Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MAKALA KEPERAWATAN JIWA

DEGAN KONSEP DASAR KEHILANGAN

DI SUSUN OLEH

Gabriel Ratu Hurit PO5303201211296

Gusti Martinus Sine PO5303201211297

POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN KUPANG

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan berkat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Kebijakan
kesehatan indonesia ini dengan bahasan ’’ KONSEP DASAR KEHILANGAN’’. Dimana
dalam penyusunan makalah ini bertujuan agar mahasiswa Poltekes Kemenkes Kupang
khususnya pada Jurusan Keperawatan dapat memahami isi dari makalah ini sehingga dapat
bermanfaat bagi mahasiswa. Tidak lupa juga kami mengucapakan terima kasih kepada Ibu
Antonia Hamu dalam Mata Kuliah yang membimbing kami selama melaksanakan tugas
makalah ini, juga teman-teman kelompok dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah kami ini. Sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan hasil yang
memuaskan bagi kami. Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangannya sehingga kami menginginkan saran dan kritik yang membangun dalam
menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGGANTAR..............................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I.........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN......................................................................................................................4

1.1 Latar Belang....................................................................................................................4

2.1 Rumusan Masala.............................................................................................................4

3.1 Tujuan..............................................................................................................................5

BAB II........................................................................................................................................6

PEMBAHASAN........................................................................................................................6

1.2 Pengertian Konsep Dasar Kehilangan.........................................................................6

2.2 Faktor-Faktor Yang Mempenggaruhui Kehilangan yaitu :..........................................7

BAB III.....................................................................................................................................11

PENUTUP................................................................................................................................11

3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................11

3.2 Saran...................................................................................................................................11

Daftar Pustaka..........................................................................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belang

Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dankejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidupseseorang.Kehilangan dan
berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau
nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapatdisebabkan karena kondisi ini lebih banyak
melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.Dalam perkembangan masyarakat
dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu
yang mengalami prosesini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang
lain.Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawatapabila
menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diritentang pandangan
diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yangkomprehensif. Kurang
memperhatikan perbedaan persepsi menjurus padainformasi yang salah, sehingga intervensi
perawatan yang tidak tetap (Suseno,2004).

Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipekehilangan.


Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima
kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam
konteks kultur mereka sehinggakehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika
klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar
artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.Kehilangan dan
kematian adalah realitas yang sering terjadi dalamlingkungan asuhan keperawatan. Sebagian
besar perawat berinteraksi denganklien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan
dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien
dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-
perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian.Perasaan
pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat
mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian(Potter & Perry, 2005).
1.2. Rumusan Masala
Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana pada klien
dengan kehilangan dan berduka disfungsional setelah mempelajari pokok bahasan ini,
mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan masalah
psikososial kehilangan dan berduka.

1.3. Tujuan
1. Menjelaskan definisi kehilangan.

2. Menjelaskan rentang respons emosi (kehilangan dan berduka).

3. Menjelaskan tahapan proses kehilangan dan berduka.

4. Melakukan pengkajian pasien dengan kehilangan dan berduka.

5. Merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien dengan kehilangan dan berduka.

6. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien kehilangan kehilangan dan berduka.
7. Menyusun evaluasi tindakan keperawatan pada pasien kehilangan kehilangan dan berduka.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Konsep Dasar Kehilangan

Kehilangan adalah suatu keadaan individu mengalami kehilangan sesuatu yang


sebelumnya ada dan dimiliki. Kehilangan merupakan sesuatu yang sulit dihindari (Stuart,
2005), seperti kehilangan harta, kesehatan, orang yang dicintai, dan kesempatan. Berduka
adalah reaksi terhadap kehilangan, yaitu respons emosional normal dan merupakan suatu
proses untuk memecahkan masalah. Seorang individu harus diberikan kesempatan untuk
menemukan koping yang efektif dalam melalui proses berduka, sehingga mampu menerima
kenyataan kehilangan yang menyebabkan berduka dan merupakan bagian dari proses
kehidupan. Kehilangan dapat terjadi terhadap objek yang bersifat aktual, dipersepsikan, atau
sesuatu yang diantisipasi. Jika diperhatikan dari objek yang hilang, dapat merupakan objek
eksternal, orang yang berarti, lingkungan, aspek diri, atau aspek kehidupan. Berbagai hal
yang mungkin dirasakan hilang ketika seseorang mengalami sakit apalagi sakit kronis antara
lain sebagai berikut.

