menangis.
2. Mengingkari kehilangan.
3. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
4. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
5. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas.

C. Diagnosa Keperawatan.
Berdasarkan data pengkajian, berikut ini merupakan pohon masalah diagnose
kehilangan dan berduka :
Gambar, Pohon Masalah Berduka.

Harga diri rendah

Berduka
Kehilangan

Gambar, Pohon Masalah Kehilangan.

Harga diri rendah

Kehilangan disfungsional

Kematian suami
D. Perencanaan.

RENCANA KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATAN Tujuan (Tuk/Tum) Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Kehilangan dan TUM : Pasien menunjukkan Bina hubungan saling Kepercayaan dari
Berduka Pasien secara aktif tanda-tanda dapat percaya dengan prinsip pasien merupakan hal
mampu melewati proses membina hubungan komunikasi terapeutik, yang akan
kehilangan dan berduka saling percaya dengan yaitu : memudahkan perawat
secara tuntas. perawat, yaitu : 1.1. Sapa pasien dalam melakukan
a. Ekspresi wajah dengan ramah baik pendekatan
TUK 1 : bersahabat. verbal maupun keperawatan atau
Pasien dapat membina b. Pasien nonverbal. intervensi selanjutnya
hubungan saling menunjukkan 1.2. Perkenalkan diri terhadap pasien.
percaya. rasa senang. dengan sopan.
c. Pasien bersedia 1.3. Tanyakan nama
berjabat tangan. lengkap pasien dan
d. Pasien bersedia nama panggilan.
menyebutkan 1.4. Jelaskan tujuan
nama. pertemuan.
e. Ada kontak 1.5. Jujur dan
mata. menepati janji.
f. Pasien bersedia 1.6. Tunjukkan sikap
duduk empati dan
berdanpingan menerima pasien apa
dengan perawat. adanya.
g. Pasien bersedia 1.7. Beri perhatian
mengutarakan pada pemenuhan
masalah yang kebutuhan dasar
dihadapinya. pasien.
TUK 2 : Kriteria evaluasi : 2.1. Berikan kesempatan Diskusi terbuka dan
Menjelaskan makna Secara verbal, pasien pada pasien untuk jujur dapat membantu
kehilangan. mampu menyatakan mengungkapkan pasien dang anggota
tahap-tahap proses perasaan. keluarga menerima dan
berduka yang normal 2.2. Diskusikan mengatasi situasi dan
dan perilaku yang kehilangan secara respons mereka
berhubungan dengan terbuka dan gali makna terhadap situasi
tiap-tiap tahap. pribadi dari kehilangan. tersebut.
TUK 3 : Kriteria evaluasi : 3.1. Dorong Pengungkapan secara
Pasien bisa Pasien mampu pasien untuk verbal perasaan pasien
mengungkapkan mengidentifikasi mengekspresikan dalan suatu lingkungan
perasaan yang berkaitan posisinya sendiri dalam rasa marah, yang tidak mengancam
dengan kehilangan dan proses berduka dan jangan menjadi dapat membantu
perubahan. mengekspresikan defensif jika pasien untuk sampai
perasaan-perasaannya permulaan kepada hubungan
yang berhubungan ekspresi dengan persoalan-
dengan konsep kemarahan persoalan yang belum
kehilangan secara jujur. dipindahkan terpecahkan.
kepada perawat
atau terapis. Latihan fisik
3.2. Bantu memberikan suatu
pasien untuk metode yang aman dan
mengeksplorasik efektif untuk
an perasaan mengeluarkan
marah, sehingga kemarahan yang
pasien dapat terpendam.
mengungkapkan
secara langsung
kepada objek
atau
orang/pribadi
yang dimaksud.
3.3. Bantu
pasien untuk
mengeluarkan
kemarahan yang
terpendam
dengan
berpartisipasi
dalam aktivitas-
aktivitas motorik
kasar (misalnya :
jogging, bola
voli, dll).
TUK 4 : Kriteria Evaluasi : 4.1. Berdiskusi Cara mengatasi
Pasien dapat Pasien tidak terlalu lama dengan pasien tentang kehilangan dan
mengidentifikasi cara mengekspresikan emosi- cara mengatasi berduka berduka dapat
mengatasi berduka yang emosi dan perilaku- yang dialami, yaitu : membantu pasien
dialami. perilaku yang berlebihan a. Cara verbal dengan mengatasi situasi dan
yang berhubungan mengungkapkan respons mereka
dengan disfungsi perasaan. terhadap situasi
berduka dan mampu b. Cara fisik yang tersebut.
melaksanakan aktivitas dilakukan dengan
sehari-hari secara memberi
mandiri. kesempatan aktivitas
fisik.
c. Cara social dengan
sharing melalui self
help group.
d. Cara spiritual,
seperti berdoa,
berserah diri.
TUK 5 : Kriteria Evaluasi : 4.1. Bantu pasien Mekanisme koping
Pasien dapat mengatasi Rasa berduka dan memecahkan terhadap pasien dengan
rasa kehilangan dan kehilangan pasien dapat masalahnya sebagai kehilangan dan
berdukanya dengan berkurang. usaha untuk menentukan berduka dapat
koping yang adaptif. metode-metode koping meminimalisasi
yang lebih adaptif dampak.
terhadap pengalaman
kehilangan. Umpan balik positif
4.2. Berikan umpan meningkatkan harga
balik positif untuk diri dan mendorong
identifikasi strategis dan pengulangan perilaku
membuat keputusan. yang diharapkan.
TUK 6 : Kriteria Evaluasi : 6.1. Diskusikan masalah Keluarga sebagai
Meningkatkan Keluarga mengetahui yang dirasakan keluarga support system (sistem
pengetahuan dan masalah kehilangan dan dalam merawat pasien. pendukung) akan
kesiapan keluarga dalam berduka anggota 6.2. Diskusikan tentang sangat berpengaruh
merawat pasien dengan keluarganya serta kehilangan dan berduka dalam mempercepat
rasa kehilangan dan mengetahui cara dan dampaknya. proses penyembuhan
berduka. perawatan dan 6.3. Melatih keluarga pasien.
penanganan anggota untuk mempraktikkan
keluarga terhadap cara merawat pasien
gangguan psikososial dengan kehilangan dan
ini. berduka.
6.4. Diskusikan dengan
keluarga tentang
sumber-sumber bantuan
yang dapat dimanfaatkan
pasien serta perilaku
pasien yang perlu
dirujuk dan bagaimana
cara merujuk pasien.
SP 1-KELUARGA:RESPONS MENGINGKARI TERHADAP KEMATIAN ANAK.