Berduka merupakan respons terhadap kehilangan. Berduka dikarakteristikkan sebagai


berikut.

1. Berduka menunjukkan suatu reaksi syok dan ketidakyakinan.

2. Berduka menunjukkan perasaan sedih dan hampa bila mengingat kembali kejadian
kehilangan.

3. Berduka menunjukkan perasaan tidak nyaman, sering disertai dengan menangis, keluhan
sesak pada dada, tercekik, dan nafas pendek.

4. Mengenang orang yang telah pergi secara terus-menerus.

5. Mengalami perasaan berduka.

6. Mudah tersinggung dan marah

7. Fakor faktor yang mempengaruhi kehilangan

8. Faktor yang mempengaruhi rasa berduka


1. Model Survivor dunia

Semua ahli psikologis percaya bahwa setiap orang pasti meleawati masa bayi dan kanak-
kanak, dan tidak ada yang langsung tumbuh dewasa. Pada tahap bayi dan kanak-kanak ini,
mereka akan beradaptasi dengan lingkungan ia tinggal. Pada tahap ini juga penting sekali
menanamkan pengetahuan, sikap, perilaku, dan keyakinan. Selain itu, pada tahap ini juga
penting untuk diberikan pemahaman dan sikap terhadap kematian. Karena apa yang dipelajari
sejak kecil akan mempengaruhinya ketika dewasa. Anak yang mengetahuu tentang kematian
dan cara sikap yang benar, mungkin saja suatu saat nanti tidak terlalu berduka yang
berkepanjangan.

2. Kepribadian

Kepribadian manusia berbeda-beda dan memiliki dampak yang besar terhadap kondisi dan
lingkungannya. Dampak kepribadian bagi lingkungan tergantung bagaimana kepribadian itu
terbentuk, dan terpengaruh. Dimana pada dasarnya, kepribadian manusia terbentuk oleh
berbagai faktor seperti lingkungan alam, dan keturunan, lebih jelasnya tentang hal-hal yang
mempengaruhi kepribadian (bisa klik alamat link berikut). orang dengan tipe kepribadian
melankolis mungkin dapat memiliki rasa berduka yang lebih tinggi. Hal ini karena orang
dengan tipe kepribadian ini dikenal sebagai orang yang tempramen, dan serin murung.

3. Peran Sosial

Setiap orang memiliki perannya masing-masing dalam lingkungan sosial, termasuk dalam
keluarga yang memiliki peran interdependen. Dimana anggota keluarga tersebut saling
keterkaitan satu sama lain. selain itu setiap anggota keluarga harus mampu mensuport,
mendukung, membimbing anggota keluarga lainnya. Ketika salah satu orang meninggal,
maka ada peran khusus yang harus dipenuhi. Misalnya sang ayah meninggal dalam keluarga,
maka sang ibu sebagai anggota keluarga harus mampu mengganti peran ayah, jadi dang ibu
ini akan memiliki dua peran yaitu sebagai ayah sekaligus menjadi sorang ibu. Hal ini tentu
akan mempersulit sang ibu, sehingga dapat mempengaruhi rasa berduka ketika suaminya
meninggal.
4. Persepsi tentang kematian

Cara pandang seseorang terhadap orang lain yang meninggal sangatlah penting, karena dapat
mempengaruhi perasaan berdukanya. Misalnya seperti orang yang mengetahui temannya
meninggal, lalu bagaimanakah persepsi atau pandangannya terhadap temannya itu ? apakah
temannya sudah bagaikan saudara, atau bakaikan pembantu. Jika dia menganggap temannya
seperti saudara, maka kemungkinan rasa berduka yang dirasakan semakin dalam. Contoh
lainnya seperti seorang istri yang suaminya meninggal, bagaimana persepsi sang istri
terhadap suaminya. Apakah ia memandangnya sebagai teman seksual, pencari nafkah, dan
sebagainya. Jadi, semakin dekat rasa hubungan tercipta, maka akan semakin besar perasaan
kehilangan tersebut.

5. Budaya

Budaya juga mempunyai dampak yang besar dalam berduka dan kehilangan. Salah satu
contoh yang sering kita ketahui yaitu perbedaan sifat antara suku jawa dengan suku tapanali.
Orang yang lahir di suku jawa dan mewarisi kebudayaan jawa, biasanya cenderung lebih
banyak diam dan tersembunyi, sedangkan suku tapanuli memiliki sifat yang sebaliknya yaitu
bersifat terbuka dengan orang disekitarnya. Hal tersebut dapat mempengaruhi rasa berduka
dan kehilangan pada seseorang. Selain itu, jumlah anggota keluarga juga dapat
mempengaruhi, karena saat berduka, keluarga adalah orang yang pertama mensuport, dan
menenangkan.

6. Peran jenis kelamin

Seperti yang dikatakan di awal tulisan, bahwa jenis kelamin begitu mempengaruhi rasa
berduka dan kehilangan seseorang. Kaum perempuan lebih cendurung memiliki rasa empati
yang kuat dan memiliki sifat lembut, sehingga mudah tersakiti, dan mudah menangis.
Berbeda halnya dengan pria, dimana sejak kecil sudah diharapkan untuk bersifat lebih kuat,
dan tabah. Sehingga rasa berduka dan kehilangan lebih dalam dibandingkan pria.

7. Status Sosial Ekonomi

Faktor lainnya yang mempengaruhi rasa berduka adalah status sosial dan ekonomi. Dimana
orang yang memiliki perekonomian lebih baik, seperti memiliki asuransi atau biaya untuk
masa depan, cenderung lebih mudah merelakan pasangan hidupnya. Contoh lainnya yaitu
ketika seorang suami yang ditinggalkan oleh istrinya. Maka tentu akan merasakan duka yang
begitu dalam, namun karena suami memiliki uang yang cukup, maka ia bisa berjalan-jalan ke
luar negri untuk mengobati rasa dukanya. Berbeda dengan orang yang tidak memiliki uang
yang cukup, dia akan terlarut dalam kesedihannya.

8. Keyakinan Spiritual Faktor yang terakhir dan tidak kalah pentingnya yaitu keyakinan
spiritual seseorang. Setiap orang dapat memiliki keyakinan spiritual yang berbeda, apakah ia
beragama islam, hindu, atau mungkin kristen. Mereka memiliki keyakinan tersendiri tentang
kematian, sehingga mereka lebih tabah dan menerima kehilangan orang yang begitu dekat
dengan dirinya, berbeda dengan orang yang tidak memiliki kepercayaan, mereka
menganggap bahwa kematian adalah akhir dari segalanya, sehingga rasa berduka juga
menjadi lebih dalam.

A. 5 Tipe Jenis Kehilangan

1. Kehilangan orang bermakna, misalnya seseorang yang dicintai meninggal atau dipenjara.

2. Kehilangan kesehatan bio-psiko-sosial, misalnya menderita suatu penyakit, amputasi


bagian tubuh, kehilangan pendapatan, kehilangan perasaan tentang diri, kehilangan
pekerjaan, kehilangan kedudukan, dan kehilangan kemampuan seksual.

3. Kehilangan milik pribadi, misalnya benda yang berharga, uang, atau perhiasan

4. Aktual atau nyata Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain misalnya amputasi,
kematian orang yang sangat berarti / di cintai

5. Persepsi Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan misalnya;
seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan
kebebasannya menjadi menurun

B. Fase Tahapan Kehilangan Dan Tanda Dan Gejala

Proses kehilangan terdiri atas lima tahapan, yaitu penyangkalan (denial), marah (anger),
penawaran (bargaining), depresi (depression), dan penerimaan (acceptance) atau sering
disebut dengan DABDA. Setiap individu akan melalui setiap tahapan tersebut, tetapi cepat
atau lamanya sesorang melalui bergantung pada koping individu dan sistem dukungan sosial
yang tersedia, bahkan ada stagnasi pada satu fase marah atau depresi.