I. ORIENTASI.
a. Salam Terapeutik :
“Assalamu’alaikum ibu, Selamat pagi/sore. Saya perawat Ani.
b. Evaluasi/validasi :
“Baiklah bu, bagaimana perasaan ibu hari ini?
c. Kontrak :
1. Topik :
“Kalau begitu, bagaimana jika kita berbicara sebentar tentang keadaan
ibu?
Tujuannya agar ibu bisa lebih tenang dalam menghadapi keadaan ini,
dengan ibu berbagi cerita dengan saya, maka kesedihan ibu mungkin bisa
berkurang”.
2. Waktu :
“Ibu maunya berapa lama kita berbicara?”
3. Tempat :
“Ibu mau kita berbicara dimana? Disini saja atau ditempat lain? Baiklah.”

II. TAHAP KERJA.


 “Baiklah bu, bisa ibu jelaskan pada saya, bagaimana perasaan ibu saat ini?”
 “Saya mengerti ibu sangat sulit menerima kenyataan ini, tapi kondisi sebenarnya
memang ayah ibu telah meninggal. Sabar ya, bu”
 “Saya tidak bermaksud untuk tidak mendukung ibu, tapi coba ibu pikir, jika ibu
pulang kerumah nanti, ibu tidak akan bertemu dengan ayah ibu karena beliau
memang sudah meninggal. Itu sudah menjadi kehendak tuhan, ibu harus berusaha,
menerima kenyataan ini.”
 “Ibu, hidup matinya seseorang semua sudah diatur oleh tuhan meninggalnya ayah
ibu juga merupakan kehendak-Nya sebagai Maha Pemilik hidup. Tidak ada satu
orang pun yang dapat mencegahnya, termasuk saya ataupun ibu sendiri.”
 “Ibu sudah bisa memahami nya?”
 “Ibu tidak perlu cemas. Ibu masih muda, ibu bisa mencoba mencari pekerjaan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga ibu. Saya percaya ibu mempunyai keahlian
yang bisa digunakan. Ibu juga tidak akan hidup sendiri. Ibu masih punya saudara-
saudara dan orang lain yang sayang dan peduli sama ibu.”
 “Untuk mengurangi rasa cemas ibu, sekarang ibu ikuti teknik relaksasi yang saya
lakukan. Coba sekarang ibu tarik nafas yang dalam, tahan sebentar, kemudian
hembuskan perlahan-lahan.”
 “Iya, bagus sekali ibu, seperti itu.”
III. TAHAP TERMINASI
A. Evaluasi :