A. Tahap Penyangkalan (Denial)


Reaksi awal seorang individu ketika mengalami kehilangan adalah tidak percaya, syok,
diam, terpaku, gelisah, bingung, mengingkari kenyataan, mengisolasi diri terhadap
kenyataan, serta berperilaku seperti tidak terjadi apa-apa dan pura-pura senang. Manifestasi
yang mungkin muncul antara lain sebagai berikut.

1. “Tidak, tidak mungkin terjadi padaku.”

2. “Diagnosis dokter itu salah.”

3. Fisik ditunjukkan dengan otot-otot lemas, tremor, menarik napas dalam, panas/dingin dan
kulit lembap, berkeringat banyak, anoreksia, serta merasa tak nyaman.

4. Penyangkalan merupakan pertahanan sementara atau mekanisme pertahanan (defense


mechanism) terhadap rasa cemas.

5. Pasien perlu waktu beradaptasi.

6. Pasien secara bertahap akan meninggalkan penyangkalannya dan menggunakan pertahanan


yang tidak radikal

7. Secara intelektual seseorang dapat menerima hal-hal yang berkaitan dengan kematian, tapi
tidak demikian dengan emosional. Suatu contoh kasus, saat seseorang mengalami kehilangan
akibat kematian orang yang dicintai. Pada tahap ini individu akan beranggapan bahwa orang
yang dicintainya masih hidup, sehingga sering berhalusinasi melihat atau mendengar suara
seperti biasanya. Secara fisik akan tampak letih, lemah, pucat, mual, diare, sesak napas, detak
jantung cepat, menangis, dan gelisah. Tahap ini membutuhkan waktu yang panjang, beberapa
menit sampai beberapa tahun setelah kehilangan

B. Tahap Marah (Anger)

Tahap kedua seseorang akan mulai menyadari tentang kenyataan kehilangan. Perasaan
marah yang timbul terus meningkat, yang diproyeksikan kepada orang lain atau benda di
sekitarnya. Reaksi fisik menunjukkan wajah memerah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, dan
tangan mengepal. Respons pasien dapat mengalami hal seperti berikut. 1. Emosional tak
terkontrol. “Mengapa aku?” “Apa yang telah saya perbuat sehingga Tuhan menghukum
saya?” 2. Kemarahan terjadi pada Sang Pencipta, yang diproyeksikan terhadap orang atau
lingkungan. 3. Kadang pasien menjadi sangat rewel dan mengkritik. “Peraturan RS terlalu
keras/kaku.” “Perawat tidak becus!” 4. Tahap marah sangat sulit dihadapi pasien dan sangat
sulit diatasi dari sisi pandang keluarga dan staf rumah sakit. 5. Perlu diingat bahwa wajar bila
pasien marah untuk mengutarakan perasaan yang akan mengurangi tekanan emosi dan
menurunkan stress

C. Tahap Penawaran (Bargaining)

Setelah perasaan marah dapat tersalurkan, individu akan memasuki tahap tawar-menawar.
Ungkapan yang sering diucapkan adalah “....seandainya saya tidak melakukan hal tersebut..
mungkin semua tidak akan terjadi ......” atau “misalkan dia tidak memilih pergi ke tempat
itu ... pasti semua akan baik-baik saja”, dan sebagainya. Respons pasien dapat berupa hal
sebagai berikut.

1. Pasien mencoba menawar, menunda realitas dengan merasa bersalah pada masa hidupnya
sehingga kemarahan dapat mereda.

2. Ada beberapa permintaan, seperti kesembuhan total, perpanjangan waktu hidup, terhindar
dari rasa kesakitan secara fisik, atau bertobat

3. Pasien berupaya membuat perjanjian pada Tuhan. Hampir semua tawar-menawar dibuat
dengan Tuhan dan biasanya dirahasiakan atau diungkapkan secara tersirat atau diungkapkan
di ruang kerja pribadi pendeta. “Bila Tuhan memutuskan untuk mengambil saya dari dunia ini
dan tidak menanggapi permintaan yang diajukan dengan marah, Ia mungkin akan lebih
berkenan bila aku ajukan permintaan itu dengan cara yang lebih baik.” “Bila saya sembuh,
saya akan…….”