(Subjektif) : ”Bagaimana perasaan ibu sekarang? Apa ibu sudah mulai memahami kondisi
yang sebenarnya terjadi?”

(Objektif) : ”Kalau begitu, coba ibu jelaskan lagi, hah-hal yang ibu dapatkan dari
perbincangan kita tadi dan coba ibu ulang teknik relaksasi yang telah kita lakukan.”

B. Tindak lanjut :
“ya, bagus sekali ibu. Nah, setiap kali ibu merasa cemas, ibu dapat melakukan teknik
tersebut. Dan setiap kali ibu merasa ibu tidak terima dengan kenyataan ini, ibu dapat
mengingat kembali perbincangan kita hari ini.
- Ibu, ini ada buku kegiatan untuk ibu.
- Bagaimana kalau kegitan teknik rileksasi ibu masukan kedalam jadwal kegiatan ibu?
- Ibu setuju?
- Nah, disini ada kolom kegiatan, tanggal, waktu dan keterangan.
- Ibu bisa mengisi kegiatan teknik rileksasi pada kolom kegiatan.
- Kira-kira jam berapa ibu nanti mekakukan teknik rileksasi ibu?
- Cara mengisi buku kegiatan ini : jika ibu melakukannya tanpa dibantu atau diingatkan
oleh orang lain ibu tulis ”M” disini, jika ibu dibantu atau diingatkan ibu tulis ”B” dan
jika ibu tidak melakukannya ibu tulis ”T”.
- Ibu paham ibu?
- Nanti ibu jangan lupa mengisi buku kegiatannya ya.

C. Kontrak yang akan datang :


- Sesuai dengan kontrak kita tadi kita berbincang-bincang selama 30 menit dan
sekarang sudah 30 menit ibu!
- Ibu, kapan ibu mau melanjutkan perbincangan kita?
- Bagaimana kalau kita besok membicarakan tentang hobi ibu.
- Ibu maunya dimana?
- Nah, sekarang ibu istirahat dulu.
- Sebelum saya permisi apakah ada yang mau ibu tanyakan?
- Baiklah, kalau tidak ada saya permisi dulu ya ibu.
Assalamualiakum.”
SP 2 :

.1. TAHAP ORIENTASI

a. Salam teraupetik.

”Assalamu’alaikum, selamat pagi ibu, Masih ingat dengan saya ibu? Ya, betul sekali, saya
perawat mila, ibu. Seperti kemarin, pagi ini dari pukul 08.00 sampai jam 10.00 nanti dan saya
yang akan merawat ibu.

b. Evaluasi.

“Bagaimana keadaan ibu hari ini? Apa sudah lebih baik dari kemarin? Bagus kalau begitu”

“Coba saya lihat buku kegiatan ibu?

“Wah bagus ibu,sudah melakukan teknik rileksasi secara mandiri” “ sekarang coba ibu
praktekkan lagi cara teknik rileksasi tersebut”

“ Bagus sekali ibu”

c. Kontrak.

Topik : “Sesuai dengan janji kita yang sepekati kemarin ya, ibu. Hari ini kita bertemu untuk
membicarakan hobi ibu tujuannya supaya ibu dapat melakukan aktifitas yang sukai dan ibu dapat
berintaraksi dengan orang-orang disekeliling ibu.

Waktu : Ibu maunya berapa lama kita berbicara?

Tempat : Ibu maunya dimana?

2. TAHAP KERJA

- “Nah, ibu. Apakah ibu sudah memikirkan hobi yang ibu senang?”

- “Ternyata ibu hobi bermain voli ya? Tidak semua orang bisa bermain voli lho, ibu.

- “Selain bermain voli, apa ibu mempunyai hobi yang lain?”

- “Wah, ternyata ibu juga hobi memasak ya, biasanya ibu suka memasak apa?”

- “Apa saja bahan dan alat yang bisa ibu persiapkan untuk memasak?”

- “Wah, bagus ya bu, ternyata ibu masih bisa mengingat bahan dan alatnya ya.

- “ Ngomong-ngomong tentang hobi ibu bermain voli, berapa sering ibu biasanya bermain voli
dalam seminggu?”
- “Cukup sering juga ya bu. Pasti kemampuan ibu dalam bermain voli sudah terlatih.”

- “ Apa ibu pernah mengikuti lomba voli? Wah, ternyata ibu hebat juga ya dalam bermain voli,
buktinya, ibu pernah memenangi lomba voli antar warga di daerah rumah ibu.”

- “ Nah, bagaimana kalau sekarang ibu bergabung dengan yang lain untuk bermain voli?
Tampaknya disana banyak orang juga yang bermain voli, ibu bisa melakukan hobi ibu bersama-
sama dengan yang lain.”

- “ Ibu-ibu, kenalkan, ini ibu Novia, ibu novia akan bermain voli bersama-sama.ibu novia ini
jago bermain voli lho.”

- “ Nah, sekarang bisa ibu tunjukan teknik-teknik yang baik dalam bermain bola voli?”

- “Wah, bagus sekali ibu, ibu hebat.”

- Ibu, saat ibu sedang merasa emosi tapi tidak mampu meluapkannya, ibu bisa mekakukan
kegiatan ini bersama-sama yang lain.selain itu, kegiatan ini juga dapat membuat ibu
berhubungan lebih baik dengan yang lainnya dan ibu tidak merasa kesepian lagi.

3. TAHAP TERMINASI

a. Evaluasi.

( subkektif) : “ Bagaimana perasaan ibu sekarang ? Apa sudah lebih baik dibandingkan kemarin?

(objektif) : “ Sekarang coba ibu ulangi lagi apa aja manfaat yang dapat dapatkan dengan
melakukan kegiatan yang di senangi.”

b. Tindak lanjut :

- “ Baiklah ibu,kalau begitu dapat bermain voli saat sedang merasa emosi.

- “ Ibu, sudah mempunyai buku kegiatan harian kan?

- “Bagaimana jika kegiatan bermain voli ini juga dimasukkan menjadi kegiatan sehari-hari.

- Ibu maunya berapa kali bermain voli dalam satu minggu?

- Kira-kira jam berapa ibu nanti mau main voli?

- “ Nah, nanti kalau ibu melakukan kegiatan ini,jangan lupa mengisi buku kegiatan.”

- “ Caranya sama dengan sebelumnya, jika ibu melakukan sendiri, tanpa diingatkan dan dibantu
oleh perawat atau orang lain ibu tulis “M”, dan jika di bantu dalam melakukan kegiatan, tulis
”B”, dan jika malas atau lupa paham ibu?

4. Kontrak yang akan datang.


- Sesuai dengan kontak kita tadi kita berbicara selama 30 menit dan sekarang suah 30 menit ibu!

- “Nah, bagaimana kalau besok jam 08.00 setelah makan pagi, saya akan kembali lagi untuk
mengajarkan ibu cara meminum obat dengan benar.

- Kita ketemu nya di ruangan ibu saja ya?

- Apa ada yang ingin ibu tanyakan? Baiklah ,kalau tidak, saya permisi dulu ya bu,
assalamu’alaikum

SP 3 :
1. TAHAP ORIENTASI

a. Salam teraupetik :

“Assalamu’alaikum, selamat pagi ibu”

b. Evaluasi Validasi :

“Bagaimana keadaan ibu hari ini? Apa semalam bisa tidur dengan nyenyak?”

“Apa boleh saya lihat buku kegiatan ibu?

‘Wah bagus ibu”

“Nampaknya ibu sudah lebih bersemangat dari kemarin”

c. Kontrak :

Topik : “ Ibu tidak bisa tidur dengan nyenyak ya? Baiklah, sesuai dengan janji kita yang
kemarin, saya akan memberitahu ibu obat yang harus diminum untuk mengurangi kecemasan
dan agar dapat tidur dengan nyenyak.

Waktu : Ibu maunya berapa lama kita berbicara-bicara.

Tempat : Ibu maunya dimana kita berbicara disini atau ditempat lain?

2. TAHAP KERJA

- “Nah, kita langsung mulai saja ya bu, ini ada beberapa macam obat-obatan yang harus ibu
minum.”