4. Pasien mulai dapat memecahkan masalah dengan berdoa, menyesali perbuatannya, dan
menangis mencari pendapat orang lain

D. Tahap Depresi

Tahap depresi merupakan tahap diam pada fase kehilangan. Pasien sadar akan
penyakitnya yang sebenarnya tidak dapat ditunda lagi. Individu menarik diri, tidak mau
berbicara dengan orang lain, dan tampak putus asa. Secara fisik, individu menolak makan,
susah tidur, letih, dan penurunan libido. Fokus pikiran ditujukan pada orang-orang yang
dicintai, misalnya “Apa yang terjadi pada anak-anak bila saya tidak ada?” atau “Dapatkah
keluarga saya mengatasi permasalahannya tanpa kehadiran saya?” Depresi adalah tahap
menuju orientasi realitas yang merupakan tahap yang penting dan bermanfaat agar pasien
dapat meninggal dalam tahap penerimaan dan damai. Tahap penerimaan terjadi hanya pada
pasien yang dapat mengatasi kesedihan dan kegelisahannya.
E. Tahap Penerimaan (Acceptance)

Tahap akhir merupakan organisasi ulang perasaan kehilangan. Fokus pemikiran terhadap
sesuatu yang hilang mulai berkurang. Penerimaan terhadap kenyataan kehilangan mulai
dirasakan, sehingga sesuatu yang hilang tersebut mulai dilepaskan secara bertahap dan
dialihkan kepada objek lain yang baru. Individu akan mengungkapkan, “Saya sangat
mencintai anak saya yang telah pergi, tetapi dia lebih bahagia di alam yang sekarang dan saya
pun harus berkonsentrasi kepada pekerjaan saya.........” Seorang individu yang telah mencapai
tahap penerimaan akan mengakhiri proses berdukanya dengan baik. Jika individu tetap
berada di satu tahap dalam waktu yang sangat lama dan tidak mencapai tahap penerimaan,
disitulah awal terjadinya gangguan jiwa. Suatu saat apabila terjadi kehilangan kembali, maka
akan sulit bagi individu untuk mencapai tahap penerimaan dan kemungkinan akan menjadi
sebuah proses yang disfungsiona
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatukekurangan


atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatuyang sebelumnya ada menjadi
tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.Berduka merupakan respon normal pada semua
kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka
diantisipasi dan berduka disfungsional.Berduka diantisipasi adalah suatu status yang
merupakan pengalamanindividu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang
dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional
sebelumterjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.Berduka disfungsional
adalah suatu status yang merupakan pengalamanindividu yang responnya dibesar-besarkan
saat individu kehilangan secara aktualmaupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe inikadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku
berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikandukungan dalam
bentuk empati.Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi.

Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu: Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai,


kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal,kehilangan yang ada
pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangankehidupan/meninggal.Elizabeth Kubler-
rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase,yaitu : pengikaran, marah, tawar-
menawar, depresi dan penerimaan.

3.2 Saran

Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatuyang


sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.Berduka merupakan respon
normal pada semua kejadian kehilangan. Sebaiknya kita mengganggap bahwa kehilangan
adalah suatu manusiawi
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/44367427/
KONSEP_KEHILANGAN_DAN_BERDUKA#:~:text=Terdapat%205%20katagori
%20kehilangan%2C%20yaitu%3AKehilangan%20seseorang%20seseorang%20yang
%20dicintai,%2C%20dan%20kehilangan%20kehidupan%2Fmeninggal

https://rsjiwajambi.com/wp-content/uploads/2019/09/buku-ajar-keperawatan-kesehatan-jiwa-
Ah.-Yusuf-Rizky-Fitryasari-PK-Hanik-Endang-Nihayati-1.pdf

Anda mungkin juga menyukai