- Ini obatnya ada dua macam ya bu, yang warna putih ini namanya BDZ fungsi dari obat ini agar
pikiran ibu bisa lebih menjadi tenang.kalau pikiran tenang. Ibu bisa tidur dengan nyenyak.”

- “Kemudian, yang warna kuning ini adalah HLP, ini juga harus ibu minum agar perasaan bisa
rileks dan tidak merasakan cemas yang berlebihan.”

- “Nah, ibu, semua obat ini diminum 3 kali sehari ya bu, jam 07.00 pagi, jam 13.00 siang, dan
jam 19.00 malam, masing-masing obat satu butir saja. Obat-obatan ini jug harus diminum setelah
makan.”

- “ Apa ibu mempunyai keluhan dalam meminum obat?

- “Ohh, jadi ibu tidak tahan dengan rasa pahitnya ya? kalau begitu, setelah ibu minum obat bisa
memakan permen agar rasa pahitnya dapat berkurang.”

- “Jika setelah minum obat ini mulut menjadi terasa kering sekali, ibu bisa minum banyak air
untuk mengatasinya agar mulut ibu tidak kering.”
- “Tapi jika ada efek samping yang berlebihan seperti gatal-gatal, pusing, atau mual, ibu bisa
panggil saya atau perawat lain yang sedang bertugas.”

- “Nah, sebelum obatnya ibu meminum obatnya, pastikan dulu ya bu, obatnya sesuai dengan atau
tidak, ibu juga jangan lupa perhatikan waktunya agar obat tersebut dapat dimunum tepat waktu.”

3. TAHAP TERMINASI

a. Evaluasi.

(Subjektif) : ”Apa ibu sudah mengerti, apa saja obat yang harus ibu minum dan bagaimana
prosedur sebelum meminumnya?”

(Objektif) : ”Bagus, kalau ibu sudah mengerti, coba ulangi lagi apa saja obat yang harus ibu
minum dan apa saja prosedur meminum obatnya.”

b. Tindak lanjut.

- “Seperti yang sudah saya katakan tadi ya bu, jika setelah minum obat mulut terasa kering,
dapat meminum air yang banyak. Dan kalau merasa gatal-gatal, pusing, atau bahkan mutah, ibu
dapat menghubungi saya atau perawat lain yang sedang bertugas.”

- “Bu, ibu sudah mempunyai buku kegiatan harian kan?”

- “Bagaimana jika kegiatan minum obat ini juga dimasukkan menjadi kegiatan sehari-hari.

- Jangan lupa, ibu juga membuat jam minum obatnya ya.

- “Caranya mengisi buku kegiatan ini juga sama dengan sebelumnya, jika ibu melakukan sendiri,
tanpa diingatkan dan dibantu oleh perawat atau orang lain ibu tulis ”M”, dan jika dibantu dalam
melakukan kegiatan tulis ”B”, dan jika malas atau lupa mengerjakannya tulis ”T”.

- Ini tujuannya untuk melihat kemandirian, jika sudah bisa mandiri dalam melakukan sesuatu dan
juga sudah dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, akan dapat segera di pulangkan.

- Ibu paham bu?”

c. Kontrak yang akan datang.

- Sesuai dengan kontrak kita tadi kita berbicara selama 30 menit dan sekarang sudah 30 menit
bu!

- “Baiklah bu, nanti jam 14.00 setelah makan siang, saya akan datang kembali untuk memantau
perkembangan ibu. Kita bertemu di ruang ini saja ya bu.”

- “Sebelumnya saya pergi apa ada yang ingin ibu tanyakan? Baiklah ibu, kalau tidak ada, saya
permisi dulu. Assalamualaikum.”
d.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu
kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Berduka merupakan respons normal pada semua kejadian kehilangan. Berduka
diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespons
kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan atau kedekatan, objek
atau ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ketipikal, abnormal,
atau kesalahan atau kekacauan.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka,
mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk
empati.
Kehilangan dibagi dalam dua tipe yaitu : aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat
lima kategori kehilangan, yaitu : kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan
yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri atau
aspek diri, dan kehilangan kehidupan atau meninggal.
DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo,2014.Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta:Nuha Medika.


Sutejo.2016,Keperawatan Jiwa.Yogyakarta:Pustaka Baru Press

15

Anda mungkin juga menyukai